Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2018


UNIVERSITAS HASANUDDIN

CAUDA EQUINA SYNDROME

OLEH :
ANDI WIDYANITA AYU P
C111 13 512

Residen Pembimbing :
dr. Glen Purnomo
dr. Pierre Alexander

SupervisorPembimbing :
dr. Jainal Arifin, SpOT(K)-Spine

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : ANDI WIDYANITA AYU P

Nim : C11113512

Judul Referat : CAUDA EQUINA SYNDROME

Adalah benar telah menyelesaikan referat yang berjudul “Cauda Equina


Syndrome”yang telah disetujui serta dibacakan di hadapan pembimbing dan
supervisor dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, April 2018

Supervisor Residen Residen


Pembimbing Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Jainal Arifin, dr. Glen Purnomo dr. Pierre Alexander


M.Kes, SpOT(K) Spine

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL………………………………………............. i

HALAMAN PENGESAHAN…….…………………………............. ii

DAFTAR ISI………………………………………………..…........... iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................... 3

2.1.Definisi........................................................................... 3
2.2.Anatomi ......................................................................... 2
2.3.Epidemiologi .................................................................. 5
2.4.Patofisiologi ................................................................... 6
2.5.Etiologi........................................................................... 11
2.6.Manifestasi Klinik.......................................................... 15
2.7.Diagnosis ....................................................................... 16
2.8.Tatalaksana .................................................................... 19
2.9.Prognosis ........................................................................ 25

BAB III KESIMPULAN.........……………….…………………… 27

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 29

iv
BAB I
Pendahuluan
Cauda equina merupakan kumpulan akar saraf intradural pada ujung
medulla spinalis. Cauda merupakan bahasa latin dari ekor, dan equina adalah
bahasa latin untuk kuda, sehingga berarti ekor kuda. Medula spinalis adalah
kelanjutan medulla oblongata kearah bawah yang dimulai tepat dibawah foramen
magnum dan berakhir pada diskus intervertebralis antara vertebrae lumbalis
pertama dan kedua sebagai struktur yang mengecil yang disebut conus medullaris,
terdiri dari segmen medulla spinalis sakralis. Ini memberi inervasi sensorik ke
“saddle area”, inervasi motorik ke sfingter dan inervasi parasimpatis ke kandung
kencing dan usus bagian bawah, yaitu dari flexura lienalis kiri ke rektum.
Saraf pada region cauda equina meliputi lumbal bagian bawah dan semua akar
saraf sakralis. Nervus splanchnic pelvicus membawa serat parasimpatis
preganglionik dari S2-S4 untuk menginervasi musculus detrusor pada kandung
kencing. Sebaliknya lower motor neuron somatic dari S2-S4 menginervasi otot
volunter dari sfingter ani eksterna dan sfingter uretra ke rektum inferior, dan
percabangan perineum dari nervus pudendus. Oleh karena itu akar saraf region
cauda equina membawa sensasi dari ekstremitas bawah, somatom perineum, dan
serta motorik yang keluar ke miotom ekstremitas bawah. Lanjutan dari conus yag
tipis, seperti benang yaitu filum terminale merupakan elemen non neuron dalam
region cauda equina yang meluas ke bawah menuju coccygeus.1,2
Cauda Equina Syndrome (CES) , suatu kelainan neurologis yang jarang
ditemukan, merupakan kombinasi gejala dan tanda akibat kompresi simultan akar
saraf lumbosakral multiple di bawah level conus medullaris. Manifestasi klinis
neuromuskular dan urogenital bervariasi dengan karakteristik gangguannya adalah
nyeri punggung bawah, ischialgia bilateral atau unilateral, kelemahan bilateral
atau unilateral ekstremitas bawah, hipestesi atau anestesi perianal atau tipe sadel,
impotensi, bersamaan dengan disfungsi bowel dan bladder.
CES merupakan kasus yang jarang terjadi baik yang diakibatkan oleh trauma
maupun nontrauma. Insidensi CES bervariasi, tergantung pada etiologinya.
Prevalensi di antara populasi umum diperkirakan antara 1:100.000 dan 1:33.000.

1
Penyebab paling umum adalah herniasi diskus lumbalis. Dilaporkan oleh lebih
kurang 1% sampai 10% pasien herniasi diskus lumbal.
Sindroma cauda equina merupakan kondisi yang serius. Meskipun lesi secara
teknik melibatkan akar saraf dan menunjukkan kerusakan saraf “perifer”, akibat
yang ditimbulkan dapat irreversibel sehingga CES memerlukan tidakan bedah
emergensi. Sindroma cauda equina dianggap sebagai darurat bedah karena jika
tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan permanen kontrol usus dan kandung
kemih dan kelumpuhan kaki.1,2,3,4

2
BAB II

Tinjauan Pustaka

Definisi

Cauda equina syndrome (CES) adalah kondisi neurologis yang serius di


mana terjadi kerusakan pada cauda equina akibat pemadatan atau penyempitan
yang simultan dari radiks saraf lumbosacral multipel dibawah konus medullaris,
sehingga menyebabkan hilangnya fungsi pleksus lumbal secara akut dari bagian
bawah conus medullaris berupa gangguan neuromuscular dan gejala-gejala
urogenital.

Anatomi

Ruas-ruas tulang belakang disusun oleh 33 buah tulang dengan bentuk


tidak beraturan. ke 33 buah tulang tersebut terbagai atas 5 bagian yaitu:

1. Tujuh ruas pertama disebut tulang leher. Ruas pertama dari tulang leher
disebut tulang atlas, dan ruas kedua berupa tulang axis.
2. Dua belas ruas berikutnya membentuk tulang punggung. Ruas-ruas tulang
punggung pada bagian kiri dan kanannya merupakan tempat melekatnya
tulang rusuk.
3. Lima ruas berikutnya merupakan tulang pinggang. Ukuran tulang
pinggang lebih besar dibandingkan tulang punggung. Ruas-ruas tulang
pinggang menahan sebagian besar berat tubuh dan banyak melekat otot-
otot.
4. Lima ruas tulang kelangkangan (sacrum), yang menyatu, berbentuk
segitiga terletak dibawah ruas-ruas tulang pinggang.
5. Bagian bawah ruas tulang belakang disebut tulang ekor (coccyx), tersusun
atas 3 sampai dengan 5 ruas tulang belakang yang menyatu.

