Anda di halaman 1dari 53

UNIVERSITAS PERTAMINA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


TEKNIK LOGISTIK

BAB 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


PT Pertamina EP merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang fokus pada bisnis
sektor hulu (eksplorasi dan eksploitasi) minyak dan gas bumi. Wilayah kerja PT Pertamina EP terbagi
dalam lima asset. Operasi lima asset terbagi ke dalam 22 Field, yaitu Rantau, Pangkalan Susu, Lirik,
Jambi, dan Ramba di Asset 1. Prabumulih, Pendopo, Limau, dan Adera di Asset 2. Subang,
Jatibarang, dan Tambun di Asset 3. Cepu, Sukowati, Poleng , Donggi – Matindok dan Papua di Asset
4. Serta Sangatta, Bunyu, Tanjung, Sangasanga, dan Tarakan di Asset 5.
Lokasi Kerja Praktik dilakukan di PT Pertamina EP Asset 3 pada fungsi Supply Chain
Management (SCM) yang berada di Klayan. Bagian SCM PT Pertamina EP Asset 3 memiliki peranan
penting untuk menunjang kegiatan operasional dan produksi PT Pertamina EP Asset 3. Fungsi utama
unit ini melakukan proses procurement, inventory, dan transportation. Saat ini penggunaan E-
Procurement di PT Pertamina EP Asset 3 tidak banyak digunakan. Kinerja fungsi procurement pada
unit SCM di PT Pertamina EP Asset 3 dipengaruhi oleh capaian target dari berbagai indikator.
Masalah terhadap perlunya pengembangan proses pengadaan dengan E-Procurement di PT
Pertamina EP Asset 3 Cirebon ini pmemerhatikan tentang prioritas penggunaan jenis E-Procurement
yang sesuai dengan kebutuhan Key Performance Indicator (KPI). Faktor lain yang mendukung
perlunya analisis peningkatan kinerja ini adalah banyaknya aktivitas pemboran minyak dan gas bumi
sehingga pada waktu tertentu terdapat beberapa kondisi di luar kontrol, sehingga pelaksanaan tidak
sesuai rencana yang mengakibatkan tidak tercapainya target. Keadaan saat target tidak tercapai akan
menurunkan service level perusahaan yang sangat mungkin menyebabkan kerugian. Maka dari itu,
analisis pengembangan proses pengadaan menggunakan E-Procurement perlu dilakukan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang menjadi indikator keberhasilan SCM berdasarkan kinerja E-Procurement di PT
Pertamina EP Asset 3 Cirebon?
2. Bagaimana pengaruh KPI dalam menentukan jenis E-Procurement yang diprioritaskan?
3. Apa jenis E-Procurement yang dapat diprioritaskan untuk digunakan di SCM PT Pertamina EP
Asset 3 Cirebon?

1.3. Tujuan
1. Memahami penilaian kinerja SCM berdasarkan kegiatan E-Procurement di PT Pertamina EP
Asset 3 Cirebon.
2. Mengetahui besarnya pengaruh setiap indikator keberhasilan terhadap E-Procurement yang
digunakan.
3. Memberi rekomendasi kepada PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon berupa prioritas penggunaan
jenis E-Procurement berdasarkan indikator keberhasilan kinerja.

1
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

1.4. Waktu dan Lokasi Pelaksanaan


Waktu : 10 Juni 2019 – 12 Juli 2019
Lokasi : Fungsi Supply Chain Management, PT. Pertamina EP Asset 3 Cirebon,
Jl. Patra Raya Klayan Cirebon, Jadimulya, Gunungjati, Cirebon,
Jawa Barat 45151.

1.5. Ruang Lingkup/Batasan Masalah


1. Fokus amatan berada pada unit Supply Chain Management bagian Procurement PT Pertamina
EP Asset 3 Cirebon.
2. Indikator kinerja yang diamati merupakan indikator operasional proses procurement SCM PT
Pertamina Asset 3 Cirebon periode 2019.
3. Kegiatan pengambilan data selama kerja praktik dilakukan selama jam kerja perusahaan.
4. Pengamatan hanya pada proses pengadaan barang dan jasa.
5. Hasil penelitian kerja praktik berupa usulan prioritas penggunaan jenis E-Procurement tanpa
penerapan yang sebenarnya.

1.6. Metodologi
1. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian secara garis besar dapat digambarkan ke dalam flowchart penelitian. Berikut
merupakan alur proses penelitian yang dilakukan pada fungsi SCM di PT Pertamina EP Asset 3
Cirebon.

Gambar 1 Flowchart Penelitian

2
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

2. Metode Pengumpulan Data


Beberapa metode pengumpulan data meliputi:
a. Studi Literatur
Literatur yang digunakan merupakan dasar mencari data penelitian. Tahap ini dasar
kerangka teoritis untuk memecahkan masalah. Studi literatur dilakukan dengan beberapa
cara:
1. Mempelajari dokumen penelitian terdahulu.
2. Mempelajari berbagai teori relevan.
3. Mempelajari informasi terbaru dari internet mengenai topik penelitian.
b. Pengamatan Langsung
Teknik pengamatan langsung dilakukan dengan melakukan pengamatan di kantor SCM dan
kunjungan ke gudang PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon. Hal yang diamati antara lain:
1. Proses penyedia barang dan jasa di PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon.
2. Pergudangan dan transportasi PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon.
3. Sistem manajemen serta organisasi perusahaan.
c. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dari narasumber terpercaya.
Wawancara dilakukan langsung di kantor dan gudang PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon
untuk memperoleh data terkait perusahaan, antara lain:
1. Proses pengadaan barang dan jasa di PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon.
2. Key Performance Indicator (KPI) fungsi SCM PT Pertamina EP Asset 3
Cirebon.
d. Kuesioner
Pengumpulan data menggunakan kuesioner dilakukan dengan purposive sampling. Kriteria
pemilihan sampel dilakukan berdasarkan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, dipilih 3
orang responden yang ahli pada fungsi SCM di PT Pertamina EP Asset 3 dengan masa kerja
lebih dari 5 tahun.
e. Dokumentasi
Dokumentasi diperlukan untuk melengkapi data dan bukti penelitian yang akurat dengan
memuat beberapa informasi khusus.

3
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

4
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

BAB 2 Gambaran Umum Perusahaan

2.1. Sejarah PT Pertamina (Persero)


PT Pertamina (Persero) telah menempuh enam dekade pada industri energi di Indonesia.
Berdiri pada tahun 1950-an ketika pemerintah Indonesia menunjuk Angkatan Darat mendirikan PT
Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara untuk mengelola ladang minyak di wilayah Sumatera.
PT Perusahaan Minyak Nasional (PERMINA) didirikan pada 10 Desember 1957 untuk mengelola
minyak, yang kini diperingati sebagai hari lahirnya PT PERTAMINA. Status PT PERMINA berubah
menjadi Perusahaan Negara (PN) PERMINA pada 1960. Pada 20 Agustus 1968, PN PERTAMIN
bergabung dengan PN PERMINA kemudian menjadi PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Negara (PERTAMINA). Pemerintah mulai menerbitkan UU No.8 tahun 1971 dan menempatkan
PERTAMINA sebagai perusahaan minyak dan gas milik negara sehingga seluruh usaha perusahaan
minyak di Indonesia wajib bekerja sama dengan PERTAMINA.

2.2. Sejarah Pertamina EP (Eksplorasi dan Produksi)


PT Pertamina EP resmi berdiri sebagai anak perusahaan PT Pertamina (Persero) sejak 13
September 2005. Pada 17 September 2005, PT Pertamina EP menandatangani Kontrak Minyak dan
Gas Bumi Pertamina dengan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP
Migas), yang kini disebut SKK Migas. Kontrak ini berlaku selama 30 tahun sejak tanggal
penandatanganan. PT Pertamina EP memberi kontribusi yang berasal dari pendapatan (komersialitas)
produk minyak dan gas berupa produksi siap jual (lifting).
PT Pertamina (Persero) juga menandatangani Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan BP Migas
(SKK Migas sehingga berlaku UU Minyak dan Gas Bumi No.22 Tahun 2001 mengenai Wilayah
Kuasa Pertambangan (WKP) Migas. Dengan ini ditetapkan bahwa wilayah kerja Pertamina EP
merupakan WKP yang dahulu dikelola PT Pertamina (Persero) melalui Technical Assistance
Contract (TAC) maupun Joint Operating Body Enhanced Oil Recovery (JOB EOR).
Hingga tahun 2019, PT Pertamina EP memiliki wilayah kerja sebesar 113.629 kilometer
persegi di 155 kabupaten. Wilayah operasi terbagi atas lima Asset yang meliputi 22 field, 6 proyek
pengembangan, 7 area unitisasi, dan 44 kontrak kemitraan. Selain pengelolaan wilayah kerja,
pengelolaan usaha dilakukan melalui berbagai proyek, antara lain:
1. EOR Ramba Development Project
2. EOR Jirak Development Project
3. Jatiasri Komplek Development Project
4. Bambu Besar & Akasia Development Project
5. Tapen Development Project

2.3. Visi, Misi, dan Tata Nilai Perusahaan


 Visi Perusahaan
Menjadi perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi kelas dunia
 Misi Perusahaan
Melaksanakan pengusahaan sektor hulu minyak dan gas dengan penekanan pada aspek
komersial dan operasi yang baik, serta tumbuh dan berkembang bersama lingkungan hidup.

