Anda di halaman 1dari 8

Partisipasi Umat Kristen Indonesia di Bidang Politik

oleh Zakaria J. Ngelow

“Ketinggian Nama Toehan itoelah Partisipasi gereja yang transformatif, dapat menjadi
toedjoean jang terachir dari segala machloek ukuran dalam evaluasi teologis sejarah partisipasi
dan segala oesaha manoesia, djoega didalam Kristen di Indonesia. Artinya, kita tidak sekadar
lapangan politiek. Politiek Kristen tidak semata- bangga punya tokoh-tokoh beragama Kristen, atau
mata ditoedjoekan pada keoentoengan lembaga-lembaga Kristen dalam sejarah politik
doeniawi, bagi politiek Kristen jang mendjadi nasional kita. Perlu dipertanyakan substansi apa
oekoeran kebesarannja boekanlah hasil yang merupakan kontribusi para tokoh atau
doeniawi jang diperoleh, akan tetapi apakah lembaga-lembaga itu dalam kiprah perannya.
didalam segala oesahanja itoe partij Predikat Kristen tidak otomatis membuktikan adanya
mengandjoerkan, mempertahankan dan partisipasi Kristen.
menjalankan azas2 dari Firman Toehan.” (Ds.
Basoeki Probowinoto, 1945) Selanjutnya, substansi partisipasi transformatif
Tinjauan Teologis

masih perlu dijabarkan dengan memberinya dasar


Partisipasi Transformatif atau acuan teologis-alkitabiah mengenai visai dan
misi Kristen dalam dunia, khususnya di bidang
Dalam hubungan gereja dan negara, kata politik. Dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat,
“partisipasi” bisa bermakna positif, bisa pula negatif. bangsa dan negara, kesaksian Alkitab mengenai
Positif, karena menunjukkan keikutsertaan, kewajiban orang beriman, umat Allah, adalah
keterlibatan atau peran gereja dalam dinamika mengembangkan kehidupan bersama dalam
perkembangan kehidupan nasional. Negatif, kalau persaudaraan semua orang sebagai ciptaan Allah, di
substansi peran gereja hanyalah ikut atau sekadar mana kasih dan keadilan dipraktekkan untuk
hadir tanpa bobot yang “memberi nilai tambah” mewujudkan shaloom, damai-sejahtera, yang
terhadap perkembangan kehidupan nasional. mencakup semua orang dan semesta ciptaan.
Dengan kata lain, perlu dibedakan antara partisipasi
yang kontributif-transformatif dengan partisipasi Ada berbagai bidang partisipasi sosial di mana
yang sekedar ikut-ikutan, turut ramai, membebek. partisipasi politik salah satu yang terpenting, karena
Dari sudut pandang misi gereja, partisipasi Kristen terkait dengan kekuasaan untuk mengatur
semestinya bersifat positif, kontributif dan masyarakat. Partisipasi politik di sini diartikan secara
transformatif. Dengan sifat itulah diperkembangkan sederhana sebagai upaya-upaya sistematis dan
pendekatan partisipasi positif-kreatif, kritis-realistik terorganisir untuk (turut) menentukan visi, tujuan,
terhadap pembangunan nasional yang dirumuskan sistem, aturan dan program, pengawasan serta
dalam Konperensi Gereja dan Masyarakat tahun 1971 pelaksana dalam kehidupan bersama sebagai suatu
di Klender, Jakarta. bangsa. Dalam kaitan itu, partisipasi politik dilakukan

“Partisipasi gereja yang transformatif ... tidak


sekadar bangga punya tokoh-tokoh beragama
Kristen, atau lembaga-lembaga Kristen dalam
sejarah politik nasional kita. Perlu dipertanyakan
substansi apa yang merupakan kontribusi para
tokoh atau lembaga-lembaga itu dalam kiprah
perannya. Predikat Kristen tidak otomatis
membuktikan adanya partisipasi Kristen.”
44
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
melalui sistem kelembagaan sosial politik yang kalangan progresif Kristen Indonesia yang
mempengaruhi baik sistem, fungsi dan kebijakan mendukung perjuangan kemerdekaan,
pemerintahan secara langsung, maupun dalam yangkemudian bergabung dengan partai-partai
aktivitas komunitas dan perorangan di luar sekuler. Kalangan “Kristen pribumi” dalam CSP
organisasi politik yang bermakna bagi dinamika memisahkan diri namun tidak berkembang karena
kehidupan berbangsa. tanpa perubahan visi politik pro-kolonial, dan karena
batas-batas etnis yang masih sangat kental.
Pengantar ini terutama mengemukakan gagasan- Sumbangan positif partai Kristen yang didominasi
gagasan dalam partisipasi politik Kristen di orang Belanda ini adalah sekadar tempat latihan
Indonesia, yang sudah dijalankan sejak zaman berpolitik, sebagaimana juga Volksraad bagi banyak
pergerakan nasional, baik di dalam partai politik politisi Indonesia dari golongan co-operatie (yang
Kristen atau sekuler, maupun di luar partai politik. bekerjasama dengan pemerintah kolonial dalam
memperjuangkan masa depan Indonesia).
Pro-kolonial

