Anda di halaman 1dari 13

LEARNING ISSUE

1. Respiratory Distress
Terminologi respiratory distress digunakan untuk menunjukkan bahwa pasien masih
dapat menggunakan mekanisme kompensasi untuk mengembalikan pertukaran gas
yang adekuat.
RD pada bayi baru lahir ditandai dengan satu atau lebih berikut ini:
 Nasal flaring
 Chest restriction : suprasternal, subcostal, intercostal
 Tachypnea
 Grunting

Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Silverman-
Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai digunakan untuk
bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD), sedangkan skor
Downes merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat digunakan pada
semua usia kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap
setengah jam untuk menilai progresivitasnya.

Score < 4 No respiratory distress


Score 4 -7 Respiratory distress
Score > 7 Impending respiratory failure (Blood gases should be obtained
Selain menilai beratnya distress nafas yang terjadi, diperlukan juga penilaian untuk
memperkirakan penyebab dasar gangguan nafas untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Pada bayi yang baru lahir dan mengalami distress nafas, penilaian keadaan antepartum
dan peripartum penting untuk dilakukan. Beberapa pertanyaan yang dapat membantu
memperkirakan penyebab distress nafas antara lain: apakah terdapat faktor resiko
antepartum atau tanda-tanda distress pada janin sebelum kelahiran, adanya riwayat
ketuban pecah dini, adanya mekoneum dalam cairan ketuban, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik, beberapa hasil pemeriksaan yang ditemukan juga dapat
membantu memperkirakan etiologi distress nafas. Bayi prematur dengan berat badan
lahir < 1500 gram dan mengalami retraksi kemungkinan menderita HMD, bayi aterm
yang lahir dengan mekoneum dalam caian ketuban dan diameter antero-posterior
rongga dada yang membesar beresiko mengalami MAS, bayi yang letargis dan keadaan
sirkulasinya buruk kemungkinan menderita sepsis dengan atau tanpa pneumonia, bayi
yang hampir aterm tanpa faktor resiko tetapi mengalami distress nafas ringan
kemungkinan mengalami transient tachypnea of the newborn (TTN), dan hasil
pemeriksaan fisik lainnya yang dapat membantu memperikirakan etiologi distress
nafas.
a. Transient tachypnea of the newborn (TTN)
Definisi
Transient Tachypnea of the Newborn (TTN) adalah suatu penyakit ringan pada bayi
baru lahir (BBL) yang mendekati cukup bulan (near term) atau cukup bulan (term)
yang mengalami respiratory distress segera setelah lahir dan hilang dengan
sendirinya dalam waktu 3-5 hari.
Etiologi dan Patofisiologi
Transient tachypnea of the newborn (TTN) adalah hasil dari terlambatnya
pembersihan cairan paru-paru janin. Distress pernafasan dulu diperkirakan karena
defisiensi relatif pada surfaktan tetapi sekarang penyebabnya telah diketahui, yaitu
timbunan cairan pada paru-paru karena ketidakmampuan paru-paru janin dalam
menyerap cairan.
Percobaan in vivo memperlihatkan bahwa epitel paru-paru mengsekresikan Cl- dan
cairan selama kehamilan tetapi baru mengembangkan kemampuan untuk menyerap
Na+ secara aktif pada akhir kehamilan. Pada saat lahir, paru-paru yang matang
mengubah fungsinya dari sekresi Cl- menjadi absorbsi Na+ karena respon dari
katekolamin yang bersirkulasi dalam darah.
Telah dibuktikan juga bahwa glukokortikoid berperan dalam perubahan ini. Pada
paru-paru janin yang imatur terdapat imaturitas ekspresi EnaC. Glukokortikoid
dapat mempercepat penggantian fungsi dari sekresi cairan menjadi absorpsi cairan.
Glukokortikoid menginduksi reabsorpsi Na+ kebanyakan melalui ENaC alveolus
paru-paru janin pada akhir kehamilan. Epinefrin yang dilepaskan selama proses
persalinan juga mempengaruhi cairan paru-paru janin dengan cara menghambat
chloride pump dan menstimulasi ENaC yang mengabsorbsi cairan dari paru-paru
ke interstisial. Perubahan tekanan oksigen juga menambah kapasitas transport
epitel paru dan meningkatkan ekspresi gen ENaC.
Percobaan memblokade ENaC yang dilakukan pada paru-paru tikus
memperlihatkan pentingnya transport Na+ secara fisiologis saat lahir. Ketika
transport Na+ tidak efektif, hewan yang baru lahir tersebut memperlihatkan gejala
distres pernafasan, hipoksemia, retensi cairan paru-paru, dan pada akhirnya terjadi
kematian. Penelitian menunjukkan bahwa TTN dan Respiratory Distress Syndrome
(RDS) melibatkan kegagalan pada transport Na+.
Transient Tachypnea of the Newborn (TTN) terjadi pada neonatus cukup bulan
dengan surfaktan yang matang dan transport Na+ epitel pernafasan yang belum
berkembang baik, sedangkan RDS terjadi pada neonatus dengan surfaktan yang
belum matang dan transport Na+ yang belum berkembang baik. Walaupun begitu,
neonatus yang cukup bulan bisa saja memiliki lamellar body count yang rendah,
yang menandakan kurangnya fungsi surfaktan dan berhubungan dengan tachypnea
yang lama.
Cairan paru- paru janin dibersihkan oleh ENaC beberapa hari sebelum lahir
sebanyak 35%, selama proses persalinan sebesar 30% karena efek pelepasan