5
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

 Tata Nilai Perusahaan


1. Clean
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap,
menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas tata kelola korporasi
yang baik.
2. Competitive
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan
investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.
3. Confident
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), dan membangun kebanggaan bangsa.
4. Customer Focus
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada pelanggan.
5. Commercial
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan
prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
6. Capable
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan penguasaan
teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.

2.4. Kegiatan Usaha dan Produk Hasil PT Pertamina EP


1. Kegiatan Usaha
Sesuai Anggaran Dasar Akta No.31 Tanggal 18 April 2016 serta surat Persetujuan Perubahan
Anggaran Dasar Perseroan Terbatas dari Menteri Hukum dan HAM RI No.AHU-
0009150.AH.01.02 TAHUN 2016 Tanggal 15 Mei 2016, kegiatan usaha PT Pertamina EP yaitu:
a. Eksplorasi minyak dan gas bumi, meliputi kegiatan studi geologi dan geofisika,
pematangan prospek, kegiatan survei, serta pemboran eksplorasi.
b. Eksploitasi minyak dan gas bumi, meliputi kegiatan operasi produksi baik melalui operasi
sendiri maupun pola kemitraan.
c. Komersialitas minyak dan gas bumi, baik dari hasil operasi sendiri maupun mitra Technical
Assistance Contract (TAC) dan Kerjasama Operasi (KSO).
2. Produk Hasil
a. Minyak bumi yang disalurkan untuk diolah ke kilang PT Pertamina (Persero).
b. Gas bumi yang disalurkan kepada pelanggan (BUMN, BUMD, dan Perusahaan Swasta
Nasional).

2.5. Fungsi Supply Chain Management PT Pertamina EP


Peran utama fungsi SCM yaitu mengelola rantai pasok barang maupun jasa serta pengadaan
aset yang mendukung kegiatan produksi siap jual (lifting) minyak dan gas. Pengelolaan manajemen
rantai pasok PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon dilaksanakan oleh fungsi Supply Chain Management
(SCM) yang berlokasi di komplek Pertamina Klayan.

6
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Gambar 2 Kantor Fungsi SCM PT Pertamina EP Asset 3

Pengelolaan manajemen rantai pasok PT Pertamina EP Asset 3 meliputi jasa kelogistikan


utama yaitu proses pengadaan, pergudangan, dan transportasi angkutan darat. Fungsi SCM juga
melakukan pemenuhan demand berupa barang stok, jasa, dan kebutuhan direct. Dalam memenuhi
demand, dilakukan pemantauan jaminan kualitas barang dan jasa dengan penerapan sistem
pengawasan, sertifikasi mutu, serta ketentuan keselamatan. Pihak pemasok atau vendor harus
memenuhi standar mutu yang ditentukan PT Pertamina EP sesuai Pedoman Tata Kerja (PTK) 007
SKK Migas.Proses

Proses logistik dilakukan menggunakan software MySAP yang terintegrasi dengan berbagai
unit terkait PT Pertamina EP Asset 3. Software ini mengumpulkan data seluruh kegiatan melalui
Graphical User Interface (GUI) sehingga user dapat memasukkan data maupun membaca informasi
dari database. Secara umum, proses bisnis fungsi SCM PT Pertamina EP memiliki alur yang
digambarkan dalam flowchart berikut.

7
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Gambar 3 Flowchart Proses Bisnis SCM PT Pertamina EP Asset 3

Fungsi SCM PT Pertamina EP Asset 3 memiliki beberapa unit terkait yang terintegrasi
seperti unit pengadaan pada gedung SCM, unit persediaan pada gudang, dan unit finansial pada
gedung kantor utama. Ketiga fungsi ini berada pada lokasi yang berbeda-beda namun tetap dapat
membaca informasi yang sama. Informasi yang ditampilkan mulai dari data pemesanan barang
hingga barang diterima di gudang.

8
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

2.6. Struktur Organisasi Fungsi SCM PT Pertamina EP Asset 3


Berikut merupakan struktur organisasi fungsi SCM PT Pertamina EP Asset 3

Gambar 4 Struktur Organisasi Fungsi SCM PT Pertamina EP Asset 3

2.7. Deskripsi Umum Kegiatan Kerja Praktik


Kegiatan kerja praktik dilakukan dalam periode satu bulan sesuai waktu operasional
perusahaan, yaitu hari Senin hingga Jumat pukul 07:00 sampai 16:00 WIB. Kegiatan dilakukan pada
fungsi SCM PT Pertamina EP Asset 3 dengan mengamati kinerja procurement berdasarkan Key
Performance Indicator (KPI). Kerja praktik juga dilakukan dengan mengunjungi gudang yang
menyimpan alat kebutuhan produksi wilayah kerja asset 3, tepatnya gudang untuk field Jatibarang
yang berlokasi di Mundu, Jawa Barat.

9
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

10
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

BAB 3 Landasan Teori

3.1. Supply Chain Management (SCM)


Supply Chain Management (SCM) atau Manajemen Rantai Pasok memiliki beberapa definisi
menurut para ahli. Levi (2000) mendefinisikan Supply Chain Management sebagai pendekatan yang
digunakan untuk mencapai pengintegrasian yang efisien dari supplier, manufacturer, distributor,
retailer, dan customer. Pires (2001) mengartikan Supply Chain Management sebagai jaringan yang
membentuk fungsi pembelian dari material, transformasi barang mentah, dan proses distribusi dari
produk ke konsumen. Dengan ini diketahui bahwa manajemen rantai pasok merupakan pengelolaan
mulai dari proses pengembangan produk, pengadaan barang/jasa, produksi, inventory, dan
transportasi.

3.2. Pengadaan Barang/Jasa (Procurement)


Proses pengadaan merupakan bagian dari manajemen rantai pasok. Menurut Weele (2010),
pengadaan adalah perolehan barang atau jasa yang menguntungkan, barang atau jasa yang tepat
dibeli dengan biaya terbaik untuk memenuhi kebutuhan pembeli dalam hal kualitas dan kuantitas,
waktu, dan lokasi. Christopher & Schooner (2007) menyatakan bahwa pengadaan atau procurement
adalah kegiatan untuk mendapatkan barang atau jasa secara transparan, efektif dan efisien sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. Terdapat 7 (tujuh) prinsip dalam proses pengadaan
menurut Budiharjo Hardjowijono dan Hayie Muhammad (2008), yaitu:
1. Efisiensi, menggunakan sumber daya dalam jumlah, kualitas, dan waktu yang optimal.
2. Efektif, menggunakan sumber daya yang mempunyai nilai manfaat setinggi-tingginya.
3. Persaingan sehat, tidak terjadi kecurangan dan praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
4. Terbuka, memberikan kesempatan yang sama pada semua penyedia barang dan jasa.
5. Transparansi, informasi yang lengkap tentang aturan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
6. Tidak diskriminatif, perlakuan yang sama kepada semua calon penyedia barang dan jasa.
7. Akuntabilitas, pertanggungjawaban sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3.3. Pengadaan Elektronik (E-Procurement)


Proses pengadaan barang dan jasa sudah memasuki era digital, yaitu mulai diterapkannya
pengadaan barang/jasa berbasis elektronik atau yang kini dikenal dengan E-Procurement. Menurut
Kantor Manajemen Informasi Pemerintah Australia (Australian Government Information
Management, AGIMO) E-Procurement merupakan pembelian antar bisnis (business-to-business)
dan penjualan barang/jasa melalui internet. Menurut Sutedi (2012) E-Pprocurement adalah sistem
lelang dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dengan memanfaatkan teknologi, informasi dan
komunikasi berbasis internet, agar berlangsung secara efektif, efisien, terbuka, dan akuntabel.
Definisi lebih sederhana disampaikan oleh Andrianto (2007) yang mengatakan bahwa E-
Procurement adalah proses pengadaan barang/jasa yang dilakukan melalui lelang secara elektronik.
Tujuan E-Procurement dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada Pasal 107, yaitu:
1. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
2. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat.