Partisipasi politik Kristen di Indonesia berlangsung Kalangan intelektual muda Kristen dalam lingkaran
sejak gagasan Indonesia yang bersatu dan merdeka gerakan mahasiswa Kristen (CSV, Christen Studenten
diperjuangkan dalam pergerakan nasional. Vereeniging) memperoleh pengarahan dari sejumlah
tokoh Kristen Belanda yang progresif untuk memihak

Tinjauan Teologis
Hubungan dan sikap gereja terhadap VOC dan
pada pergerakan nasional memperjuangkan
pemerintah Kolonial Belanda sebelumnya belum
kemerdekaan Indonesia. Mereka antara lain Amir
mempunyai bobot partisipasi politik, walaupun
Sjarifuddin (1905-1948) dan J. Leimena (1905-1977).
mempunyai maknanya sendiri dalam formasi
Dalam kiprahnya, mereka terbagi atas yang
Kekristenan di Indonesia. Pada masa pergerakan
nasional partisipasi politik Kristen segera diwujudkan berpartisipasi di bidang politik melalui partai politik
ketika pemerintah kolonial memberi peluang bagi Kristen dan yang memilih partai politik sekuler.
adanya kekuatan-kekuatan politik masyarakat di Memang sejak masa pergerakan nasional ditempuh
Indonesia untuk turut menentukan kebijakan berbagai jalur partisipasi politik, di dalam dan di luar
pemerintah kolonial dengan pembentukan Volksraad partai Kristen. Politikus ulung seperti Amir Sjarifuddin
(Dewan Rakyat) pada tahun 1917. Sebelum itu justru memilih berkiprah di dalam lingkaran sosialis-
komunis.
memang telah berkembang kekuatan-kekuatan
masyarakat dalam berbagai organisasi Piagam Jakarta
kemasyarakatan yang berusaha memajukan diri
dalam kerangka Politik Etis pemerintah kolonial. Peristiwa terpenting dalam partisipasi politik Kristen
Kalangan Kristen mula-mula menghimpun berkaitan dengan proses penyusunan UUD menuju
kekuatannya dalam organisasi-organisasi kesukuan Indonesia merdeka pada tahun 1945. Dalam panitia
yang terbuka kepada kebersamaan dengan warga kecil PPKI untuk draft Pembukaan UUD berhadap-
non-Kristen, sebagaimana a.l. dalam ormas-ormas hadapan kaum nasionalis sekuler dengan nasionalis
Minahasa, Maluku dan Batak. Penekanannya pun Islam, yang masing-masing memperjuangkan suatu
belum politik secara langsung, melainkan dasar negara, demokrasi sekuler atau Islam.
emansipasi sosial dan ekonomi. Kesepakatan dicapai pada 22 Juni 1945 dalam
bentuk kompromi yang kemudian dikenal sebagai
Partai politik Kristen pertama di Indonesia CEP Piagam Jakarta. Menjelang UUD disahkan fihak
(Christelijk Etische Partij kemudian menjadi CSP, pemuka Kristen (Protestan dan Katolik) dari Indonesia
Christelijk Staatkundige Partij) dibentuk kalangan bagian Timur menyampaikan keberatan dengan
Kristen Belanda dan kemudian melibatkan beberapa ancaman separatis: menolak bergabung dengan
tokoh-tokoh Kristen Indonesia (a.l. R.M. NKRI jika tetap dipertahankan sistim hukum dualistik
Notosoetarso, T.S.G. Mulia, Rehatta). Pandangan dalam konsep Pembukaan UUD itu. Atas dukungan
politik CEP terhadap hubungan kolonial adalah fihak nasionalis dan persetujuan pemuka-pemuka
mendukung gagasan perwalian, yakni bahwa Islam, mereka mengubah rumusan sila Ketuhanan
hubungan kolonial adalah kehendak Tuhan dalam dengan tujuh kata (kewajiban menjalankan syariah
sejarah yang memberi kewajiban kepada Negeri Islam bagi pemeluk-pemeluknya) menjadi 3 kata
Belanda untuk membimbing rakyat pribumi menuju (Yang Maha Esa) dalam sila pertama Pancasila.
kemandi-rian tanah jajahan yang tetap terikat Peristiwa itu menjadi tonggak penting dalam sejarah
dengan Negeri Belanda. partisipasi politik Kristen. Selain merupakan
penekanan pokok dalam gagasan-gagasan politik
Wawasannya pro-kolonial itu tidak memuaskan
Kristen mengenai pluralitas dan kebebasan

45
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
beragama, perumusan ulang Pembukaan itu menjadi acuan
komitmen politik Kristen: menentang Islamisasi ideologi dan
sistem politik nasional. Alasan dasarnya adalah anti
diskriminasi dan demi penegakan negara kesatuan yang
demokratis.

