Anda di halaman 1dari 22

Laporan Boks

Kepada Yth.
Selasa, 30 Oktober 2018
pukul 13.00

ALERGI IMUNOLOGI

Oleh :
Dr. Ari Fibrianto
Dr. Fitriani Lastari
Dr. Lilik Fitriana
Dr. Firman Syahbana
Dr. Eka Rahmawati
Dr. Ading Rohadi
Dr. Aulia Rusyda
Dr. Irma Yenni

Pembimbing :
Dr. Hj. Yusmala Helmy, Sp.A(K)
Dr. RA Myrna Alia, Sp.A (K), M.Kes

DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITASSRIWIJAYA
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2018
PENDAHULUAN

Laporan ini merupakan hasil kegiatan di boks Alergi Imunologi periode April - Juni 2018. Pada
periode ini yang bertugas 8 orang residen, yaitu :
April 2018 Mei 2018 Juni 2018
Residen Junior Dr. Ari Fibrianto Dr. Fitriani Lastari Dr. Lilik Fitriana
Residen Madya Dr. Firman Syahbana Dr. Eka Rahmawati Dr. Ading Rohadi
Dr. Aulia Rusyda Dr. Aulia Rusyda
Residen Senior Dr. Irma Yenni
Dr. Irma Yenni Dr. Irma Yenni

Kegiatan yang dilakukan di boks Alergi Imunologi adalah :


1. Kegiatan bangsal : dalam menangani pasien, residen selalu berkonsultasi dengan
supervisor boks dan setiap kasus dibicarakan bersama.
2. Membimbing mahasiswa.
3. Kegiatan poliklinik khusus Alergi Imunologi : memberikan pelayanan terhadap pasien
yang memerlukan pelayanan khusus atau lanjutan. Dalam menjalankan tugas,residen
dibimbing dan berkonsultasi dengan supervisor.
Poliklinik khusus Alergi Imunologi dibuka setiap hari kerja.

Pada waktu mulai bertugas, kami menerima 2 penderita di boks alergi imunologi dari dokter
sebelumnya.
No. Identitas Diagnosis
1. RAF/ Lk/ 3 tahun 11 bulan Nodul subkutan multipel limfoma cutis + talasemia
beta intermedia + ISK
2. AY/Pr/15tahun 10 bulan SLE + Serebral Lupus + Anemia

Selesai bertugas di divisi Alergi Imunologi, kami tidak meninggalkan pasien yang belum selesai
perawatan.

2
HASIL KEGIATAN
Penderita yang telah selesai kami rawat pada boks Alergi Imunologi sebanyak 30 penderita
dengan spektrum penyakit sebagai berikut :

NO DIAGNOSIS PENYAKIT JUMLAH


UTAMA PENYERTA PENDERITA
SISTEMIC LUPUS ERYTEMATOSUS (SLE)
1. SLE pro metil puls Cereberal lupus, Nephritis lupus, 14
AIHA, hipertensi
2. SLE AIHA, nephritis, hipertensi stage 1
1, decomp cordis ec MR
moderate, TR mild, PR mild,
candidiasis oral
3. SLE AIHA, Nephritis, hidronephrosis 1
grade 1, AKI stadium failure
4. SLE AIHA, gizi kurang 1
PURPURA HENOCH SCHOENLEIN (PHS)
5. PHS Hipertensi, obesitas, 3
tonsilofaringitis
6. PHS - 2
HUMAN IMUNODEFIENCY VIRUS
7. Infeksi HIV stadium III Imbalance elektrolit + 1
ventrikulomeglali + atropi
cerebri + marsamus kondisi V +
feeding problem + oral
candidiasis + Tb paru.
8. Infeksi HIV stadium III pneumonia + marasmus kondisi 1
V
9. Infeksi HIV stadium II Oral moniliasis + pneumonia + 1
diare akut dehidrasi ringan-
sedang + DKA
10. Infeksi HIV stadium III ISK + kmarasmik kwasiorkor + 1
AIHA + decompensatio cordis

3
NYHA IV ec kardiomiopati
dilatasi + candidiasis oral.
11. Infeksi HIV stadium II Hematoskezia + AIHA 1
LAIN LAIN
12. Nodul subkutan multipel ec limfoma Talasemia beta intermedia + ISK 1
cutis
13. Septik arthritis ALL HR 1
14. ARJ tipe poliartritis + genu valgus gizi kurang 1

Keterangan tabel:
 penderita yang sama dihitung setiap kunjungan
 penderita lama
 penderita baru

Hasil rawat dari penderita tersebut sebagai berikut :


1. Pulang kontrol : 28 penderita
2. Pindah rawat : 0 penderita
3. Pulang paksa : 0 penderita
4. Meninggal : 2 penderita

Tabel 1. Distribusi penyakit menurut umur, jenis kelamin, dan hasil rawat pada penderita
yang telah selesai dirawat bagian Alergi Imunologi (n = 41)

HASIL RAWAT
DIAGNOSIS < 1 th 1-5 th >5 th P P JML
PK M
L P L P L P P R
SLE Pro metil puls - - - - - 27 27 - - - 27
SLE + AIHA + nephritis +
hipertensi stage 1 + decomp cordis - - - - - 1 - - - 1 1
ec MR moderate, TR mild, PR mild
+ candidiasis oral
SLE + AIHA + nephritis,
hidronephrosis grade 1, AKI - - - - - 1 1 - - - 1
stadium failure
SLE + AIHA + gizi kurang - - - - - 1 1 - - - 1

Purpura henoch schoenlein - - 1 - 1 - 2 - - - 2

4
HASIL RAWAT
DIAGNOSIS < 1 th 1-5 th >5 th P P JML
PK M
L P L P L P P R
Purpura henoch schonlein relaps +
hipertensi stage I + tonsilofaringitis - - - - 1 - 1 - - - 1
+ obesitas
Infeksi HIV Stadium III + imbalance
elektrolit + ventrikulomeglali +
atropi cerebri + marsamus kondisi - - 1 - - - - - - 1 1
V + feeding problem + oral
candidiasis + Tb paru.
Infeksi HIV stadium III +
- - 1 - - - 1 - - - 1
pneumonia + marasmus Kondisi V
Infeksi HIV stadium II + oral
moniliasis + pneumonia + diare akut - 1 - - - - 1 - - - 1
dehidrasi ringan-sedang + DKA
Infeksi HIV stadium III + ISK +
kmarasmik kwasiorkor + AIHA +
decompensatio cordis NYHA IV ec - - - 1 - - 1 - - - 1
kardiomiopati dilatasi + candidiasis
oral.
Infeksi HIV stadium II +
- - - 1 - - 1 - - - 1
hematoscezia
ARJ tipe poliartritis + genu valgus +
- - - - 1 - 1 - - - 1
gizi kurang
Nodul subkutan multipel ec limfoma
cutis + talasemia beta intermedia + - - 1 - - - 1 - - - 1
ISK