11
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

3. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan.


4. Mendukung proses monitoring dan audit.
5. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

Menurut Sudrajat (2016), terdapat 5 (lima) jenis E-Procurement yaitu:


1. E-Sourcing
Penyedia barang/jasa memberi informasi tentang nama, tempat, harga, serta spesifikasi
barang/jasa pada situs e-procurement.
2. E-Tendering
Pelelangan umum berbasis internet dengan satu kali penawaran harga pada hari, tanggal,
waktu yang telah ditentukan untuk mendapat barang/jasa terbaik dari vendor yang ada.
Proses ini dilengkapi dengan Request for Information (RFI) atau Request for Price (RFP).
3. E-Informing
Publikasi informasi pembelian sesuai kemampuan (keuangan, layanan, pengiriman) antara
perusahaan dan penyedia barang/jasa menggunakan internet.
4. E-Reverse Auctions
Pengadaan barang/jasa dengan lelang berbasis internet, baik dari vendor yang telah atau
belum dikenal. Memungkinkan tender cepat dan mendapat harga termurah.
5. E-MRO (Maintenance, Repairing, and Operating).
Proses pengadaan dengan sistem E-procurement berkaitan jasa pemeliharaan, perbaikan, dan
operasional.

3.4. Layanan Program Pemboran


Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi secara garis besar terdiri dari kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi. Pemboran merupakan bagian penting dalam perusahaan migas yang dapat
berlangsung selama 30 hingga 50 hari. Berdasarkan Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak dan
Panas Bumi Indonesia, berikut merupakan bidang usaha yang terakreditasi oleh Kadin Indonesia.

Tabel 1 Bidang Usaha Jasa Pemboran di Indonesia


No Bidang Usaha Lingkup Kerja

1 Pemboran / Drilling Pemboran sumur minyak, gas, dan panas bumi sesuai
rencana pemboran yang dilakukan di darat maupun
perairan.

2 Pekerjaan Ulang Sumur/Workover Kerja ulang atau perawatan sumur yang telah ada (existing
dan Perawatan Sumur/Well Services wells).

3 Pemboran Berarah / Directional Menyediakan jasa dan alat pemboran sesuai target
Drilling reservoir yang ditetapkan

4 Pemboran Inti / Coring Pengerjaan pengambilan inti/core/contoh batuan formasi

5 Mud Logging Service Pengumpulan, analisa, serta menginformasikan data


pemboran.

12
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

6 Mud Engineering Service Penyediaan jasa lumpur pemboran, rekayasa lumpur, serta
penyediaan material dan peralatan.

7 Electrical Logging & Perforating Pengambilan data pada sumur terbuka (open hole), sumur
terselubung (cased hole), serta tes produksi sumur untuk
keperluan Block Squeeze sebagai bagian dari isolasi antar
lapisan formasi.

8 Penyemenan Sumur / Cementing Pelaksanaan penyemenan casing sumur pemboran.

9 Pelayanan Casing dan Pemasangan dan penempatan casing atau tubing/pipa


Tubing/Tubular Services, Casing produksi.
and Tubing Handling

10 Pengujian Atas dan Lapisan Bawah Pelaksanaan testing produksi setiap lapisan yang
Tanah / Drill Stem Test mengandung Hidrokarbon di sumur.

11 Well Completion and Slickline Penyelesaian tahap akhir serta jasa pemasangan peralatan
Service komplesi.

12 Pemboran survei seismik, akuisisi data, proses dan


Seismic Survey and Data Processing interpretasi menentukan titik pemboran.

13 Well Stimulation, Hydraulic Perekahan formasi menggunakan tekanan tinggi dan reaksi
Fracturing and Coil Tubing kimia untuk meningkatkan produksi, terutama sumur yang
memiliki permeabilitas atau production index yang rendah.

14 Pekerjaan Pancing / Fishing Job Kegiatan "memancing" untuk mengambil material yang
tidak sengaja tertinggal atau terjatuh di sumur pemboran.

15 Perawatan Fasilitas Produksi / Perawatan fasilitas produksi di dalam sumur (mencabut,


Production and Maintenance mengganti, dan pemasangan kembali).
Facility

16 Pengelolaan Limbah Pemboran dan Pengelolaan limbah pemboran dan pekerjaan ulang di
Kerja Ulang/Drilling and Workover lingkungan sumur. Limbah meliputi lumpur pemboran ,
Waste Management serbuk/cutting, tumpahan minyak, minyak bekas.

17 H2S Service yang berhubungan Pendeteksian & penanganan gas beracun di lingkungan
dengan sumur pemboran sumur.

18 Under Balance Drilling dan atau Penyediaan alat dan jasa rekayasa pemboran dalam kondisi
Managed Pressure Drilling (MPD) under balanced atau equal pressure antara tekanan
hidrostatik lumpur dengan tekanan formasi.

19 Top Drive Service -

13
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

20 Measurement While Drilling -


(MWD) dan atau Logging While
Drilling (LWD)

21 Jasa lain yang berhubungan -


langsung dengan sumur pemboran

Pemboran sumur merupakan proses pencarian cadangan minyak atau gas dengan membuat
lubang bertahap hingga mencapai kedalaman tertentu sesuai kondisi bawah tanah. Menurut
Rubiandini (2012), pemboran sumur migas dikenal sebagai proyek yang berisiko tinggi (high risk)
dan membutuhkan biaya yang sangat besar (high cost). Seringkali suatu sumur gagal dikerjakan dan
tidak dilanjutkan karena bersifat high risk dan unpredictable, atau biaya operasional sudah tidak
ekonomis untuk dilanjutkan. Berdasarkan Indonesia Safety Center, terdapat beberapa jenis bor yang
biasa digunakan dalam proses pemboran.

Gambar 5 Jenis Drill Bit Pemboran

Selain jenis bor yang beragam, jenis rig yang diperlukan beragam pula. Berdasarkan
lokasinya, drill bit rig dibedakan menjadi rig darat (Land Rig) dan rig laut (Offshore Rig) (ISC, 2019).
1. Rig Darat (Land Rig)
Rig Darat dirancang portable sehingga memudahkan untuk mobilisasi menggunakan truk. Jika
wilayah yang sulit dijangkau memungkinkan untuk menggunakan helikopter.
2. Rig Laut (Offshore Rig)
Rig laut dioperasikan di daerah perairan, seperti laut, rawa, sungai, danau, delta, dan laut (Singh,
2016).

3.5. Ketersediaan Material dan Jasa


Ketersediaan material dan jasa merupakan indikator yang membantu analisis kualitas
produksi, rumusan kebijakan produksi, dan rekomendasi strategi yang dapat dilakukan. Hal ini
dipengaruhi banyaknya material barang dan jasa yang tersedia sehingga mampu memenuhi target.
Ketersediaan material menjadi faktor penyebab keterlambatan yang paling berpengaruh (Messah,

14
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Widodo, & Adoe, 2013). Ketersediaan material dan jasa juga dipengaruhi oleh pengelolaan inventory
dengan perhitungan fisik dibandingkan dengan data.
Diperlukan keseimbangan ketersediaan material dengan permintaan untuk memenuhi
kebutuhan (Sholeh & Wibowo, 2015). Ketersediaan material dalam jumlah dan waktu yang tepat
merupakan tugas penting dalam logistik untuk perencanaan dan penjadwalan produksi (Zaroni,
2017). Menurut Ringkasan Eksekutif 2011 KemenPUPR RI, ketidaktersediaan material dan jasa
dapat mengganggu kelancaran pekerja.

3.6. Procurement Processing Time


Pengertian pengadaan barang/jasa mencakup penjelasan dari dari seluruh proses sejak awal
perencanaan, persiapan, perizinan, penentuan pemenang lelang hingga tahap pelaksanaan dan proses
administrasi dalam pengadaan barang, pekerjaan atau jasa seperti jasa konsultasi teknis, jasa
konsultasi keuangan, jasa konsultasi hukum atau jasa lainnya Sutedi (2012). Proses pengadaan
barang/jasa membutuhkan waktu mulai perencanaan sampai penentuan pemenang. Dilanjutkan
hingga proses pemesanan hingga pesanan telah diterima, yang berarti membutuhkan lead time pada
prosesnya. Pengertian lead time adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan bahan-
bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut dan diterima di gudang
persediaan (Assauri, 2008).
Pengadaan barang/jasa yang efektif dan efisien dapat berpengaruh positif dalam perbaikan
pengelolaan keuangan. Melalui implementasi E-Procurement dapat meningkatkan efisiensi,
efektivitas, dan transparansi keuangan (Arsana, 2012). Hal ini diteliti oleh Rendrayana (2011) dalam
“Evaluasi Sistem E-Procurement di Indonesia” yang menyatakan kemudahan mengakses situs sistem
E-Procurement merupakan salah satu keunggulan yang didapatkan yang memberi manfaat pada
efisiensi waktu.

