Anda di halaman 1dari 15

STUDENT PROJECT

BAROTRAUMA

Disusun Oleh: SGD A3


Nama Anggota:
Agus Indra Yudhistira Diva Putra (1702511102)
Bayu Mahendra (1702511071)
Dinda Difa Inti Amalia (1702511018)
Gede Indrajaya Janitra (1702511078)
I Dewa Gede Angga Triadi Nata (1702511118)
Kadek Dwi Pradnyawati (1702511007)
Made Indira Dianti Sanjiwani (1702511110)
Ni Kadek Ayunda Sarini Dewi (1702511154)
Putu Itta Sandi Lesmana Dewi (1702511044)
Rr. Cattleya Allayka Wardana (1702511132)
Seva Ajisma (1702511217)
Saldi Ardyanswari Pasauran (1702511178)

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan Student Project yang berjudul “Barotrauma” ini.

Student Project ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak terutama fasilitator dan evaluator yang membimbing
kami sehingga dapat memperlancar pembuatan Student Project ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan Student Project ini.

Penulis juga menyadari bahwa Student Project ini masih jauh dari kata
sempurna, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik
kedepannya dan penulis berharap semoga Student Project ini dapat bermanfaat .

Denpasar, 24 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................2
1.4 Manfaat..................................................................................................2
BAB II ISI ..........................................................................................................3
2.1 Definisi..................................................................................................3
2.2 Anatomi dan Fisiologi...........................................................................3
2.3 Etiologi..................................................................................................4
2.4 Klasifikasi..............................................................................................4
2.5 Epidemiologi.........................................................................................5
2.6 Patofisiologi...........................................................................................6
2.7 Penatalaksanaan......................................................................................7
2.8 Aspek Forensik dan Medikolegal pada Barotrauma.............................8
BAB III PENUTUP.............................................................................................10
3.1 Simpulan..............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tubuh manusia mengandung gas dan udara dalam jumlah yang signifikan.
Beberapa diantaranya larut di dalam cairan tubuh. Udara sebagai gas bebas juga
terdapat di dalam saluran pencernaan, telinga tengah, dan rongga sinus dan dapat
bertambah volumenya seiring dengan perubahan tekanan udara sehingga
menimbulkan gangguan secara fisiologis terhadap sistem pada tubuh manusia
yang disebut dengan barotrauma. Barotrauma merupakan kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan antara rongga udara fisiologis pada
tubuh dengan gas atau cairan disekitarnya.
Barotrauma paling sering ditemukan pada kasus penerbangan dan
penyelaman, kondisi lain yang berkaitan dengan barotrauma adalah mendaki
gunung. Kondisi ini dapat terjadi akibat adanya ekspansi gas yang terperangkap di
dalam sinus yang menimbulkan manifestasi klinis sakit kepala, namun apabila gas
terperangkap di dalam telinga tengah dapat menimbulkan nyeri telinga dan perut
kembung atau terasa penuh apabila gas terjadi di saluran pencernaan.1 Gas yang
mengalami ekspansi pada usus halus bisa menyebabkan nyeri perut pada pasien
hingga penurunan kesadaran. Pada ketinggin 8000 kaki, gas yang terperangkap
dalam rongga tubuh volumenya bertambah 20% dari volume di daratan. Semakin
cepat seseorang mendaki, maka semakin besar risiko untuk mengalami
barotrauma. Hal ini berbeda dengan kondisi seseorang yang naik pesawat, karena
perbahan ketinggian yang cepat diimbangi dengan adanya pengaturan tekanan
pada kabin pesawat untuk meminimalisir kejadian barotrauma.2
Barotrauma pada menyelam dapat menunjukkan bebagai manifestasi klinis
mulai dari telinga, hidung, sakit kepala, emboli arteri, nyeri sendi, palisis, stroke,
koma hingga kematian. Diantara manifestasi klinis yang ditemukan, gejala yang
sering dialami pasien adalah nyeri telinga tengah dan sinus. Pada kondisi lain,
barotrauma dilaporkan ditemukan pada pemberian gas bertekanan tinggi secara