3
Foramen vertebra adalah cincin tipis tulang vertebra yang terdiri dari
bagian corpus, pediculus, dan lamina. Setiap segmen tulang belakang memiliki
karakter yang berbeda. Foramen vertebra dari kumpulan tiap level vertebra akan
membentuk canalis vertebralis, ruang dimana medulla spinalis berada.

Antara tulang vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis dan facet


joint. Diskus intervertebralis berada di antara corpus vertebra, berupa sebuah
massa fibrous yang berfungsi sebagai bantalan absorber. Diskus ini tetap berada di
tempatnya karena disokong oleh ligamen-ligamen.Fungsi ini melindungi vertebra,
otak dan struktur lainnya. Adanya diskus intervertebralis juga memungkinkan
gerakan fleksi dan ekstensi.

Diskus intervertebralis terdiri dari dua komponen yang berbeda: annulus


fibrosus di bagian luar dan nucleus pulposus, massa gelatin di bagian dalam.
Mereka tertambat pada vertebra di bagian atas dan bagian bawah oleh cartilage
end plates. Pada diskus normal, air merupakan komponen penting dari nucleus.
Namun, seiring dengan bertambahnya usia, kandungan air dalam diskus
berkurang dan menyebabkan degenerasi diskus. Medula spinalis pada orang
dewasa berakhir pada level vertebra antara L1 dan L2 dengan sekumpulan berkas
akar saraf lumbal dan sacral dalam kanalis spinalis yang membentuk cauda equina
di bawah medulla spinalis. Akar-akar saraf itu kemudian terpisah dan keluar dari
kanalis spinalis melalui foramina intervertebrale yang sesuai. Cauda equina
terlindung dalam ruang subarakhnoid hingga setinggi vertebra sakralis II. Nyeri
dan gejala lain dapat timbul bila diskus yang rusak menekan ke dalam kanalis
spinalis atau radiks saraf.

4
Gambar 1. Ilustrasi anatomi daerah cauda equina

Epidemiologi

Angka kejadian cauda equina syndrome realtif cukup jarang, baik yang
disebakan oleh trauma maupun yang bukan disebakan oleh trauma di mana
dilaporkan hanya 4-7 kasus dari 10.000-100.000 pasien. Hal ini sering dilaporkan
sebagai laporan kasus karena kelangkaannya. Meskipun jarang terjadi, itu adalah
diagnosis yang harus diperhatikan pada pasien yang mengeluh sakit punggung
bagian bawah ditambah dengan keluhan neurologis, terutama gejala kencing.

CES yang disebakan oleh trauma dapat terjadi pada segala usia.
Sedangkan CES yang bukan disebakan oleh traumaterjadi terutama pada orang
dewasa yaitu pada usia 40-50 tahunan dan lebih sering terjadi pada pria sebagai
akibat dari morbiditas bedah, penyakit sendi tulang belakang, metastase kanker,
ataupun abses epidural.

Hernia nukleus pulposus lumbal dilaporkan penyebab paling umum dari


Cauda equina syndrome, dan diperkirakan sekitar 2% dari semua kasus hernia
nukleus lumbal mengakibatkan CES. Kanal tulang belakang yang sempit secara
kongenital atau adanya spinal stenosis yang timbul akibat perubahan degeneratif

5
diskus intervertebralis dan sendi bagian posterior diduga merupakan predisposisi
timbulnya CES.

Patofisiologi

Sindrom cauda equina disebabkan oleh penyempitan apapun pada canalis


spinalis yang menekan akar saraf di bawah level medula spinalis. Lesi pada cauda
equina bersifat LMN karena radiks yang terkena merupakan bagian dari susunan
saraf perifer. Cauda Equina Syndrome (CES) merujuk pada kondisi dimana terjadi
kompresi secara bersamaan pada akar saraf lumbosakral dibawah level conus
medularis, yang menyebabkan gejala neuromuskuler dan urogenital. Patofisiologi
mekanisme terjadinya CES belum sepenuhnya dipahami. Akar saraf ini rentan
terhadap cedera kompresi atau regangan karena memiliki epineurinum yang tidak
berkembang dengan baik. Jika epineurinum terbentuk sempurna, seperti pada
saraf-saraf perifer, akan dapat melindungi saraf dari tekanan atau
tarikan/regangan. Selain itu sistem mikrovaskuler pada akar saraf cauda equina
memiliki area yang relatif hipovaskuler yang terbentuk oleh kombinasi area
anastomosis di sepertiga proksimal akar saraf. Hal tersebut menimbulkan
rasionalisasi anatomik terhadap terjadinya manifestasi neuroiskemik bersamaan
dengan perubahan degenerasi. 9,10,11
Beberapa penyebab sindrom cauda equina telah dilaporkan, meliputi
cedera traumatik, herniasi diskus, stenosis spinalis, neoplasma spinal,
schwannoma, ependimoma, kondisi peradangan, kondisi infeksi, dan penyebab
iatrogenik.3

Trauma
 Kejadian traumatik yang menyebabkan fraktur atau subluksasi dapat
menyebabkan kompresi cauda equina.
 Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi cauda
equina.

6
 Manipulasi spinal yang menyebabkan subluksasi akan mengakibatkan
munculnya sindrom cauda equina.
 Kasus yang jarang berupa fraktur insufisiensi sacral telah dilaporkan
menyebabkan sindrom cauda equina.
Herniasi diskus
 Kejadian sindroma cauda equina yang disebabkan oleh herniasi diskus
lumbalis dilaporkan bervariasi dari 1-15%.
 Sembilan puluh persen herniasi diskus lumbalis terjadi baik pada L4-L5
atau L5-S1.
 Tujuh puluh persen kasus herniasi diskus yang menyebabkan sindrom
cauda equina terjadi pada pasien dengan riwayat low back pain kronis, dan
30% berkembang menjadi sindrom cauda equina sebagai gejala pertama
herniasi diskus lumbalis.
 Laki-laki usia dekade 4 dan 5 adalah yang paling rawan terhadap sindrom
cauda equina akibat herniasi diskus.
 Sebagian besar kasus sindrom cauda equina yang disebabkan herniasi
diskus melibatkan partikel besar dari materi diskus yang rusak,
mengganggu setidaknya sepertiga diameter canalis spinalis.
 Pasien dengan stenosis kongenital yang menderita herniasi diskus yang
menetap lebih mungkin untuk mengalami sindrom cauda equina yang
disebabkan bahkan oleh herniasi diskus yang ringan dapat secara drastis
membatasi ruang yang tersedia untuk akar saraf.
 Patofisiologi Hernia Nukleus Pulposus
1. Banyak faktor meningkatkan resiko terjadinya hernia diskus:
gaya hidup seperti merokok, kurang aktivitas, dan nutrisi yang tidak
adekuat berkontribusi terhadap kondisi diskus.
2. seiring dengan bertambahnya usia, perubahan biokimia menyebabkan
diskus secara perlahan-lahan menjadi kering sehingga mempengaruhi
kekuatan diskus.
3. postur yang buruk dikombinasi dengan kebiasaan buruk yang
mengakibatkan penekanan mekanik pada tulang belakang