Septik arthritis - - - 1 - - 1 - - - 1

TOTAL 0 1 4 3 3 30 39 0 0 2 41

5
URAIAN HASIL PERAWATAN

SYSTEMIC LUPUS ERITHEMATOSUS (SLE)


Terdapat 9 penderita lama dengan total kunjungan selama 3 bulan yaitu 27 kali rawat inap,
pasien yang sudah terdiagnosa SLE pro-metil pulse. Terdapat 3 penderita baru terdiagnosis SLE
dan selesai perawatan dengan penyakit penyerta sebagai berikut:
Gangguan Penderita 1 Penderita 2 Penderita 3
Sistem Organ
Hematologi
 AIHA   
 Sitopenia   
Ginjal
 Nephritis   
 AKI -  -
 Hipertensi   -

Neuropsikiatri
 Psikosis - - -
 Kejang -  -
Kardiovaskuler MR moderate, TR - -
mild, PR ringan
Tatalaksana
 Metil oral  
 Metil pulse - 

1. SLE+ AIHA + nefritis lupus + hipertensi stage I terkontrol + decomp cordis NYHA
II ec MR moderate + TR ringan + PR ringan.
NY/Pr/16 tahun/BB 45 kg/TB 158 cm/Status gizi baik
Keluhan utama: pucat.
Keluhan tambahan: Sesak napas.
Riwayat perjalanan penyakit:
Sejak ± 2 minggu SMRS penderita tampak pucat, mimisan (-), gusi berdarah (-), BAB hitam (-),
nafsu makan biasa, tidak ada keluhan BAK, berat badan turun disangkal, demam (+) naik turun,
tidak terlalu tinggi, mual (+) muntah (+), sariawan (+), pasien mengeluh mudah lelah, terdapat
riwayat adanya rambut rontok.
6
Sesak napas sejak 1 minggu SMRS, sesak napas dipengaruhi oleh aktivitas, terutama jika
berjalan, batuk (-), pilek (-). Pasien dibawa berobat ke RS Bunda Prabumulih, dirawat selama 5
hari, diberi transfusi 1 unit WE, asam folat 3 x 1 tab. Dilakukan pemeriksaan laboratorium
dengan Hasil Hb 7.2 g/dl, ht 21% leukosit 10.400/mm3, trombosit 361.000/mm3, ureum 128
mg/dl, kreatinin 2.81 mg/dl, GDS 68 mg/dl. Pasien kemudian dirujuk ke RSMH untuk
tatalaksana selanjutnya.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat pucat sebelumnya disangkal
Riwayat pengobatan:
Pasien dirawat di RS Prabumulih 3 minggu yang lalu dan mendapat pengobatan dengan
pemberian asam folat, dan ditranfusi WE 1 kantong.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: sensorium: compos mentis, TD: 140/90 mmHg, HR: 110 x/menit, suhu: 37C,
frekuensi napas: 30x/menit. Keadaan spesifik: Kepala: rambut rontok (+), konjungtiva anemis
(+), sklera ikterik (-), NCH (-), malar rash (-), terdapat selaput keputihan pada mukosa lidah dan
bucal, oral ulcer (+). Thoraks: simetris, retraksi (-), Jantung: bunyi jantung I dan II normal,
murmur (+) sistolik grade III/6 ICS III-IV LPS sinistra, gallop (-), Paru: vesikuler (+) normal
ronkhi (-), wheezing (-). Abdomen: datar, lemas, hepar teraba 3 cm bawah arcus costa dan 3 cm
dibawah procesus xypoideus dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal, Ekstremitas: akral
pucat, CRT<3”.
Diagnosis awal:
Autoimun hemolitik Anemia ec Susp SLE + Decompensatio cordis NYHA III ec suspek
kardiomiopati dd/ RHD + Hipertensi stage I + TISK + candidiasis oral.
Pemeriksaan Penunjang:
Hematologi: Hb 7,5 g/dl, leukosit 3.500/mm3, Ht 23%, trombosit 229.000/mm3, LED 39
mm/jam, hitung jenis 0/1/83/9/7, retikulosit 2.3, MCV 79.7 fL(85-95), MCH 26 pg (28-32),
MCHC 33 g/dl (33-35), Fe 74 µg/dl (61-153), SGOT 50 U/L, SGPT 45 U/L, albumin 2.4 g/dL,
globulin 3.8, ureum 39 mg/dl, asam urat 4.7, kreatinin 0.39 mg/dl, Ca 7.0 mg/dl, Natrium 141
meq/L, K 3.9 meq/L, Cl 111 meq/L, C3 40.00 (90-180), C4 3.00 (10-40). SI 11, TIBC 170,
ferritin 2281.35, sat transferrin 6.47%, CRP 22, ASTO (-), rheumatoid factor (+). Coomb test
(+/+).
Gambaran darah tepi : Kesan : anemia penyakit kronis disertai tersangka infeksi bakterial.
Saran: status besi, CRP, kultur darah.