1
2

paksa ke paru-paru. Kasus lain juga ditemukan pada kondisi perubahan tekanan
yang berkaitan dengan perjalanan ruang angkasa.3
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana definisi, etiologi, klasifikasi, epidemiologi, patofisiologi,
diagnosis, dan penatalaksanaan dari barotrauma?
1.2.2 Bagaimana aspek forensik dan medikolegal pada barotrauma?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, epidemiologi,
patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan dari barotrauma.
1.3.2 Untuk mengetahui aspek forensik dan medikolegal pada barotrauma.
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk menambah wawasan penulis maupun pembaca dalam memahami
barotrauma mulai dari definisi, etiologi, klasifikasi, epidemiologi,
patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan dari barotrauma.
1.4.2 Melalui student project ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pembaca mengenai pemahaman serta wawasan dasar mengenai
barotrauma. Khususnya dalam aspek forensik dan medikolegal.
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Barotrauma adalah kerusakan jaringan dan sequelenya akibat
ketidakseimbangan antara tekanan udara rongga fisiologis dalam tubuh dengan
tekanan lingkungan di sekitarnya. Dimana dalam Hukum Boyle menyatakan
bahwa, suatu penurunan atau peningkatan tekanan lingkungan akan memperbesar
atau menekan secara berurutan suatu volume gas dalam ruangan tertutup.
Barotrauma terjadi bila ruang-ruang yang berisi gas dalam tubuh menjadi rungan
tertutup dengan tertutupnya ventilasi normal. Terjadinya barotrauma tergantung
pada perbedaan tekanan ambient yang jauh berbeda.4
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Terjadinya barotrauma berkaitan dengan bagian tubuh yang memiliki
rongga udara dan umunnya terjadi pada telinga, sinus paranasalis, dan/atau paru.
2.2.1 Anatomi Telinga, Sinus Paranasalis, dan Paru-paru
Telinga secara anatomis dapat dibagi menjadi tiga kompartemen, yaitu
telinga bagian luar, tengah, dan dalam. Telinga luar terdiri atas daun teling, kanalis
austikus eksternus, dan membran timpani. Telinga tengah memiliki ruang yang
disebut kavum timpani dan dibatasi oleh membran timpani. Tiga tulang
pendengaran juga terdapat pada telinga tengah yaitu maleus, incus, dan stapes
serta terdapat tuba eustachius yang berhubungan dengan nasofaring dan berfungsi
dalam keseimbangan tekanan udara. Sementara teliga dalam terdiri dari organ
keseimbangan yaitu kanalis semisirkularis dan organ pendengaran yaitu koklea
dan saraf pendengaran.5
Sinus paranasalis merupakan rongga yang terbentuk akibat hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala. Terdiri dari empat sinus yaitu sinus maksila,
sinus frontal, sinus ethmoid, dan sinus sphenoid kanan dan kiri.6
Paru-paru merupakan organ berongga, dimana paru-paru kanan terdiri atas
tiga lobus dan paru-paru kiri terdiri atas dua lobus. Organ ini berfungsi dalam
pertukaran gas yaitu oksigen dan karbondioksida. Pertukaran gas tepatnya terjadi
pada alveoli.6