7
mempengaruhi kemampuan tulang belakang untuk menyangga berat
badan.12 Kombinasi dari faktor-faktor ini, ditambah dengan trauma,
robekan sehari-hari dari diskus, cara mengangkat beban yang tidak
benar mengakibatkan herniasi diskus. Herniasi dapat terjadi tiba-tiba
atau perlahan-lahan dalam hitungan minggu atau bulan. Berikut adalah
4 tahap herniasi diskus:11,14,15.
1. .Degenerasi diskus Perubahan biokimiawi berkaitan dengan
penuaan mengakibatkan diskus menjadi lemah, tetapi tanpa
herniasi.
2. Prolaps
Bentuk atau posisi diskus berubah dengan sedikit penonjolan ke
canalis spinalis. Disebut juga bulging atau protrusion.
3. Ekstrusi
Nucleus pulposus menembus annulus fibrosus namun tetap
berada di dalam diskus
4. Sekuestrasi
Nucleus pulposus menembus annulus fibrosus, menembus
keluar diskus sampai ke canalis spinalis.

Stenosis spinalis
 Penyempitan canalis spinalis dapat disebabkan oleh
abnormalitas dalam proses perkembangan atau
degeneratif.
 Kasus spondilolistesis dan Paget’s diseaseyang berat
dapat menyebabkan sindrom cauda equina.
 Stenosis spinalis menyebabkan “neurogenic intermittent
claudication” atau iskemia intermittent cauda equine

8
yang disebabkan oleh herniasi lumbal, hipertrofi tepi
corpus ke dalam canalis spinalis, spondilolistesis atau
tumor extradural.
Neoplasma
 Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma
spinal baik primer atau metastasis, biasanya berasal dari
prostat (pada laki-laki).
 Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma
spinal baik primer atau metastasis, biasanya berasal dari
prostat (pada laki-laki).
 60 % pasien dengan sindrom cauda equina yang
disebabkan neoplasma spinal mengalami nyeri berat
yang dini.
 Temuan terbaru meliputi kelemahan ekstremitas bawah
yang disebabkan oleh keterlibatan ventral root.
 Pasien umumnya mengalami hipotoni dan hiporefleks.
 Hilangnya sensoris dan disfungsi sfingter juga umum
ditemukan.
Schwannoma
 Schwannoma adalah neoplasma jinak dengan kapsul yang
secara struktural identik dengan sinsisium sel Schwann.
 Pertumbuhan ini dapat berasal dari saraf perifer atau
simpatis.
 Schwannoma dapat dilihat menggunakan mielografi, tetapi
MRI adalah kriteria standar. Schwannoma bersifat
isointense pada image T1, hyperintense pada image T2, dan
enhanced dengan kontras gadolinium.
Ependimoma
 Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim
yang relatif undifferentiated.

9
 Mereka sering berasal dari canalis sentralis medula spinalis
dan cenderung tersusun secara radial di sekitar pembuluh
darah.
 Ependimoma paling umum ditemukan pada pasien yang
berusia sekitar 35 tahun.
 Mereka dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial dan peningkatan kadar protein pada cairan
serebrospinalis.
 Temuan pada MRI dapat digunakan untuk membantu
dokter dalam mendiagnosis sindrom cauda equina. Lesi
tampak isointense pada T1-weighted image, hypointense
pada T2-weighted image, dan enhanced dengan kontras
gadolinium.

Inflamasi
 Kondisi peradangan pada medula spinalis yang berlangsung
lama, misalnya Paget’s disease dan spondilitis ankilosa,
dapat menyebabkan sindrom cauda equina karena stenosis
ataupun fraktur spinal.
Infeksi
 Kondisi infeksi, misalnya abses epidural, dapat
menyebabkan deformitas akar saraf dan medula spinalis.
 MRI dapat menampilkan penampakan abnormal akar saraf
yang tertekan ke satu sisi sacus duralis.
 Gejala secara umum meliputi nyeri punggung yang berat
dan kelemahan motorik yang berkembang sangat cepat.
Penyebab iatrogenik
 Komplikasi dari instrumentasi spinal telah dilaporkan
menyebabkan kasus sindrom cauda equina, misalnya
pedicle screw dan laminar hook yang salah tempat.

10
 Anestesi spinal yang kontinyu juga telah dihubungkan
sebagai penyebab sindrom cauda equina.
 Injeksi steroid epidural, injeksi lem fibrin, dan penempatan
free fat graft merupakan penyebab yang juga dilaporkan
sebagai penyebab sindrom cauda equina meskipun jarang.

Etiologi
Cauda equina syndrome disebabkan oleh penyempitan kanal tulang
belakang yang menyebabkan tertekannya akar saraf pada bagian bawah medula
spinalis. Banyak penyebab CES telah dilaporkan, termasuk herniasi, pecahnya
diskus intradural, stenosis tulang belakang sekunder untuk kondisi lain tulang
belakang, luka trauma, tumor primer seperti ependymomas dan schwannomas,
tumor metastasis, kondisi infeksi, malformasi arteri atau perdarahan, dan cedera
iatrogenik.
Penyebab paling umum dari CES adalah sebagai berikut :
 Stenosis lumbalis
o Penyempitan ujung dari canalis spinalis dapat berasal dari perkembangan
abnormal atau proses degeneratif.
o Kasus-kasus berat dari spondylolistesis dan Paget disease dapat menjadi
cauda equina sindrom akibat inflamasi jangka panjang.

 Trauma tulang belakang (termasuk patah tulang)


o Terjadinya fraktur yang menyebabkan subluxatio dapat menimbulkan
kompresi dari cauda equina.
o Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi dari cauda
equina.
o Manipulasi spinal menimbulkan subluxatio yang menyebabkan cauda
equina sindrom.