7
Urinalisis: Warna kecoklatan keruh, BJ 1.015, pH 6.0, protein ++, ascorbic acid (-), glukosa (-),
keton +, darah (+), bilirubin (-), urobilinogen 1, nitrit (-), lekosit esterase (-), epitel (-), lekosit 8-
10, eritrosit 3-5, silinder granuler ++++, Kristal (-), bakteri (-), mucus (+), jamur (-).
Kesan: Nefritis + TISK
Radiologi: Pemeriksaan foto torak, kesan: kardiomegali
Terapi:
Pemberian O2 nasal 1 liter per menit, Tranfusi WE 2x200 cc (injeksi dexametason 5 mg sebelum
tranfusi), drip Ca glukonas 20 cc dalam D5% 100 cc habis dalam 1 jam tiap 8 jam, metil
prednisolone 3x30 mg intravena (2mg/kgbb/hari), paracetamol 500 mg bila T ≥38.5°C, nystatin
drop 4x1cc (PO).
Follow up:
Selama perawatan dilakukan pemeriksaan ANA test dengan hasil 1/3200, dan anti ds-DNA
dengan hasil 1579.62. pasien di konsul ke divisi kardiologi dan dilakukan echokardiografi
dengan hasil dilatasi ringan LA dan LV, MR moderate, TR ringan, fungsi sistolik ventrikel kiri
normal EF 62.41%, FV 33.3% dan diberikan terapi captopril 2x12.5 mg po, furosemide 2x20 mg
intravena. Hasil kultur urin didapatkan steril. Pasien juga dikonsulkan ke divisi nefrologi untuk
tatalaksana hiprtensi dan direncanakan pemberian metil prednisolone oral dengan dosis 1
mg/kgBB/hari selama 4-6 minggu dilanjutkan dengan dosis tapering off sesuai jadwal.
Diagnosis Akhir: SLE+ AIHA + nefritis lupus + hipertensi stage I terkontrol + decomp
cordis NYHA III ec MR moderate + TR ringan + PR ringan + candidiasis oral.

2. SLE + Nefritis Lupus + AIHA + Hidronefrosis grade I bilateral + AKI stadium


failure.
AL/ Pr/ 12 tahun/ BB 28 kg/ TB 135 cm/ Status Gizi baik
Keluhan utama: pucat
Keluhan tambahan: lemas
Riwayat perjalanan penyakit:
Pasien sebelumnya adalah pasien dari divisi hemato onkologi dengan keluhan saat datang adalah
pucat, disertai demam tinggi yang lama dan terdapat hematomegali yang dicurigai suatu
keganasan darah. Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan BMP dan didapatkan hasil bukan
merupakan suatu keganasan, pasien juga sudah dilakukan pemeriksaan ANA test dan Anti
dsDNA tetapi belum ada hasil, pasien telah dilakukan transfusi darah merah dibagian
hematologi. Pasien kemudian dikonsulkan dan alih rawat ke bagian Alergi imunologi dicurigai
SLE.

8
Sejak 3 bulan SMRS, penderita mengeluh demam, demam tidak terlalu tinggi, hilang timbul,
pucak demam tidak diukur, demam turun dengan pemberian paracetamol. Pasien tampak lesu,
penderita masih sekolah seperti biasa namun aktivitas semakin berkurang. Anak mengeluh
terdapat bercak-bercak kemerahan di wajah, dan rambut rontok.
Sejak 1 bulan SMRS semakin tampak lesu, anak tampak pucat, demam (+) hilang timbul, batuk
(-), pilek (-) mual (-) muntah (-) BAB dan bak seperti biasa, nafsu makan turun. Sehari-hari
makan 1-2 sendok makan dan cemilan. Tidak terdapat mimisan, gusi berdarah, bab hitam (-),
BAK kemerahan (-). Penderita di bawa berobat ke dokter puskesmas diatur pola makan namun
tidak ada perbaikan. Anak masih tampak pucat.
Sesak napas sejak 1 minggu SMRS, sesak napas tidak dipengaruhi oleh cuaca, posisi, dan
aktivitas, batuk (-). Pasien mengeluh BAK sedikit sejak 1 minggu, kencing berwarna kuning
pekat, frekuensi BAK 1 sampai 2 kali dengan jumlah yang sedikit dari biasanya.
Tiga hari SMRS anak demam tinggi, naik-turun, mual (-) muntah (-)  RS. Swasta, di cek darah
didapatkan Hb 6,3 mg/dl leukosit 2000/mm3, trombosit 70.000/mm3, pendeita lalu dirujuk ke
RSMH untuk tatalaksana selanjutnya.
Riwayat penyakit dahulu:
Penurunan BB 2 kg dalam 3 bulan terakhir (+)
Riwayat pucat sebelumnya disangkal
Riwayat kontak TB disangkal
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: sens compos mentis, nadi: 90 x / mnt (isi dan tegangan cukup), suhu 37oC, RR
30x / mnt, TD 120/80 mmHg.
Keadaan spesifik: kepala NCH (-), konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-), rambut sudah
dicabut/rontok (+), malar rash (-), oral ulcer (-). Thorax simetris, retraksi (-). Pulmo: vesicular
normal, rhonki (-), wheezing (-). Cor : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen datar, lemas, hepar teraba 3 cm bawah arcus costa dan 3 cm dibawah procesus
xypoideus, Lien tak teraba, bising usus (+) normal. Ekstremitas akral hangat, pucat (+), CRT< 3
detik.
Pemeriksaan penujang:
Hematologi: Hb 4.9 g/dl, leukosit 1.500/mm3, Eritrosit 1.96x106/mm3 , Ht 15%, trombosit
52000/mm3, MCV 77, MCH 25, MCHC 33, LED 120 mm/jam, DC 0/0/6/82/12 retikulosit 1.5%,
SGOT 31 SGPT 10 LDH 735 Ureum 109 mg/dl, kreatinin 1.8 mg/dl, Ca 7.0 mg/dl, Na 131 K 7.1
CRP 13, C3 30.00 (90-180), C4 6.00 (10-40), ANA test 1/3200, anti ds-DNA 1268,76.

9
Urinalisis: Warna kecoklatan keruh, BJ 1.015, pH 6.0, protein ++, ascorbic acid (-), glukosa (-),
keton +, darah (+), bilirubin (-), urobilinogen 1, nitrit (-), lekosit esterase (+), epitel (+), lekosit
10-15, eritrosit 3-5, silinder granuler +++, Kristal (-), bakteri (++), mucus (+), jamur (-).
Echocardiografi: normal heart.
Kultur urin: Acinetobacter baumanii Sensitive: ciprofloxacin, tigecycline, ceftazidime,
meropenem, amikasin.
Diagnosis awal: Pansitopenia ec. SLE + demam neutropeni + AKI stadium risk + ISK.
Terapi: Injeksi Furosemid 2x 20 mg iv, Inj. Ceftazidime 3x 1.4 gr, Inj. Amikasin 1x 450 mg iv,
inj. Flukonazol 1x 200 mg iv, PCT 3x300 mg bila T ≥ 38.5°C, Captopril 2x12.5 mg PO, Tranfusi
WE 2x200 cc
Follow up :
Selama perawatan 2 hari di divisi Alergi dan Imunologi pasien terus memburuk, dilakukan
pemeriksaan ulang ureum 248, asam urat 11.9, kreatnin 7.50, pasien dikonsulkan ke divisi
nefrologi dengan AKI stadium failure, dan direncanakan hemodialisa. Pada pasien mengalami
kejang dan penurunan kesadaran anak mengalami sesak napas, gangguan kesadaran. Pasien telah
dilakukan tatalaksana kejang dengan pemberian diazepam intravena, Anak kemudian diberi
bantuan oksigen dengan simple mask 8 liter permenit, namun belum perbaikan, anak masih
tampak sesak dan diberikan oksigen dengan NRM 8 liter permenit. Pasien terus memburuk dan
didapatkan gangguan hemodinamik dimana kaki tangan dingin, nadi di radialis dan brachialis
tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, kemudian anak dilakukan challenge dengan RL dengan
kecepatan 20 cc/kgBB/30 menit tetapi tidak respon kemudian diberikan support dobutamin
dengan dosis 5-20mcg/kgBB/menit. Pasien kemudian dipindahkan ke HCU (PICU penuh).
Selama 1 hari perawatan HCU Pasien mengalami perburukan dan meninggal.
Diagnosis Akhir: Gagal kardiorespirasi ec ensefalopati uremikum + sereberal lupus + AKI
stadium failure + nefritis lupus + SLE + AIHA.