3
4

2.2.2 Fisiologi Udara dalam Tubuh


Mekanisme dan fisiologi udara di dalam tubuh mengikuti prinsip beberapa
hukum, seperti Hukum Boyle. Hukum Boyle menyatakan bahwa pada suhu tetap,
volume gas berkurang jika tekanan diperbesar atau ‘volume gas berbanding
terbalik dengan tekanan’. Pernyataan tersebut dapat dituliskan sebagai: V = 1/P
(V: volume; P: tekanan). Contoh kasus yaitu saat menyela terjadi peningkatan
tekanan seiring kedalaman yang ditempuh, hal ini menyebabkan volume gas di
dalam tubuh harus dikurangi agar seimbang.7
2.3 Etiologi
Pada barotrauma, cidera terjadi karena tekanan berlebih akibat ekspansi
gas di dalam atau di luar tubuh, selain itu disebabkan juga oleh peningkatan
tekanan hidrostatis yang ditransmisikan melalui jaringan. Barotrauma dapat terjadi
pada kondisi-kondisi berikut:
a. Menyelam
Tekanan absolut di permukaan laut bernilai 0 Bar. Saat seseorang
menyelam turun atau naik akan menimbulkan perubahan tekanan absolut, dimana
setiap penurunan 10 meter, maka tekanan meningkat 1 Bar. Artinya semakin
dalam seseorang menyelam maka semakin tinggi tekanan yang diterima tubuh
orang tersebut.8
b. Penerbangan
Seseorang yang melakukan penerbangan akan mengalami perubahan
ketinggian. Saat pesawat lepas landas, maka tekanan turun seiring bertambahnya
ketinggian, lalu tekanan akan meningkat kembali saat pendaratan. Perubahan
tekanan yang cepat berisiko menyebabkan barotrauma.9
2.4 Klasifikasi
Secara letak anatomi, barotrauma dibagi menjadi 4 bagian utama yaitu:
a. Barotrauma telinga
Barotrauma telinga adalah kerusakan pada jaringan telinga yang ditandai
dengan rupturnya membran timpani akibat kegagalan tuba eustachius untuk
menyamakan tekanan antara telinga tengah dengan lingkungan saat terjadi
perubahan tekanan yang ekstrim.10 Barotrauma telinga dapat dibedakan menjadi
tiga yaitu barotrauma telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Adapun
5

gejala barotrauma telinga antara lain telinga terasa penuh, sakit dan berdengung,
turunnya pendengaran dan vertigo.11
b. Barotrauma sinus paranasalis
Disebut juga dengan barosinusitis ataupun aerosinusitis merupakan iritasi
pada lapisan mukosa pada sinus paranasalis sebagai akibat dari gagalnya untuk
menyeimbangkan tekanan intrasinus dengan tekanan lingkungan sekitar.
Barosinusitis terjadi karena kenaikan atau penurunan cepat saat penyelaman,
ataupun perubahan ketinggian yang cepat saat penerbangan. Gejala yang sering
terjadi adalah nyeri, epiktasis, ataupun lakrimasi dan sinus frontal adalah tipe
sinus yang paling mudah terkena. 12
c. Barotrauma paru (pulmonal)
Merupakan jenis barotrauma yang terjadi ketika tekanan paru-paru tidak
seimbang dengan tekanan lingkungan luar. Biasanya barotrauma paru sering
terjadi pada para penyelam. Ketidakseimbangan tadi menyebabkan rupturnya
alveolus sehingga udara di alveolus berpindah ke ruang pleura dan menyebabkan
paru menjadi kolaps (pneumothorax). Selain itu, udara tadi juga dapat memasuki
jaringan yang mengelilingi hati (pneumomediastinum), dibawah kulit leher dan
dada atas (subcutaneous emphysema) dan atau ke pembuluh darah (emboli).
Penyebab barotrauma paru yang paling sering adalah ketika seseorang menyelam
sambil menahan nafas.13
d. Barotrauma odontalgia
Merupakan jenis barotrauma yang terjadi karena berkumpulnya gas-gas
akibat pembusukan bagian gigi yang rusak ke dalam gigi tambalan yang retak atau
karena tambalan yang kurang menutup retakan atau lubang pada gigi tersebut.
Jika seluruh gas tersebut terisolasi maka pulpa gigi atau jaringan gigi dapat
tersedot masuk ke ruang tersebut sehingga menyebabkan nyeri.9
2.5 Epidemiologi
Data yang memadai menemukan tingginya prevalensi otalgia dengan
perjalanan udara pada anak-anak maupun dewasa. Sekitar 60% anak-anak dan
46% orang dewasa melaporkan ketidaknyamanan atau rasa sakit pada telinga
selama melakukan perjalanan udara. Buchanan menemukan pada penerbangan
pertama 31% anak-anak merasakan ketidaknyamanan pada perjalanan udara saat
6