 Hernia nukleus pulposus (penyebab 2-6 % kasus CES)

11
o Laporan insiden dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus
lumbal yang berkisar antara 1-15%.
o 90% dari herniasi diskus lumbal terjadi antara L4-L5 atau L5-S1.
o 71 % Kasus dari herniasi diskus menjadi cauda equina sindrom terjadi pada
pasien dengan riwayat Low Back Pain (LBP) kronik dan 30 %
perkembangan cauda equina sindrom merupakan gejala pertama dari
herniasi diskus lumbal.
o Laki-laki usia 40 sampai 50 tahun cenderung banyak menderita cauda
equina sindrom sebagai akibat dari herniasi diskus.
o Kebanyakan kasus dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus
yaitu masuknya partikel besar membentuk tonjolan material diskus, yang
diperkirakan sekitar satu per tiga dari diameter canalis.

 Neoplasma (termasuk metastasis, astrocytoma, neurofibroma, meningioma dan


20 % dari semua tumor tulang belakang mempengaruhi daerah ini).
o Cauda equina sindrom dapat disebabkan oleh neoplasma spinal primer atau
metastase yang biasanya berasal dari prostat pada laki-laki.
o 96 % Dari cauda equina sindrom berasal dari perkembangan neoplasma
spinal yang segera ditandai dengan gejala nyeri yang berat.
o Penemuan terakhir termasuk kelemahan ekstermitas bawah berasal dari
keterlibatan dari radik ventral.
o Pasien biasanya menunjukkan gejala hipotonus dan hiporeflek.
o Kehilangan sensorik dan disfungsi spinchter sering ditemukan.

12
Gambar 2. Ilustrasi cauda equina sindrom sekunder akibat neoplasma tulang
belakang
Schwannoma
 Schwannoma adalah neoplasma berkapsul jinak yang secara struktur
identik dengan sinsitium dari sel schwan.
 Pertumbuhan-pertumbuhan ini dapat timbul dari nervus perifer atau
nervus simpatis.
 Schwannoma dapat dilihat menggunakan myelografi, tetapi standar
patokannya adalah MRI. Schwannoma menunjukkan gambaran
isointense pada gambaran T1, hiperintense pada gambaran T2, dan
enhanced dengan kontras gadolinium.

Ependimoma
 Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim
undifferentiated.
 Sel ini biasanya berawal dari kanalis spinalis dari korda spinalis dan
cenderung berubah menyerupai pembuluh darah.
 Ependimoma lebih sering ditemukan pada pasien usia sekitar 35 tahun.

13
 Ependimoma dapat menimbulkan peningkatan TIK dan protein cairan
serebrospinal.
 MRI diketahui dapat digunakan untuk menolong dokter dalam
menegakkan diagnosa dari cauda equina sindrom. Lesi memperlihatkan
isointense pada gambaran T1, hipointense pada gambaran T2, dan
enhanced dengan kontras gadolinium.

 Infeksi Spinal / abses (misal: tuberkulosis, herpes simplex virus, meningitis,


sifilis meningovaskular, cytomegalovirus, schistosomiasis)
o Kondisi infeksi dapat menyebabkan deformitas dari radik saraf dan korda
spinalis.
o MRI dapat menunjukkan gambaran abnormal berupa penekanan pada radik
saraf ke satu sisi dari saccus dura.
o Gejala-gejala umumnya termasuk nyeri punggung berat dan kelemahan
gerakan motorik yang cepat dan progresif.

 Idiopatik (misalnya pada anestesi spinal). sindrom ini dapat terjadi sebagai
komplikasi dari prosedur atau agen anestesi (misal: lidokain hiperbarik,
tetrakain).
o Kelainan dari susunan saraf spinal telah dilaporkan menjadi penyebab kasus
cauda equina sindrom, termasuk kesalahan penempatan pedicle screw dan
pengait laminar.
o Pemberian anastesi spinal yang terus menerus juga telah dikaitkan dengan
kasus cauda equina sindrom.
o Beberapa kasus melibatkan penggunaan hiprbarik 5 % lignocain.
o Beberapa rekomendasi menyarankan agar hiperbarik lignocain sebaiknya
tidak diberikan pada konsentrasi lebih dari 2 % dengan total dosis tidak
melebihi 60 mg
 Spina bifida
Sedangkan penyebab lain yang jarang terjadi adalah sebagai berikut :

o Perdarahan spinal, terutama perdarahan kompresi subdural dan epidural

14
o Intravaskular lymphomatosis
o Anomali kongenital tulang belakang / filum terminale , termasuk tethered cord
syndrome
o Conus medullaris lipoma
o Multiple sclerosis
o Malformasi arteri Spinal
o Stadium ankylosing spondylitis
o Neurosarcoidosis
o Trombosis vena dalam dari pembuluh darah tulang belakang
o Trombosis vena cava inferior

Manifestasi Klinis

Gejala sindrom cauda equina meliputi :

 Nyeri punggung bawah (low back pain)


 Unilateral atau bilateral sciatica
 Saddle dan perineum hypoesthesia atau anestesi
 Gangguan fungsi usus dan kandung kemih
 Defisit motorik dan sensorik ekstremitas bawah
 Berkurang atau tidak ada refleks tungkai bawah

Nyeri punggung bawah (low back pain) dapat dibagi menjadi nyeri lokal
dan radikuler. Nyeri lokal umumnya dalam, timbul akibat iritasi jaringan lunak
dan tulang belakang. Sedangkan nyeri radikuler umumnya tajam, terasa menusuk
akibat kompresi akar saraf dorsal. Proyek nyeri radikuler sesuai distribusi
dermatomal. Low back pain pada CES mungkin memiliki beberapa karakteristik
khusus. Pasien dapat melaporkan tingkat keparahan atau pemicu tertentu, seperti
kepala berputar, yang tampaknya tidak biasa.

Nyeri yang berat (severe pain) adalah temuan awal pada 96% pasien
dengan CES sekunder untuk neoplasma tulang belakang. Kelemahan motorik
ekstremitas bawah timbul akibat keterlibatan akar ventral. Selain itu, ekstremitas

15
bawah tampak hipotonia dan hiporeflexia serta timbul defisit sensorik dan
disfungsi sfingter.