3.7. Cost Saving


Cost atau biaya adalah suatu pengorbanan yang dapat mengurangi kas atau harta lainnya
untuk mencapai tujuan, baik yang dapat dibebankan pada saat ini maupun pada saat yang akan datang
(Mursyidi, 2010). Firdaus dan Wasilah (2012) menyatakan bahwa biaya adalah pengeluaran-
pengeluaran atau nilai pengorbanan untuk memperoleh barang atau jasa yang berguna untuk masa
yang akan datang, atau mempunyai manfaat melebihi satu periode akuntansi. Perusahaan dapat
mengurangi biaya tanpa menurunkan kualitas produk yang dihasilkan sehingga otomatis perusahaan
dapat meningkatkan keuntungan dengan target costing (Damayanti, 2007). Keberhasilan target
costing dilakukan dengan menekan pemborosan pada saat pengadaan barang (Muljana, 2017).
Penghematan biaya pengadaan perusahaan merupakan salah satu indikator kinerja manajemen
perusahaan dalam mengelola supply chain, hal ini karena terdapat pengaruh yang signifikan antara
kinerja lingkungan dengan kinerja ekonomi (Almilia & Wijayanto, 2007).
Strategi cost saving dapat diraih dengan proses procurement yang efektif dan efisien.
Terdapat 3 elemen yang harus dilakukan untuk mendukung tercapainya proses procurement yang
efektif dan efisien (Argiyantari, 2015).
1. Responsiveness yaitu respon yang cepat dalam memenuhi permintaan.
2. Leaness yaitu mengeliminasi pemborosan dalam proses procurement.
3. Agility yaitu kegesitan dan kelincahan dalam mencapai struktur biaya yang optimum.

15
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

3.8. Capaian TKDN

TKDN didefinisikan sebagai suatu batasan atau nilai yang mereprentasikan berapa tingkat
kandungan lokal dalam negeri dalam suatu produk barang/jasa (Permen Perindustrian, 2011). Manfaat
dari meningkatkan TKDN menurut Abdullah (2011), yaitu:
1. Meningkatnya penggunaan produksi dalam negeri.
2. Meningkatkan penyerapan tenaga.
3. Penghematan devisa yang mengurangi biaya penyediaan komponen luar negeri.
TKDN barang dihitung berdasarkan perbandingan antara harga barang jadi dikurangi harga
komponen luar negeri terhadap harga barang jadi. Harga barang jadi merupakan biaya produksi yang
dikeluarkan untuk memproduksi barang (Kementerian Perindustrian, 2011).
Capaian TKDN pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berpacu pada Peraturan
Menteri ESDM no. 15 tahun 2013. Berdasarkan data Kementerian ESDM, TKDN kegiatan usaha
migas tahun 2016 mencapai 49,90%, tahun 2017 menjadi 57,83%, tahun 2018 tercatat 63% dan
diharapkan pada tahun 2019 mencapai 70%. TKDN dihitung terhadap setiap jenis material. Produsen
dalam negeri dan penyedia barang/jasa wajib memaksimalkan rancang bangun dalam negeri sesuai
ketentuan pengadaan barang dan/atau jasa. Aturan penggunaan produk dalam negeri bertujuan
menumbuhkembangkan produk dalam negeri, sehingga mampu mendukung kegiatan usaha migas.
Selain itu, diharapkan mampu memberi nilai tambah bagi perekonomian, menyerap tenaga kerja
serta berdaya saing secara nasional maupun internasional. Kebijakan ini juga diharapkan dapat
mendukung inovasi produk dalam negeri dengan tetap mempertimbangkan prinsip efektivitas dan
efisiensi (Kementerian ESDM, 2019).

3.9. TOR Material Persediaan


TOR (Turnover Ratio) Material Persediaan atau rasio perputaran persediaan merupakan
rasio yang mengukur tingkat efisiensi pengendalian suatu persediaan. TOR merupakan rasio antara
jumlah nilai pemakaian material satu tahun terakhir dengan jumlah nilai persediaan akhir (Pertamina
EP, 2019). Menurut Agus Sartono (2012), perusahaan yang memiliki perputaran persediaan yang
makin tinggi berarti semakin efisien, tetapi perputaran yang terlalu tinggi juga tidak baik, untuk itu
diperlukan keseimbangan. Menurut Harahap (2011), perputaran persediaan menunjukkan seberapa
cepat perputaran persediaan dalam siklus produksi normal. Semakin cepat perputarannya semakin
baik karena dianggap kegiatan penjual berjalan cepat.

3.10. Optimalisasi Dead Stock


Persediaan diartikan sebagai sumber daya menganggur (iddle resource) yang belum
digunakan karena menunggu proses lebih lanjut. Untuk menjamin ketersediaannya, dalam hal ini
adalah suku cadang, diperlukan persediaan yang siap digunakan ketika dibutuhkan untuk
menghindari kerusakan karena kekurangan persediaan (stockout) atau terlalu lama tersimpan
digudang (dead stock). Hal ini menyebabkan risiko kerugian jika tidak dikelola dengan baik
(Suparyo, 2017).
Persediaan yang tidak dapat terpakai akan menjadi dead stock di gudang. Usaha dari
pergudangan logistik untuk mengurangi nilai persediaan tidak terpakai dengan melakukan analisis
kembali sistem manajemen persediaan, khususnya bagian perencanaan pergudangan yang harus
memiliki analisis dan metode perencanaan yang baik. Salah satu asset yang sangat penting dimiliki
oleh perusahaan adalah berupa persediaan, fungsi persediaan adalah untuk menunjang perusahaan
dalam melayani beberapa kepentingan dalam perusahaan agar operasional perusahaan tetap dapat

16
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

beroperasi sesuai dengan rencana. Persediaan bisa muncul karena memang direncanakan atau
merupakan akibat dari ketidaktahuan terhadap suatu informasi. Jadi suatu perusahaan yang memiliki
persediaan karena akibat dari permintaan yang terlalu sedikit/banyak dibandingkan dengan perkiraan
awal. (Dudy, 2014).

3.11. ICS/ECS (Internal Customer Survey / External Customer Survey)


Survei adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur yang
sama pada setiap orang, kemudian semua jawaban dicatat, diolah, dan dianalisis (SCSI, 2016).
Metode survei biasanya digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah,
namun peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data (kuesioner, test, wawancara, dan
sebagainya), perlakuan yang diberikan tidak sama pada eksperimen (Sugiyono, 2014). Langkah
penting dalam melakukan survei yaitu mengembangkan atau membuat angket, memilih sampel,
dan mengumpulkan data (Babbie, 1982).
ICS merupakan pengukuran pihak internal terhadap kinerja yang telah dilakukan. Penilaian
dapat dilakukan terhadap suatu fungsi tertentu (misal HR, IT, Marketing, Customer Service). ECS
merupakan pengukuran dari pihak luar (misal : supplier) terhadap kinerja yang telah dilakukan
perusahaan dalam menjalankan proses bisnis. Proses survei dapat dianalisis melalui jawaban dari
pertanyaan diklasifikasikan secara sistematis, sehingga dapat dibuat perbandingan kuantitatif (Musa,
1998).

17
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

18
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

BAB 4 Studi Kasus

4.1. Proses Pengadaan Barang/Jasa di PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon


Proses pengadaan yang dilakukan oleh PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon yaitu kebutuhan
barang dan jasa baik hydro (minyak mentah) maupun non hydro (spare part) untuk kebutuhan
produksi minyak. Rata-rata biaya kegiatan pengadaan di PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon dapat
mencapai ± Rp.2.000.000.000.000,- per tahun. Proses procurement di PT Pertamina EP Asset 3
Cirebon memiliki dua sistem, yaitu sistem pengadaan tradisional dan sistem pengadaan berbasis
internet atau E-Procurement. Sistem yang umum digunakan yaitu E-Procurement untuk umum dan
sistem pengadaan tradisional untuk pengadaan dengan tunjuk langsung.