pesawat naik atau lepas landas dan 85% saat pesawat turun atau mendarat. Lewis
menemukan sekitar 1,9-9% kru pesawat mengalami barotrauma. Di Indonesia,
penelitian yang dilakukan tahun 2011 pada 74 penyelam tradisional yang
menggunakan kompresor didapatkan 24 sampel dari 74 populasi. Terdapat 50
orang tidak mengalami barotrauma telinga. Disimpulkan tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara kedalaman dan lama menyelam terhadap perubahan
pendengaran pada penyelam dengan kompresor yang mengalami barotrauma
telinga. Angka kejadian barotrauma telinga sebesar 32,4%.15
2.6 Patofisiologi
Barotrauma disebabkan karena kurangnya pertukaran gas akibat tekanan
yang dihasilkan oleh jaringan sehingga mengakibatkan rupture sel. Barotrauma
didasarkan pada Hukum Boyle perubahan volume gas sehubungan dengan tingkat
tekanan yang diterapkan. Makin besar tekanan maka makin besar kompresi gas,
kalau tekanan gas berkurang maka volume gas membesar. Barotrauma yang
terjadi saat penurunan disebut sequeeze. Sequezee terjadi pada ruangan tertutup
dan dengan dinding yang kuat menyebabkan ada usaha tubuh untuk mengeluarkan
dan menyesuaikan tekanan. Pada kasus orang tenggelam maka udara di dalam
tubuh akan meningkat tekanannya sehingga mengurangi volume gas. Barotrauma
menimbulkan penumpukan gas pada organ padat berupa sinus di telinga.16
Pada kasus tersebut organ pernafasan yakni paru-paru juga akan
mengalami kompresi sehingga collapse sehingga volume kapasitas paru total akan
berkurang mendekati volume residual paru-paru. Paru-paru akan menyiasatinya
dengan overdistensi yang membuat udara terperangkap namun dinding alveolar
akan pecah dan membentuk ruang udara tipis disebut bula yang meningkatkan
risiko barotrauma.17
Barotrauma umumnya terjadi bila seseorang yang hendak tenggelam panik
sehingga menahan nafas agar air tidak masuk ke hidung atau saluran pernafasan
sehingga menimbulkan afiksia dan terperangkapnya gas fokal dan obsutruksi jalan
nafas. Tanda cardinal dari tenggelam adalah keluarnya cairan putih dari hidung
yang disebabkan air bercampur dengan surfaktan karena paru-paru sedang
berupaya bernafas hebat. Mekanisme selanjutnya maka akan timbul kongesti
7

terlebih dahulu, lalu udeme akibat ekstravasasi cairan dan perdarahan


intrapulmonal.18
Beberapa jurnal forensik dari hasil invesitigasi radiologi post-mortem,
yang terbaik adalah 8 jam setelah kematian, banyak menemukan adanya emboli
gas pada arteri di jantung dan pembuluh darah otak. Arterial Gas Emboli biasanya
enyebabkan aritmia mendadak lalu henti jantung dan kehilangan kesadaran. Pada
kasus barotrauma biasanya dilakukan otopsi mencari sebab kematian seseorang
yang meninggal apakah sebelum tenggelam dia meninggal atau dia meninggal
karena tenggelam. Otopsi tenggelam biasanya akan menemukan busa pada laring,
trakea, dan bronkus dan gas intravascular yang terjadi akibat dari penguraian
tubuh, gas ini akan minimal volumenya pada 24 jam pertama kematian
penyelaman dan bertambah volumenya setelah 36 jam kematian akibat
penumpukan gas hydrogen dan metana yang mengindikasikan dekomposisi.19
2.7 Penatalaksanaan
Hal terpenting yang harus dilakukan dalam tatalaksana pasien barotrauma
adalah rekompresi. Terapi rekompresi dapat dilakukan dengan kisaran waktu < 5
jam apabila saat rekompresi awal yakni 10 menit pasien tidak menunjukkan
perbaikan kondisi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam terapi
rekompresi yaitu:20 (1) Saat tiba di Ruang udara bertekanan tinggi (RUBT) pasien
diberikan terapi oksigen 100% selama 10 menit dengan tekanan minimal
kedalaman 18 meter (2,8 ATA). Bila setelah 10 menit pasien belum menunjukkan
kondisi sembuh sempurna maka, (2) Terapi rekompresi dilanjutkan selama 100
menit dengan pemberian jeda dimana setiap 20 menit pasien diberikan bernapas 5
menit pada udara biasa. (3) Selanjutnya rekompresi dilakukan dari 18 meter
menuju 9 meter selama 30 menit sekaligus dilakukan observasi apakah pasien
mengalami penurunan kondisi. (4) Setelah itu pasien dinaikkan menuju tekanan
permukaan selama 30 menit. Terapi berlangsung hingga < 5 jam.
Adapun terapi farmakologi yang dapat diberikan yakni sesuai gejala atau
simptomatis seperti pemberian resusitasi cairan secara intravena apabila terjadi
dehidrasi (dekstran atau plasma), pemberian steroid seperti dexamethasone bila
tejadi edema otak, pemberian anti oksidan seperti vitamin E, C, beta karoten untuk
8

