Anda di halaman 1dari 30

1.

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Osteoporosis

1. a. Pengkajian

Adapun pengkajian yang dilakukan pada klien dengan osteoporosis meliputi :

1) Riwayat keperawatan. Dalam pengkajian riwayat keperawatan, perawat perlu


mengidentifikasi adanya :

a) Rasa nyeri/sakit tulang punggung (bagian bawah), leher, dan pinggang

b) Berat badan menurun

c) Biasanya di atas 45 tahun

d) Jenis kelamin sering pada wanita

e) Pola latihan dan aktivitas

f) Keadaan nutrisi (mis, kurang vitamin D dan C, serta kalsium)

g) Merokok, mengonsumsi alkohol dan kafein

h) Adanya penyakit endokrin: diabetes mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid, Sindrom


Cushing, akromegali, Hipogonadisme

2) Pemeriksaan fisik :

a) Lakukan penekanan pada tulang punggung terdapat nyeri tekan atau nyeri pergerakan

b) Periksa mobilitas pasien

c) Amati posisi pasien yang nampak membungkuk

3) Riwayat Psikososial. Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul
kecemasan, takut melakukan aktivitas, dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji
masalah-masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang
menyertainya.

1. b. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan untuk klien osteoporosis sebagai berikut
:

1) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit.

2) Gangguan konsep diri : perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan
proses penyakit

3) Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot


4) Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotik

5) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi

1. c. Tujuan

Sasaran umum pasien dapat meliputi dapat meningkatkan mobilitas dan aktivitas fisik, dapat
menggunakan koping yang positif, nyeri reda, cedera tidak terjadi, dan memahami
osteoporosis dan proram pengobatan.

1. d. Intervensi

Intervensi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis yang ditemukan, meliputi :

1) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit

Intervensi :

a) Gunakan matras dengan tempat tidur papan untuk membantu memperbaiki posisi tulang
belakang

b) Bantu pasien menggunakan alat bantu walker atau tongkat

c) Bantu dan anjarkan latihan ROM setiap 4 jam untuk meningkatkan fungsi persendian
dan mencegah kontraktur

d) Anjurkan menggunakan brace punggung atau korset, pasien perlu dilatih


menggunakannya dan jelas tujuannya

e) Kolaborasi dalam pemberian analgetik, ekstrogen, kalsium, dan vitamin D

f) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam program diet tinggi kalsium serta vitamin C dan D

g) Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam memantau kadar kalsium

2) Gangguan konsep diri : perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan
proses penyakit

Intervensi :

a) Bantu pasien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan penuh perhatian.


Perhatian sungguh-sungguh dapat meyakinkan pasien bahwa perawat bersedia membantu
mengatasi masalahnya dan akan tercipta hubungan yang harmonis sehingga timbul koordinasi

b) Klasifikasi jika terjadi kesalahpahaman tentang proses penyakit dan pengobatan yang
telah diberikan. Klasifikasi ini dapat meningkatkan koordinasi pasien selama perawatan

c) Bantu pasien mengidentifikasi pengalaman masa lalu yang menimbulkan kesuksesan


atau kebanggan saat itu. Ini dapat membantu upaya mengenal diri kembali
d) Identifikasi bersama pasien tentang alternative pemecahan masalah yang positif. Hal ini
akan mengembalikan rasa percaya diri

e) Bantu untuk meningkatkan komunikasi dengan keluarga dan teman

3) Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot

Intervensi :

a) Anjurkan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring

b) Atur posisi lutut fleksi, meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot

c) Kompres hangat intermiten dan pijat pungung dapat memperbaiki otot

d) Anjurkan posisi tubuh yang baik dan ajarkan mekanika tubuh

e) Gunakan korset atau brace punggung, saat pasien turun dari tempat tidur

f) Kolaborasi dalam pemberian analgesik untuk mengurangi rasa nyeri

4) Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotis

Intervensi :

a) Anjurkan untuk melakukan aktivitas fisik untuk memperkuat otot, mencegah atrofi, dan
memperlambat demineralisasi tulang progresif

b) Latihan isometrik dapat digunakan untuk memperkuat otot batang tubuh

c) Anjurkan pasien untuk berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur tubuh yang baik

d) Hindari aktivitas membungkuk mendadak, melengok, dan mengangkat beban lama

e) Lakukan aktivitas di luar ruangan dan dibawah sinar matahari untuk memperbaiki
kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D

5) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi

a) Jelaskan pentingnya diet yang tepat, latihan, dan aktivitas fisik yang sesuai, serta
istirahat yang cukup

b) Jelaskan penggunaan obat serta efek samping obat yang diberikan secara detail

c) Jelaskan pentingnya lingkungan yang aman. Misalnya, lantai tidak licin, tangga
menggunakan pegangan untuk menghindari jatuh

d) Anjurkan mengurangi kafein, alcohol, dan merokok

e) Jelaskan pentingnya perawatan lanjutan


1. e. Evaluasi

Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan :

1) Aktivitas dan mobilitas fisik terpenuhi

a) Melakukan ROM secara teratur

b) Menggunakan alat bantu saat aktivitas

c) Menggunakan brace / korset saat aktivitas

2) Koping pasien positif

a) Mengekspresikan perasaan

b) Memilih alternatif pemecah masalah

c) Meningkatkan komunikasi

3) Mendapatkan peredaan nyeri

a) Mengalami redanya nyeri saat beristirahat

b) Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari

c) Menunjukkan berkurangnya nyei tekan pada tempat fraktur

4) Tidak mengalami fraktur baru

a) Mempertahankan postur yang bagus

b) Mempegunakan mekanika tubuh yang baik

c) Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D

d) Rajin menjalankan latihan pembedahan berat badan (berjalan-jalan setiap hari)

e) Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari

f) Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah

g) Menciptakan lingkungan rumah yang aman

h) Menerima bantuan dan supervisi sesuai kebutuhan

5) Mendapatkan pengetahuan mengenai oesteoporosis dan program penanganannya.

a) Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap massa tulang


b) Mengkonsumsi kalsium diet dalam jumlah yang mencukupi

c) Meningkatkan tingkat latihan

d) Gunakan terapi hormon yang diresepkan

e) Menjalani prosedur skrining sesuai anjuran


g. Pemeriksaan fisik
• B1 (breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki
• B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya pulsus
perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan
efek obat
• B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah
• B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan
• B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feses
• B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering menunjukkan
kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya
berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi
adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3

h. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
• Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, eksresi
kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
• Pemeriksaan x-ray
• Pemeriksaan absorpsiometri
• Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
• Pemeriksaan biopsi
i. Diagnosis/criteria diagnosis
Diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan :
• Radiology
• Pengukuran massa tulang
• Pemeriksaan lab kimiawi
• Pengukuran densitas tulang
• Pemeriksaan marker biokemis
• Biospi
• Dan memperhatikan factor resiko (wanita, umur, ras, dsb)

j. Terapi/penatalaksanaan
• Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan
asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi
tulang
• Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan
progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang
yang diakibatkan.
• Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
• Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung

k. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis
dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada
pergelangan tangan

l. Prognosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria dan wanita.
Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman dan mengganggu
pernafasan.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
• Riwayat kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien
osteoporosis. Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis).
Factor lain yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada
trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya
paparan sinar matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan yang
diminum dalam jangka panjang, alkohol dan merokok merupakan factor risiko osteoporosis.
Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah ppenyakit ginjal, saluran cerna, hati,
endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia menarke dan menopause, penggunaan
obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita osteoporosis juga perlu
dipertanyakan.
• Pengkajian psikososial. Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya
pada klien dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi social karena perubahan
yang tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi dan lain-lain.
Perubahan seksual dapat terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selama posisi
interkoitus. Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji
perasaan cemas dan takut pada pasien.
• Pola aktivitas sehari-hari. Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa
perubahan yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah
agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan memanipulasi
ketrampilan motorik halus) menurun.
Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis
adalah :
• Data subyektif :
– Klien mengeluh nyeri tulang belakang
– Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
– Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak dan
keterbatasan gerak
– Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun
– Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh
– Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya
– Klien mengatakan buang air besar susah dan keras
• Data obyektif ;
– tulang belakang bungkuk
– terdapat penurunan tinggi badan
– klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
– terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
– klien tampak gelisah
– klien tampak meringis
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B(Breathing, blood, brain, bladder, bowel
dan bone) untuk mengkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan rongga dada, apakah pasien
pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan nyeri punggung yang disertai
pembatasan gerak dan apakah ada penurunan tinggi badan, perubahan gaya berjalan, serta
adakah deformitas tulang
3. Pemeriksaan diagnostic
– Radiology
– CT scan
– Pemeriksaan laboratorium

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai
dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan,
terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun,
dan terdapat penurunan tinggi badan
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
tulang belakang terlihat bungkuk
4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.

C. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai
dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan,
terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan criteria
hasil klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat, klien
dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya secara sederhana.
Intervensi :
• Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk
intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan
emosi/prilaku)
R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi
• Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk
mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera
• Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa
dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan
kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih
lama
• Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi
R/ diberikan untuk menurunkan nyeri.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun,
dan terdapat penurunan tinggi badan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan
mobilitas fisik dengan criteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik, berpartisipasi
dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari-
hari secara mandiri
• Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemampuannya
• Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup
sehari-hari yang dapat dikerjakan
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah
• Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan
bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
tulang belakang terlihat bungkuk
Tujuan : cedera tidak terjadi dengan criteria hasil klien tidak jatuh dan tidak mengalami
fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
• Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur
rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk
diobservasi
R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan
• Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban
berat
R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien
osteoporosis
• Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan
R/ obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk dan lemah
yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh
4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi
dengan criteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang
kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan yang
diberikan
• Kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan
R/ untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan perawatan diri secara
mandiri
• Beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah pancuran, tempat
pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki atau keset yang tidak licin, alat pencukur,
semprotan pancuran dengan tangkai pemegang
R/ peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan
perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya
• Rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu bagian aktivitas sebelum
beralih ke tingkatan lebih lanjut
R/ bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang
cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan
adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali
dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative,
mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif
• Dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien
merasakan, memikirkan dan memandang dirinya
R/ ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan
• Hindari kritik negative
R/ kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri
• Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien
R/ dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi
6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu
dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat
mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari
• Auskultasi bising usus
R/ hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus
• Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang
R/ Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus
dan usus
• Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses
R/ mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan
• Lakukan latihan defekasi secara teratur
R/ program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin
• Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang lebih
banyak termasuk jus/sari buah
R/meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
Tujuan : setelsh diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang
penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan
tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak
tenang
• Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
R/ memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi
• Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
R/ Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
• Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
R/ suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien
sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek
samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal.

D. EVALUASI
Hasil yang diharapkan meliputi :
• Nyeri berkurang
• Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
• Tidak terjadi cedera
• Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
• Status psikologis yang seimbang
• Menunjukkan pengosongan usus yang normal
• Terpeneuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi
Ny. S umur 58 tahun datang ke RSI Nurhidayah dengan keluhan ngilu yang sering
dirasakannya pada lutut sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan sejak beberapa
tahun yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya. Ketika memeriksakan diri ke dokter
Ny. S dianjurkan untuk tes darah dan rongent kaki. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S
menderita osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil BMD T-score -3. Klien mengalami
menopause sejak 6 tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia
muda dan tidak menyukai makanan laut. Klien beranggapan bahwa keluhan yang
dirasakannya karena usianya yang bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui
bahwa klien tidak pernah mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah
dirawat di RS. Pola aktifitas diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena dulu dirinya
bekerja sebagai staf administrasi dan tidak suka olahraga karena tidak sempat. Pemeriksaan
TB 165 cm, BB 76 kg (BB sebelumnya 77 kg).
Hasil TTV klien:
TD : 130/90 mmHg
N :80x/menit
S: 36,50c
RR : 20x/mnt
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kejadian Osteoporosis terutama pada lansia akan mempunyai dampak yang sangat buruk
bagi penderitanya. Meningkatnya kejadian osteoporosis pada lansia akan menjadi masalah
kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian dan dukungan serius. WHO (2007) melaporkan,
penyakit tulang yang paling umum ini menyebabkan lebih dari 8,9 juta kejadian fraktur
pertahunnya di seluruh dunia. Hal ini dapat dilihat pada kebanyakan pernderita osteoporosis
di China yaitu sekitar 84 juta penduduk (putrid, 2009). Di Amerika Serikat, kasus fraktur
tulang akibat osteoporosis pada lansia mencapai > 1,2 juta setiap tahunnya. Dan di Inggris
setiap tahunnya mengalami fraktur tulang dengan tingginya kasus fraktur tulang pada lansia
penderita osteoporosis, angka mortalitas yang terjadi pun akan tinggi yaitu > 20% dalam
tahun pertama setelah timbulnya fraktur tulang (Harvey, 2009).