Gambar 6 Tampilan Pertamina E-Procurement

PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon memiliki tiga jenis permintaan, yaitu:


1. Barang stok, diketahui berdasarkan reservasi user yang dapat dilihat menggunakan aplikasi.
Keberadaan stok di gudang diatur oleh fungsi SCM kemudian digunakan untuk produksi dan
pemboran. Permintaan yang termasuk barang stok umumnya barang yang lebih besar.
2. Jasa, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan konstruksi yang diketahui berdasarkan
instruksi pejabat berwenang.
3. Direct charged, diketahui berdasarkan kebutuhan operasional yang akan masuk ke gudang untuk
proses pencatatan dan pengecekan sebelum digunakan. Kebutuhan ini juga diketahui berdasarkan
data yang terdapat di dalam aplikasi.

4.2. Proses E-Procurement PT Pertamina EP Asset 3


Proses E-Procurement yang dilakukan PT Pertamina EP Asset 3 harus sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh SKK Migas. Hal ini diatur dalam PTK (Pedoman Tata Kerja) 007
yang awalnya terdapat satu buku, kini ada dua buku yang berisi aturan-aturan tender dari pemerintah.
Isi utama buku ini adalah mendukung peningkatan cadangan dan produksi, meningkatkan efisiensi
dan kecepatan proses bisnis, serta mengembangkan investasi dalam negeri untuk meningkatkan

19
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

TKDN. Terdapat 3 (tiga) sumber utama data dalam menentukan waktu penggunaan produk dalam
negeri, yaitu:
1. Buku APDN (Apresiasi Produk Dalam Negeri)
2. Daftar Invetarisasi Barang/Jasa
3. Approved Manufacturer Lists (AML) oleh SKK Migas.

Pengadaan barang dan jasa dalam industri migas wajib memiliki beberapa batas nilai TKDN:
1. Barang:
 Jika memiliki nilai TKDN >25%, maka barang wajib mendapat referensi untuk
digunakan.
 Jika memiliki nilai TKDN <10%, maka barang diperbolehkan untuk impor barang.
2. Jasa:
 Nilai TKDN jasa yang digunakan minimal 35%

Gambar 7 Alur Proses Tender Migas

Gambar 7 Proses Tender Migas

Secara umum, proses E-Procurement sama dengan proses pengadaan tradisional. Hanya saja,
dengan menggunakan E-Procurement vendor peserta tender wajib terdaftar pada database SKK
Migas. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) harus terdaftar dalam sistem Certralized Integrated
Vendor Database (CIVD). Tujuan pendaftaran CIVD adalah memotong waktu proses evaluasi dan
kualifikasi administrasi. Vendor yang terdaftar untuk mengikuti tender memiliki beberapa ketentuan,
diantaranya:
1. Berlandaskan hukum Indonesia.
2. Pabrik berada di dalam negeri dengan target TKDN terpenuhi.
3. Jika vendor gabungan (konsorsium) dengan perusahaan luar negeri, maka tetap harus
dipimpin oleh perusahaan dalam negeri ketika menjadi peserta tender.
Beberapa barang kebutuhan industri migas yang umumnya wajib memiliki nilai TKDN yang tinggi
yaitu produk yang sudah banyak diproduksi di dalam negeri, seperti pipa, casing, tubing, rig, dan
baut.

20
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

4.3. Pengukuran Kinerja E-Procurement SCM PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon


PT Pertamina EP Asset 3 memiliki Key Performance Indicator (KPI) sebagai alat ukur
kinerja fungsi SCM. Key Performance Indicator (KPI) berisi indikator-indikator yang menjadi target
keberhasilan proses pengadaan. Terdapat tiga jenis indikator yang digunakan, yaitu indikator
operasional, finansial, dan individual.

Gambar 8 Lembar Key Performance Indicator (KPI)

Kinerja procurement fungsi SCM PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon dapat diukur


berdasarkan indikator operasional. Maka dari itu, indikator operasional menjadi fokus utama dalam
penentuan target. Terdapat delapan indikator operasional, yaitu:
1. Layanan Program Pemboran
2. Ketersediaan Material dan Jasa
3. Procurement Processing Time
4. Cost Saving
5. Capaian TKDN
6. TOR Material Persediaan
7. Optimalisasi Dead Stock
8. ICS/ECS Kinerja Asset 3 SCM

Berbagai indikator ini diperiksa secara berkala yang umumnya dilakukan setiap bulan, triwulan, dan
tahun. Berikut merupakan tabel yang memuat indikator operasional keberhasilan kinerja, bobot
kepentingan, serta target yang diharapkan.

21
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Tabel 2 Key Performance Indicator (KPI) PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon Periode 2019

Target
Frequency
No Indikator Bobot Satuan TW TW TW TW
Monitoring 2019 Min Max
I II III IV

Layanan Program
% Quarterly 98 98 98 98 98 98 100
1 Pengeboran 10

Ketersediaan
% Quarterly 98 98 98 98 98 98 100
2 Material dan Jasa 15

Procurement
% Quarterly 100 100 100 100 100 90 -
3 Processing Time 10

4 Cost Saving 10 % Quarterly 5 1 2 3 5 5 -

5 Capaian TKDN 10 % Quarterly 55 55 55 55 55 55 100

TOR Material
Ratio Quarterly 2 2 2 2 2 2 5
6 Persediaan 15

Optimalisasi Dead
% Annualy 5 - - - - 5 10
7 Stock 10

ICS/ECS Kinerja
Skor Annualy 3,75 - - - - 3,75 4,2
8 Asset 3 SCM 20

Delapan indikator keberhasilan dapat dilihat melalui sistem berbasis internet yang
terintegrasi. Sistem ini memungkinkan fungsi SCM PT Pertamina EP Cirebon memantau mulai dari
ketersediaan stok barang di gudang, proses pemesanan barang, barang yang diterima di gudang,
hingga informasi mengenai biaya. Sistem yang digunakan adalah MySAP. Sistem ini mampu
memonitor proses pengadaan barang hingga barang diterima di gudang. Berikut merupakan tampilan
data ketersediaan material dan jasa dalam software MySAP.

Gambar 9 Tampilan Software MySAP

22
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Berdasarkan gambar 9, dapat dilihat nama material dan jasa dalam PO dilengkapi dengan
tanggal, jumlah, deskripsi barang yang dipesan, serta nama creator. User dapat mengetahui berbagai
informasi secara detail mengenai ketersediaan setiap barang/jasa yang ada di gudang. Kegiatan
procurement juga memperhatikan cost dan processing time yang dibutuhkan. Software MySAP dapat
menampilkan informasi mengenai Purchasing document, PO Material, dan display purchase.
Berbagai informasi ini memberi data utama mengenai nama dan jumlah barang yang dipesan, harga,
serta vendor yang memenuhi kebutuhan perusahaan. Status pemesanan barang mulai dari order
released, delivered, dan invoiced material juga dapat diketahui lengkap dengan serta lokasi gudang
yang menerima barang. Barang dan jasa yang dipesan dalam proses procurement memiliki ketentuan
khusus mengenai capaian TKDN yang dihitung per-item. Pengecekan besar capaian TKDN dari
setiap material dapat diketahui dengan memasukkan kode dan vendor penyedia barang/jasa. Nilai
capaian TKDN akan diketahui diikuti informasi biaya dan harga penawaran awal dari setiap
barang/jasa.

4.4. Proses Pergudangan PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon


Gudang PT Pertamina EP Asset 3 berada di Jatibarang, Mundu, Cirebon. Gudang PT
Pertamina EP Asset 3 memiliki lima gudang utama dengan fungsi yang berbeda-beda, yaitu:
 Gudang 1, menyimpan barang kebutuhan produksi di field Subang dan Tambun.
 Gudang 2, menyimpan barang kebutuhan produksi di field Jatibarang.
 Gudang 3, sebagai tempat receiving.
 Gudang 4, pipe yard yang menyimpan berbagai jenis pipa untuk kebutuhan produksi.
 Gudang 5, menyimpan berbagai bahan kimia untuk membantu proses produksi minyak dan gas.

Gambar 10 Gudang Tampak Depan

Berdasarkan gambar 10, dapat diketahui kondisi tampak depan dari gudang indoor. Gudang
tertutup PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon yaitu gudang 1 dan gudang 2 yang keduanya memiliki
fungsi sama, yaitu menyimpan barang-barang berukuran relatif kecil dan mudah dipindahkan.
Terdapat dua gudang indoor, yaitu untuk field Jatibarang pada gudang 1 dan field Tambun – Subang
pada gudang 2. Kedua gudang ini menyimpan barang yang sama hanya saja berbeda peruntukannya
berdasarkan lokasi kerja.