mengantisipasi pembekuan oksidan yang dapat merusak sel selama pemberian


terapi oksigen hiperbarik.20
2.8 Aspek Forensik dan Medikolegal pada Barotrauma
1) Riwayat
Dengan mengetahui riwayat saat penyelaman dan penerbangan dapat
membantu untuk menyimpulkan penyebab kematian pada kasus barotrauma.
Informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber diantaranya adalah riwayat
menyelam atau penerbangan yaitu terdapat perubahan cepat pada tekanan
lingkungan. Riwayat ventilasi tekanan positif, terjadinya peningkatan tekanan
paru dan terjadinya pulmonary barotrauma. Riwayat karies, inflamasi periapikal
akut maupun kronik, kista gigi residual, sinusitis, operasi gigi dalam waktu dekat
sehingga terjadi barodontalgia. Riwayat infeksi telinga tengah maupun luar
sehingga terjadi barotrauma telinga tengah maupun luar. Riwayat rhinitis dan
polip nasi yang menyebabkan barotrauma sinus.19
Polisi dan Saksi
1) Laporan kepolisian. 2) Kesaksian dari penyelam yang lain. 3)
Karakteristik lokasi penyelaman, lamanya, cuaca dan kondisi lain saat kejadian
terjadi. 4) Kapan penyelaman mulai menemui masalah? selama penurunan, saat di
bagian bawah laut atau selama naik pada saat menyelam. 5) Apakah penyelam
terlalu cepat naik saat menyelam juga perlu dipertanyakan.19
Peralatan Pemeriksaan
1) Berapa banyak udara yang tersisa di dalam tangki? Komposisi?
(terutama dalam teknis diving). 2) Keberadaan karbon monoksida? 3) Regulator /
tangki / SM termasuk pengujian dalam kondisi yang relevan. 4) Dive computer
log down loaded (ini adalah bukti terbaik dari kecepatan pada saat naik). 5)
Apakah penyelam menggunakan beban terlalu banyak pada sabuk berat badan.19
2) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi harus dilakukan dalam waktu 8 jam dari kematian.
CT-scan akan menunjukkan gas pada arteri serebral dan pada ventrikel kiri dan
kanan dari jantung. Jumlah gas yang kecil pada hati biasanya merupakan hasil
dekomposisi. Gas pada vena, sendi, dan jaringa lunak menunjukkan antara
pelepasan gas setelah kematian atau dekomposisi. Jika tidak ada CT-scan maka X-
ray dapat digunakan.19
9

