“Ketinggian Nama Toehan itoelah Partisipasi gereja yang transformatif, dapat menjadi
toedjoean jang terachir dari segala machloek ukuran dalam evaluasi teologis sejarah partisipasi
dan segala oesaha manoesia, djoega didalam Kristen di Indonesia. Artinya, kita tidak sekadar
lapangan politiek. Politiek Kristen tidak semata- bangga punya tokoh-tokoh beragama Kristen, atau
mata ditoedjoekan pada keoentoengan lembaga-lembaga Kristen dalam sejarah politik
doeniawi, bagi politiek Kristen jang mendjadi nasional kita. Perlu dipertanyakan substansi apa
oekoeran kebesarannja boekanlah hasil yang merupakan kontribusi para tokoh atau
doeniawi jang diperoleh, akan tetapi apakah lembaga-lembaga itu dalam kiprah perannya.
didalam segala oesahanja itoe partij Predikat Kristen tidak otomatis membuktikan adanya
mengandjoerkan, mempertahankan dan partisipasi Kristen.
menjalankan azas2 dari Firman Toehan.” (Ds.
Basoeki Probowinoto, 1945) Selanjutnya, substansi partisipasi transformatif
Tinjauan Teologis
Partisipasi politik Kristen di Indonesia berlangsung Kalangan intelektual muda Kristen dalam lingkaran
sejak gagasan Indonesia yang bersatu dan merdeka gerakan mahasiswa Kristen (CSV, Christen Studenten
diperjuangkan dalam pergerakan nasional. Vereeniging) memperoleh pengarahan dari sejumlah
tokoh Kristen Belanda yang progresif untuk memihak
Tinjauan Teologis
Hubungan dan sikap gereja terhadap VOC dan
pada pergerakan nasional memperjuangkan
pemerintah Kolonial Belanda sebelumnya belum
kemerdekaan Indonesia. Mereka antara lain Amir
mempunyai bobot partisipasi politik, walaupun
Sjarifuddin (1905-1948) dan J. Leimena (1905-1977).
mempunyai maknanya sendiri dalam formasi
Dalam kiprahnya, mereka terbagi atas yang
Kekristenan di Indonesia. Pada masa pergerakan
nasional partisipasi politik Kristen segera diwujudkan berpartisipasi di bidang politik melalui partai politik
ketika pemerintah kolonial memberi peluang bagi Kristen dan yang memilih partai politik sekuler.
adanya kekuatan-kekuatan politik masyarakat di Memang sejak masa pergerakan nasional ditempuh
Indonesia untuk turut menentukan kebijakan berbagai jalur partisipasi politik, di dalam dan di luar
pemerintah kolonial dengan pembentukan Volksraad partai Kristen. Politikus ulung seperti Amir Sjarifuddin
(Dewan Rakyat) pada tahun 1917. Sebelum itu justru memilih berkiprah di dalam lingkaran sosialis-
komunis.
memang telah berkembang kekuatan-kekuatan
masyarakat dalam berbagai organisasi Piagam Jakarta
kemasyarakatan yang berusaha memajukan diri
dalam kerangka Politik Etis pemerintah kolonial. Peristiwa terpenting dalam partisipasi politik Kristen
Kalangan Kristen mula-mula menghimpun berkaitan dengan proses penyusunan UUD menuju
kekuatannya dalam organisasi-organisasi kesukuan Indonesia merdeka pada tahun 1945. Dalam panitia
yang terbuka kepada kebersamaan dengan warga kecil PPKI untuk draft Pembukaan UUD berhadap-
non-Kristen, sebagaimana a.l. dalam ormas-ormas hadapan kaum nasionalis sekuler dengan nasionalis
Minahasa, Maluku dan Batak. Penekanannya pun Islam, yang masing-masing memperjuangkan suatu
belum politik secara langsung, melainkan dasar negara, demokrasi sekuler atau Islam.