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan Pusat Penelitian Gizi dan Makanan
Departemen kesehatan, prevelensi kejadian osteoporosis di Indonesia 19,7 % dari jumlah
lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita Osteoporosis. Lim provinsi dengan
resiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatra Selatan (27,7%), di Jawa Tengah (24,05 %),
Yogyakarta (23,5 %). Dan di 4 kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan sebesar
29 % lansia menderita osteoporosis. Kejadian osteoporosis dapat disebabkan oleh umur dan
jenis kelamin. Dari hasil studi di Indonesia, prevalensi osteoporosis diatas 70 tahun sebanyak
53,6% (wanita) dan 38% (laki-laki) (Putri, 2009). New Susan pun memperkirakan 1 dari 3
wanita dan 1 dari 10 laki-laki berumur ≥ 55 tahun akan berisko terjadinya osteoporosis (New,
Susan A L, 2006).

Pola makan yang tidak seimbang yang kurang memperhatikan kandungan gizi, seperti
kalsium, vitamin C dan D meerupakan faktor risiko osteoporosis (Kemenkes, 2008). hal ini
didukung dari data prevalensi terjadinya osteoporosis diberbagai Negara Eropa, Amerika dan
Asia akibat defisiensi vitamin D pada lansia yang mandiri sebesar 5-25 % dan tinggal di Panti
/RS sebesar 60-80%.

1. Tujuan
2. Tujuan umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Osteoporosis

2. Tujuan Khusus

 Untuk mengetahui Defenisi Osteoporosis


 Untuk mengetahui Etiologi Osteoporosis
 Untuk mengetahui Manifestasi klinis osteoporosis
 Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi Osteoporosis
 Untuk mengetahui Klasifikasi Osteoporosis
 Untuk mengetahui Patofisiologi Osteoporosis
 Untuk mengetahui WOC Osteoporosis
 Untuk mengetahui enatalaksanaan Osteoporosis
 Untuk mengetahui Komplikasi Osteoporosis
 Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Osteoporosi

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. DEFENISI

Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unit
volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma
minimal. Pengurangan massa tulang tersebut tidak disertai dengan adanya perubahan
perbandingan antara subtansi mineral dan organic tulang. Secara histopatologis osteoporosis
ditand ai oleh berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang (Riardi, 1996).

WHO (1994) secara operasional mendefinisikan osteoporosis berdasarkan Bone Mineral


Density (BMD) yaitu jika BMD mengalami penurunan lebih dari 2,5 SD dari nilai rata-rata
BMD pada orang dewasa muda sehat (Bone Mineral Density T-score <-2,5 SD). Osteopenia
adalah nilai BMD -1 sampai -2,5 SD dari orang dewasa sehat (Lindsay.dkk, 2008).

Osteoporosis adalah suatu kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/ massa tulang,


peningkatan tulang dan penurunan proses yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang
sehingga tulang menjadi mudah patah. Osteoporosis merupakan hasil interaksi kompleks
yang menahun antara faktor genetic dan faktor lingkungan (Arif, 2008).

Berdasarkan “Consensus Development Conference” tahun 1993, osteoporosis didefinisika


sebagai penyakit tulang sistemik dengan cirri-ciri rendahnya mssa tulang dan perburukan
mikroarsitektur jaringan tulang dengan konsekuensi meningkatnya kerapuhan dan
kecenderungan terjadinya fraktur atau patah pada tulang (Sinaki, 2000. Sementara menurut
Riardi (2008) Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan struktur
tulang sehingga menyebabkan tulang menjadi mudah patah.

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistematik yang ditandai oleh penurunan densitas massa
tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah (Bambang,) . Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi
baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh Compromised bone
strength sehinggga tulang mudah patah.

2. ETIOLOGI (Arif Muttaqin, 2008)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:

1. Determinan Massa Tulang

1) Faktor genetik

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam
pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii
seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun
terhadap fraktur karena osteoporosis

2) Faktor mekanis

Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan
langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan
respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot
besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh
becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada
lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa
besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di
sampihg faktor genetik

3) Faktor makanan dan hormon

Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan
maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang
melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.

1. Determinan Penurunan Massa Tulang

1) Faktor genetik

Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang
yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang
besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang
normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal ssuai dengan sitat genetiknya serta
beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian
terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia,
maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang
mempunyai tulang kecil pada usia yang sama

2) Faktor mekanis

Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah
terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal.
Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa
tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.

3) Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium,
merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya
juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada
wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan
keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan
kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui
urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.

4) Protein

Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang.
Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung
sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.

Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi
kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui
tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan
kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif

5) Estrogen

Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan


keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi
kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.

6) Rokok dan kopi

Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan
massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh
merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.

7) Alkohol

Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan
alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi
lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .

3. MANIFSTASI KLINIS

Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak mempunyai


keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang
seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang
menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan
kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan
fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung
vertebra abnormal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan
predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering
terjadi pada pasien usia lanjut.

Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan korteks
serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi ketebalan
trabekular pada individu ”normal” yang berbeda.

Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis
dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu
tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat,
dan alkali fosfatase yang normal dalam serum.

Manifestasi osteoporosis :

1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata


2. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3. Nyeri timbul mendadak
4. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Bagian-bagian tubuh yang
sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan vertebra
5. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
6. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas atau
karena suatu pergerakan yang salah

7. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan, Hal ini terjadi
oleh karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada vertebra.

Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena
jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Selain itu, yang
juga sering terjadi karena adalah patah tulang lengan di daerah persambungannya dengan
pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles, Pada penderita osteoporosis, patah tulang
cenderung mengalami secara perlahan.

4. ANATOMI FISOLOGI

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang
tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-
komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik
(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini
memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Materi
organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.

Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :


 Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini
tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Sumsum kuning
terdapat pada diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.
 Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini
terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-
sel hematopoietik. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang.
 Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan
bagian ini akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan
dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan

memanjang tulang berhenti.

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum yang mengandung sel-sel
yang dapat berproliferasi yang berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan
dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu
tulang yang patah.

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel : osteoblas, osteosit,
dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam mengendapkan

kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.

Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan
matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat
terlepas ke dalam aliran darah
5. . KLASIFIKASI

Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :

1. Osteoporosis Primer

Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan


peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur
vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari
pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.Osteoporosis primer
adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan, sedangkan
osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal
tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena lebih
banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita
menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer.

1. Osteoporosis Sekunder

Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang. Osteoporisis
sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan
endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder, terjadi
penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat
faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis,
sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian
status hipogonade, dan lain-lain

6. PATOFISOLOGI

Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan faktor
lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak
pernah melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan
gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor
diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang,
peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang
maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan
penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi
penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.

Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang
berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses
pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya
apabila proses resorbsi lebih besar dari pada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi
pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.

Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan tulang
akan sampai pada periode yang disebut dengan peride konsolidasi. Pada periode ini terjadi
proses penambahan kepadatan tulang atau penurunan porositas tulang pada bagian korteks.
Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun
untuk tulang bagian korteks dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang
bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan
mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan
tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita,
proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada
wanita sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita
menopause massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita
penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini berbagai
bagian tubuh ternyata tidak sama.

Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang tersebut
lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut: metacarpal, kolum femoris serta
korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya : tulang paha bagian tengah,
tibia dan panggul, mengalami proses tersebut secara lambat.

Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang
sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen,
sehingga secara anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai
apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang
bersangkutan sangat peka terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya
fraktur. Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah
vertebra, paha bagian prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh
karena berbagai sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah
osteoporosis oleh karena bertambahnya usia

8. PENATALAKSANAAN

Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis meliputi :

1. Pengobatan

Perempuan yang menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan vitamin D dalam
jumlah yang mencukupi dan Bifosonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.

Perempuan pascamenopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (


biasanya bersama dengan progesterone) atau alendronat, yang dapat memperlambat atau
menghentikan penyakitnya. Sebelum terapi sulih estrogen dilakukan,biasanya dilakukan
pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan payudara dengan mammogram, pemeriksaan
kandungan, serta PAP smear untuk mengetahui apakah ada kanker atau tidak. Terapi ini tidak
di anjurkan pada perempuan yang pernah mengalami kanker payudara dan kanker kandungan
(ndometrium).