3. SLE +AIHA + Gizi kurang


VA/Pr/12 tahun/33kg/157 cm/Status Gizi kurang
Keluhan utama: pucat
Keluhan tambahan: demam
Riwayat perjalanan penyakit:
Penderita adalah pasien konsulan dari boks infeksi yang telah dirawat dengan demam lama.
Dengan riwayat sejak 6 minggu sebelum masuk RS, penderita demam, demam tidak terlalu
tinggi, tidak pernah diukur. Demam terutama malam hari. Tidak terdapat batuk, pilek, mual,

10
muntah, maupun diare. Penderita tidak mengeluh nyeri sendi, BAK dan BAB biasa. Penderita
tidak tampak pucat, tidak ada ruam-ruam kemerahan saat terkena sinar matahari. Tidak ada
mimisan, gusi berdarah (-). Pasien belum dibawa berobat.
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri perut, nyeri perut kiri
bawah, nyeri hilang timbul. Penderita dibawa ke dokter umum dan dilakukan pemeriksaan darah
serta dirawat selama 1 malam dan pulang kontrol. Keluarga penderita tidak tahu sakit apa. Sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien masih demam, pasien tampak semakin pucat dan
lemas. Tidak terdapat batuk, pilek, mual, muntah, maupun diare. Penderita mengeluh nyeri sendi,
bengkak pada sendi (-), BAK dan BAB biasa. Penderita tidak tampak pucat, tidak ada ruam-
ruam kemerahan saat terkena sinar matahari. Tidak ada mimisan, gusi berdarah (-). Pasien
dibawa ke puskesmas dan dirujuk ke UGD RSMH.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien pernah dirawat di RS Myria dengan diagnosis AIHA 3,5 bulan lalu.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
Riwayat batuk lama disangkal
Riwayat kontak dengan penderita batuk lama disangkal
Riwayat penurunan berat badan (+) dalam 6 minggu terakhir. Tetapi berat tidak diukur.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: sensorium: kompos mentis, TD: 100/60 mmHg, HR: 110 x/menit ,suhu: 38,5C,
frekuensi napas: 28x/menit. Keadaan spesifik: Kepala :konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-),
NCH (-), malar rash (-), oral ulcer (-). Leher : Pembesaran KGB multipel di regio colli anterior
dextra et sinistra, ukuran 1-2 cm, mobile, nyeri (-). Thoraks: simetris, retraksi (-), Jantung: bunyi
jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-), Paru: vesikuler (+) normal ronkhi (-), wheezing (-
). Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal, Ekstremitas: akral
pucat, CRT<3”, tidak tampak tanda-tanda artritis.
Diagnosis awal di Boks Infeksi : Demam lama ec TISK DD TB + AIHA + gizi kurang
Terapi awal di Boks Infeksi :
Drip ceftriaxone 1x2 gram, pemeriksaan kultur darah dan urin, pemeriksaan rontgen thorax AP
lateral.
Pemeriksaan penunjang:
Darah
Hb : 8,2 g/dl, Ht : 23%, Leukosit :2.700/mm3, Trombosit : 202.000/mm3, DC : 0/0/65/31/5 MCV
95,5 fL(85-95), MCH 35 pg (28-32), MCHC 35 g/dl (33-35), LED 2 mm/jam, Retikulosit 2.8%,,
CRP <5.

11
Gambaran darah tepi : anemia normositik normokrom, anisositosis dengnan leukopenia.
Urinalisis: warna kuning, agak keruh, BJ 1,015, pH 6,0, Protein (-), Glukosa (-), Keton (-), Darah
(++), Bilirubin (-), Urobilinogen 1, Nitrit (-), Lekosit Esterase (+). Sedimen: epitel (-), Lekosit 0-
5 /lpb, Eritrosit 20-25/lpb, Silinder Hyaline (-), Kristal (-), Bakteri (+), Mukus (+), Jamur (-).
Follow up :
Selama di boks infeksi demam lama penderita ditelusuri dan dilakukan pemeriksaan kultur urin
dengan hasil steril dan pemeriksaan malaria (-). Dilakukan coomb test dengan hasil direk (+) dan
indirek (+). Dilakukan penelusuran TB paru dengan hasil TCM sputum -, BTA 1 dan 2 (-). Hasil
rontgen thorax dengan kesan sugestif TB paru. Penderita juga dilakukan pemeriksaan ANA dan
anti ds-DNA dengan hasil ANA test > 1/320. dsDNA 13787,72. Penderita dikonsulkan ke bagian
hemato-onkologi dengan hasil AIHA dan tidak ada tatalaksana khusus saat ini (target Hb 8 dan
tidak ada tanda-tanda gangguan oksigenasi). Penderita juga dikonsulkan ke divisi kardiologi
dengan hasil echocardiografi efusi perikardial minimal.
Penderita memenuhi kriteria SLE diantaranya kelainan hematologi, ANA +, anti dsDNA +, dan
efusi perikardial. Pada hari perawatan ke 8 (saat telah ditegakkan SLE) dimulai pemberian
metilprednison oral dosis 1 mg/kgbb/hari. Penderita dikonsulkan ke divisi NPM dengan kesan
gizi kurang, diberikan pediasure 3x200 cc dan nasi biasa 3x1 porsi. Hasil kultur darah
staphylococcus epidermidis sensitif pada ciprofloxacin. Dilakukan USG TUG dengan hasil
dalam batas normal. Pada hari perawatan ke 10 penderita tidak lagi demam. Ceftriaxon diberikan
selama 14 hari dan dilanjutkan dengan coprofloxacin selama 7 hari. Penderita pulang kontrol
setelah 3 minggu perawatan dan 14 hari pemberian metilprednisolon.