Pembentukan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) pada tahun


1945 merupakan kelanjutan gagasan-gagasan pembentukan
suatu partai Kristen menuju Indonesia merdeka yang dibahas
dalam Konperensi Perhimpunan Zending di Karangpandan,
Solo, bulan Oktober tahun 1941, setelah kegagalan partai-
partai Kristen pribumi yang memisahkan diri dari CSP (PKC,
CAV, PKMI). Ketika itu Amir Sjarifuddin mengarahkan supaya
kalangan Kristen Indonesia turut berpartisipasi dalam gerakan
nasionalisme dengan visi dan ideologinya sendiri, walaupun
Amir tidak antusias mendukung pembentukan suatu partai
politik Kristen. Parkindo pada awalnya terutama memobilisasi
dukungan umat Kristen dan gereja-gereja terhadap
Tinjauan Teologis

kemerdekaan Indonesia.

Ideologi Kuyperian?

Pada umumnya “teologi politik” Kristen Indonesia sejak awal


berada di bawah pengaruh pandangan-pandangan politik
Kristen Neo-Kalvinis yang berkembang di Negeri Belanda,
khususnya yang digagasan oleh Abraham Kuyper (1837-1920),
teolog dan negarawan Belanda dan pemimpin Anti
Revolutionaire Partij (ARP). Kuyper menekankan keharusan
adanya suatu partai politik Kristen untuk menjalankan
partisipasi politik Kristen. Di Negeri Belanda berkembang pola
organisasi sosial “verzuiling” (pillarization), sesuai dengan
pluralitas masyarakat (dalam arti berbagai kelompok berbeda
yang terkotak-kotak secara vertikal menurut ideologi). Setiap
kelompok (termasuk kelompok-kelompok kegerejaan)
mempunyai masyarakatnya sendiri dengan upaya-upaya
pengembangan kemajuannya. Penerbitan tersendiri,
universitas sendiri, dst.

Dengan membina kekuatan politik sendiri, Parkindo


memperjuangkan prinsip-prinsip politik menyangkut
kekuasaan dan hakekat negara serta fungsi pemerintah, yang
keseluruhannya diletakkan dalam perspektif teologi Kalvinis
mengenai kedaulatan Allah. Dalam Anggaran Dasarnya
Parkindo menegaskan sentralitas kedaulatan Allah dan
kehendak-Nya dalam berbagai bidang kehidupan. “PARKINDO
adalah partai politik warga negara Indonesia yang berhasrat
memenuhi panggilannya terhadap nusa dan bangsa dan
kewajibannya terhadap bangsa-bangsa lain dengan jalan
berusaha di lapangan politik, ekonomi dan sosial atas dasar
faham Kekristenan” (AD 1945 Pasal 3).

Pemikiran politik Kuyper yang dewasa ini banyak diulas


relevansinya (a.l. di Amerika Serikat) disebut sebagai “jalan
ketiga” (the third way) antara ideologi kedaulatan rakyat dan
ideologi kedaulatan negara (dengan revisi sosialismenya). Ia
menolak kedua ideologi itu dan mengedepankan suatu
ideologi yang berdasar pada paham Kalvinis mengenai
46
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
kedaulatan Allah sebagai sumber segala kekuasaan
pemerintahan negara, yang dihubungkan dengan adanya
dosa di dalam ciptaan. “Sekiranya dosa tidak masuk dalam
kehidupan manusia maka kesatuan organik umat manusia
akan terpelihara, namun akibat Kejatuhan maka Allah
melembagakan otoritas sipil sebagai cara untuk
mengamankan potensi anarki.” Apapun bentuk negara,
kekuasaanya berasal dari dan dipertanggungjawabkan
kepada Allah. Inti jalan ketiga Kuyper yang disebutnya
souvereiniteit in eigen kring (sovereignty in the individual social
spheres, kedaulatan dalam lingkup sosial masing-masing)
dapat disebut sebagai ideologi kedaulatan Ilahi yang
diberikan kepada manusia untuk dipertanggungjawabkan
kepada-Nya. Dalam hal itu ia menganjurkan pembaharuan
Kristen yang mendalam dan berkesinambungan dalam
semua bidang kehidupan, serta pentingnya politik dan
pemerintahan sebagai arena tanggung jawab Kristen. Klaim

Tinjauan Teologis
ketuhanan Kristus atas seluruh dunia diterjemahkan ke dalam
berbagai bidang peran seperti jurnalisme, pendidikan tinggi,
dan sebagainya yang dikembangkan dalam masing-masing
golongan. Gagasan tanggungjawab ini kemudian muncul
dalam DGD sebagai responsible society, yang kemudian
dikenal di Indonesia sebagai “kewarganegaraan yang
bertanggungjawab”.