Pemberian alendronat, yang berfungsi untuk :

1. Mengurangi kecepatan penghancuran tulang pada perempuan pasca menopause.


2. Meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul.
3. Mengurangi angka kejadian patah tulang.

Pemberian Kalsitonin, untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang
yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan melalui suntikan atau melalui semprot hidung.
Laki – laki yang menderita osteoporosis biasanya menapatkan kalsium dan tambahan vitamin
D

Pemberian Nutrilife-deer Velvet merupakan alternative terkini yang bisa mengatasi


osteoporosis. Nutrilife-deer Velvet yang terbuat dari tanduk Rusa Merah New Zealand,
terbukti bermanfaat untuk mencegah osteoporosis dan telah digunakan selama lebih dari
10.000 tahun oleh China, Korea, dan Rusia. Obat ini mengandung delapan factor
pertumbuhan, prostaglandin, asam lemak, asam amino, dan komponen dari kartilago, dan
dosisnya 1×1/kapsul 1 hari.

Pengobatan patah Tulang pada Osteoporosis.

Patah tulang panggul biasanya di atasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang
pergelangan biasanya digips atau di perbaiki dengan pembedahan. Jika terjadi penipisan
tulang belakang disertai nyeri panggung yang hebat, dapat di berikan obat pereda nyeri, di
pasang supportive back brace, dan dilakukan terapi fisik dengan mengompres bagian yang
nyeri dengan menggunakan air hangat atau dingin selama 10 – 20 menit.

1. Pencegahan

Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:

1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal


2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:

a). Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)

1. b). Latihan teratur setiap hari

c). Hindari : – Makanan Tinggi protein – Minum kopi

– Minum Antasida yang – Merokok

– Mengandung Alumunium – Minum Alkohol

d). pola hidup sehat antara lain cukup tidur, olahraga teratur (seperti jalan kaki, berenang,
senam aerobic).

9. KOMPLIKASI

Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis
dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada
pergelangan tangan . Penurunan fungsi, dan Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
1. Identitas

Nama

Umur

Pendidikan

Suku bangsa

Pekerjaan

Penanggungjawab

Agama

Status Perkawinan

Alamat

No MR

Ruang Rawat

Tanggal Masuk

Diagnosa Medik

1. Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah

Suhu

Pernafasan

Nadi

 Riwayat Kesehatan

1. Riwayat kesehatan lalu

Biasanya klien tidak pernah mengalami penyakit osteoporosis.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien mengeluh ngilu dirasakan pada lutut, nyeri tulang punggung dan pinggang,
biasanya penyakit diderita pasien sebelum diagnosis osteoporosis muncul seperti reumatik,
Diabetes Mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid.
3. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya keluarga pasien ada yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien.

1. Pemeriksan fisik
2. a) Kepala dan wajah : ada sianosis
3. b) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
4. c) Leher : Biasanya JVP dalam normal
5. d) Abdomen (Perut)

 Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada tonjolan, tidak ada kelainan
umbilikus dan adanya pergerakan didindng abdomen

Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.

 Auskultasi : biasanya suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian


diafragma dari stetoskop)

1. e) Thorak (dada)

Inspeksi : Biasanya ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang

Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki

1. f) Kesadaran

Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah.

1. g) ekstermitas

Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan
kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

1. Pengkakjian bio-psiko-sosisal dan spiritual

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

 Biasanya pasien tidak menengetahui tentang penyakit


 Biasanya pasien kebiasaan minum alkohol, kafein
 Biasanya riwayat keluarga dengan osteoporosis

2) Pola nutrisi metabolik


 Inadekuat intake kalsium

3) Pola aktivitas dan latihan

 Fraktur
 Badan bungkuk
 Jarang berolah raga

4) Pola tidur dan istirahat

 Biasanya tidur terganggu karena adanya nyeri

5) Pola persepsi kognitif

 Nyeri pada punggung

6) Pola reproduksi seksualitas

 Menopause

7) Pola mekanisme koping terhadap stres

 Stres, cemas karena penyakitnya

1. DIAGNOSA
2. Nyeri akut berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra.
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder.
4. Risiko cidera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
5. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan.
6. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik.

1. INTERVENSI

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


Nyeri akut NOC : NIC :

Batasan karakteristik : – Pain level Pain management

– Perubahan selera – Pain control – Lakukan pengakajian


makan nyeri secara komprehensif
– Comfort level termasuk lokasi, karakteristik,
1.
– Perubahan durasi, frekuensi, kualitas dan
tekanan darah KH : faktor presipitasi.