Diagnosis Akhir: SLE+AIHA+ Gizi kurang

PURPURA HENOCH SCHOENLEIN


Terdapat 2 penderita baru yang telah selesai dirawat dan 1 penderita lama yang masuk kembali
karena relaps.
Purpura Henoch Schoenlein + hipertensi stage I terkontrol + TFA + obesitas
1. JE/laki-laki/10 tahun/BB 51kg/TB 149 cm/Gizi lebih
Keluhan utama: bercak kemerahan pada tungkai kanan dan kiri
Keluhan tambahan: nyeri menelan
Riwayat Perjalanan Penyakit

12
Sejak 1 hari SMRS penderita mengeluh timbul bercak kemerahan pada kedua kaki, demam tidak
ada, penderita juga mengeluh nyeri menelan. Tidak terdapat mual, muntah, dan nyeri sendi.
BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Sejak ± 6 jam SMRS ruam kemerahan bertambah banyak di tungkai. Penderita masih mengeluh
nyeri menelan. Tidak terdapat mual, muntah, demam, dan sakit kepala dan nyeri sendi. BAB dan
BAK biasa. Penderita dibawa ke IRD ke RSMH
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien telah terdiagnosis dengan Henoch schonlein purpura sejak tahun 2016.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : Sens compos mentis, TD : 90/60 mmhg, Nadi 106 kali/menit (i/t cukup,
reguler), T : 36.8 C, RR : 20 kali/menit.
Keadaan Spesifik : kepala : moon face (+), NCH (-) konjungtiva anemis (-), faring hiperemis (+),
tonsil T3-T3 tenang, Thorax simetris retraksi (-), pulmo vesikuler normal, ronkhi dan wheezing
tidak ada, Cor : bunyi jantung I-II normal, murmur dan gallop tidak ada, Abdomen : datar lemas,
hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal. Ekstremitas akral hangat, CRT <3”. Tampak
purpura eritem palpable pada tungkai kaki.
Diagnosis awal:
Purpura Henoch Schonlein+Tonsilofaringitis akut + hipertensi stage I terkontrol + obesitas
Terapi: Metilprednisolon @4mg ½ - 0 - ½, captopril 2x12.5 mg, paracetamol 500 mgbila T
≥38.5°C, neurobion 1x1 tablet, eritromisisn 3x500 mg, Antasida syr3x1 cth, Kalsium+vitamin D
2x1 tablet
Pemeriksaan Penunjang:
Darah: Hb 15.1 g/dl, Leukosit 12.300/mm3, Ht 46 %, trombosit 210.000/mm3, RDW CV 13.10,
LED 6 mm/jam, hitung jenis 0/1/64/22/13, CRP 12 mg/L
Urin rutin: kuning, jernih, BJ 1.005, pH 7,0, protein (-), ascorbic acid, glukosa (-), keton (-),
darah (++), bilirubin (-), urobilinogen 1, nitrit (-), lekosit esterase (-), epitel (-), Leukosit 0-1,
Eritrosit 0-1, silinder (-), kristal (-), bakteri (-), mukus (-), jamur (-).
Feses rutin: kuning lembek, amoeba (–), eritrosit 0-1, leukosit 0–1, bakteri (+), Jamur (-), telur
cacing (–), sisa makanan protein (–), lemak (–), karbohidrat (–), darah samar (–).
Follow up: Penderita dirawat karena terdapat bercak-bercak kemerahan di kedua tungkai.
Dilakukan pemeriksaan darah dan urinalisis dengan hasil normal. Selama perawatan bercak
kemerahan tidak bertambah dan tidak terdapat ruam baru, BAB dan BAK normal, dan tidak
terdapat nyeri perut. Kemudian metilprednisolon dipertahankan menjadi 1x1 tablet serta

13
captopril 1x12.5 mg dan pasien dipulangkan setelah hari perawatan ke-7 dengan metiprednisolon
oral dipertahankan satu tablet per hari sampai control 1 minggu.
Diagnosis akhir :
Purpura Henoch Schonlein + tonsilo faringitis akut + hipertensi terkontrol + obesitas

2. MRS/Laki-laki/11 tahun/BB 38 kg/TB 143 cm/status Gizi baik


MRS/Laki-laki/11 tahun/BB 38 kg/TB 143 cm/status Gizi baik
Keluhan utama: ruam-ruam merah dan teraba pada bokong dan tungkai
Keluhan tambahan: bengkak pada tungkai
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 10 hari SMRS, penderita mengalami bengkak di daerah punggung kaki, ruam kemerahan
(+), nyeri (-), batuk (-), pilek (-), nyeri menelan (-), muntah (-), BAB cair (-). Penderita dibawa
berobat ke RSUD Sekayu dan dirawat inap dengan diagnosa purpura henoch schonlein diberikan
terapi metilprednisolon 0,6 mg/kgBB dan B kompleks. Dikarenakan ruam bertambah banyak,
penderita dirujuk ke Spesialis anak di RSMH dan dirujuk ke RSMH.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sens compos mentis, TD : 120/70, Nadi :88 kali/menit (i/t cukup, reguler), T :
36.7 C, RR : 20 kali/menit.
Keadaan Spesifik : kepala : NCH (-) konjungtiva anemis (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
tenang, Thorax simetris retraksi (-), pulmo vesikuler normal, ronkhi dan wheezing tidak ada,
Cor : bunyi jantung I-II normal, murmur dan gallop tidak ada, Abdomen : datar lemas,nyeri
tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal. Ekstremitas akral
hangat, CRT 2”. Tampak purpura dengan warna coklat pada kedua pergelangan kaki dan
tampak edema pada kedua dorsum pedis, tanda-tanda rubor, kalor, dolor, tumor pada sendi
tidak ada.
Diagnosis awal : Purpura Henoch Schoenlein
Terapi awal:Paracetamol 500 mg.
Pemeriksaan Penunjang
Darah
Hb 13,5 g%, leukosit 32.100/mm3, Ht 40%, trombosit 551.000/mm3, LED 34 mm/jam, DC
0/1/76/16/7, CRP 8 mg/dl.

