sekolah,dan masyarakat T 1a
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bila kita lihat tingkat kehidupan binatang yang sederhana yaitu ulat dan penyu, tampaknya
rasa tanggung jawab terhadap anaknya tidak ada. Kedua binatang itu setelah bertelur sepertinya
tidak mau tahu dengan nasib telur-telurnya. Telur-telurnya apakah menetas menjadi ulat dan
penyu kecil tidak diperhatikannya. Tanggung jawabnya hanya sampai bertelur, selanjutnya
tanggung jawab menetaskan dan pemeliharaannya diserahkan kepada alam. Kita lihat anak ulat
itu langsung dewasa dalam memulai hidupnya, ia melakukannya dengan sendiri. Ia mulai
memakan daun-daunan di tempat ia menetas dan dilanjutkan kepada daun-daun disampingnya.
Begitu seterusnya sampai ia dewasa. Tak berbeda dengan penyu kecil yang baru menetas dari
telur yang ditimbun pasir oleh induknya. Ia segera keluar dan berjalan lalu berlari mencari air
dan seterusnya sampai ia dewasa. Demikianlah keadaan hidup binatang sesuai dengan tingkat
kesederhanan hidupnya.
Pada makhluk manusia yang memiliki tingkat kehidupan yang sempurna dan tinggi, maka
akan ditemukan kehidupan yang jauh berbeda. Rasa tanggung jawab akan terlihat lebih besar
yang ditanggung antara sang ayah dan ibu. Mulai dari masa mengandung, melahirkan, dan
menyiapakan. Mereka akan memelihara serta mendidik si anak hingga dewasa sampai menikah.
Bahkan setelah menikah, rasa tanggung jawab orang tua masih berlanjut terhadap cucunya yang
lahir dan keselamatan anaknya bahkan kadangkala sampai mati. Namun demikian tampaknya
ada juga sebagian kecil, bahkan seakan-akan tidak ada. Misalnya ada orang tua yang sampai hati
membunuh anaknya atau memberikan kepada orang lain atau dijual anak tersebut yang mana
hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah.
Manusia seperti ini rasa tanggung jawab jasmaniahnya kecil, tapi bagi orang yang taat
kepada ajaran agamanya seperti umat islam rasa tanggung jawab ini lebih luas dan besar.
Dalam salah satu hadist yang berbunyi :
َ ٌُُوُكلُّك ْمُ َمسْئ ْول
َ ع ْن
.روهُالبخاري.ُُر ِعيَّتِ ِه َ كُلُّك ْم
َ ٍُراع
Artinya : Masing-masing kamu adalah pemimpim dan masing-masing kamu bertanggung jawab
atas orang-orang yang kamu pimpin. [1]
Sehubungan dengan tanggung jawab pendidikan maka makalah yang ekstra sederhana ini
akan mengupas tentang kesuksesan dalam dunia pendidikan yang terbentuk atas adanya
hubungan timbal-balik (kerja sama) antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah dengan adanya hubungan timbal-balik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dapat
mensukseskan pendidikan?
2. Mengapa harus ada hubungan timbal-balik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat?
3. Bagaimanakah pengaruh timbal-balik antara keluarga, sekolah, dan
masyarakat?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Apakah dengan adanya hubungan timbal-balik antara keluarga, sekolah, dan
masyarakat dapat mensukseskan pendidikan ?
2. Untuk mengetahui Mengapa harus ada hubungan timbal-balik antara keluarga, sekolah, dan
masyarakat ?
3. Untuk mengetahui Bagaimanakah pengaruh timbal-balik antara keluarga, sekolah, dan
masyarakat ?
BAB II
PEMBAHASAN
Ditinjau dari segi hukum perkawinan, bahwa anak yang dilahirkan dalam keluarga adalah
kepunyaan kedua orang tuanya, karena pergaulan dan kehidupan rumah tangga yang mereka bina
dan tegakkan. Secara hukum telah disahkan melalui ijab qobul yang disaksikan oleh majlis
perkawinan yang sengaja dilakukan, maka anak mereka adalah tanggung jawab mereka. Orang
luar secara hukum tidak dapat mencampuri masalah intern mereka terkecuali dalam hal-hal
tertentu misalnya adanya penganiayaan, melainkan tanggung jawab kepada anak atau kejadian
yang membahayakan jiwa si anak. Mengenai hal ini diatur tersendiri dalm peraturan perundang-
undangan negara.