emansipasi sosial dan ekonomi. Kesepakatan dicapai pada 22 Juni 1945 dalam
bentuk kompromi yang kemudian dikenal sebagai
Partai politik Kristen pertama di Indonesia CEP Piagam Jakarta. Menjelang UUD disahkan fihak
(Christelijk Etische Partij kemudian menjadi CSP, pemuka Kristen (Protestan dan Katolik) dari Indonesia
Christelijk Staatkundige Partij) dibentuk kalangan bagian Timur menyampaikan keberatan dengan
Kristen Belanda dan kemudian melibatkan beberapa ancaman separatis: menolak bergabung dengan
tokoh-tokoh Kristen Indonesia (a.l. R.M. NKRI jika tetap dipertahankan sistim hukum dualistik
Notosoetarso, T.S.G. Mulia, Rehatta). Pandangan dalam konsep Pembukaan UUD itu. Atas dukungan
politik CEP terhadap hubungan kolonial adalah fihak nasionalis dan persetujuan pemuka-pemuka
mendukung gagasan perwalian, yakni bahwa Islam, mereka mengubah rumusan sila Ketuhanan
hubungan kolonial adalah kehendak Tuhan dalam dengan tujuh kata (kewajiban menjalankan syariah
sejarah yang memberi kewajiban kepada Negeri Islam bagi pemeluk-pemeluknya) menjadi 3 kata
Belanda untuk membimbing rakyat pribumi menuju (Yang Maha Esa) dalam sila pertama Pancasila.
kemandi-rian tanah jajahan yang tetap terikat Peristiwa itu menjadi tonggak penting dalam sejarah
dengan Negeri Belanda. partisipasi politik Kristen. Selain merupakan
penekanan pokok dalam gagasan-gagasan politik
Wawasannya pro-kolonial itu tidak memuaskan
Kristen mengenai pluralitas dan kebebasan
45
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
beragama, perumusan ulang Pembukaan itu menjadi acuan
komitmen politik Kristen: menentang Islamisasi ideologi dan
sistem politik nasional. Alasan dasarnya adalah anti
diskriminasi dan demi penegakan negara kesatuan yang
demokratis.
kemerdekaan Indonesia.
Ideologi Kuyperian?
Tinjauan Teologis
ketuhanan Kristus atas seluruh dunia diterjemahkan ke dalam
berbagai bidang peran seperti jurnalisme, pendidikan tinggi,
dan sebagainya yang dikembangkan dalam masing-masing
golongan. Gagasan tanggungjawab ini kemudian muncul
dalam DGD sebagai responsible society, yang kemudian
dikenal di Indonesia sebagai “kewarganegaraan yang
bertanggungjawab”.
Tinjauan Teologis
minority, bukan menjalankan kepeloporan dalam
Orde Baru adalah rangkaian tantangan berat susul- membaca dan menjawab tanda-tanda zaman,
menyusul yang turut membentuk karakter partisipasi melainkan masuk dalam lingkaran kekuasaan yang
politik umat Kristen Indonesia. Sementara secara hakekatnya anti pembaharuan. Dengan kata lain,
internal gereja-gereja yang rata-rata baru mulai substansi partisipasi politik Kristen dikerdilkan
berdiri sendiri bergumul dengan masalah-masalah menjadi perjuangan bagi kepentingan kelompok atau
pengembangan jemaat, kader, sumber dana dan golongan, yang dalam konteks Indonesia merupakan
organisasi, sambil berusaha mewujudkan cita-cita perwujudan dari sindrom minoritas.
keesaan gereja-gereja di Indonesia. Itulah
ketegangan antara kemandirian dan keesaan Dalam orientasi itu, kehadiran wakil-wakil Kristen di
gereja-gereja di Indonesia. Parlemen dan Kabinet adalah prestasi yang sering
dibanggakan. Perlu diperhatikan bahwa karena latar
Ketegangan itu dijalani sambil mencari gagasan- pendidikannya pada zaman kolonial, banyak orang
gagasan partisipasi yang relevan. Selain gagasan- Kristen menduduki jabatan-jabatan penting dalam
gagasan teologi politik Kuyperian yang dikemukakan birokrasi pemerintahan sampai awal tahun 1970-an.
di atas, wacana politik Kristen di Indonesia sejak Juga kemudian pada tahun 1971 ketika Orde Baru
tahun 1950-an mendapat masukan dari gerakan menyederhakan kekuatan politik dengan mem-fusi
ekumene sedunia, yang antara lain memperlihatkan Parkindo ke dalam PDI orang-orang Kristen masih
pengaruh Reinhold Niebuhr (1892-1971). Wacana hadir di Parlemen dan Kabinet. Bahkan dalam Orde
responsible society DGD yang disinggung di atas Baru peran birokrat Kristen (Katolik dan Protestan)
diletakkan dalam perspektif Christian realism cukup penting, dengan adanya sejumlah tokoh
Niebuhr. Pada satu fihak Niebuhr menolak optimisme kabinet dan pimpinan militer dan partai politik.