23
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Gambar 11 Jenis Drill Bit yang Disimpan di Gudang Tertutup

Gambar 11 menunjukkan bagian dalam gudang yang menyimpan berbagai alat produksi
minyak dan gas yang berukuran relatif lebih kecil. Barang yang disimpan banyak berupa komponen
yang belum dirakit menjadi alat yang utuh sebelum digunakan di rig. Beberapa alat yang disimpan
seperti drill bit atau bor dilengkapi alat penanganan material seperti palet dan crane. Alat penanganan
material yang digunakan adalah crane karena barang yang disimpan memiliki berat yang cukup besar.

Gambar 12 Gudang Terbuka

Berdasarkan gambar 12, diketahui PT Pertamina EP Asset 3 memiliki gudang terbuka yang
menyimpan barang-barang berukuran besar dan sulit untuk dipindahkan. Barang yang disimpan di
gudang terbuka seperti pipa dan christmas tree. Material yang relatif tahan perubahan cuaca juga
disimpan di gudang terbuka, namun tetap diberi pelindung tambahan seperti plastik untuk
memperlambat kerusakan.

24
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Gambar 13 Gudang Open Yard

Gudang 4 PT Pertamina EP Asset 3 menyimpan alat proses produksi minyak yang berada
di gudang terbuka. Lokasi gudang ini berada di luar wilayah gudang 1, gudang 2, dan gudang 3.
Gudang ini menyimpan berbagai jenis pipa dan casing sebelum dibawa, dirakit, dan disatukan untuk
digunakan dalam proses produksi.

Gambar 14 Gudang Open Set

PT Pertamina EP Asset 3 juga menyimpan barang kimia di gudang. Barang kimia disimpan
di gudang 5 yang termasuk gudang jenis open set (gudang yang memiliki atap tanpa dinding). Gudang
jenis ini digunakan agar terdapat siklus udara yang baik. Beberapa bahan kimia yang disimpan seperti
Sodium Carbonate, Alumunium Sulfate, dan bahan-bahan lain yang bersifat korosif, reaktif, dan
beracun.

25
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

4.5. Proses Transportasi PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon

Fungsi transportasi pada PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon bertugas melakukan


pengangkutan baik material maupun penumpang. Pada SCM PT Pertamina EP Asset 3 kegiatan
transportasi berfokus pada pengangkutan penumpang untuk menuju area produksi migas. Proses
kerja yang dilakukan meliputi pengelolaan fisik transportasi, pengelolaan operasional, penjadwalan,
dan anggaran.

Gambar 15 Kendaraan Ringan Penumpang

Alat transportasi yang digunakan untuk pengangkutan penumpang yaitu Kendaraan Ringan
Penumpang (KRB). KRB merupakan kendaraan bermotor khusus penumpang. Jenis kendaraan yang
digunakan meliputi kendaraan double cabin, single cabin, elf, bus, dan mobil lain seperti Innova,
Fortuner, dan lain sebagainya.

26
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

BAB 5 Hasil Kerja Praktik

5.1. Pemilihan Jenis E-Procurement PT pertamina EP Asset 3 Cirebon


Berdasarkan studi yang telah diamati di PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon, perusahaan
belum banyak menerapkan sistem E-Procurement untuk pengadaan barang dan jasa. Namun dengan
adanya berbagai kriteria yang menjadi indikator keberhasilan kinerja SCM, hal ini dinilai perlu untuk
memilih prioritas keputusan yang tepat dilakukan. Diketahui terdapat lima jenis E-Procurement yang
dapat dijadikan prioritas pemilihan keputusan. Satu dari lima jenis E-Procurement ini mungkin
menjadi prioritas utama untuk digunakan dengan mempertimbangkan delapan KPI.

Gambar 16 Kerangka AHP

Gambar 16 menunjukkan berbagai kriteria dan alternatif perusahaan dalam mengambil


keputusan. Perusahaan memiliki tujuan untuk memilih prioritas jenis E-Procurement yang tepat
diterapkan dengan mempertimbangkan delapan kriteria sesuai KPI perusahaan. Berdasarkan hal ini,
terdapat lima alternatif pilihan berdasarkan jenis proses E-Procurement, yaitu E-Sourcing, E-
Tendering, E-Informing, E-Reverse Auctions, dan E-MRO. Setelah menentukan tujuan, kriteria, dan
alternatif yang akan dipilih, dilakukan penyusunan hierarki ke dalam software Expert Choice.
Dilakukan perbandingan bobot antara kriteria satu dengan kriteria yang lain diikuti perbandingan
antar alternatif keputusan.
Pengumpulan data dan perhitungan bobot antar kriteria dilakukan menggunakan kuesioner.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan memilih sampel
sesuai kriteria dan tujuan. Responden yang mengisi kuesioner berjumlah 3 orang. Responden
merupakan Procurement Subsurface Assistant Manager, Support SCM Analyst, dan Procurement
Surface Analyst yang telah melewati masa kerja lebih dari 5 tahun pada fungsi SCM PT Pertamina
EP Asset 3 Cirebon.

5.2. Implementasi Expert Choice dan Pengambilan Keputusan


Langkah awal untuk mengambil keputusan menggunakan AHP dengan expert choice yaitu
pengumpulan data. Berdasarkan wawancara dan kuesioner, dilakukan perbandingan berpasangan

27
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

untuk menentukan tingkat kepentingan dimulai dari hierarki teratas kerangka AHP. Nilai dan definisi
pendapat kualitatif dapat dilihat dalam skala penilaian berikut.

Tabel 3 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan

Intensitas Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama penting

3 Elemen satu sedikit lebih penting dari elemen lain

5 Elemen satu lebih penting dari elemen lain

7 Elemen satu jelas lebih penting dari elemen lain

9 Elemen satu mutlak lebih penting dari elemen lain

2,4,6,8 Nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan

Setelah melakukan penilaian perbandingan berpasangan, selanjutnya perlu diketahui nilai


bobot dari setiap kriteria. Dengan memasukkan data yang telah diperoleh ke dalam expert choice
maka diperoleh nilai bobot dari delapan kriteria yang ditampilkan dalam diagram berikut:

BOBOT KRITERIA
Layanan Program Pemboran (0,245) Ketersediaan Material dan Jasa (0,274)
Procurement Processing Time (0,138) Cost Saving (0,169)
Capaian TKDN (0,052) TOR Material Persediaan (0,044)
Optimalisasi Dead Stock (0,047) ICS/ECS Kinerja (0,032)

5% 3%
4%
25%
5%

17%

27%
14%

Gambar 17 Diagram Bobot Kriteria yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis E-Procurement

Berdasarkan gambar 17, diketahui bahwa indikator yang menjadi prioritas yaitu
Ketersediaan Material dan Jasa. Diikuti indikator lain seperti Layanan Program Pemboran,, Cost
Saving, Procurement Processing Time, Nilai TKDN, Jumlah Dead Stock, Turnover Material, juga
Customer Survey yang harus terpenuhi.
Setelah diketahui bobot untuk setiap kriteria, maka perlu diketahui bobot untuk setiap sub-
kriteria dengan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Dengan melakukan perhitungan yang

28
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

sama menggunakan expert choice, maka diperoleh data hasil penentuan bobot kriteria dan sub kriteria
berikut.

Tabel 4 Perhitungan Bobot Kriteria dan Sub Kriteria


Kriteria/Sub Kriteria Bobot
Layanan Program Pemboran 0,245
Pencapaian Layanan RKM 0,18375
Pelaksanaan Tajak Sumur 0,06125
Ketersediaan Material dan Jasa 0,274
Pemenuhan Layanan Reservasi Material 0,182758
Percepatan Proses Pengadaan PR ke PO 0,091242
Procurement Processing Time 0,138
Pencapaian Waktu Pengadaan Kurang dari Batas Aturan 0,069
Pemenuhan Waktu Lead Time pada Proses Pengadaan 0,069
Cost Saving 0,169
Pemenuhan Target Penghematan Biaya Pengadaan 0,04225
Pemenuhan Penghematan Penggunaan Sumber Daya (Leaness ) 0,12675
Capaian TKDN 0,052
Pemenuhan Target TKDN dalam Proses Tender 0,0104
Memenuhi Aturan Pemerintah tentang Local Content 0,0416
TOR Material Persediaan 0,044
Jumlah Barang yang Masuk dan Keluar 0,029348
Banyaknya Siklus Perputaran Barang 0,014652
Optimalisasi Dead Stock 0,047
Peramalan Stock Mendekati Demand 0,01175
Peramalan Life Time Produk 0,03525
ICS/ECS Kinerja 0,032
Pelayanan Internal Customer 0,016
Pelayanan External Customer 0,016

Pada keadaan sebenarnya, nilai bobot dari setiap kriteria dan sub kriteria akan terdapat
beberapa penyimpangan. Hal ini dikarenakan kemungkinan ketidakkonsistenan dalam preferensi
seseorang sehingga penilaian tidak dapat konsisten sempurna. Dengan menggunakan expert choice,
rasio konsistensi dapat langsung dilihat ketika penilaian perbandingan berpasangan dilakukan. Jika
rasio konsistensi berada pada nilai ≤ 0,1 maka perhitungan dapat dianggap benar.
Setelah mengetahui bobot kriteria dan sub kriteria, dapat dihitung penilaian dengan output
berupa hasil akhir yang dapat dianalisis hingga diambil suatu keputusan. Angka yang telah diperoleh
dari expert choice diolah dalam microsoft excel dengan menghitung agregat dari masing-masing
alternatif. Nilai agregat diperoleh dengan mengalikan bobot sub kriteria dengan nilai dari setiap
alternatif jenis E-Procurement yang mungkin digunakan.