Sebenarnya hakikat perkawinan ini dilihat dari segi kependidikan adalah kesadaran kedua
suami istri memikul rasa tanggung jawab bersama. Sebelum keduanya melakukan pernikahan,
tanggung jawab atas diri mereka berada pada kedua orang tua masing-masing. Sebagai mana
diketahui dalam hukum islam, bahwa tanggung jawab adalah sejak anak masih dalam kandungan
sampai mengawinkannya. Bila ia telah dikawinkan maka secara hukum islam ia sudah dewasa
dan semua tanggung jawab berubah kepundaknya. Begitulah rasa tanggung jawab ini berlaku
untuk semua suami istri setelah melakukan perkawinan.
Menurut Pasal UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa : perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagi suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Anak
yang lahir dari perkawinan ini adalah anak yang sah dan menjadi hak dan tanggung jawab kedua
orang tuanya memelihara dan mendidiknya dengan sebaik-baiknya. kewajiban kedua orang
tuanya mendidik anak ini terus berlanjut sampai ia dikawinkan atau dapat berdiri sendiri. Bahkan
menurut Pasal 45 Ayat 2 UU Perkawinan ini, kewajiban dan tanggung jawab orang tua akan
kembali apabila perkawinan antara keduanya putus karena suatu hal. Maka anak ini kembali
menjadi tanggung jawab orang tua.[2]
Kewajiban mendidik ini secara tegas dinyatakan Allah dalam surat At-tahrim ayat 6, sebagai
berikut yang artinya :
“ Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri dan keluaragamu dari api neraka”. (QS. At-
tahrim : 6)[3]
Perkataan Quran di sini adalah kata kerja perintah atau fill amar yaitu suatu kewajiban yang
harus ditunaikan oleh kedua orang tua terhadap anaknya. Kedua orang tua adalah pendidik yang
pertama dan utama bagi anaknya. Karena sebelum orang lain mendidik anak ini, kedua orang
tuanyalah yang mendidik terlebih dahulu. Dan bila kita telah secara mendalam memang benar
apabila tanggung jawab pendidikan anak terletak di tangan kedua orang tuanya dan tidak dapat
dipikulkan kepada orang lain, kecuali apabila orang tua merasa tidak mampu melakukan sendiri,
maka bolehlah tanggung jawabnya diserahkan kepada orang lain misalnya dangan cara
disekolahkan.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap
anak antara lain sebagai berikut :
1. Memelihara dan membesarnya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk
dilaksanakan, karena anak memerlukan makan, minum, dan perawatan agar ia dapat hidup secara
berkelanjutan.
2. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmani maupun rohani dari berbagai
gangguan penyakit atau bahkan bahaya lingkungan yang dapat membahayakannya.
3. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya,
sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain serta
melaksanakan kekhalifahannya.
4. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sesuai
dengan ketentuan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim. Tanggung jawab ini dikategorikan
juga sebagai tanggung jawab kepada Allah.
Kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara terus-menerus perlu
dikembangkan setiap orang tua, mereka juga perlu dibekali teori-teori pendidikan modern sesuai
dengan perkembangan zaman. Dengan demikian tingkat dan kualitas materi pendidikan yang
diberikan dapat digunakan anak untuk menghadapi lingkungan yang selalu berubah. Bila hal ini
dapat dilakukan oleh setiap orang tua,maka generasi mendatang telah mempunyai kekuatan
mental menghadapi perubahan dalam masyarakat. Untuk dapat berbuat demikian, tentu saja
orang tua perlu meningkatkan ilmu dan keterampilannya sebagai pendidik pertama dan utama
bagi anak-anaknya. Upaya yang dapat ditempuh utuk meningkatkan kualitas diri orang tua antara
lain dengan cara belajar seumur hidup, sebagai mana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW
Yaitu belajar seumur hidup dan menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimat tanpa
kecuali. Agama islam selalu meningkatkan pemeluknya agar generasi berikutnya memiliki
kualitas yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Konsep pendidikan ini tampaknya telah
dianut oleh bangsa Indonesia sehinggan dimasukkan kedalam GBHN.[4]
Kerja sama untuk mendidik anak antara suami dan istri sangat mutlak diperlukan. Bagi suami
mempunyai kelebihan ilmu dan keterampilan mendidik, harus mengajarkan kepada istrinya dan
begitu pula sebaliknya. Dengan demikisn antara suami dan istri saling menutup kelemahannya.
