Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN PADA NY. J DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES


MELITUS TIPE II DISERTAI ULKUS PEDIS DI BANGSAL MELATI 2
RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu Praktik Klinik Keperawatan


Medikal Bedah II
Pembimbing :
Rosa Delima Ekwantini, S.Kp., M.Kep.

Disusun oleh :
Titik Fajriyati Nur Khasanah (P07120217036)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN PADA NY. J DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES
MELITUS TIPE II DISERTAI ULKUS PEDIS DI BANGSAL MELATI 2
RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Diajukan untuk disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat : RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lapangan

(Rosa Delima Ekwantini, S.Kp., M.Kep) ( )


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan asuhan keperawatan dengan judul
“Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Endokrin Pada Ny. J Dengan Diagnosa Medis Diabetes
Melitus Tipe Ii Disertai Ulkus Pedis Di Bangsal Melati 2 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik Kepertawatan Medikal Bedah
khususnya asuhan keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem Endokrin.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta, Bapak Joko Susilo,
SKM., M.Kes.
2. Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta,
Bapak Bondan Palestin, SKM., M.Kep., Sp.Kom.
3. Ketua Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan Politeknik Kementerian Kesehatan
Yogyakarta, Bapak Maryana, S.Psi., S.Kep., Ns., M.Kep.
4. Dosen Koordinator Praktik Klinik Keperawatan 2, Ibu Ns. Ida Mardalena, S.Kep., M.Si.
5. Dosen Pembimbing, Rosa Delima Ekwantini, S.Kp., M.Kep.
6. Teman-teman Kelas Sarjana Terapan Keperawatan.
Kami berharap semoga laporan ini dapat membantu pembaca untuk lebih mengetahui tentang
asuhan keperawatan pada pasien Tn.“J” dengan diagnosa medis Diabetes Melitus tipe II Di
Bangsal Melati 2 RSUP Dr. Soeradji Klaten. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan
ini, masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap dan saran dari berbagai
pihak agar laporan ini lebih sempurna.

Yogyakarta, 7 Oktober 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Diabetes Melitus

DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar


glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat
kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2009).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi akibat pankreas
tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi secara efektif (WHO, 2017). Secara umum, terdapat dua kategori utama DM,
yaitu DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 ditandai dengan kurangnya produksi insulin
sedangkan DM tipe 2 disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh
(Pusdatin Kemenkes RI, 2014).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2009).
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang semakin banyak
jumlah penderitanya. Penyakit ini adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula darah karena produksi insulin yang terganggu sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan produksi insulin dalam tubuh (Tarwoto, 2012).
Penyakit Diabetus Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah. Penyakit ini sebagai akibat dari pola hidup
yang tidak sehat seperti makan berlebihan, makan makanan berlemak, kurang aktivitas,
stress dan faktor keturunan. Penyakit DM berlangsung lambat dan progresif sehingga
berjalan tanpa terdeteksi karena gejala yang dialami penyandang sering bersifat ringan
seperti kelelahan, sering kencing, banyak minum dan luka yang lama sembuh(Sengkey,
SW., Kandau, GD 2015)
Jumlah penderita diabetes di Jawa Tengah juga mengalami peningkatan. Data dari
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 menunjukkan bahwa diabetes
menduduki peringkat ke-2 penyakit tidak menular setelah hipertensi, dan mengalami
peningkatan dari 15,77% di tahun 2015 menjadi 22,1% di tahun 2016. Kejadian paling
besar terjadi di kota Surakarta sebesar 22.534 kasus. Kejadian DM di RSUD Dr Moewardi
pada tahun 2016 juga tinggi, yaitu ada 140 pasien dengan DM tipe 1 dan 13.084 pasien
dengan DM tipe 2 (Dinkes, 2016).

B. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
a. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel
beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
b. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi
ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan
diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan
preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih
dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.

c. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
d. Diabetes Kehamilan: Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.
C. Patofisiologi
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer,
gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan penurunan fungsi cell β, yang akhirnya
akan menuju ke kerusakan total sel β. Mula-mula timbul resistensi insulin yang kemudian
disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi retensi insulin itu agar
kadar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak akan sanggup lagi
mengkompensasi retensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta
makin menurun saat itulah diagnosis diabetes ditegakkan. Penurunan fungsi sel beta itu
berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresi
insulin (FKUI, 2011).
1. Patofisiologi diabetes tipe 1
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi
sel antiislet dalam darah (WHO, 2014). National Institute of Diabetes and Digestive
and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun
menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas. Kehancuran
memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama
beberapa hari sampai minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat
terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi
memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin,
dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.
2. Patofisiologi diabetes tipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini berarti
bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi insulin
resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin perifer berarti terjadi
kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi
kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013).
Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk
merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui
suntikan dapat menjadi alternatif.
D. Pathway
E. Gambaran Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana
gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak
kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar).
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

F. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain (Stockslager L,
Jaime & Liz Schaeffer, 2010) :
1. Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati
dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan oleh
pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat, konsumsi
alkohol, atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat
berkisar dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampai kondisinya mengancam
jiwa.
2. Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi yang
mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan
diabetes Tipe 1, tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang menderita
diabetes Tipe 2 yang mengalami stress fisik dan emosional yang ekstrim.
3. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar hyperglycemic
syndrome, HHNS) atau koma hyperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang
menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan
hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (di
atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda gejala
mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi cidera
serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya koma atau
hampir koma).
4. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau
nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam
berbagai cara, yang mencakup gastroparesis (keterlambatan pengosongan lambung
yang menyebabkan perasaan mual dan penuh setelah makan), diare noktural,
impotensi, dan hipotensi ortostatik.
5. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10 kali
lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil ini lebih
meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular, penyakit
arteri koroner dan infark miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati dan
neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf pusat.
6. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena kandungan
glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal ini membuat
lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta vaginitis.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
4. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
5. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
6. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
7. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

H.. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk
mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika
klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari
hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada
ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi
dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Penyuluhan kesehatan awal dan
berkelanjutan penting dalam membantu klien mengatasi kondisi ini.(Perkeni, 2011)

Penyakit DM merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengelolaan


dan perawatan lama dan secara terus – menerus serta memerlukan self management
bagi penyandangnya. Pengetahuan, motivasi dan dukungan dari orang – orang
terdekat atau yang berkompeten sangat diperlukan untuk keberlanjutan pengelolaan
penyakitnya. Kepatuhan dalam pengelolaan DM sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan dan pemahaman penyandang terhadap 4 pilar pengelolaan DM yaitu
edukasi terhadap penatalaksanaan penyakit dan pencegahan komplikasi,
perencanaan makan, aktivitas fisik dan pengobatan. Pengetahuan dan pemahaman
seseorang terhadap pengelolaan DM diperoleh dari pendidikan kesehatan atau
konseling yang diberikan oleh petugas kesehatan baik dokter, perawat atau kader
kesehatan yang sudah dilatih.(Rosa, 2016)

a. Penatalaksanaan Umum
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama. Menurut ADA
(2017) komponen evaluasi medis diabetes komprehensif terbagi menjadi tiga, yaitu:
1) Riwayat kesehatan atau riwayat penyakit
a) Usia dan karakteristik onset diabetes (misalnya, ketoasidosis diabetik [DKA],
temuan laboratorium tanpa gejala)
b) Pola makan, status gizi, riwayat berat badan, perilaku tidur (pola dan durasi),
dan aktivitas fisik, kebiasaan, pendidikan nutrisi dan sejarah dan kebutuhan
dukungan perilaku
c) Penggunaan obat komplementer dan alternatif
d) Adanya komorbid umum dan penyakit gigi
e) Layar untuk depresi, kecemasan, dan gangguan makan dengan menggunakan
pengukuran yang valid dan sesuai
f) Screen untuk diabetes marabahaya menggunakan langkah yang divalidasi dan
sesuai
g) Layar untuk masalah psikososial dan hambatan lain untuk manajemen diri
diabetes seperti keuangan terbatas, logistik, dan sumber daya pendukung
h) Sejarah penggunaan tembakau, konsumsi alkohol dan penggunaan zat
i) Riwayat dan kebutuhan DSME dan DSMS 1
2) Pemeriksaan fisik
a) Tinggi, berat badan, dan BMI: pertumbuhan dan perkembangan pubertas pada
anak-anak dan remaja
b) Penentuan tekanan darah, termasuk pengukuran ortostatik saat diindikasikan
c) Pemeriksaan funduskopi
d) Palpasi tiroid
e) Pemeriksaan kulit (misalnya, untuk acanthosis nigricans dan injeksi insulin
atau tempat pemasangan infus set)
f) Pemeriksaan kaki komprehensif:
(1) Inspeksi
(2) Palpasi dorsalis pedis dan denyut nadi tibia posterior
(3) Adanya/ tidak adanya refleks patela dan Achilles
(4) Penentuan sensasi proprioception, getaran dan monofilamen
3) Evaluasi Laboratorium
a) A1C, jika hasilnya tidak tersedia dalam 3 bulan terakhir
b) Jika tidak dilakukan/ tersedia dalam satu tahun terakhir
c) Profil lipid puasa, termasuk kolesterol total, LDL, dan HDL dan trigliserida,
sesuai kebutuhan
d) Tes fungsi hati
(1) Siapkan rasio albumin ke kreatinin urin
(2) Kreatinin serum dan eGFR
(3) Thyroid stimulating hormone pada pasien dengan diabetes tipe 1