2) Autopsi
Pemeriksaan Luar
Adanya busa pada disekitar hidung atau mulut (cairan edema pulmonal)
sering terlihat pada kasus tenggelam. Hal ini cepat hilang sehingga pemeriksaan
cepat pada tubuh harus dilakukan. Tanda-tanda kompresi pada hidung dan atau
mulut dan pendarahan kecil pada konjungtiva biasanya mengindikasikan squeeze
masker yang menandakan penyelarasan tekanan yang kurang saat turun pada
kedalaman. Pemeriksaan membran timpani dengan otoskopi dapat
memperlihatkan perforasi (biasanya pada penurunan). Gigitan pada bibir atau
lidah dapat mengindikasikan fitting (periksa juga mouthpiece). Perdarahan, abrasi,
dan lebam pada wajah dan ekstremitas menunjukkan perlukaan yang terjadi
sebelum sirkulasi berhenti. Ini dapat terjadi karena trauma oleh batu, atau gigitan
binatang. Kerusakan setelah kematian oleh lingkungan dapat dideteksi dengan
tidak adanya perdarahan pada jaringan lunak sekitarnya.21
Pemotongan Inisial
Rekomendasi dahulu adalah diseksi pada kranium dan dada untuk
mendeteksi adanya gas pada kepala dan dada. Pembukaan Primer pada dada yang
terelevasi dan aspirasi jantung. Ini dilakukan setelah dokumentasi gas melalui CT-
scan atau X-ray. Penahan leher ditempatkan dibawah bahu sehingga dada
terelevasi sehingga gas akan tertumpuk pada traktus outflow dari ventrikel kanan
dan aorta proksimalis. Kulit leher dan dada direfleksi dengan hati-hati dengan
menghindari pemotongan pembuluh darah leher. Sternum dikeluarkan dengan
memotong kartilago kosta dengan scalpel dan saccus perikardialis dibuka dengan
gunting. Keempat ruangan pada jantung kemudian diaspirasi dengan penempatan
jarum suntik pada bagian teratas jantung dan volume gas pada tiap ruangan
jantung diukur. Gas ini kemudian dibandingkan dengan hasil CT dan x-ray.21
Histologis
Penyelam yang tetap hidup beberapa jam sebelum kematian dapat
menunjukkan patologis pada jantung dan sistem saraf pusat seperti infark kecil
pada otot jantung dan medulla spinalis.21
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Barotrauma adalah kerusakan jaringan dan sequelenya akibat
ketidakseimbangan antara tekanan udara rongga fisiologis dalam tubuh dengan
tekanan lingkungan di sekitarnya. Terjadinya barotrauma berkaitan dengan bagian
tubuh yang memiliki rongga udara dan umunnya terjadi pada telinga, sinus
paranasalis, dan/atau paru. Mekanisme dan fisiologi udara di dalam tubuh
mengikuti prinsip beberapa hukum, seperti Hukum Boyle. Hukum Boyle
menyatakan bahwa pada suhu tetap, volume gas berkurang jika tekanan diperbesar
atau ‘volume gas berbanding terbalik dengan tekanan’. Barotrauma adalah cedera
yang disebabkan adanya perbedaan tekanan antara gas di dalam tubuh dengan
tekanan gas di luar tubuh dan gas atau cairan di sekitarnya. Hal ini dapat terjadi
pada kondisi menyelam dan penerbangan. Klaifikasi barotrauma berdasarkan letak
anatomi terjadi pada telinga, sinus paranasalis, paru, dan odontalgia.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu dengan teknik rekrompresi. Beberapa
jurnal forensik dari hasil invesitigasi radiologi post-mortem, yang terbaik adalah 8
jam setelah kematian, banyak menemukan adanya emboli gas pada arteri di
jantung dan pembuluh darah otak. Hasil autopsi akan menunjukan tanda-tanda
barotrauma seperti adanya busa pada disekitar hidung atau mulut (cairan edema
pulmonal) sering terlihat pada kasus tenggelam, tanda - tanda kompresi pada
hidung dan atau mulut dan pendarahan kecil pada konjungtiva biasanya
mengindikasikan squeeze masker yang menandakan penyelarasan tekanan yang
kurang saat turun pada kedalaman, pemeriksaan membran timpani dengan
otoskopi dapat memperlihatkan perforasi (biasanya pada penurunan), gigitan pada
bibir atau lidah dapat mengindikasikan fitting (periksa juga mouthpiece)
perdarahan, abrasi, dan lebam pada wajah dan ekstremitas menunjukkan
perlukaan yang terjadi sebelum sirkulasi berhenti.