Kuyper menambahkan makna kedua dalam ide sphere


sovereignty, yakni kebebasan kelompok-kelompok
konfessional atau ideologis dalam masyarakat untuk
mengorganisir lembaga-lembaga otonomnya. Ia
menganjurkan kelompoknya untuk memisahkan diri dari
masyarakat dengan mengembangkan suatu lingkup hidup
tersendiri (levenskring). “Kita ingin mundur ke balik tembok-
tembok pemisah kita demi mempersiapkan diri untuk
perjuangan ke depan” katanya, mengikuti semboyan mentor
politiknya, pendiri ARP, Groen van Prinsterer: “In het isolement
liegt onze kracht” (Dalam isolasi terletak kekuatan kita).
Pemaknaan itu memperkuat format polarisasi masyarakat
zamannya.

Sekalipun berakar dalam faham kedaulatan Ilahi sebagai


sumber kekuasaan, ideologi souvereniteit in eigen kring
bukanlah ideologi teokrasi. Ada yang menyebutnya jalan
tengah antara demokrasi dan teokrasi. Ia mengedepankan
suatu konsep demokrasi sebagai posisi ARP dalam
menentang ide bahwa hanya kalangan orang kaya dalam
masyarakat yang berhak menentukan nasib setiap orang.
Demokrasi baginya berarti tidak ada bagian organik dari
penduduk yang dibatasi dalam partisipasi pemerintahan.

Tokoh-tokoh zending Belanda, seperti J. Verkuyl (1908-2001)


mengembangkan lebih lanjut teologi politik Kristen neo-
Kalvinis Kuyperian itu di Indonesia. O. Notohamidjojo, salah Powerpoint-presentation oleh Zakaria J.
seorang pendiri UKSW, mengemukakan acuannya dalam Ngelow tentang “Gereja dan Politik: Konteks
karangan-karangannya etika politik Kristennya, a.l. dalam Indonesia” pada Seminar Sehari Dies
Iman Kristen dan Politik (edisi I terbit tahun 1951). Natalis “Gereja & Politik” STT Intim
Makassar, tgl 17 September 2003
47
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
Faham lain dalam politik Kristen di Belanda mempertanyakan partisipasi Kristen dalam Indonesia
dikembangkan oleh teolog Belanda P.J. Hoedemaker, merdeka: kelompok yang tidak mendukung
yang hidup sezaman Kuyper, yang menolak isolasi kemerdekaan Indonesia; kelompok yang
Kristen dalam lingkaran sosial tersendiri dan dibingungkan oleh keadaan masyarakat yang tidak
mendorong kehadiran kesaksian Kristen dalam menentu; dan kelompok yang mengasingkan diri
semua bidang dan institusi sosial. Tidak perlu ada dari urusan negara.
partai politik Kristen tersendiri atau universitas Kristen
tersendiri. Perbedaan kedua aliran politik ini dapat Parkindo menjadi wakil umat Kristen dalam dinamika
diumpamakan Kuyper menjadi terang yang menarik percaturan politik nasional dari masa Revolusi,
orang dari kegelapan ke dalam lingkaran cahayanya Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin sampai awal
(sentripetal), sedangkan Hoedemaker sebagai garam Orde Baru. Cukup mencolok bahwa Parkindo
yang larut dan menggarami dunianya (sentrifugal). merupakan satu-satunya partai politik Kristen.
Keduanya lahir dan berkembang dalam konteks Memang ada juga sejumlah intelektual atau politisi
dinamika sosial-politik Negeri Belanda (dan Eropa Kristen di luar kelembagaan gereja yang memilih
pada umumnya) abad dekade-dekade akhir ke-19 aktivitas politiknya di luar Parkindo dalam partai-
dan awal ke-20, yang terpolarisasi dalam ideologi partai sekuler. PARKI (partai Kristen Indonesia)
politik antara gagasan-gagasan demokrasi individual pimpinan Melanchton Siregar di Sumatera Utara
menggabungkan diri ke Parkindo pada tahun 1947.
Tinjauan Teologis