Social Gospel mengenai kebaikan manusia dan Dengan kata lain, “hilangnya” Parkindo dari pentas
kemampuannya melaksanakan perintah Allah dalam politik tidak meniadakan kehadiran tokoh-tokoh
semua bidang kehidupan, dan pada fihak lain Kristen di bidang pemerintahan, militer dan politik.
mengandalkan kehadiran Allah yang memberi Para politikus Kristen (a.l. eks Parkindo) tetap
kemungkinkan luas bagi manusia (inderterminate berkiprah dalam percaturan politik Orde Baru.
possibilities) mewujudkan hal-hal besar bagi-Nya. Evaluasi negatif terhadap pemerintahan Suharto
Kombinasi wacana masyarakat tanggung jawab dan menimbulkan pertanyaan kritis, apakah partisipasi
realisme Kristen dibumbui suatu idealisme creative para tokoh-tokoh Kristen pada masa Orde Baru
minority, mengikuti pandangan Arnold Toynbee benar dapat dibanggakan?
(1889-1975). Sejarawan Inggeris ternama itu
menyatakan bahwa kemajuan dan kemunduran Musa-Elia?
peradaban terjadi ketika tampil kaum minoritas
kreatif yang mampu membaca tanda-tanda zaman, Berbeda dengan orientasi ke lingkaran elit
memahami tantangan dan peluang zamannya serta kekuasaan, partisipasi Kristen seharusnya
secara strategis memobilisasi masyarakatnya diperkembangkan ke arah tepian sosial: solidaritas
melakukan pembaharuan atau perubahan, dan dengan kaum marjinal, yang dalam ungkapan
karena itu mereka menjadi elit masyarakatnya. figuratif dapat disebut “model peran Musa-Elia” (yang
49
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
bertentangan atau saling melengkapi dengan model Partisipasi Kristen masa Orde Baru yang digagas
Yusuf-Daniel?). Perkembangan dalam gagasan- dalam KGM tahun 1972 dengan “falsafah” sikap
gagasan teologi gerakan ekumene mengenai peran positif-kreatif-kritis-realistis diperkembangkan
gereja dalam masyarakat menunjukkan hal itu, yang substansinya mengikuti gagasan-gagasan teologi
berkembang dalam wacana dan praksis gereja- yang berkembang dalam kalangan ekumenis (DGD),
gereja, khususnya selama Orde Baru. yang sejak akhir tahun 1960-an didominasi wacana
teologi-teologi dari gereja-gereja muda (dunia ke-3),
Konperensi Gereja dan Masyarakat (KGM) secara termasuk Teologi Pembebasan dari kalangan Roma
berkala dengan ketokohan almarhum Pak Sim (Dr. Katolik di Amerika Latin. Gagasan-gagasan peran
T.B. Simatupang) dan kemudian pembentukan gereja dalam masyarakat yang dimunculkan dalam
Akademi Leimena dapat dilihat sebagai usaha- gerakan ekumene mengalami perubahan penting
usaha kalangan Gereja Protestan untuk mengisi setelah gerakan misi (IMC) digabungkan ke dalam
kekosongan tiadanya partai politik Kristen tersendiri. DGD (SR New Delhi 1960). Prinsip-prinsip dan bentuk-
Pada KGM-DGI pertama tahun 1962 di Sukabumi bentuk peran yang relevan di dunia Barat moderen
disampaikan prinsip-prinsip teologis partisipasi ternyata tidak cocok dengan kebutuhan dunia ke-3
gereja. Dalam suatu kertas kerja berjudul “Geredja yang menghadapi permasalahan-permasalah
dan Masjarakat di Indonesia” yang disusun oleh negara dan masyarat yang sangat kompleks.