Cara mendidik anak dengan menyerahkan sepenuhnya kepada istri rasanya tidak tepat lagi,
mengingat tugas dan tanggung jawab istri dalam kelurga sekarang tampaknya semakin berat.
Apalagi bagi keluarga yang kedua harus bekerja di luar rumah, sedang di rumah tidak ada
pembantu atau nenek atau kakeknya, sehingga jenis keluarga ini menjadi keluarga inti yang
terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. Keluarga inti atau keluarga batih ini, di daerah
perkotaan cenderung meningkat terutama di lingkungan pegawai negeri yang mengotrak rumah
atau tinggal di rumah susun.
Anak sebagai manusia kecil yang sedang menuju ke arah perkembangan yang sempurna,
tidak luput dari beberapa tingkah laku dan sikapnya yang dapat mengganggu keharmonisan
rumah tangga. Gangguan akibat pertumbuhan dan perkembangan ini adalah wajar, namun perlu
diwaspadai dan diketahui agar tidak merugikan perkembangan atau hubungann kekeluargaan.
Beberapa sifat dan sikap yang mungkin muncul itu antara lain dikemukakan oleh Dr. Sis
Heyster dalam bukunya Ilmu Jiwa Anak dan Masa Muda dan juga oleh Crijn dan Reksosiswojo
dalam pengantar praktek pengajaran dan pendidikan sebagai berikut : keras hati, keras kepala,
manja, perasaan takut, dusta , agresif (menyerang anak lain), cepat merajuk, berkata gagap, ingin
menang sendiri, menyembunyikan milik teman sendiri dan diakui kepunyaannya, fantasi dan
gangguan anak yang disebut infant terrible. Di bawah ini di bicarakan
beberapa buah saja, yaitu dusta, gagap, dan infant terrible.
a. Dusta
Dusta atau bohong , hampir ditampilkan oleh semua anak dalam masa perkembangannya.
Dusta ini ada yang disebut dusta sebenarnya dan ada pula dusta semu.
Dusta sebenarnya adalah perkataan bohong yang sengaja dilakukan untuk sesuatu
keuntungan tertetu dengan sengaja merugikan orang lain.
Dusta semu atau dusta tidak sebenarnya adalah dusta karena tidak mampu membela diri atau
menyatakan dengan sebenarnya rasa ketakutannya.
b. Gagap
Gagap adalah ucapan yang dikeluarkan tidak lancar dan cenderung diulang-ulang dalam
cara tertentu .
c. Infant terrible
Infant terrible adalah gangguan anak-anak untuk memahami kasus-kasus yang dapat
mempengaruhi pemikiran buruk dari perkataan orang tua yang tanpa disadari orang tua
perilakunya menjadikan anak menjadi punya pemikiran buruk.[5]
B. Pembinaan dan Tanggung Jawab Pendidikan Sekolah
Pembinaan pendidikan yang dilakukan kepada anak dalam lingkungan keluaraga akan
membentuk sikap, tingkah laku, cara merasa, dan mereaksi anak terhadap lingkungannya .
Untuk dapat memahami usaha pembinaan dan rasa tanggung jawab pendidikan yang
dilakukan oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, ada baiknya dikemukakan
pengertian yang berkaitan dengan pendidikan informal, formal, dan nonformal.
Dalam buku Administrasi Pendidikan karangan Dr. Hadari Nawawi dikatakan sebagai
berikut :
Pendidikan formal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, berencana,
terarah, dan sistematis melalui suatu lembaga pendidikan yang disebut sekolah .
Pendidikan informal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, tetapi
tidak berencana, dan tidak sistematis di luar lingkungan keluarga.
Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja dan berencana
tetapi tidak sistematis di luar lingkungan keluarga dan sekolah.
Semua usaha yang diselenggarakan oleh ketiga lembaga pendidikan di atas, tertuju kepada
suatu tujuan umum, yaitu untuk membentuk peserta didik mencapai kedewasaannya, sehingga ia
mampu berdiri sendiri di dalam masyarakat sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
lingkungan masyarakat. Dengan demikian semua usaha pendidikan membantu perkembangan
dirinya.