29
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Tabel 5 Penilaian Hasil Akhir Alternatif Pemilihan Jenis E-Procurement


Kriteria/Sub Kriteria Bobot E-Sourcing E-Tendering E-Informing E-Reverse Auctions E-MRO
Layanan Program Pemboran 0,245
Pencapaian Layanan RKM 0,18375 0,099 0,114 0,07 0,64 0,077
Pelaksanaan Tajak Sumur 0,06125 0,067 0,14 0,067 0,638 0,087
Ketersediaan Material dan Jasa 0,274
Pemenuhan Layanan Reservasi Material 0,182758 0,112 0,182 0,056 0,594 0,054
Percepatan Proses Pengadaan PR ke PO 0,091242 0,119 0,199 0,051 0,512 0,118
Procurement Processing Time 0,138
Pencapaian Waktu Pengadaan Kurang dari Batas Aturan 0,069 0,131 0,229 0,095 0,444 0,102
Pemenuhan Waktu Lead Time pada Proses Pengadaan 0,069 0,107 0,105 0,074 0,628 0,085
Cost Saving 0,169
Pemenuhan Target Penghematan Biaya Pengadaan 0,04225 0,117 0,139 0,043 0,661 0,04
Pemenuhan Penghematan Penggunaan Sumber Daya (Leaness ) 0,12675 0,07 0,135 0,087 0,631 0,076
Capaian TKDN 0,052
Pemenuhan Target TKDN dalam Proses Tender 0,0104 0,163 0,314 0,126 0,285 0,111
Memenuhi Aturan Pemerintah tentang Local Content 0,0416 0,116 0,344 0,127 0,342 0,071
TOR Material Persediaan 0,044
Jumlah Barang yang Masuk dan Keluar 0,029348 0,325 0,137 0,224 0,21 0,105
Banyaknya Siklus Perputaran Barang 0,014652 0,469 0,071 0,221 0,137 0,102
Optimalisasi Dead Stock 0,047
Peramalan Stock Mendekati Demand 0,01175 0,331 0,137 0,186 0,229 0,117
Peramalan Life Time Produk 0,03525 0,397 0,074 0,248 0,168 0,113
ICS/ECS Kinerja 0,032
Pelayanan Internal Customer 0,016 0,085 0,217 0,082 0,524 0,092
Pelayanan External Customer 0,016 0,26 0,191 0,119 0,307 0,122
Total 0,130193632 0,160354832 0,086908184 0,54109651 0,081805

Tabel 5 menunjukkan perhitungan akhir alternatif pemilihan jenis E-Procurement.


Berbagai nilai ini diperoleh berdasarkan input data yang dilakukan pada expert choice. Nilai total
bobot dari setiap alternatif jenis E-Procurement dapat dihitung dengan cara berikut:
 E-Sourcing :
(0,18375 x 0,099) + (0,06125 x 0,067) + (0,182758 x 0,112) + (0,091242 x 0,119) + ... + (0,016
x 0,085) + (0,016 x 0,26) = 0,130193632
 E-Tendering :
(0,18375 x 0,114) + (0,06125 x 0,14) + (0,182758 x 0,182) + (0,091242 x 0,199) + ... + (0,016 x
0,217) + (0,016 x 0,191) = 0,160354832
 E-Informing :
(0,18375 x 0,07) + (0,06125 x 0,067) + (0,182758 x 0,056) + (0,091242 x 0,051) + ... + (0,016 x
0,082) + (0,016 x 0,119) = 0,086908184
 E-Reverse Auctions :
(0,18375 x 0,64) + (0,06125 x 0,638) + (0,182758 x 0,594) + (0,091242 x 0,512) + ... + (0,016 x
0,524) + (0,016 x 0,307) = 0,54109651
 E-MRO :
(0,18375 x 0,077) + (0,06125 x 0,087) + (0,182758 x 0,054) + (0,091242 x 0,118) + ... + (0,016
x 0,092) + (0,016 x 0,122) = 0,081805

Dengan perhitungan ini, hasil akhir keseluruhan menunjukkan hasil urutan pemilihan jenis
E-Procurement yaitu E-Sourcing, E-Tendering, E-Informing, E-Reverse Auctions, dan E-MRO.
Maka, dapat disimpulkan E-Reverse Auctions adalah jenis E-Procurement yang paling sesuai untuk
diprioritaskan pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan penerapannya yang sesuai dengan KPI
perusahaan.

30
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

BAB 6 Kesimpulan dan Saran

6.1. Kesimpulan
 Kinerja SCM PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon berfokus pada proses procurement yang saat
ini dilakukan dengan berbasis internet. Pengukuran kinerja procurement fungsi SCM PT
Pertamina EP Asset 3 berdasarkan Key Performance Indicator (KPI) yang ditetapkan
perusahaan. Kriteria yang diutamakan dalam pengambilan keputusan tentang memilih jenis
E-Procurement yaitu Ketersediaan Material dan Jasa.
 Berdasarkan analisis dengan wawancara dan kuesioner, setiap indikator memiliki pengaruh
sebesar:
a. Ketersediaan Material dan Jasa (27%)
b. Layanan Program Pemboran (25%)
c. Cost Saving (17%)
d. Procurement Processing Time (14%)
e. Capaian TKDN (5%)
f. Optimalisasi Dead Stock (5%)
g. TOR Material Persediaan (4%)
h. ICS/ECS Kinerja (3%)
 PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon dapat menerapkan sistem jenis E-Reverse Auctions untuk
mendukung kinerja procurement pada fungsi SCM.

6.2. Saran
 Indikator yang diperhitungkan tidak hanya indikator operasional sehingga dapat lebih akurat
dan maksimal.
 Pengambilan dan pengumpulan sampel dilakukan lebih banyak agar lebih merepresentasikan
hasil sebenarnya.

31
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

DAFTAR PUSTAKA

PT Pertamina EP. (2018). Visi dan Misi Perusahaan. Diakses pada 12 Juni 2019, dari
https://pep.pertamina.com/visi-misi

Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. (2017). Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Jakarta: SKK Migas.

Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. (2017). Pedoman
Pelaksanaan Tender. Jakarta: SKK Migas.

Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. (2015). Pedoman
Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kontrak Kerja Sama. Jakarta: SKK Migas.

Pramudito, J. (2013). Tantangan Logistik Operasi Lepas Pantai: Studi Kasus Pada Operasi
Pengeboran Migas di Lepas Pantai Indonesia. Diakses dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Situs Web Perpustakaan
http://mmt.its.ac.id/download/SEMNAS/SEMNAS%20XVIII/MI/36.%20Prosiding%20Jimmy%20Pra
mudito-OK.pdf

Irawan. G., & Wibawa. B. M. (2015). Analisis Peta Risiko Pengeboran di Wilayah Asset 5 PT
Pertamina EP. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 17, No. 2, 113-125.
http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/view/19346

Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas, dan Panas Bumi Indonesia. (2017). Bidang Usaha
Anggota APMI. Diakses 12 Juni 2019, dari http://apmi-online.org/bidang-usaha/

Indonesia Safety Center. (2019). Mengenal Rig Pengeboran Minyak. Diakses 12 Juni 2019, dari
https://www.indonesiasafetycenter.org/lifting-and-riging/mengenal-rig-pengeboran-minyak

Singh, B. (2016, 23 Juli). Different Types of Offshore Oil and Gas Production Structures. Tulisan pada
https://www.marineinsight.com/offshore/different-types-of-offshore-oil-and-gas-production-
structures/

Kementerian Pekerjaan Umum. (2011). Kajian Kebutuhan dan Ketersediaan Material dan Peralatan
Konstruksi (Nomor KU.02.08.-Ki.1/VII/559). Bandung: Penulis. Dari
http://docplayer.info/34202634-Kajian-kebutuhan-dan-ketersediaan-material-dan-peralatan-
konstruksi.html

Zaroni. (2017, 8 Juni). Logistics Value Creation. Tulisan pada


http://supplychainindonesia.com/new/logistics-value-creation/

Sholeh. M. N., & Wibowo. M. A. (2015). Aplikasi Rantai Pasok: Pengadaan Material Konstruksi Antar
Pulau. Seminar Nasional Multi Disiplin dan Call For Papers. Diakses dari Universitas Stikubank
Semarang, Situs web https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/sendi_u/article/view/3363

Messah. Y. A., Widodo. T., & Adoe. M. L. (2013). Kajian Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan
Proyek Konstruksi Gedung di Kota Kupang. Jurnal Teknik Sipil. Vol. II, No. 2.