Komisi Geredja dan Masjarakat DGI, antara lain
Tinjauan Teologis
50
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
creation, JPIC). Komitmen ini lebih dari hanya Indonesia dewasa ini? Adakah perbedaan bermakna
perumusan etika Kristen menjawab masalah- kalau diperjuangkan melalui partai politik Kristen
masalah masyarakat; ia adalah pengakuan iman. Di dengan partai politik yang bukan Kristen?
sini pengakuan “Yesus Kristus kehidupan dunia” (Yo Bagaimana kalau partisipasi di luar partai politik?
14:6) diterjemahkan menjadi panggilan Kristen
menentang kuasa-kuasa dosa dan kematian dalam Hal yang kedua adalah analisis peluang partai politik
rasisme, seksisme, penindasan kasta, eksploitasi Kristen untuk berkembang sehat dengan
ekonomi, militerisme, pelanggaran hak-hak asasi mempertimbangkan berbagai berbagai aspek dalam
manusia, dan penyalahgunaan iptek. Iman Kristen sejarah dan realitas politik, masyarakat, gereja dan
adalah kepedulian total kepada totalitas kehidupan. Kekristenan Indonesia dewasa ini, termasuk sumber
daya, dana dan jaringan pengorganisasiannya.
JPSS dan pengembangannya menjadi JPIC
membawa dampak penting bagi hubungan Setiap orang dapat mengemukan pendapat dan
antarumat berbeda agama, yakni menjadi titik temu argumentasinya. Substansi partisipasi politik Kristen
pergumulan bersama dalam fungsi agama-agama bagi kehidupan yang adil, damai dan sejahtera tidak
bagi kehidupan umat manusia. Kedua konsep ini berbeda dengan idealisme yang ditawarkan partai-
juga menandai perubahan mendasar dalam partai lainnya. Kecuali kalau partai politik Kristen
pendekatan partisipasi gereja, yakni dari orientasi kehilangan jati diri dan sekadar menjadi alat
Tinjauan Teologis
elitis (Yusuf-Daniel, mempengaruhi mereka yang perjuangan untuk kepentingan pribadi atau
berkuasa) ke perspektif kepedulian, yakni partisipasi golongan. Sementara itu, kenyataan perpecahan
dan solidaritas dalam perjuangan-perjuangan konkrit serta 1001 kelemahan yang melanda gereja dan
rakyat (Musa-Elia). Kata kunci partisipasi menyiratkan umat Kristen Indonesia mengarahkan pada
tindakan-tindakan nyata di tengah-tengah, bersama kesimpulan bahwa partai politik Kristen tidak punya
dan bagi rakyat banyak. Karena itu pendekatan masa depan. Sebgab itu untuk konteks nasional kita
partisipasi sosial gereja diungkapkan dalam istilah- dewasa ini berlaku semboyan, “Partisipasi politik
istilah pendampingan (advocacy), pemberdayaan Kristen, Yes! Partai politik Kristen, No!”
(empowerment) dan solidaritas (solidarity). Dr. Zakaria J. Ngelow, pendeta Gereja Kristen di
Partai Politik Kristen? Sulawesi Selatan, adalah ketua STT Intim
Makassar dan dosen di bidang sejarah
Partisipasi politik orang Kristen di gereja dan teologi agama-agama.
Indonesia yang berlangsung Menulis disertasi mengenai Kekristenan
sejak zaman pergerakan dan nasionalisme Indonesia pada
nasional dijalankan baik zaman pergerakan nasional (Zakaria
melalui partai politik Kristen J. Ngelow, Kekristenan dan Nasiona-
maupun partai politik sekuler lisme. Perjumpaan Umat Kristen
serta aktivitas politik di luar Protestan dengan Pergerakan
partai politik. Sekalipun Nasional Indonesia, 1900-1950,
kenyataan ini sudah belangsung BPK Gunung Mulia: Jakarta
lama pertanyaan-pertanyaan 1994). Artikel di atas merupakan
mendasar masih perlu diajukan revisi pengantar diskusi pada
dalam konteks aktual Indonesia Konsultasi Gereja dan Politik
pasca-Reformasi. Relevankan PGI, Akademi Leimena, dan
menjalankan partisipasi politik dengan PARKINDO, Pondok Remaja
membentuk partai(-partai) Kristen di PGI, Cipayung, Bogor, 18-
Indonesia dalam konteks sosial-politik 22 Agustus 2003
dewasa ini?
51
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003