Menurut Pasal 9 Ayat 2 UU Sistem Pendidikan Nasional yang diundangkan pada tanggal 27
Maret No 2 Tahun 1989 dinyatakan, bahwa satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan
bagian dari pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan. Tanggung jawab sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal didasarkan atas tiga faktor :
Masyarakat dari segi sosiologi adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam
suatu kawasan dan saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai tujuan. Secara kualitatif dan
kuantitatif anggota masyarakat terdiri dari berbagai ragam pendidikan, profesi, keahlian, bangsa,
suku, kebudayaan, agama, lapisan sosial sehigga menjadi masyarakat yang plural. Secara makro
memang demikianlah kenyataan masyaraakt karena terdiri dari berbagai keluarga yanga yang
heterogen. Setiap anggota masyarakat secara tidak langsung telah mengadakan kerja sama dan
saling mempengaruhi untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya. Demikianlah
dinamiaka berjalan sejak dahulu sampai sekarang dan seterusnya.
Mereka secara fungsional dan struktural di lingkungan masing-masing bertanggung jawab
terhadap perilaku dan tingkah laku warganya secara konsepsional pendidikan oleh kedua jenis
pemimpim masyarakat ini antara lain adalah mengawasi, menyalurkan, membina, dan
meningkatkan kualitas anggotanya. Dengan demikian aktivitas masing-masing anggota
masyarakat berjalan menurut fungsinya dalam mewujudkan masyarakat yang damai.
Dari lukisan di atas dapat kita lihat betapa eratnya karja sama yang terpadu dari ketiga
macam lingkungan pendidikan untuk membawa anak kepada tujuan bersama, yaitu membentuk
anak menjadi anggota masyarakat yang baik untuk bangsa, negara, dan agama. Bila masing-
masing lingkungan bisa berbuat yang sama, maka tujuan nasional akan tercapai. Oleh masing-
masing lingkungan dengan kelebihan masing-masing mencoba mengaktualisasikan atau
menjadikan fitrah yang beraneka ragam dalam diri anak menjadi kenyataan melalui penyediaan
lingkungan yang kaya, ketiga macam lingkungan pendidikan yang sama erat ini disebut oleh Ki
Hajar Dewantoro, sebagai tri pusat lingkungan pendidikan atau tri konsentrasi (trion). [7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak sebagai makhluk sosial dilahirkan dalam ketidak berdayaan. Lingkungan keluarga
yang memotori oleh ayah dan ibu adalah dua orang pertama dan utama, maka peran keduanya
sangat dominan dalam diri anak dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan yang mewarnai
kehidupan seseorang sepanjang hayatnya.
Mengingat berbagai keterbatasan kedua orang tua maka tanggung jawab pendidikan
sebagian dipercayakan kepada sekolah. Sekolah sebagai lembaga formal (resmi). Menerima
limpahan tanggung jawab ini secara sadar dan menunaikannya secara sengaja, berencana, dan
sistematis.
Kewibawaan pendidikan diperlukan oleh sekolah, agar peserta didik mematuhi dan
melaksanakan beberapa peraturan yang ada. Maka untuk menegakkan kewibawaan pendididkan
diperlukan kerja sama terpadu dari keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan ketiga berperan mengawasi, mengarahakan
dan memantapkan pendidikan yang telah diterimanya dari orang tua dan sekolah. Dalam
masyarakatlah ia akan menemukan kedewasaannya yang sebenarnya melalui pengalaman ilmu,
berketerampilan dan pengalaman yang beraneka ragam.
Mengingat pentingnya hubungan timbal balik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Maka
penting untuk direalisasikan dengan berbagai bentuk dan cara pelaksanaannya guna
mencerdaskan anak bangsa.
B. Saran
Anak merupakan kader generasi bangsa masa depan. Anak harus dibekali ilmu
pengetahuan, keterampilan, cakrawala yang komprehensif. Diharapkan anak ketika dewasa dia
dapat menjadi orang yang berguna dan diterima di dalam masyarakat, oleh karena itu diharapkan
juga pada era modern ini ada pengaruh timbal balik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat
sehinggatercipta anak yang baik dan benar dalam masalah bidang apapun.
DAFTAR PUSTAKA