ASUHAN KEPERAWATAN DM Tipe II LP
ASUHAN KEPERAWATAN DM Tipe II LP
Disusun oleh :
Titik Fajriyati Nur Khasanah (P07120217036)
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN PADA NY. J DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES
MELITUS TIPE II DISERTAI ULKUS PEDIS DI BANGSAL MELATI 2
RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
Hari :
Tanggal :
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
B. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
a. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel
beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
b. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi
ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan
diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan
preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih
dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
c. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
d. Diabetes Kehamilan: Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.
C. Patofisiologi
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer,
gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan penurunan fungsi cell β, yang akhirnya
akan menuju ke kerusakan total sel β. Mula-mula timbul resistensi insulin yang kemudian
disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi retensi insulin itu agar
kadar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak akan sanggup lagi
mengkompensasi retensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta
makin menurun saat itulah diagnosis diabetes ditegakkan. Penurunan fungsi sel beta itu
berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresi
insulin (FKUI, 2011).
1. Patofisiologi diabetes tipe 1
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi
sel antiislet dalam darah (WHO, 2014). National Institute of Diabetes and Digestive
and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun
menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas. Kehancuran
memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama
beberapa hari sampai minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat
terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi
memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin,
dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.
2. Patofisiologi diabetes tipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini berarti
bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi insulin
resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin perifer berarti terjadi
kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi
kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013).
Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk
merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui
suntikan dapat menjadi alternatif.
D. Pathway
E. Gambaran Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana
gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak
kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar).
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain (Stockslager L,
Jaime & Liz Schaeffer, 2010) :
1. Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati
dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan oleh
pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat, konsumsi
alkohol, atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat
berkisar dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampai kondisinya mengancam
jiwa.
2. Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi yang
mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan
diabetes Tipe 1, tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang menderita
diabetes Tipe 2 yang mengalami stress fisik dan emosional yang ekstrim.
3. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar hyperglycemic
syndrome, HHNS) atau koma hyperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang
menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan
hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (di
atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda gejala
mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi cidera
serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya koma atau
hampir koma).
4. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau
nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam
berbagai cara, yang mencakup gastroparesis (keterlambatan pengosongan lambung
yang menyebabkan perasaan mual dan penuh setelah makan), diare noktural,
impotensi, dan hipotensi ortostatik.
5. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10 kali
lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil ini lebih
meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular, penyakit
arteri koroner dan infark miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati dan
neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf pusat.
6. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena kandungan
glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal ini membuat
lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta vaginitis.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
4. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
5. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
6. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
7. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
H.. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk
mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika
klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari
hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada
ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi
dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Penyuluhan kesehatan awal dan
berkelanjutan penting dalam membantu klien mengatasi kondisi ini.(Perkeni, 2011)
a. Penatalaksanaan Umum
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama. Menurut ADA
(2017) komponen evaluasi medis diabetes komprehensif terbagi menjadi tiga, yaitu:
1) Riwayat kesehatan atau riwayat penyakit
a) Usia dan karakteristik onset diabetes (misalnya, ketoasidosis diabetik [DKA],
temuan laboratorium tanpa gejala)
b) Pola makan, status gizi, riwayat berat badan, perilaku tidur (pola dan durasi),
dan aktivitas fisik, kebiasaan, pendidikan nutrisi dan sejarah dan kebutuhan
dukungan perilaku
c) Penggunaan obat komplementer dan alternatif
d) Adanya komorbid umum dan penyakit gigi
e) Layar untuk depresi, kecemasan, dan gangguan makan dengan menggunakan
pengukuran yang valid dan sesuai
f) Screen untuk diabetes marabahaya menggunakan langkah yang divalidasi dan
sesuai
g) Layar untuk masalah psikososial dan hambatan lain untuk manajemen diri
diabetes seperti keuangan terbatas, logistik, dan sumber daya pendukung
h) Sejarah penggunaan tembakau, konsumsi alkohol dan penggunaan zat
i) Riwayat dan kebutuhan DSME dan DSMS 1
2) Pemeriksaan fisik
a) Tinggi, berat badan, dan BMI: pertumbuhan dan perkembangan pubertas pada
anak-anak dan remaja
b) Penentuan tekanan darah, termasuk pengukuran ortostatik saat diindikasikan
c) Pemeriksaan funduskopi
d) Palpasi tiroid
e) Pemeriksaan kulit (misalnya, untuk acanthosis nigricans dan injeksi insulin
atau tempat pemasangan infus set)
f) Pemeriksaan kaki komprehensif:
(1) Inspeksi
(2) Palpasi dorsalis pedis dan denyut nadi tibia posterior
(3) Adanya/ tidak adanya refleks patela dan Achilles
(4) Penentuan sensasi proprioception, getaran dan monofilamen
3) Evaluasi Laboratorium
a) A1C, jika hasilnya tidak tersedia dalam 3 bulan terakhir
b) Jika tidak dilakukan/ tersedia dalam satu tahun terakhir
c) Profil lipid puasa, termasuk kolesterol total, LDL, dan HDL dan trigliserida,
sesuai kebutuhan
d) Tes fungsi hati
(1) Siapkan rasio albumin ke kreatinin urin
(2) Kreatinin serum dan eGFR
(3) Thyroid stimulating hormone pada pasien dengan diabetes tipe 1
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian meliputi identitas pasien dan penangung jawab
a. Riwayat penyakit
- Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka. (Bararah, 2013)
- Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita dengan diabetes millitus mengalami kehausan yang sangat
berlebihan, badan lemas dan penurunan berat badan sekitar 10%
sampai 20%. (Bararah, 2013)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya. (Bararah, 2013)
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah didapat maupun obat – obatan yang biasa
digunakan oleh penderita. (Bararah, 2013)
2) Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misalkan hipertensi, jantung. (Bararah,
2013)
3) Riwayat Pengobatan
Pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 menggunakan
terapi injeksi insulin eksogen harian untuk kontrol kadar gula darah.
Sedangakan pasien dengan diabetes mellitus biasanya menggunakan
OAD(Obat Anti Diabetes) oral seperti sulfonilurea, biguanid,
meglitinid, inkretin, amylonomimetik, dll (Black, 2014).
4. Aktivitas / istirahat
Tanda : - Takikardia
7. Eliminasi
8. Makanan / cairan
- Mual / muntah
- Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa / karbohidrat.
- Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
- Haus
- Penggunaan diuretic (tiazid)
9. Nyeri / kenyamanan
10. Pernafasan