– Perubahan – Mampu mengontrol – Observasi reaksi


frekuensi jantung nyeri (tahu penyebeb nyeri, nonverbal dari
mampu menggunakan teknik ketidaknyamanan
– Perubahan nonfarmakologi untuk
frekuensi pernapasan mengurangi nyeri, mencari – Gunakan teknik
bantuan) komunikasi teraupetik untuk
– Diaforesis mengetahui pengalaman nyeri
– Melaporkan bahwa pasien
– Perubahan posisi nyeri berkurang dengan
untuk menghidari nyeri menggunakan manajemen – Kaji kultur yang
nyeri mempengaruhi respon nyeri
– Dilatasi pupil
– Mampu mengenali – Evaluasi pengalaman
– Sikap tubuh nyeri (skala intensitas, nyeri masa lampau
melindungi frekuensi dan tanda nyeri)
– Evaluasi bersama
– Gangguan tidur – Menyatakan rasa pasien dan tim kesehatan lain
nyaman setealah nyeri tentang ketidakefektifan
berkurang kontrol nyeri masa lampau

– Bantu pasien dan


keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan

– Kontrol lingkungan
yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan kebisingan

– Kurangi faktor
presipitasi nyeri

– Pilih dan lakukan


penanganan nyeri

– Kaji tipe dan sumber


nyeri

– Ajarkan tentang teknik


nonfarmakologi

– Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri

– Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri

– Tingkatkan istirahat

– Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri
2. Hambatan mobilitas NOC : NIC :
fisik
– Joint movement : Exercise therapy :
Batasan karaktristik : active ambulation

– Penurunan waktu – Mobility level – Monitoring vital sign


reaksi sebelum dan sesudah latihan
– Self care : ADLs dan liat respon pasien saat
– Kesulitan latihan
membolak-balik posisi – Transfer
performance – Konsultasikan dengan
– Melakukan terapi fisik tentang rencana
aktivitas lai untuk KH : ambulasi sesuai dengan
mengganti pergerakan kebutuhan
– Klien meningkat
– Dispnea setelah dalam aktivitas fisik – Bantu klien untuk
beraktivitas menggunakan tongkat saat
– Mengerti tujuan dari berjalan dan cegah terhadap
– Perubahan cara peningkatan mobilitas cidera
berjalan
– Memverbalisasikan – Ajarkan pasien atau
– Gerakan bergetar perasaan dalam tenaga kesehatan lain tentang
meningkatkan kekuatan dan teknik ambulasi
– Keterbatasan kemampuan berpidah
kemampuan melakukan – Kaji kemampuan
keterampilan motorik – Memperagakan pasien dalam mobilisasi
halus penggunaan alat bantu untuk
mobilisasi (walker) – Latih pasien dalam
– Keterbatasan pemenuhan kebutuhan ADLs
kemampuan melakukan secara mandiri sesuai
keterampilan motorik kemampuan
kasar
– Dampingi dan bantu
– Keterbatasan pasien saat mobilisasi dan
rentang pergerakan sendi bantu penuhi kebutuhan ADLs
ps
– Tremor akibat
pergerakan – Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
– Pergerakan
lambat – Ajarkan pasien
bagaimana merubah posisi dan
– Pergerakan tidak berikan bantuan jika
terkoordinasi diperlukan
Risiko cidera NOC : NIC :

Faktor resiko : – Risk kontrol Environment management


3.
(manajemen lingkungan)
· Eksternal KH :
– Sediakan lingkungan
– Biologis (mis : – Klien terbebas dari yang aman untuk pasien
tingkat imunisasi, cidera
komunitas, – Identifikasi kebutuhan
mikroorganism) – Klien mampu keamanan pasien sesuai
menjelaskan cara atau dengan kondisi fisik dan
– Zat kimia (mis: metode untuk mencegah fungsi kognitif pasien dan
racun, polutan, farmasi, cidera riwayat penyakit terdahulu
alkohol, nikotin, pasien
pengawet, kosmetik, – Klien mampu
pewarna) menjelaskan faktor resiko – Menghindari
dari lingkungan atau prilaku lingkungan yang berbahaya
– Manusia (mis: personal
agen nosokomial, pola – Memasang side rail
ketegangan atau kognitif, – Mampu memodifiksi tempat tidur
afektif dan psikomotor) gaya hidup untuk mencegah
cidera – Menyedeiakan tempat
– Cara pemindahan tidur yang nyaman dan bersih
– Menggunakan
– Nutrisi (mis: fasilitas kesehatan yang ada – Menempatkan skalar
desain, struktur, dan lampu yang tepat
pengaturan komunitas – Mampu mengenali
dan bangunan) perubahan status kesehatan – Membatasi
pengunjung
· Internal
– Menganjurkan
– Profil darah keluarga untuk menemani
abnormal pasien