14
Urin rutin kuning, jernih, BJ 1.005, pH 6,0, protein (-), glukosa (-), keton (-), darah (-), bilirubin
(-), urobilinogen 1, nitrit (-), lekosit esterase (-), epitel (-), Leukosit 0-1, Eritrosit 0-1, silinder (-),
kristal (-), bakteri (-), mukus (-), jamur (-).
Feses rutin
Coklat keras, amoeba (–), eritrosit 0-1, leukosit 0–1, bakteri (+), Jamur (-), telur cacing (–), sisa
makanan protein (–), lemak(–), karbohidrat (–), darah samar (–).
Follow up:
Penderita dirawat untuk mengobservasi apakah terdapat komplikasi yang mungkin timbul dari
PHS.Dilakukan pemeriksaan urinalisis dan pemeriksaan feces dengan hasil normal. Pada hari
kedua perawatan terdapat nyeri perut. Penderita diberikan inj ranitidin 2x25 mg intravena dan
pemberian metilprednison oral dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 minggu dan dilakukan
tappering off. Selama perawatan nyeri sendi berkurang, tidak terdapat ruam baru, BAB dan
BAK normal, nyeri perut berkurang. Pasien dipulangkan setelah hari perawatan ke 8.

Diagnosis akhir : Purpura Henoch Schoenlein

HUMAN IMUNODEFEIENSI VIRUS


Terdapat 1 penderita baru terdiagnosa HIV yang selesai dirawat dan terdapat 5 penderita lama
yang telah selesai dirawat.
1. HIV stadium 2 + pneumonia + marasmus kondisi V
AI/Lk/3 tahun 7 bulan/BB 9 kg/ PB 83 cm/Gizi buruk
Keluhan Utama: sesak
Keluhan tambahan: batuk, demam
Riwayat perjalanan penyakit:
Sejak 1 bulan SMRS penderita demam yang tidak terlalu tinggi, demam turun bila diberi
paracetamol. Penderita belum dibawa berobat.
Sejak 7 hari SMRS penderita masih demam, tidak terlalu tinggi, suhu tidak diukur, batuk ada,
berdahak, pilek tidak ada, muntah tidak ada, BAB dan BAK seperti biasa.
Sejak satu hari SMRS penderita kontrol ke poli alergi imunologi, penderita tampak sesak,
disertai batuk dan pilek dan disarankan untuk dirawat.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien telah terdiagnosis dengan B20, TB paru post terapi dan marasmus kondisi V
Pemeriksaan fisis:

15
Keadaan umum: Sensorium: kompos mentis, Nadi 110x/menit, RR 38 kali/menit, suhu 36,6º C
(aksilla). Keadaan spesifik: Kepala: napas cuping hidung(-), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), wajah seperti orang tua (-),Thorax simetris, retraksi (+) intercostal, iga gambang (+),
Cor Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-) Pulmo: vesikuler normal Ronkhi (+/+)
basah halus nyaring, Wheezing (-/-) Abdomen datar, lemas hepar dan lien tidak teraba, bising
usus (+) normal. Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 3 detik.
Diagnosis awal: HIV stadium 2 + Pneumonia + TB paru post terapi + marasmus kondisi V
Terapi:
Penderita diberikan O2 nasal 1 lpm, injeksi ampicillin 3 x 600 mg iv, gentamicin 1 x 64 mg iv,
Cotrimoxazole 1 x 40 mg PO, Lamivudine/nevirapin/zidovudin 2x 1½ tablet (PO). Diet NB
3x250kkal, susu pediasure 6x100cc.
Pemeriksaan penunjang:
Darah: Hb 9,3 g/dl, Ht 28%, Leukosit: 10.200/mm3, Trombosit : 526.000/UL, Diff. Count :
0/3/22/56/19, MCV 89.0 fL(85-95), MCH 29 pg (28-32), MCHC 33 g/dl (33-35), RDW CV
23.50, LED 97 mm/jam, CRP 215.
Rontgen thorax: Kesan : bronkopneumonia
Follow up:
Penderita dikonsulkan ke divisi respirologi untuk tata laksana pneumonia dan evaluasi TB paru
post terapi. Pasien juga dikonsulkan ke bagian nutrisi dan penyakit metabolik untuk tata laksana
marasmus kondisi V dan feeding problem. Selama perawatan pasien mengalami perbaikan, sesak
berkurang, batuk berkurang, berat badan naik secara bertahap dan nafsu makan baik. Pasien
kemudian dipulangkan pada hari perawatan ke delapan.
Diagnosis akhir: HIV stadium 2 + Pneumonia + marasmus kondisi V.

2. HIV stadium III + marasmusk washiorkor kondisi V + kardiomiopati dilatasi +


bakteremia + ISK + AIHA.
BNA/ Perempuan/ 4 tahun 2 bulan/ BB 11kg/ PB 85 cm/ Gizi buruk
Keluhan Utama: Pucat.
Keluhan tambahan: sesak napas, bengkak pada kelopak mata dan kedua tungkai, demam,
sariawan.
Riwayat perjalanan penyakit:
Sejak 2 bulan sebelum masuk RS, penderita mulai tampak pucat, pucat terutama tampak pada
wajah, dan semakin lama semakin bertambah pucat. Tidak ada riwayat perdarahan spontan atau
trauma, batuk (-), BAB dan BAK normal.