32
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

https://www.academia.edu/7699465/KAJIAN_PENYEBAB_KETERLAMBATAN_PELAKSANAAN_PRO
YEK_KONSTUKSI_GEDUNG_DI_KOTA_KUPANG

Nurchana. A. R. A, Haryono. B. S., & Adiono. R. (2014). Efektivitas E-Procurement dalam Pengadaan
Barang/Jasa (Studi terhadap Penerapan E-Procurement dalam Pengadaan Barang/Jasa di
Kabupaten Bojonegoro). Jurnal Administrasi Publik. Vol.2, No.2.
http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/385

Arsana, I. P. J. (2016). Manajemen Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Yogyakarta: Penerbit
Deepublish.

Rendrayana, B. K. (2011). Evaluasi Sistem E-Procurement di Indonesia. Diakses dari Universitas


Gajah Mada, Web Electronic Theses & Dissertation (ETD)
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=vie
w&typ=html&buku_id=51052&obyek_id=4

Muktiadji, N. & Soemantri, S. (2009). Analisis Pengaruh Biaya Produksi dalam Peningkatan
Kemampulabaan Perusahaan (Studi Kasus di PT HM Sampoerna Tbk). Jurnal Ilmiah Kesatuan.
Vol.11, No.1.
https://www.researchgate.net/publication/325881864_ANALISIS_PENGARUH_BIAYA_PRODUKSI_
DALAM_PENINGKATAN_KEMAMPULABAAN_PERUSAHAAN_Studi_Kasus_di_PT_HM_Sampoerna_
Tbk

Gunawan, E. (2012). Tinjauan Teoritis Biaya Lingkungan Terhadap Kualitas Produk dan
Konsekuensinya Terhadap Keunggulan Kompetitif Perusahaan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi.
Vol. 1, No.2. https://www.e-jurnal.com/2013/12/tinjauan-teoritis-biaya-lingkungan.html

Malue, J. (2013). Analisis Penerapan Target Costing Sebagai Sistem Pengendali Biaya Produksi pada
PT Celebes Mina Pratama. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi.
Vol. 1, No. 3. https://www.e-jurnal.com/2013/12/tinjauan-teoritis-biaya-lingkungan.html

Argiyantari, B. (2015, 5 Maret). Strategi Meraih Cost Saving Melalui Proses Procurement yang
Efisien dan Efektif. Tulisan pada http://supplychainindonesia.com/new/strategi-meraih-cost-
saving-melalui-proses-procurement-yang-efisien-dan-efektif-2/

Hartono, G., & Santoso, E. (2013). Analisis Penetapan Strategi Peningkatan Tingkat Komponen
Dalam Negeri (TKDN) pada Industri Manufaktur di Indonesia: Studi Kasus pada Komponen Kopling.
INASEA. Vol. 14, No.1. http://research-
dashboard.binus.ac.id/uploads/paper/document/publication/Journal/Inasea/Vol%2014%20No.%
201%20April%202013/07%20Gunawarman_OK.pdf

Budiansyah, O., Safitri. Y., & Cherrya, D. W. (2016). Pengaruh Perputaran Kas , Perputaran Piutang,
dan Perputaran Persediaan terhadap Profitabilitas. Diakses dari STIE MDP, Web
http://eprints.mdp.ac.id/1803/1/JURNAL%20SKRIPSI%20BUDIANSYAH%2C%20OKTARY%20%2820
16%29.pdf

Suparyo, H. V. (2017). Prototipe Prediksi Persediaan Suku Cadang Berdasarkan Pola Konsumsi dan
Dead Stock dengan Menggunakan Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS). Faktor Exacta
(10). Vol. 10, No. 4, 290-299.
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Faktor_Exacta/article/view/1351/pdf

33
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

PeoplePulse. (2018). Internal Customer Satisfaction Surveys. Diakses pada 12 Juni 2019, dari
https://www.peoplepulse.com/resources/useful-articles/internal-customer-satisfaction-surveys/

Statistics Center Survey Independent. (2016). Pengertian Survei. Diakses pada 12 Juni 2019, dari
http://scsi.scundip.org/2016/08/08/pengertian-survei/

34
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Lampiran

Lampiran 1 : Kantor PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon

35
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

36
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Lampiran 2 : Transportasi PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon

37
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Lampiran 3 : Kuesioner pengukuran ICS dan ECS Kinerja PT pertamina EP Asset 3

1. ICS

38
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

39
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

2. ECS

40
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

41
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Lampiran 4 : Gudang PT Pertamina EP Asset 3 Cirebon

42
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

43
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

44
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

45
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

46
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

47
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

48
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

49
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

50
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian Kerja Praktik

51
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Lampiran 6 : Perolehan Data Kuesioner Penelitian Kerja Praktik

Skor Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria


Kriteria A Kriteria B Skor
Layanan Program Pemboran Ketersediaan Material dan Jasa 1
Layanan Program Pemboran Procurement Processing Time 3
Layanan Program Pemboran Cost Saving 2
Layanan Program Pemboran Capaian TKDN 5
Layanan Program Pemboran TOR Material Persediaan 5
Layanan Program Pemboran Optimalisasi Dead Stock 3
Layanan Program Pemboran ICS/ECS 6
Kriteria A Kriteria B Skor
Ketersediaan Material dan Jasa Procurement Processing Time 4
Ketersediaan Material dan Jasa Cost Saving 2
Ketersediaan Material dan Jasa Capaian TKDN 6
Ketersediaan Material dan Jasa TOR Material Persediaan 5
Ketersediaan Material dan Jasa Optimalisasi Dead Stock 5
Ketersediaan Material dan Jasa ICS/ECS 5
Kriteria A Kriteria B Skor
Procurement Processing Time Cost Saving 3
Procurement Processing Time Capaian TKDN 5
Procurement Processing Time TOR Material Persediaan 5
Procurement Processing Time Optimalisasi Dead Stock 3
Procurement Processing Time ICS/ECS 3
Kriteria A Kriteria B Skor
Cost Saving Capaian TKDN 5
Cost Saving TOR Material Persediaan 5
Cost Saving Optimalisasi Dead Stock 5
Cost Saving ICS/ECS 5
Kriteria A Kriteria B Skor
Capaian TKDN TOR Material Persediaan 4
Capaian TKDN Optimalisasi Dead Stock 4
Capaian TKDN ICS/ECS 3
Kriteria A Kriteria B Skor
TOR Material Persediaan Optimalisasi Dead Stock 1
TOR Material Persediaan ICS/ECS 2
Kriteria A Kriteria B Skor
Optimalisasi Dead Stock ICS/ECS 2

Skor Perbandingan Berpasangan Antar Sub Kriteria


Kriteria A Kriteria B Skor
Percepatan Layanan RKM Pelaksanaan Tajak Sumur 3
Kriteria A Kriteria B Skor
Pemenuhan Layanan Percepatan Proses Pengadaan
2
Reservasi Material dari PR ke PO
Kriteria A Kriteria B Skor
Pencapaian Waktu Pengadaan Pemenuhan Waktu Lead Time
1
Kurang dari Batas Aturan pada Proses Pengadaan
Kriteria A Kriteria B Skor
Pemenuhan Target Penghematan Pemenuhan Penghematan Penggunaan
3
Biaya Pengadaan Sumber Daya (Leaness)
Kriteria A Kriteria B Skor
Pemenuhan Target TKDN Memenuhi Aturan Pemerintah
4
dalam Proses Tender tentang Local Content
Kriteria A Kriteria B Skor
Jumlah barang yang masuk dan keluar Banyaknya siklus perputaran barang 2
Kriteria A Kriteria B Skor
Peramalan Stock Mendekati Demand Peramalan Life Time Produk 3
Kriteria A Kriteria B Skor
Pelayanan Internal Customer Pelayanan External Customer 1

52
UNIVERSITAS PERTAMINA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK LOGISTIK

Lampiran 7 : Penyelesaian AHP dengan Expert Choice

53

Anda mungkin juga menyukai