Revolusi Perancis dan filsafat kolektivisme Hegelian,


dan dalam teologi antara liberalisme dan Peran utama Parkindo dapat diletakkan dalam
fundamentalisme Injili. konteks sosial-politik dan kegerejaan masa itu.
Pertama-tama struktur kepemimpinan gereja dan
Minoritas Kreatif? politik umat Kristen hampir berimpit dari pusat
sampai ke jemaat-jemaat, khususnya dalam
Dalam diskursus politik sejak zaman pergerakan lingkungan DGI. Para pendeta, pimpinan gereja dan
kalangan Kristen Indonesia memberi perhatian pada majelis jemaat sekaligus pengurus Parkindo.
kemajemukan dengan penekanan pada hak-hak Sementara itu Kekristenan Indonesia belum secara
yang sama dan dalam sistim pemerintahan tajam terbelah antara kaum ekumenis dan kaum
demokrasi. Kebebasan beragama merupakan isu Injili, dan masih cukup kuatnya patronase “gereja
penting dalam lingkungan Kristen, dan partisipasi induk”. Selain itu, juga karena rendahnya tingkat
politik diarahkan pada perjuangan untuk membela kecelikan politik umat Kristen sehingga gampang
pemisahan negara dan agama. Pada periode diekploitasi secara emosional-primordial dari sudut
demokrasi liberal ketika Konstituante berusaha agama. Dan sekalipun kepemimpinan gereja
menyusun Konstitusi baru muncul pertarungan mengalami berbagai masalah, belum terjadi konflik
antara ideologi Pancasila atau ideologi Islam. Jelas serius yang mengarah ke perpecahan. Singkatnya,
pihak Kristen membela Pancasila. Di bawah Parkindo mendapat dukungan langsung gereja-
kepemimpinan Mulia, Leimena , Tambunan dll masa gereja dalam menghadirkan kesaksian Kristen dalam
itu sampai tahun 60-an dianggap masa jaya percaturan politik di Indonesia. Apakah Parkindo
partisipasi politik Kristen melalui Parkindo, yang berhasil? Ketokohan para pimpinannya dalam
merupakan satu-satunya partai Kristen. Pada Pemilu pentas politik nasional, seperti a.l. J. Leimena, M.
tahun 1955 Parkindo mendapat 16 kursi di Tambunan, Ds. W.J. Rumambi dan A.M. Pasila
Konstituante dengan 1.003.326 suara (2,66%). mungkin dapat dibanggakan. Bagaimanapun,
secara teologis harus diakui bahwa dengan segala
Pada awalnya tidak banyak dukungan kepada
Parkindo. Pada rapat pembentukan partai Kristen kekurangannya Parkindo dan seluruh jajarannya di
(mula-mula namanya Partai Kristen Nasional, PKN), pusat dan di daerah telah dipakai Tuhan untuk
tgl 6 November 1945, berkembang pemahaman membawa kesaksian Injil Kristus di tengah-tengah
menentang adanya partai politik Kristen. Ds. perjalanan sejarah bangsa kita.
Probowinoto (Ketua terpilih menggantikan W.Z. Dalam pengakuan itu pertanyaan kritis tetap perlu
Johannes pada Kongres bulan Desember 1945) diajukan. Apakah kesaksian Kristen oleh Parkindo
mengungkapkan 3 pandangan yang menolak: para dalam percaturan politik di Indonesia memang telah
politikus Kristen lebih baik menyebar dalam partai- dijalankan dengan setia menyatakan suara kenabian
partai sekuler yang programnya dapat diterima terhadap berbagai ketimpangan dalam
orang Kristen; umat Kristen terlalu lemah dari segi pemerintahan dan masyarakat? Apakah praktek-
sumber daya; dan politik pekerjaan kotor yang tidak praktek kotor dunia politik tidak menulari para
sesuai dengan Kekristenan. Pada thn 1952 Leimena politikus Kristen? Apakah transformasi ke arah
menunjuk pada 3 kelompok orang-orang yang kehidupan nasional yang lebih adil dan demokratis
48
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
bagi semua terus diperjuangkan? Ataukah Namun kemudian peradaban merosot ketika
substansinya lebih pada perjuangan untuk kelompok ini berubah menjadi dominant minority
kepentingan terbatas umat Kristen dalam bayang- yang sibuk mempertahankan kekuasaanya. Wacana
bayang kecemasan terhadap diskriminasi kelompok- creative minority kemudian tidak dipopulerkan dalam
kelompok yang lebih kuat, khususnya Islam? lingkaran intelektual dan politisi Kristen Indonesia
Diperlukan studi yang lebih komprehensif untuk untuk menghindari dikotomi minoritas - mayoritas
menjawaban pertanyaan-pertanyaan ini. dalam masyarakat majemuk Indonesia, yang bisa
mengarah pada ekses negatif pemahaman
Pertanyaan-pertanyaan itu perlu diletakkan dalam persatuan nasional. Alasan lain adalah meredam
konteks dinamika sosial-politik nasional yang penuh sindrom minoritas. Tetapi adanya kecendrungan yang
tantangan. Dalam 25 tahun pertama kemerdekaan dapat secara figuratif disebut “model peran Yusuf-
negara kita diperhadapkan pada berbagai Daniel” dalam kalangan intelektual dan pemimpin
tantangan dari perjuangan mempertahankan Kristen menunjukkan pengaruh gagasan itu,
kemerdekaan sampai terbentuknya pemerintahan khususnya dalam power-centric orientation para
Orde Baru. Separatisme RMS, pemberontakan DI/TII, intelektual dan pemimpin Kristen Indonesia. Di sini
Pemilu 1955, PRRI/PERMESTA, kemacetan sebenarnya terjadi penyimpangan mendasar dari
Konstituante, Pembebasan Irian Barat, Dwikora, gagasan creative minority, yakni menjadi dominant
G30S/PKI dan peralihan kekuasaan ke pemerintah