16
Sejak 2 bulan pasien juga mengeluh demam hilang timbul, demam turun dengan pemberian
paracetamol, puncak suhu tubuh tidak diukur. Timbul sariawan di sekitar mulutnya disertai
selaput keputihan. Pasien mengalami penurunan nafsu makan.
Sejak 1 minggu SMRS tampak kedua kelopak mata bengkak dan menjalar ke tungkai, BAB dan
BAK dalam batas normal. Pasien juga tampak mulai sesak napas.
Sejak 1 hari SMRS penderita bertambah sesak napas, sesak napas dipengaruhi oleh aktivitas ,
sesak bertambah terutama jika pasien berjalan atau menangis, penderita dibawa ke IRD RSMH
dan dirawat.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien sudah terdiagnosa HIV sejak november 2017 sedang menjalani terapi lamivudin 2x40mg,
nevirapin 2x100mg, tenofovir 1x80mg, cotrimoksazole 1x240mg, sering dimuntahkan setelah
minum obat.
Pasien susah makan nasi, lebih sering makan snack jajanan diwarung.
Pasien sudah didiagnosa TB paru dan selesai pengobatan OAT pada Mei 2018.
Ibu meninggal saat usia penderita 1 tahun.
Pemeriksaan fisis:
Keadaan umum: Sensorium kompos mentis, tekanan darah 90/60, nadi 120x/menit (i/t cukup),
pernapasan 36 kali/menit, suhu 37,6º C (aksilla). Keadaan spesifik: Kepala: napas cuping hidung
(+), konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-); wajah seperti orang tua (+), oral moniliasis (+),
mata cekung (-), kelopak mata edema (+/+). Thorax simetris, retraksi (+) interkostal. Cor Bunyi
jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-) Pulmo: vesikuler normal Ronkhi (-/-), wheezing (-
/-). Abdomen: distensi, cubitan kulit perut kembali cepat, hepar teraba 3cm dibawah arkus kosta
dan 3cm dibawah procesus xypoideus, lien tidak teraba, bising usus (+) normal. Ekstremitas:
Baggy pant (+), akral hangat, capillary refill time 2 detik, edema pretibia (+/+).
Diagnosis awal:
HIV stadium III + kandidiasis oral + anemia ec ACD dd/ ADB dd/ AIHA + decompensatio
cordis ec. Suspek kardiomiopati + marasmus kwashiorkor kondisi V + TISK.
Terapi:
Penderita diberikan oksigen nasal kanul 2 liter per menit, IFVD D5 ¼ NS retriksi ¾ maintenance
43cc/jam, pemberian ARV terdiri dari lamivudin 2x40mg, nevirapin 2x100mg, tenofovir
1x80mg. Pemberian obat antibiotik cotrimoksazole 1x240mg, mycostatin 4 x 100.000 iu, dan
paracetamol 4x120 mg jika demam.
Pemeriksaan penunjang:

17
Hb 5.7 g/dl, eritrosit 2.510.000/mm3, Ht 21 vol%, leukosit 5.600/mm3, trombosit 434.000/UL,
DC: 0/3/58/25/14, MCV 81.3fL (85-95), MCH 23pg (28-32), MCHC 27g/dl (33-35), LED 70
mm/jam, SGOT 42 U/L, SGPT 15 U/L, albumin 2.1 g/dl, Ureum 21mg/dl, Cr 0,24mg/dl, CRP
61 mg/dl, coomb test (+/+). Gambaran darah tepi didapatkan: eritrosit; anemia mikrositik
hipokromik anisositosis. Leukosit; jumlah cukup, left shift. Trombosit; jumlah cukup morfologi
normal, penyebaran merata. Kesan : anemia defesiensi besi disertai proses infeksi bakterial.
Urin rutin : agak keruh, BJ 1.005, pH 6,0, protein (-), glukosa (-), keton (-), darah (-), bilirubin (-
), urobilinogen 1, nitrit (+), lekosit esterase (++), epitel (+), Leukosit 15-20, Eritrosit 0-1, silinder
(-), kristal (-), bakteri (+++), mukus (-), jamur (-).
Follow up:
Penderita dilakukan transfusi WE sesuai target Hb 10, penderita dikonsul dan rawat bersama
divisi NPM mendapat diet cair parenteral F75 dilanjutkan dengan F100 dengan target kalori
1170 kkal. Perlahan lahan penderita diberikan BSB 3x150cc parenteral. Penderita juga dilakukan
koreksi albumin yaitu plasbumin 25% 40ml/24 jam selama 3 hari berturut turut. Hasil kultur urin
didapatkan kuman E. Coli yang sensitif terhadap ciprofloksasin, tigesyclin, amikasin, cefepim,
ceftazidim, meropenem. Penderita diberikan antibiotik ceftazidim injeksi 3x600mg. Penderita
juga dikonsulkan divisi nephrologi untuk permassalahan TISK dengan saran lanjutkan
ceftazidim sampai 7 hari. Selama 7 hari pemberian antibiotik pasien masih terdapat demam.
Hasil kultur darah didapatkan hasil kuman Acinetobacter baumanii yang sensitif terhadap
ciprofloksasin, tigesyclin, amikasin, ampisilin sulbactam, dan meropenem. Ceftazidim diganti
dengan amikasin 1x175mg selama 10 hari. Kondisi klinis pasien membaik; demam hilang,
edema palpebra dan edema tungkai hilang, pucat sudah tidak ada lagi, tetapi pasien masih
tampak takipnue dan perutnya membuncit. Penderita dikonsulkan ke divisi kardiologi dengan
hasil rontgent thorax kardiomegali dan hasil echokardiografi kardiomiopati dilatasi dengan EF
26.3% dan FS 12%, mendapat tambahan terapi digoksin 2x0.05mg. Hasil konsul GEH
didapatkan kesan hepar membesar dengan diameter 15cm, tidak ada tatalaksana dibidang GEH.
Penderita pulang kontrol setelah 20 hari perawatan, dimana pasien sudah bisa intake oral nasi
biasa 3x1/2porsi@ 200kkal dan susu pediasure 6x100cc, dengan melanjutkan ARV dan
cotrimoksazole.
Diagnosis akhir: HIV stadium III + marasmuskwashiorkor kondisi V + kardiomiopati
dilatasi + bakteremia + ISK + AIHA.