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian meliputi identitas pasien dan penangung jawab
a. Riwayat penyakit
- Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka. (Bararah, 2013)
- Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita dengan diabetes millitus mengalami kehausan yang sangat
berlebihan, badan lemas dan penurunan berat badan sekitar 10%
sampai 20%. (Bararah, 2013)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya. (Bararah, 2013)
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah didapat maupun obat – obatan yang biasa
digunakan oleh penderita. (Bararah, 2013)
2) Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misalkan hipertensi, jantung. (Bararah,
2013)
3) Riwayat Pengobatan
Pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 menggunakan
terapi injeksi insulin eksogen harian untuk kontrol kadar gula darah.
Sedangakan pasien dengan diabetes mellitus biasanya menggunakan
OAD(Obat Anti Diabetes) oral seperti sulfonilurea, biguanid,
meglitinid, inkretin, amylonomimetik, dll (Black, 2014).
4. Aktivitas / istirahat

Gejala : - Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan

- Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur

Tanda : - Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau


dengan aktivitas

- Letargi / disorientasi, koma


- Penurunan kekuatan otot
5. Sirkulasi

Gejala : - Adanya riwayat hipertensi

- Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas


- Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama

Tanda : - Takikardia

- Perubahan tekanan darah postural, hipertensi


- Nadi yang menurun / tidak ada
- Disritmia
- Krekels
- Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung
6. Integritas Ego

Gejala : - Stress, tergantung pada orang lain

- Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi

Tanda : - Ansietas, peka rangsang

7. Eliminasi

Gejala : - Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia

- Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)


- Nyeri tekan abdomen
- Diare

Tanda : - Urine encer, pucat, kuning : poliuri

8. Makanan / cairan

Gejala : - Hilang nafsu makan

- Mual / muntah
- Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa / karbohidrat.
- Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
- Haus
- Penggunaan diuretic (tiazid)

Tanda : - Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap


lanjut). Ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental.

9. Nyeri / kenyamanan

Gejala : - Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)

Tanda : - Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat


berhati-hati

10. Pernafasan

Gejala : - Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa


sputum purulen (tergantung ada tidaknya infeksi)

Tanda : - Lapar udara

- Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi)


- Frekuensi pernafasan
11. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi: Amati ictus kordis terlihat atau tidak
Palpasi: Takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, nadi perifer
melemah atau berkurang.
Perkusi: Mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar,
kardiomegali Auskultasi: Mendengar detak jantung, bunyi jantung
dapat didiskripsikan dengan S1, S2 tunggal (Bararah, 2013)
12. Sistem Persyarafan
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflex lambat, kacau mental, disorientasi. (Bararah, 2013, p. 41). Pasien
dengan kadar glukosa darah tinggi sering mengalami nyeri saraf. Nyeri
saraf sering dirasakan seperti mati rasa, menusuk, kesemutan, atau
sensasi terbakar yang membuat pasien terjaga waktu malam atau
berhenti melakukan tugas harian (Black, 2014).
13. Sistem Perkemihan
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
proses miksi (Bararah, 2013).
14. Sistem Pencernaan
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen. (Bararah, 2013).
Neuropati aoutonomi sering mempengaruhi Gl. Pasien mungkin
dysphagia, nyeri perut, mual, muntah, penyerapan terganggu,
hipoglikemi setelah makan, diare, konstipasi dan inkontinensia
alvi (Black, 2014, p. 681).
15. Sistem integument
Inspeksi: Melihat warna kulit, kuku, cacat warna, bentuk,
memperhatikan jumlah rambut, distribusi dan teksturnya.
Palpasi: Meraba suhu kulit, tekstur (kasar atau halus), mobilitas,
meraba tekstur rambut (Bararah, 2013, p. 40).
16. Sistem muskuluskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran massa otot, perubahan tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri (Bararah, 2013).
17. Sistem endokrin
Autoimun aktif menyerang sel beta pancreas dan produknya
mengakibatkan produksi insulin yang tidak adekuat yang
menyebabkan DM tipe1. Respon sel beta pancreas terpapar secara
kronis terhadap kadar glukosa darah yang tingai menjadi progresif
kurang efisien yang menyababkan DM tipe2 (Black, 2014)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin
2. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan berlebih, tidak
adekuatnya intake cairan
3. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan primer
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi
energy
5. Gangguan integritas kulit b/d penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi,
penurunan aktifitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
6. Gangguan citra tubuh b/d ekstremitas gangrene
7. Resiko cedera b/d penurunan fungsi penglihatan, pelisutan otot.

C. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

No. Diagnosa Tujuan (NOC) & Intervensi (NIC)


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari - Nutritional Status : food Nutrition Management
kebutuhan tubuh b.d and Fluid Intake - Kaji adanya alergi makanan
gangguan - Nutritional Status : - Kolaborasi dengan ahli gizi
keseimbangan insulin nutrient Intake untuk menentukan jumlah
Kriteria Hasil : kalori dan nutrisi yang
- Adanya peningkatan berat dibutuhkan pasien.
badan sesuai dengan - Anjurkan pasien untuk
tujuan meningkatkan intake Fe
- Beratbadan ideal sesuai - Anjurkan pasien untuk
dengan tinggi badan meningkatkan protein dan
- Mampumengidentifikasi vitamin C
kebutuhan nutrisi - Yakinkan diet yang dimakan
- Tidak ada tanda tanda mengandung tinggi serat
malnutrisi untuk mencegah konstipasi
- Menunjukkan - Berikan makanan yang
peningkatan fungsi terpilih (sudah
pengecapan dari menelan dikonsultasikan dengan ahli
- Tidak terjadi penurunan gizi)
berat badan yang berarti - Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
- Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
- Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas
normal
- Monitor adanya penurunan
berat badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
- Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
- Monitor lingkungan selama
makan
- Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
- Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
- Monitor makanan kesukaan
- sMonitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
- Monitor kalori dan intake
nuntrisi
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
- Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

2. Resiko kekurangan NOC : NIC:


volume cairan b.d - Fluid balance Fluid management
kehilangan cairan - Hydration - Catat intake dan output
berlebih, tidak - Nutritional status: food - Monitor status hidrasi
adekuatnya intake and fluid intake - Monitor vital sign
cairan Kriteria Hasil: - Monitor status nutrisi
- Mempertahankan urine - Kolaborasi pemberian terapi
output sesuai dengan usia, cairan IV
BB - Dorong masukan oral
- Vital sign dalam batas Hipovolemi management:
normal - Monitor intake dan output
- Tidak ada tanda-tanda cairan
dehidrasi - Pelihara IV line
- Monitor Hb dan Ht
- Monitor berat badan
- Monitor respon klien
terhadap penambahan cairan
- Monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan cairan
3. Resiko infeksi b.d NOC : NIC :
tidak adekuatnya - Immune Status Infection Control (Kontrol
pertahanan primer - Knowledge : Infection infeksi)
control - Bersihkan lingkungan setelah
- Risk control dipakai pasien lain
Kriteria Hasil : - Pertahankan teknik isolasi
- Klien bebas dari tanda dan - Instruksikan pada
gejala infeksi pengunjung untuk mencuci
- Menunjukkan tangan saat berkunjung dan
kemampuan untuk setelah berkunjung
mencegah timbulnya meninggalkan pasien
infeksi - Gunakan sabun antimikrobia
- Jumlah leukosit dalam untuk cuci tangan
batas normal - Cuci tangan setiap sebelum
- Menunjukkan perilaku dan sesudah tindakan
hidup sehat kperawtan
- Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
- Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
- Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
- Monitor hitung granulosit,
WBC
- Monitor kerentanan terhadap
infeksi
- Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
- Berikan perawatan kulit
pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
- Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari
infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif

Anda mungkin juga menyukai