Tinjauan Teologis
minority, bukan menjalankan kepeloporan dalam
Orde Baru adalah rangkaian tantangan berat susul- membaca dan menjawab tanda-tanda zaman,
menyusul yang turut membentuk karakter partisipasi melainkan masuk dalam lingkaran kekuasaan yang
politik umat Kristen Indonesia. Sementara secara hakekatnya anti pembaharuan. Dengan kata lain,
internal gereja-gereja yang rata-rata baru mulai substansi partisipasi politik Kristen dikerdilkan
berdiri sendiri bergumul dengan masalah-masalah menjadi perjuangan bagi kepentingan kelompok atau
pengembangan jemaat, kader, sumber dana dan golongan, yang dalam konteks Indonesia merupakan
organisasi, sambil berusaha mewujudkan cita-cita perwujudan dari sindrom minoritas.
keesaan gereja-gereja di Indonesia. Itulah
ketegangan antara kemandirian dan keesaan Dalam orientasi itu, kehadiran wakil-wakil Kristen di
gereja-gereja di Indonesia. Parlemen dan Kabinet adalah prestasi yang sering
dibanggakan. Perlu diperhatikan bahwa karena latar
Ketegangan itu dijalani sambil mencari gagasan- pendidikannya pada zaman kolonial, banyak orang
gagasan partisipasi yang relevan. Selain gagasan- Kristen menduduki jabatan-jabatan penting dalam
gagasan teologi politik Kuyperian yang dikemukakan birokrasi pemerintahan sampai awal tahun 1970-an.
di atas, wacana politik Kristen di Indonesia sejak Juga kemudian pada tahun 1971 ketika Orde Baru
tahun 1950-an mendapat masukan dari gerakan menyederhakan kekuatan politik dengan mem-fusi
ekumene sedunia, yang antara lain memperlihatkan Parkindo ke dalam PDI orang-orang Kristen masih
pengaruh Reinhold Niebuhr (1892-1971). Wacana hadir di Parlemen dan Kabinet. Bahkan dalam Orde
responsible society DGD yang disinggung di atas Baru peran birokrat Kristen (Katolik dan Protestan)
diletakkan dalam perspektif Christian realism cukup penting, dengan adanya sejumlah tokoh
Niebuhr. Pada satu fihak Niebuhr menolak optimisme kabinet dan pimpinan militer dan partai politik.
Social Gospel mengenai kebaikan manusia dan Dengan kata lain, “hilangnya” Parkindo dari pentas
kemampuannya melaksanakan perintah Allah dalam politik tidak meniadakan kehadiran tokoh-tokoh
semua bidang kehidupan, dan pada fihak lain Kristen di bidang pemerintahan, militer dan politik.
mengandalkan kehadiran Allah yang memberi Para politikus Kristen (a.l. eks Parkindo) tetap
kemungkinkan luas bagi manusia (inderterminate berkiprah dalam percaturan politik Orde Baru.
possibilities) mewujudkan hal-hal besar bagi-Nya. Evaluasi negatif terhadap pemerintahan Suharto
Kombinasi wacana masyarakat tanggung jawab dan menimbulkan pertanyaan kritis, apakah partisipasi
realisme Kristen dibumbui suatu idealisme creative para tokoh-tokoh Kristen pada masa Orde Baru
minority, mengikuti pandangan Arnold Toynbee benar dapat dibanggakan?
(1889-1975). Sejarawan Inggeris ternama itu
menyatakan bahwa kemajuan dan kemunduran Musa-Elia?
peradaban terjadi ketika tampil kaum minoritas
kreatif yang mampu membaca tanda-tanda zaman, Berbeda dengan orientasi ke lingkaran elit
memahami tantangan dan peluang zamannya serta kekuasaan, partisipasi Kristen seharusnya
secara strategis memobilisasi masyarakatnya diperkembangkan ke arah tepian sosial: solidaritas
melakukan pembaharuan atau perubahan, dan dengan kaum marjinal, yang dalam ungkapan
karena itu mereka menjadi elit masyarakatnya. figuratif dapat disebut “model peran Musa-Elia” (yang