10
11

DAFTAR PUSTAKA
1. Battisti AS, Murphy-Lavoie HM. Barotrauma. InStatPearls [Internet] 2019
Feb 18. StatPearls Publishing.
2. Kaplan J, Eldenberg, ME, Talavera F, Eltel D, Alcock J, and Stearns DA.
Barotrauma. Medscape. 2017.
https://emedicine.medscape.com/article/768618-overview#a4, diakses pada 24
Desember 2019.
3. Morgenstern K, Talucci R, Kaufman MS, Samuels LE. Bilateral
pneumothorax following air bag deployment. Chest. 1998 Aug 1;114(2):624-
6.
4. Rijadi R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. LAKESLA,
Surabaya. 2013.
5. Standring S, editor. Gray's anatomy e-book: the anatomical basis of clinical
practice. Elsevier Health Sciences; 2015 Aug 7.
6. Beachey W. Respiratory Care Anatomy and Physiology-E-Book: Foundations
for Clinical Practice. Elsevier Health Sciences; 2017 Mar 22.
7. Bove AA, Neuman TS. Diving medicine. InMurray and Nadel's Textbook of
Respiratory Medicine 2016 Jan 1 (pp. 1385-1395). WB Saunders.
8. Edmonds, Carl MD, dkk. Physics Diving Chapter 2 dalam Diving Medicine
for SCUBA Divers 5th Ed. Australia: National Library of Australia.2013;11-28.
9. Direction of Commander, Naval Sea Systems of Command. Mixed gas surface
supplied diving operations in US Navy Diving Manuals Revision 7.
2016;3;23-27.
10. Edmonds J, Thomas R, McKenzie B, Pennefather J. Diving medicine for
SCUBA divers. 2015. Tersedia di: http://www.divingmedicine.info. Diakses
pada 25 Desember 2019.
11. Navisah SF, Ma’rufi I, Sujoso ADP. Faktor risiko barotrauma telinga pada
nelayan penyelam di dusun watu ulo desa sumberejo kecamatan ambulu
kabupaten jember. Jurnal IKESMA. 2016;12(1):98-110.
12. Jamil RT, Reilly A, Cooper JS. Sinus squeeze (barosinusitis, aerosinusitis).
2019. Tersedia di: www.ncbi.nlm.gov/books/NBK500034/#_
NBK500034_pubdet_. Diakses pada 25 Desember 2019.
13. Moon RE. Barotrauma – Injuries and poisoning – MSD manual consumer
version. 2019. Tersedia di: https://www.msdmanuals.com/home/injuries-and-
poisioning/diving-and-compressed-air-injuries/barotrauma. Diakses pada 25
Desember 2015.
14. Moore K, Gotter A. Ear Barotrauma 2016;
12

https://www.healthline.com/health/ear-barotrauma, diakses 25 Desember


2019.
15. Lindholm P, Lundgren CE. The physiology and pathophysiology of human
breath-hold diving. Journal of Applied Physiology. 2009 Jan;106(1):284-92.
16. Aquila I, Pepe F, Manno M, Frati P, Gratteri S, Fineschi V, Ricci P. Scuba
diving death: always due to drowning? Two forensic cases and a review of the
literature. Medico-Legal Journal. 2018 Mar;86(1):49-51.
17. Astreani ID, putu Alit IB. Tanda Kardinal Pemeriksaan Eksternal Jenasah
Diduga Tenggelam dari Data Bagian Ilmu Kedokteran Forensik RSUP
Sanglah Bali Tahun 2012-2014. E-Jurnal Medika Udayana.
18. Wheen LC, Williams MP. Post-mortems in recreational scuba diver deaths: the
utility of radiology. Journal of forensic and legal medicine. 2009 Jul
1;16(5):273-6.
19. Edmonds, Carl MD, et al. Ear Barotrauma Chapter 9 dalam Diving Medicine
for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia.
2013;Page 90-107.
20. Holiwono AMM. 2017. Barotrauma. Tersedia di
https://kupdf.net/download/barotrauma_597c8fe4dc0d606e632bb180_pdf
[Diakses pada 25 Desember 2019].
21. Lawrence, Chris Dr. Autopsy and Investigation of Scuba Diving Fatalities.
Australia: The Royal College of Pathologist of Australia. 2012;Page 1-16.

Anda mungkin juga menyukai