Manifestasi urin pada CES meliputi retensi urin, kesulitan memulai


berkemih, dan penurunan sensasi uretra. Biasanya, manifestasi dimulai dengan
retensi urin dan kemudian diikuti oleh inkontinensia overflow. Bell dkk
menunjukkan bahwa retensi urin, frekuensi kencing, inkontinensia, penurunan
sensasi kemih, dan penurunan sensasi perineal kemungkinan disebabkan prolaps
diskus yang merupakan indikasi dilakukannya pemeriksaan MRI.

Sedangkan gangguan usus antara lain inkontinensia alvii, konstipasi,


kehilangan tonus dan sensasi anal.

Diagnosis

Pada lebih 85% kasus, gejala dan tanda klinis CES berkembang dalam
waktu kurang dari 24 jam. Terdapat tiga variasi CES yang sudah diketahui :

1. CES akut yang terjadi mendadak tanpa didahului problem punggung bawah
sebelumnya.
2. Defisit neurologis akut (disfungsi bladder) pada pasien yang memiliki riwayat
nyeri punggung dan ischialgia.
3. Progresi bertahap ke arah CES pada pasien yang yang menderita nyeri
punggung kronik dan ischialgia.

Anamnesis

Pasien CES sering menunjukkan gejala-gejala yang tidak spesifk, dengan


nyeri punggung yang merupakan gejala yang paling menonjol. Bell et al
menunjukkan bahwa didapatkan akurasi diagnostik antara retensi urin, frekuensi
urin, inkontinensia urin, penurunan sensasi berkemih dan penurunan sensasi
perineal dengan hasil MRI yang menunjukkan adanya prolaps diskus. Anamnesis
yang harus didapatkan dari pasien antara lain:

16
 Nyeri punggung bawah. Nyeri ini mungkin memiliki beberapa
karakteristik yang mengesankan adanya hal yang berbeda dari strain
lumbal pada umumnya.
 Nyeri tungkai atau nyeri menjalar ke kaki yang bersifat akut atau kronik
 Kelemahan motorik ekstremitas bawah unilateral atau bilateral dan/atau
abnormalitas sensorik
 Disfungsi bowel dan bladder
 Gejala awal biasanya adalah retensi urin yang diikuti dengan
munculnya overflow incontinence, dan kemudian bisa juga diikuti
dengan keluhan inkontinensia alvi
 Biasanya dihubungkan dengan anesthesia/hipestesia tipe sadel
 Gangguan ereksi dan ejakulasi

Pemeriksaan Fisik

Nyeri sering berlokasi di punggung bawah. Mungkin didapatkan nyeri


tekan setempat atau nyeri sewaktu diperkusi. Nyeri punggung bawah dapat dibagi
menjadi nyeri lokal dan radikular. Nyeri lokal biasanya nyeri yang dalam akibat
iritasi jaringan lunak dan korpus vertebra. Nyeri radikular umumnya bersifat
tajam, seperti tertusuk-tusuk akibat dari kompresi radiks saraf dorsal. Nyeri
radikular diproyeksikan dalam distribusi dermatomal.

Abnormalitas refleks mungkin ada, berupa berkurangnya atau hilangnya


refleks fisiologis. Refleks yang meningkat merupakan tanda adanya keterlibatan
medula spinalis sehingga diagnosis CES bisa disingkirkan. Nyeri menjalar ke kaki
(ischialgia) unilateral atau bilateral merupakan karakteristik CES, diperburuk
dengan manuver valsava. Abnormalitas sensorik mungkin muncul di area perineal
atau ekstremitas bawah. Pemeriksaan raba ringan (light touch) pada area perineal
seharusnya dilakukan. Area yang mengalami anestesi mungkin menunjukkan
adanya kerusakan kulit.

Kelemahan otot mungkin timbul pada otot-otot yang mendapatkan inervasi


dari radiks saraf yang terkena. Atrofi otot dapat terjadi pada CES kronik. Tonus
sphincter ani yang menurun atau hilang merupakan karakteristik CES.Adanya

17
tanda babinski atau tanda-tanda upper motor neuron lainnya menunjukkan
diagnosis selain CES, kemungkinan merupakan kompresi medula spinalis.
Penurunan fungsi bladder dapat dinilai secara empiris dengan kateterisasi urin.

CES harus dipertimbangkan kemungkinannya pada semua pasien yang


memiliki keluhan nyeri punggung bawah dengan inkontinensia bowel atau
bladder. Disfungsi bladder biasanya merupakan akibat dari kelemahan otot
detrussor dan areflexic bladder; disfungsi ini awalnya menyebabkan retensi urin
yang kemudian diikuti dengan overflow incontinence pada stadium selanjutnya.
Pasien yang menderita nyeri punggung dan inkontinensia urin tetapi hasil
pemeriksaan neurologisnya normal seharusnya diukur volume residual postvoid-
nya. Volume residual postvoid yang lebih besar dari 100 mL menunjukkan adanya
overflow incontinence dan memerlukan evaluasi lebih lanjut; sedangkan volume
kurang dari 100 mL menyingkirkan diagnosis CES. Refleks anal, yang
ditimbulkan dengan mengusap kulit lateral anus, normalnya menyebabkan
kontraksi refleks sphincter ani eksterna. Pemeriksaan rektal seharusnya dilakukan
untuk menilai tonus sphincter ani dan sensibilitas jika ditemukan tanda atau gejala
CES.

Tabel 1. Nyeri dan defisit dihubungkan dengan radik saraf spesifik.


Radik Nyeri Defisit Defisit motorik Defisit reflek
Saraf sensorik
L2 Paha Medial Paha atas Kelemahan quadricep Penyusutan ringan
Anterior ringan, fleksi panggul, suprapatella
adduksi paha
L3 Paha lateral Paha bawah Kelemahan quadricep, Patella atau
anterior ekstensi lutut, adduksi suprapatella
paha
L4 Paha Posterolateral, Kaki medial Ekstensi pedis dan Patella
anterior tibia lutut
L5 Dorsum pedis Dorsum Dorsofleksi dari pedis Hamstrings
pedis dan tumit
S1-2 Lateral pedis Lateral pedis Plantar fleksi dari Achiles
pedis dan tumit
S3-5 Perineum Saddle Sphincter Bulbocavernosus; anal

18
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi dan laboratorium digunakan untuk mengonfirmasi


diagnosis dan untuk menentukan lokasi patologik dan penyakit yang
mendasari. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam penelusuran diagnosis CES
adalah:

 X-foto polos. Tidak banyak membantu dalam diagnosis CES tapi mungkin
dapat dilakukan dalam kasus-kasus cedera akibat trauma atau penelusuran
adanya perubahan destruktif pada vertebra, penyempitan diskus intervertebralis
atau adanya spondilosis, spondilolistesis

 CT dengan atau tanpa kontras. Myelogram lumbar diikuti dengan CT

 MRI. Berdasarkan kemampuannya untuk menggambarkan jaringan lunak, MRI


umumnya merupakan tes yang disukai dokter dalam mendiagnosis CES. MRI
direkomendasikan untuk seluruh pasien yang memiliki gejala urinari yang baru
muncul yang berhubungan dengan nyeri punggung bawah dan ischialgia.

 Pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan


kimia, kadar gula darah, sedimen, sifilis dan lyme serologies. Pemeriksaan
liquid cerebrospinal (LCS) harus dilakukan jika ada indikasi, berdasarkan
riwayat dan pemeriksaan fisik yang ditemukan.Human leucocyt antigen
(HLA)-B27 dapat diperiksa jika ankylosing spondilitis atau berbagai
spondyloarthropati seronegatif diyakinkan sebagai diagnosa banding.

 Pemeriksaan urodinamik sangat berguna untuk menilai derajat dan sebab dari
disfungsi sphingter, sebaiknya pantau pemulihan dari fungsi kandung kemih
yang disebabkan oleh operasi dekompresi.

Penatalaksanaan

Belum ada bukti yang menunjukkan terapi apa yang paling baik pada CES.
Terapi umumnya ditujukan pada penyebab yang mendasari terjadinya CES.
Medikamentosa

19
• Agen vasodilator

Iskemik radik saraf sebagian dapat memungkinkan timbulnya nyeri dan


penurunan kekuatan otot yang dihubungkan dengan cauda equina sindrom.
Berdasarkan penelitian, terapi vasodilator sangat berguna untuk beberapa
pasien.

Terapi dengan Lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan lebih


efektif dalam meningkatkan aliran darah di bagian cauda equina dan
mengurangi gejala nyeri dan kelemahan motorik. Pilihan terapi sebaiknya
diberikan pada pasien dengan gejala stenosis spinal ringan dengan klaudikasio
neurogenik. Dari laporan, tidak ada keuntungan menggunakan terapi ini pada
pasien dengan gejala-gejala berat atau pasien dengan gejala-gejala radikular.

• Agen anti-inflamasi

Agen anti-inflamasi, meliputi steroid dan NSAID, mungkin efektif pada


pasien dengan penyebab inflamasi dan sudah banyak digunakan dalam
pengobatan nyeri punggung, tapi tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
obat-obat tersebut memberikan manfaat yang signifikan. Regimen steroid yang
biasa dipakai adalah deksametason dengan dosis awal 10 mg secara intravena,
diikuti 4 mg secara intravena diberikan setiap enam jam. Deksametason
umumya diberikan intravena pada dosis 4 sampai 100 mg.

NSAID telah terbukti berguna untuk mencegah kalsifikasi jaringan lunak,


osifikasi heterotopik dan perlengketan. Beberapa peneliti juga menegaskan
resiko potensial penggunaan steroid. Pernah dilaporkan bahwa penggunaan
agen antiinflamasi mungkin menghambat penyembuhan dan seringkali
menimbulkan pembentukan abses.

Pasien dengan cauda equina sindrom yang penyebabnya berasal dari


infeksi sebaiknya diberikan terapi antibiotik. Pasien dengan neoplasma spinal
sebaiknya dievaluasi untuk kemoterapi yang cocok dan terapi radiasi. Sebaiknya
perlu diperhatikan dalam menggunakan obat-obatan untuk manajemen terapi dari

20
cauda equina sindrom. Beberapa pasien dengan true cauda equina sindrom dengan
gejala anastesi saddle dan atau kelemahan anggota gerak bawah bilateral atau
kehilangan kontrol berkemih atau defekasi sebaiknya mendapatkan terapi medis
awal tidak lebih dari 24 jam pertama. Jika tidak ada keringanan gejala yang
diperlihatkan selama periode ini, dekompresi bedah perlu secepatnya dilakukan
untuk meminimalisir kesempatan luka neurogenik yang permanen.

Pembedahan

Pada beberapa kasus dari cauda equina sindrom, dekompresi segera dari
kanalis spinalis adalah pilihan terapi yang tepat. Tujuannya adalah untuk
memebebaskan tekanan saraf pada cauda equina dengan memindahkan alat-alat
yang mengkompresi dan meningkatkan ruang kanalis spinalis. Dulunya, pada
penderita cauda equina sindrom diyakini perlu dilakukan bedah segera dengan
dekompresi bedah selama 48 jam dari awal onset gejala.

Pada pasien dengan herniasi diskus sebagai penyebab cauda equina


sindrom, dianjurkan melakukan laminektomi untuk melepaskan penekanan dari
kanalis, diikuti dengan retraksi terbaik dan laminektomi.

Banyak tim medis dan peneliti melaporkan telah mempresentasikan data


fungsional dengan melakukan dekompresi bedah. Beberapa peneliti telah
melaporkan bahwa pembedahan yang dilakukan secara elektif dibandingkan
pembedahan emergensi (dalam 24 jam pertama) tidak mengganggu perbaikan
neurologis. Meskipun begitu, sebagian besar peneliti merekomendasikan tindakan
operasi dekompresi secepat mungkin setelah munculnya gejala untuk
meningkatkan kemungkinan memperoleh perbaikan neurologis komplit.
Rehabilitasi Medik
 Perawatan kulit
Pada saat terjadinya cedera medulla spinalis seringkali menyebabkan
pasien memerlukan tirah baring dalam waktu lama. Hal ini merupakan faktor
risiko terjadinya ulkus dekubitus pada daerah-daerah tubuh tertentu yang
mengalami penekanan terus menerus. Usaha terhadap pencegahan penanganan