18
ARTRITIS SEPTIK
JKS/ Lk/ 3 tahun 6 bulan/ BB 13 kg/ PB 98 cm/ Status gizi normal
Keluhan Utama : nyeri sendi pergelangan kaki
Keluhan tambahan : bengkak pada pergelangan kaki, demam.
Riwayat perjalanan penyakit:
Sejak 5 hari SMRS pasien mengeluh nyeri pada pergelangan kaki kanan disertai bengkak, lama
kelamaan sendi pergelangan kaki kanan bertambah nyeri, bengkak disertai kemerahan, dan nyeri
bertambah jika digerakkan, anak tidak dapat berdiri.
Sejak 3 hari SMRS penderita mengeluh demam, demam terus menerus, puncak demam tidak
diukur, demam berkurang dengan pemberian paracetamol. Pasien dibawa ke dokter spesialis
ortopedi dilakukan rontgen didapatkan hasil dalam batas normal. Pasien diberi obat yang tidak
diketahui jenis obatnya.
Sejak 2 hari SMRS nyeri sendi menjalar ke sendi pergelangan kaki sebelah kiri disertai bengkak.
Demam masih dirasakan pasien, pasien bertambah lesu dan kaki terasa nyeri jika digerakkan,
pasien tidak dapat berdiri karena kesakitan. Pasien dibawa ke RS swasta dan dilakukan
pemeriksaan darah dengan hasil Hb 11 mg/dl, leukosit 24.540/mm3, trombosit 306.000/mm3 Ht
31.4%, pasien dirujuk ke RSMH.
Pemeriksaan fisis:
Keadaan umum: Sensorium kompos mentis, Nadi 120x/menit, RR 22 kali/menit, suhu 38.8º C.
Keadaan spesifik: Kepala: napas cuping hidung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Thorax: simetris, retraksi (-). Cor: Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-). Pulmo:
vesikuler normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-). Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak
teraba, bising usus (+) normal. Ekstremitas: akral hangat, capillary refill time 2 detik, tampak
edema pada kedua sendi pergelangan kaki, teraba hangat dan eritema serta pergerakan terbatas.
Diagnosis awal: Artritis septik, dd/ demam rematik akut, dd/ reumatoid artritis juvenil.
Terapi: Ibuprofen sirup 3x150mg, ceftriaxon 1x1gram (iv).
Pemeriksaan penunjang:
Hb 9,6 g/dl, Leukosit 18.900/mm3, Ht 30%, trombosit 295.000/mm3, MCV 80,6 fL(85-95),
MCH 26 pg (29-32), MCHC 32 g/dl (29-31), LED 30 mm/jam, hitung jenis 0/0/22/76/2,
retikulosit 1.3, CRP 180mg/L, reumatoid faktor negatif.
Gambaran darah tepi: eritrosit normositik normokromik; leukosit jumlah meningkat, limfositosis,
limfosit atipik (+); trombosit jumlah dan bentuk normal. Kesan: anemia normositik
normokromik dan leukositosis ec inflamasi/penyakit kronis. Saran monitor darah tepi dan CRP.

19
Follow up: Selama observasi dirumah sakit, pasien dikonsulkan dan rawat bersama Divisi
Infeksi diberikan terapi antibiotik ceftriaxon intravena selama 12 hari dan analgetik ibuprofen
peroral. Pasien juga dilakukan kultur darah dengan hasil steril. Pasien mengalami perbaikan
klinis, sendi pergelangan kedua kaki tidak bengkak, tidak merah dan nyeri berkurang. Pasien
dilakuan evaluasi laboratorium pada hari ke 12, didapatkan hasil Hb 9.8 g/dl, eritrosit
3.890.000/mm3, leukosit 64.600/mm3, trombosit 476.000, MCV 82fl, MCH 25pg, MCHC
31g/dl, LED 52mm/jam, DC 0/0/5/12/2, CRP <5mg/l. Karena didapatkan hiperleukositosis maka
dilakukan pemeriksaan gambaran darah tepi ulang, didapatkan: Eritrosit; normositik
normokromik. Leukosit; jumlah meningkat dan blast (+). Trombosit; jumlah cukup, morfologi
normal dan penyebaran merata. Kesan; suspek keganasan hematologi (ALL). Saran; BMP.
Penderita di konsul ke bagian hematoonkologi dan ditatalaksana dengan hidrasi alkalinisasi
selama 48 jam dan dilakukan evaluasi laboratorium pasca hidrasi alkalinisasi didapatkan hasil
Hb 8.8 g/dl, eritrosit 3.510.000/mm3, leukosit 42.400/mm3, trombosit 352.000, DC 0/0/7/91/2.
Pasien rencana dilakukan BMP tetapi pasien meminta pulang atas permintaan sendiri dan kontrol
kembali ke poli hematoonkologi.
Diagnosis akhir: Artritis Septik (selesai) + suspek ALL HR.

20
POLIKLINIK KHUSUS ALERGI IMUNOLOGI
Selama periode April – Juni 2018 jumlah kunjungan pasien ke Poli Alergi Imunologi sebanyak
114 kunjungan, dengan spektrum penyakit sebagai berikut :

1. PMTCT : 21 kunjungan
2. ODHA : 60 kunjungan
3. SLE : 12 kunjungan
4. ARJ : 3 kunjungan
5 PHS : 7 kunjungan
6 Dermatitis kontak iritan : 2 kunjungan
7 Dermatitis kontak alergi : 2 kunjungan
8 Dermatitis atopi + infeksi jamur : 1 kunjungan
9 Skleroderma : 1 kunjungan
10 TEN : 1 kunjungan
11 Alergi susu sapi : 2 kunjungan
12 Urticaria : 1 kunjungan
13 Rhinitis Alergika : 1 kunjungan
Jumlah : 114 kunjungan

Tabel 2. Distribusi jumlah kunjungan ke poliklinik khusus Alergi Imunologi (n=114)

Jenis Penyakit <1 1-<5 ≥5 Askes


Lama Baru Swasta Jml %
L P L P L P Askin
PMTCT 11 6 4 - - - 17 4 21 0 21 18.4
ODHA 1 6 10 11 23 9 56 4 60 0 60 52.3
SLE - - - 2 2 8 12 - - - 12 10.5
ARJ - - - - 1 2 3 - 3 - 3 2.6
PHS - - - - 2 5 2 5 6 1 7 6.4
Dermatitis kontak
1 - - - 1 - 2 0 2 0 2 1.8
iritan
Dermatitis kontak
2 - - - - - 0 2 2 0 2 1.8
alergi
Dermatitis kontak
atopi + infeksi - 1 - - - - 1 - 1 - 1 0.9
jamur
Skleroderma - - - - 1 - 1 - 1 - 1 0.9
TEN - - - 1 - 1 - 1 - 1 0.9
Alergi susu sapi 2 - - - - - 0 2 2 0 2 1.8
Urticaria - - - - 1 - 0 1 1 0 1 0.9

21
Rhinitis Alergika - - - - - 1 0 1 1 0 1 0.9
Jumlah 17 13 14 13 32 25 95 19 98 1 114 100

Terima kasih kepada Ketua Bagian IKA FK UNSRI/RSMH, Ketua Program Studi IKA, dan
Supervisor Boks Alergi dan Imunologi Anak yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan
kepada kami selama bertugas dan belajar di Boks Alergi dan Imunologi Anak.

22

Anda mungkin juga menyukai