– Disfungsi – Memindahkan barang2


biokimia yang dapat membahayakan

– Usia – Berikan penjelasan


perkembangan kepada pasien dan keluarga
adanya perubahan status
– Disfungsi efektor kesehatan

– Disfungsi imun-
autoimun

– Disfungsi
integratif

– Malnutrisi

– Disfungsi
sensorik

– Hipoksia jaringan
4. Kurang perawatan diri NOC : NIC :
Batasan karakteristik : – activity intolerance Self-care assistance: toileting

– Ketidakmampuan – mobility : physical – pertimbangkan budaya


melakukan hygiene impaired ketika
eliminasi yang tepat mempromosikanaktivitas
– fatiquel level perawatan diri
– Ketidakmampuan
menyiram toilet atau – anxiety self control – pertimbangkan usia
korsi buang air pasien ketika mempromosikan
– ambulation aktivitas perawatan diri
– Ketidakmampuan
naik ketoilet atau – self care deficit – lepaskan pakaian yang
commode toileting penting untuk mementingkan
penghapusan
– Ketidakmampuan – self deficit hygiene
memanipulasi pakaian – membantu pasien
untuk eliminasi – urinary incontinence ketoilet
: functional
– Ketidakmampuan – pertimbangkan respon
berdiri dari toilet atau KH : pasien terhadap kurangnya
commode privasi
– pengetahuan
– Ketidakmampuan perawatan ostomy : tingkat – menyediakan privasi
untuk duduk ditoilet atau pemahaman yang ditunjukan selama eliminasi
commode tentang pemeliharaan ostomi
untuk eliminasi – memfasilitasi
kebersihan toilet setelah
– perawatan diri selesai eliminasi
ostomi :tindakan pribadi
untuk mempertahankn – mengganti pakaian
ostomy untuk eliminasi pasien setelah eliminasi

– perawatan diri : – menyiram toilet


aktivitas sehari-hari (ADL)
mampu untuk melakukan – membuat jadwal
aktivitasnperawatan fisik ketoilet
dan pribadi secara mandiri
tanpa alat bantu – memulai mengelilingi
kamar mandi sesuai dengan
– perawatan diri kebutuhan
hygiene : mampu untk
mempertahankan kebersihan – menyediakan alat
dan penampilan yang rapi bantu sesuai dengan integritas
secara mandiri dengan atau kulit pasien
tanpa alat bantu

– perawatan eliminasi:
mampu untuk melakukan
aktivitas eliminasi secara
mandiri atau tanpa alat bantu

– mampu duduk dan


turun dari kloset

– membersihkan diri
setelah eliminasi

– mengenali dan
mengetahui kebutuhan
bantuan untuk eliminasi
Gangguan citra tubuh

Batasan karakteristik :
NIC :
– Prilaku mengenali
tubuh individu Body image enhancement
NOC :
– Prilaku – Kaji secara verbal dan
– Body image
menghindari tubuh nonverbal respon pasien
individu terhadap tubuhnya
– Self esteem
– Prilaku memantau – Monitoring frekuensi
KH :
tubuh individu mengkritik dirinya
– Body image positif
– Respon nonverbal – Jelaskan tentang
5. terhadap perubahan pengobatan, perawatan,
– Mampu
aktual pada tubuh (mis : kemajuan, dan prognosis
mengidentifikasi kekuatan
penampilan, struktur, penyakit
personal
fungsi)
– Dorong klien
– Mendiskripsikan
– Mengungkapkan mengungkapkan perasaanya
secara faktual perubahan
perasaan yang
fungsi tubuh
mencerminkan perubahan – Identifikasi arti
pandangan tentang tubuh pengurangan melalui
– Mempertahankan
individu pemakaian alat bantu
interaksi sosial
– Mengungkapkan – Fasilitasi kontak
persepsi yang dengan individu lain
mencerminkan perubahan
individu dalam
penampilan

Anda mungkin juga menyukai