21
dekubitus harus dimulai segera setelah terjadinya cedera. Dasar perawatan
adalah membebaskan tonjolan tulang dari tekanan setiap 2-3 jam sekali.
 Lower Motor Neuron Bladder Training
Pada tipe ini refleks bulbocavernosus dan anal superficial selalu negatif,
penekanan / pemijatan kandung kemih dengan mengejangkan otot-otot
abdomen dan diafragma yang tidak mengalami paralisis serta dibantu manual
kompresi (maneuver Crede) dapat dilakukan untuk membantu pengosongan
kandung kemih (pertama kali dilakukan 2 minggu setelah terjadinya cedera).
Bila ini gagal, ulangi 2 kali seminggu sampai terjadi pengosongan kandung
kemih ( biasanya terjadi setelah 2-8 minggu). Dapat juga dilakukan usaha
dengan kateter intermiten setiap 4-6 jam untuk melatih pengosongan kandung
kemih secara efektif. Bila pengosongan kandung kemih sudah dapat terjadi,
maka usaha selanjutnya dilakukan oleh penderita sendiri tiap 2 jam di siang
hari dan perawat membantu melakukan penekanan secara manual di malam
hari saat membalik posisi pasien. Setelah penderita menguasai tehnik
pengosongan kandung kemih ini dengan baik, maka frekuensi pengosongan
dapat diatur sendiri.
Fisioterapi
Program fisioterapi harus sudah dimulai sejak pasien dirawat. Ada
berbagai macam program fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan
sindrom kauda equina dan tentunya tidak semuanya cocok diberikan untuk setiap
pasien. Jelas pemberian latihan ini disesuaikan dengan keadaan klinis pasien dan
juga gangguan neurologis yang ditemukan pada pasien tersebut. Adapun program-
program tersebut antara lain:
1. Gerakan pasif.
Tiap persendian dari group otot ekstremitas inferior digerakan secara pasif
dan full ROM, sekurang – kurangnya 2 kali sehari. Hal ini perlu untuk
mencegah terjadinya kontraktur, karena gerakan pasif tersebut memelihara
tonus dan panjang otot, serta melancarkan aliran darah dari ekstremitas inferior
yang rentan terhadap kemungkinan timbulnya trombosis yang disebabkan
aliran darah biasanya ditempat tersebut sangat lambat.

22
2. Keseimbangan duduk.
Pada pasien dengan kelemahan otot ekstremitas inferior yang cukup berat
saat mula-mula di pindah ke kursi roda perlu waktu beberapa hari bagi pasien
dapat duduk tegak dengan baik. Paralisis otot-otot tubuh seringkali
mengganggu keseimbangan dan bagi pasien hal ini dirasakan sangat
mengganggu. Jika duduk tegak maka pasien akan merasakan gejala-gejala
seperti hipotensi antara lain pusing dan mual. Biasanya secara bertahap pasien
dapat menyesuaikan diri. Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat digunakan tilt
table untuk membantu pasien membiasakan diri duduk tegak.
3. Berenang
Latihan berenang di kolam sangat bermanfaat dan menyenangkan karena
akan membantu dan mempermudah otot-otot ekstremitas inferior untuk aktif
berfungsi. Ban dan jaket penyelamat dapat digunakan untuk pengaman dan
memperbesar rasa percaya diri pasien. Jika pasien ragu-ragu, maka terapis
dapat membantu dengan menyangga tubuh pasien pada tempat yang
sensoriknya masih berfungsi. Latihan renang ini dari sejak awalnya sudah
dapat dikembangkan menjadi salah satu latihan yang dapat menyenangkan
sekaligus sebagai suatu rekreasi.
4. Gym work
Tujuan latihan di ruang senam ini adalah untuk mengembangkan
sepenuhya aktifitas otot-otot yang persyarafannya masih baik. Latihan dengan
tahanan, per dan beban, press up, dan memanjat dengan tali.
5. Mat work (senam lantai di matras),
Pasien dalam posisi berbaring di lantai bertujuan untuk menguatkan otot–
otot trunkus dan meningkatkan tonus otot-otot paravertebralis sehingga
nantinya hal tersebut dapat membantu pasien dalam memperbaiki
keseimbangan duduk dan postur. Latihan di matras ini bertujuan membantu
mengurangi spastisitas otot-otot tersebut dan ini kelak akan membantu
berfungsinya bladder dan bowel. Semua pasien diajarkan berguling di lantai
dan jika mungkin belajar duduk tanpa dibantu. Selanjutnya latihan

23
keseimbangan dapat terus di kembangkan dengan latihan duduk di tepi tempat
tidur.
6. Berdiri
Pasien paraparese atau paraplegia secara teratur harus diajarkan cara untuk
berdiri tegak. Disamping meningkatkan moril dan kepercayaan diri pasien, hal
ini bertujuan untuk meringankan beban tekanan di sakrum dan pantat,
memperbaiki tonus otot di trunkus dan ekstremitas inferior, mencegah
deformitas fleksi di pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki, memperbaiki
efisiensi pengosongan ginjal dan kandung kemih serta fungsi rektum dan juga
berperan dalam pencegahan osteoporosis dan fraktur patologis. Untuk
memungkinkan latihan berdiri tegak ini dapat digunakan alat yang dinamakan
standing frame.
7. Latihan jalan.
Faktor yang sangat menentukan kemampuan pasien dalam berjalan ialah:
kekuatan otot quadriceps, propioseptif lutut, tidak adanya kontraktur fleksi dari
panggul dan kontrol lengan. Untuk melangkah adalah merupakan problem
yang besar bagi pasien. Kemauan merupakan kunci kearah keberhasilan, yang
juga sangat tergantung faktor umur, berat badan dan jumlah otot-otot yang
masih berfungsi.
8. Pemakaian kursi roda
Harus dipesan kursi roda yang sesuai untuk tiap pasien. Idealnya pasien
dipesankan kursi roda sedini mungkin yang tipenya disesuaikan dengan hasil
pemeriksaan. Waktu yang paling tepat adalah saat pasien mulai belajar duduk.
Sebaiknya pemesanan kursi roda ini didiskusikan oleh tim. Pemilihan jenis
kursi roda sangat tergantung kepada usia, ukuran tubuh, tinggi badan dan berat
badan dan ditentukan oleh kekuatan lengan (1,2,3). Tempat kaki yang dapat
dibuka dan berputar, ketinggian yang dapat diatur serta sandaran tangan yang
dapat dilepaskan dalam bentuk standar. Latihan mengendalikan kursi roda
diberikan sampai pasien betul – betul yakin akan kemampuannya. Antara lain
latihan tersebut adalah bagaimana cara – cara melintasi pintu, permukaan lantai