49
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
bertentangan atau saling melengkapi dengan model Partisipasi Kristen masa Orde Baru yang digagas
Yusuf-Daniel?). Perkembangan dalam gagasan- dalam KGM tahun 1972 dengan “falsafah” sikap
gagasan teologi gerakan ekumene mengenai peran positif-kreatif-kritis-realistis diperkembangkan
gereja dalam masyarakat menunjukkan hal itu, yang substansinya mengikuti gagasan-gagasan teologi
berkembang dalam wacana dan praksis gereja- yang berkembang dalam kalangan ekumenis (DGD),
gereja, khususnya selama Orde Baru. yang sejak akhir tahun 1960-an didominasi wacana
teologi-teologi dari gereja-gereja muda (dunia ke-3),
Konperensi Gereja dan Masyarakat (KGM) secara termasuk Teologi Pembebasan dari kalangan Roma
berkala dengan ketokohan almarhum Pak Sim (Dr. Katolik di Amerika Latin. Gagasan-gagasan peran
T.B. Simatupang) dan kemudian pembentukan gereja dalam masyarakat yang dimunculkan dalam
Akademi Leimena dapat dilihat sebagai usaha- gerakan ekumene mengalami perubahan penting
usaha kalangan Gereja Protestan untuk mengisi setelah gerakan misi (IMC) digabungkan ke dalam
kekosongan tiadanya partai politik Kristen tersendiri. DGD (SR New Delhi 1960). Prinsip-prinsip dan bentuk-
Pada KGM-DGI pertama tahun 1962 di Sukabumi bentuk peran yang relevan di dunia Barat moderen
disampaikan prinsip-prinsip teologis partisipasi ternyata tidak cocok dengan kebutuhan dunia ke-3
gereja. Dalam suatu kertas kerja berjudul “Geredja yang menghadapi permasalahan-permasalah
dan Masjarakat di Indonesia” yang disusun oleh negara dan masyarat yang sangat kompleks.
Komisi Geredja dan Masjarakat DGI, antara lain
Tinjauan Teologis

dikemukakan: Gagasan responsible society dijelaskan dalam KGM


DGD tahun 1966 di Jenewa sebagai:
“Eksistensi Gereja terjalin dengan Injil Kerajaan Allah,
yakni menjadi suatu fungsi dalam masa pemberitaan (a) yang mengungkapkan fakta bahwa baik
dan penantian kegenapan pemerintahan Allah yang pemerintah maupun rakyat sama bertanggung
telah mulai diwujudkan dalam kemenangan Yesus jawab kepada Allah yang hidup;
Kristus. Oleh karena Injil Kerajaan Allah bermakna
comprehensive maka gereja harus menyatakannya (b) mengungkapkan adanya tanggung jawab
di dalam semua lapangan kehidupan, baik bersama antara pemerintah dan masyarakat
pertobatan pribadi secara rohani maupun terhadap setiap warga masyarakat dan
pembinaan masyarakat secara sosial, politik, mengurus mereka yang terabaikan, di-
ekonomi, dan seterusnya. Dalam fungsi ini gereja diskriminasi, atau menderita berbagai bentuk
dapat tergoda untuk mengutamakan dirinya ketidakadilan;
(ecclesiocentrism) atau memisahkan tuntutan- (c) memungkinkan setiap orang berkesempatan
tuntutan konkret kehidupan masyarakat dari Injil menjadi dirinya sendiri dan mengungkapkan
sehingga terjerumus dalam sekularisme.” hakekat dinamis dan kreatifnya sesuai norma-
Partisipasi transformatif itu merujuk pada Gereja norma keadilan.
Purba sebagai model dan ukurannya:
Tetapi gagasan ideal itu ditolak oleh para pemimpin
“Jemaat Kristen purba merupakan model dan gereja-gereja di dunia ke-3, karena tidak bisa
ukuran bagi peran Gereja di tengah-tengah diterapkan. Gagasan itu mengandaikan suatu
masyarakat, yaitu bukan dengan suatu ideologi masyarakat yang stabil, di mana dapat
atau sistem sosial politik tertentu, melainkan dikembangkan prosedur-prosedur demokratis yang
dengan hidup dari dan di bawah kekuasaan normal. Pada hal di dunia ke-3 perlu suatu peralihan
Kristus mewujudkan kasih dan keadilan. Cara radikal dalam kekuasaan (revolution), mobilisasi visi
hidup gereja Kristen yang lama dalam (ideology), keterlibatan total (praxis), dan suatu fokus
masyarakat selama abad-abad yang pertama sejarah yang konkret (contextualization). SR DGD di
bukan konservatif, maupun evolusioner, atau Nairobi (tahun 1975, semula direncanakan di Jakarta)
revolusioner, melainkan membetulkan
merumuskan suatu gagasan memperjuangkan
(mentransformasikan) dan karena itu
mengubah. Gereja, yakni jemaat-jemaat, hanya masyarakat yang adil, partisipatif dan lestari (just,
dapat melancarkan pengaruh-pengaruh yang participatory and sustainable society, JPSS). JPSS
dinamis, yang membaharui dan mengubah itu kemudian diperkembangkan dari lingkup
dalam masyarakat jika gereja sadar akan masyarakat (society) menjadi masalah seluruh
masalah-masalah yang dihadapi dan jika gereja ciptaan (creation). Sidang Raya DGD di Vancouver
hidup dari penggenapan dan pengharapan (1983) mencanangkan suatu komitmen bersama
akan Kerajaan Allah yang dalam Yesus Kristus gereja-gereja terhadap KPKC: keadilan, perdamaian
telah dan akan datang itu.” dan keutuhan ciptaan (justice, peace, and integrity of