24
yang tidak rata, kemiringan dari “trotoar”. Kepada pasien juga diajarkan cara–
cara mundur dengan baik.
9. Ortotik
Pada trauma medula spinalis daerah torako lumbal dapat diberikan torako
lumbal brace. Prinsip kerja ini alat ini adalah memberikan penekanan pada 3
buah titik yang dikenal dengan “three point pressure”. Penekanan tersebut
diberikan dibagian antero distal yang terletak diatas pubis, dibagian antero
proksimal pada sternum, sedangkan dibagian posterior tekanan diberikan pada
daerah thorax bagian distal hingga lumbal bagian proksimal yang berupa
“padding”.
Sedangkan pada trauma medula spinalis daerah torako lumbo sakral dapat
diberikan torako lumbo sakral brace (TLSO). Prinsip kerja alat ini untuk
menghambat gerakan tulang punggung kearah fleksi, ekstensi, laterofleksi.
“Frame dan padding” yang menahan otot – otot abdominal mulai dari
umbilikus sampai daerah supra pubis. Gambar menunjukkan salah satu bentuk
torako lumbo sakral brace yaitu Goltwait brace.
Lesi pada T12 – L1 mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik
mulai dari panggul ke bawah. Pada keadaan ini diperlukan pola jalan “swing
throuh” yang memerlukan energi 6 kali lebih besar dibandingkan keadaan
normal untuk setiap meternya. Pasien yang mampu berjalan dengan pola ini
dan dalam kecepatan yang cukup baik 60 m/menit sangat jarang.

Prognosis

Prediksi prognosis pasien dengan CES dapat dipengaruhi oleh beberapa


kriteria-kriteria tertentu yaitu:

o Pasien dengan ischialgia bilateral dilaporkan memiliki prognosis yang kurang


baik dibanding yang mengalami ishialgia unilateral.
o Pasien dengan gejala anestesi perineal komplit kemungkinan besar akan
menderita paralisis bladder permanen.

25
o Luasnya defisit sensorik tipe sadel atau perineal merupakan prediktor
perbaikan/penyembuhan yang paling penting. Pasien dengan defisit unilateral
memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan defisit bilateral.
o Wanita dan pasien dengan disfungsi bowel memiliki outcome yang lebih
buruk.

26
BAB III

Kesimpulan

Cauda equina syndrome (CES) adalah kondisi neurologis yang serius di


mana terjadi kerusakan pada cauda equina akibat pemadatan atau penyempitan
yang simultan dari radik saraf lumbosacral multipel dibawah konus medullaris,
sehingga menyebabkan hilangnya fungsi pleksus lumbal secara akut dari bagian
bawah conus medullaris berupa gangguan neuromuscular dan gejala-gejala
urogenital.

Gejala sindrom cauda equina meliputi nyeri punggung bawah (low back
pain), unilateral atau bilateral sciatica, saddle dan perineum hypoesthesia atau
anestesi, gangguan fungsi usus dan kandung kemih, defisit motorik dan sensorik
ekstremitas bawah, berkurang atau tidak ada refleks tungkai bawah.

Penatalaksanaan pasien CES meliputi pemberian obat vasodilator untuk


menghentikan iskemik yang dapat memungkinkan timbulnya nyeri dan penurunan
kekuatan otot yang dihubungkan dengan cauda equina sindrom dan pemberian
agen anti-inflamasimeliputi steroid dan NSAID, mungkin efektif pada pasien
dengan penyebab inflamasi serta untuk mencegah kalsifikasi jaringan lunak,
osifikasi heterotopik dan perlengketan. Pasien dengan cauda equina sindrom yang
penyebabnya berasal dari infeksi sebaiknya diberikan terapi antibiotik. Pasien
dengan neoplasma spinal sebaiknya dievaluasi untuk kemoterapi yang cocok dan
terapi radiasi. Beberapa pasien dengan true cauda equina sindrom dengan gejala
anastesi saddle dan atau kelemahan anggota gerak bawah bilateral atau kehilangan
kontrol berkemih atau defekasi sebaiknya mendapatkan terapi medis awal tidak
lebih dari 24 jam pertama. Jika tidak ada keringanan gejala yang diperlihatkan
selama periode ini, dekompresi bedah perlu secepatnya dilakukan untuk
meminimalisir kesempatan luka neurogenik yang permanen.Tujuan bedah
dekompresi adalah untuk memebebaskan tekanan saraf pada cauda equina dengan

27
memindahkan alat-alat yang mengkompresi dan meningkatkan ruang kanalis
spinalis.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Brown RH. Principles of Neurology. 8th ed. Mc.Graw-Hill. New
York. 2005; 168-171.

2. Mahadewa T, Maliawan S. Cedera Saraf Tulang Belakang Aspek Klinis dan


Penatalaksanaannya. Udayana University Press. Denpasar 2009

3. Dawodu ST, Bechtel KA, Beeson MS, Humphreys SC, Kellam JF, et all.
Cauda equina and conus medullaris syndromes. March 2013. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1148690-overview#aw2aab6b2b4, 27
Oktober 2013.

4. Gardner A, Gardner E, Morley E. Cauda equina syndrome: a review of the


current clinical and medico-legal position. May 2011. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3082683/, 27 Oktober 2013.

5. Shiel WC, Davis C. Cauda equina syndrome. Diunduh dari:


http://www.medicinenet.com/cauda_equina_syndrome/article.htm, 28 Oktober
2013.

6. Lavy C. James A, Macdonald JW, Fairbank J. Cauda equina syndrome.March


2009. Diunduh dari:
http://www.bmj.com/content/338/bmj.b936?hwoasp=authn:1364218072:43159
29:354 50631:0:0:/zin0EakVjG3bIFW8DtxPA%3D%3D,29 Oktober 2013.

7. Meliala L. Patofisiologi dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah. Dalam


Meliala L, Suryono B, Wibowo S. Kumpulan makalah pertemuan ilmiah I
Indonesia Pain Society. Jogjakarta. 2003

8. Bharuka, Anuj D.Evaluation of relationship between timing of surgery and


functionaloutcome considering the extent of neurological deficit in patients
with cauda equina syndrome secondary to lumbar disc herniation.June 2017.
9. Herkowitz, NH; Rothman, Simeone. The spine, 6th edition, Saunderselsevier.
2010.
10. Solomon, Louis, et al. Appley’s System of Orthopaedic and Fracture 9th
edition. Hodder Arnold, UK, 2010.

29

Anda mungkin juga menyukai