50
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
creation, JPIC). Komitmen ini lebih dari hanya Indonesia dewasa ini? Adakah perbedaan bermakna
perumusan etika Kristen menjawab masalah- kalau diperjuangkan melalui partai politik Kristen
masalah masyarakat; ia adalah pengakuan iman. Di dengan partai politik yang bukan Kristen?
sini pengakuan “Yesus Kristus kehidupan dunia” (Yo Bagaimana kalau partisipasi di luar partai politik?
14:6) diterjemahkan menjadi panggilan Kristen
menentang kuasa-kuasa dosa dan kematian dalam Hal yang kedua adalah analisis peluang partai politik
rasisme, seksisme, penindasan kasta, eksploitasi Kristen untuk berkembang sehat dengan
ekonomi, militerisme, pelanggaran hak-hak asasi mempertimbangkan berbagai berbagai aspek dalam
manusia, dan penyalahgunaan iptek. Iman Kristen sejarah dan realitas politik, masyarakat, gereja dan
adalah kepedulian total kepada totalitas kehidupan. Kekristenan Indonesia dewasa ini, termasuk sumber
daya, dana dan jaringan pengorganisasiannya.
JPSS dan pengembangannya menjadi JPIC
membawa dampak penting bagi hubungan Setiap orang dapat mengemukan pendapat dan
antarumat berbeda agama, yakni menjadi titik temu argumentasinya. Substansi partisipasi politik Kristen
pergumulan bersama dalam fungsi agama-agama bagi kehidupan yang adil, damai dan sejahtera tidak
bagi kehidupan umat manusia. Kedua konsep ini berbeda dengan idealisme yang ditawarkan partai-
juga menandai perubahan mendasar dalam partai lainnya. Kecuali kalau partai politik Kristen
pendekatan partisipasi gereja, yakni dari orientasi kehilangan jati diri dan sekadar menjadi alat

Tinjauan Teologis
elitis (Yusuf-Daniel, mempengaruhi mereka yang perjuangan untuk kepentingan pribadi atau
berkuasa) ke perspektif kepedulian, yakni partisipasi golongan. Sementara itu, kenyataan perpecahan
dan solidaritas dalam perjuangan-perjuangan konkrit serta 1001 kelemahan yang melanda gereja dan
rakyat (Musa-Elia). Kata kunci partisipasi menyiratkan umat Kristen Indonesia mengarahkan pada
tindakan-tindakan nyata di tengah-tengah, bersama kesimpulan bahwa partai politik Kristen tidak punya
dan bagi rakyat banyak. Karena itu pendekatan masa depan. Sebgab itu untuk konteks nasional kita
partisipasi sosial gereja diungkapkan dalam istilah- dewasa ini berlaku semboyan, “Partisipasi politik
istilah pendampingan (advocacy), pemberdayaan Kristen, Yes! Partai politik Kristen, No!”
(empowerment) dan solidaritas (solidarity). Dr. Zakaria J. Ngelow, pendeta Gereja Kristen di
Partai Politik Kristen? Sulawesi Selatan, adalah ketua STT Intim
Makassar dan dosen di bidang sejarah
Partisipasi politik orang Kristen di gereja dan teologi agama-agama.
Indonesia yang berlangsung Menulis disertasi mengenai Kekristenan
sejak zaman pergerakan dan nasionalisme Indonesia pada
nasional dijalankan baik zaman pergerakan nasional (Zakaria
melalui partai politik Kristen J. Ngelow, Kekristenan dan Nasiona-
maupun partai politik sekuler lisme. Perjumpaan Umat Kristen
serta aktivitas politik di luar Protestan dengan Pergerakan
partai politik. Sekalipun Nasional Indonesia, 1900-1950,
kenyataan ini sudah belangsung BPK Gunung Mulia: Jakarta
lama pertanyaan-pertanyaan 1994). Artikel di atas merupakan
mendasar masih perlu diajukan revisi pengantar diskusi pada
dalam konteks aktual Indonesia Konsultasi Gereja dan Politik
pasca-Reformasi. Relevankan PGI, Akademi Leimena, dan
menjalankan partisipasi politik dengan PARKINDO, Pondok Remaja
membentuk partai(-partai) Kristen di PGI, Cipayung, Bogor, 18-
Indonesia dalam konteks sosial-politik 22 Agustus 2003
dewasa ini?

Argumentasi pro-kontra sudah dan masih


terus berlangsung. Jawabannya berkaitan Bacalah juga artikel Zakaria J. Ngelow,
dengan sedikitnya 2 hal: substansi dan Agama dan Demokrasi, ceramah di International
strategi perjuangan politik Kristen dan Conference on Democratic Challenges in Muslim
kelayakan sosialnya. Pertama, relevan kalau misi Countries 27 Maret 2002 di Makassar. Artikel tersebut
Kristen lebik baik (dan lebih berhasil) dijalankan di dapat diakses lewat Internet di homepage Jurnal
dalam suatu partai politik Kristen. Apa gerangan misi INTIM (www.geocities.com/jurnalintim) atau di
yang diusung partai(-partai) politik Kristen di perpustakkan STT Intim Makassar (NetInText).

51
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003

Anda mungkin juga menyukai