katekolamin, dan sekitar 35% dibersihkan setelah persalinan dengan menangis kuat
dan bernafas.
Faktor Resiko
Berikut adalah faktor risiko neonatus yang menderita TTN:
1. Neonatus dengan elektif seksio sesarea yang belum in partu.
Neonatus yang lahir dengan seksio sesarea, terutama dengan usia gestasi
kurang dari 38 minggu berisiko terjadinya penimbunan cairan dalam paru-paru
karena tidak melewati seluruh proses persalinan dan diikuti pelepasan
katekolamin yang tidak adekuat, akibatnya dapat menghambat pertukaran gas
dalam paru-paru. Oleh karena itu, maka neonatus lebih sulit untuk menghirup
oksigen dengan semestinya dan neonatus bernapas lebih cepat.
2. Near term neonates
Hal ini terjadi kemungkinan karena imaturitas dari epitel Na+ channel (ENaC),
kurangnya produksi surfaktan dari lamellar bodies, dan imaturitas epitel paru.
3. Neonatus dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
Neonatus yang lahir dengan BBLR cenderung mengalami partus presipitatus
sehingga tidak mengalami kompresi pada jalan lahir.
4. Neonatus yang lahir dari ibu dengan asma
TTN yang terjadi dianggap dipengaruhi oleh kelainan atopik mengingat adanya
riwayat atopik (asma) pada ibu.
5. Neonatus yang lahir dari ibu dengan DM
Kurang baiknya aliran darah pada keadaan hiperglikemia dapat mengakibatkan
kurang sempurnanya ENaC.
6. Sedasi pada ibu yang berlebihan
Sedasi pada ibu akan menyebabkan efek sedasi pada neonatus sehingga
neonatus tidak menangis kuat saat lahir, sedangkan tangisan pada neonatus
berperan dalam penyerapan cairan dalam paru-paru sebanyak 30%.
7. Asfiksia perinatal
Neonatus yang mengalami asfiksia perinatal akan merangsang neonatus untuk
mengambil nafas lebih cepat sehingga cairan dalam jalan lahir dapat masuk ke
dalam paru-paru.
8. Skor APGAR yang rendah (menit 1: ≤ 7)
Skor APGAR yang rendah dapat menandakan adanya ketidaksempurnaan
bersihan dari jalan nafas, termasuk cairan dalam paru-paru neonatus.
Manifestasi Klinis
Gejala TTN meliputi:
-
Takipnea (frekuensi nafas > 60 kali/menit)
-
Merintih saat ekspirasi
-
Retraksi interkostal, subkostal, suprasternal, epigastrium
-
Nafas cuping hidung
-
Sianosis.
Neonatus dapat memperlihatkan barrel chest karena peningkatan diameter
anteroposterior
Diagnosis
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik
Anamnesis pada TTN biasanya didapatkan riwayat persalinan presipitatus,
persalinan dengan seksio sesarea, atau persalinan yang lama. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tanda-tanda distres pernafasan, seperti takipnea, nafas cuping
hidung, merintih, retraksi, dan sianosis dapat muncul segera setelah lahir. Neonatus
tersebut bisa saja tidak menunjukkan distres yang akut dan sering hanya
menunjukkan quiet tachypnea. Pemeriksaan rasio LS, Analisis Gas Darah (AGD),
pemeriksaan darah lengkap, tes antigen serum dan urin, kadar plasma endothelin-1
(ET-1), interleukin-6 (IL-6), foto rontgen thoraks, tes oksigen 100% juga dapat
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding lain ataupun membantu
menentukan penyebabnya.
Kelainan ini bersifat sementara, biasanya baik dalam waktu 72 jam setelah lahir.
Namun beberapa studi menunjukkan bahwa pasien TTN dengan frekuensi
pernafasan lebih dari 90 kali per menit selama 36 jam pertama kehidupannya
berhubungan dengan prolonged tachypnea yang berakhir lebih dari 72 jam.
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan pada TTN untuk menyingkirkan diagnosis
banding lain atau justru membantu menegakkan diagnosis banding lain, terutama
bila keadaan nafas neonatus sudah sangat buruk dalam < 3 hari kehidupannya.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Prenatal Testing
Rasio L-S > 2 dengan phosphatidilgliserol pada cairan amnion dapat menyingkirkan
HMD.
2. Postnatal testing
a. Analisa Gas Darah (AGD)
Pemeriksaan AGD penting untuk memastikan keadaan pertukaran gas dan
keseimbangan asam – basa. Tidak terdapat tanda hipoventilasi dan tekanan parsial
karbondioksida biasanya normal atau meningkat ringan (PCO2 < 55 mmHg) karena
takipnea. Bila ditemukan peningkatan tekanan karbondioksida pada neonatus
dengan takipnea mungkin merupakan tanda kelelahan dan ancaman gagal nafas
atau komplikasi seperti pneumothorax.
Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk
menilai gagal nafas akut. Hipoksemia berat ditandai dengan PaO2 < 50-60 mmHg
dengan FiO2 60% atau PaO2 < 60 mmHg dengan FiO2 > 40% pada bayi < 1250
g, hiperkapnik berat dengan PaCO2 > 55-60 mmHg dengan pH <7,2-7,25.
b. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk menyingkirkan tanda infeksi dan menyingkirkan polisitemia.
c. Tes antigen serum dan urin
d. Kadar Plasma endothelin-1 (ET-1)
Kadar plasma ET-1 lebih tinggi pada pasien dengan RDS bila dibandingkan
dengan TTN.
e. Interleukin-6 (IL-6)
Beberapa studi menunjukkan bahwa pemeriksaan awal IL-6 dapat
membedakan sepsis dengan TTN sehingga dapat menghindari penggunaan
antibiotik pada neonatus.
Rontgen Thorax
Karena TTN memiliki gejala yang awalnya mirip dengan gangguan pernafasan lain
yang lebih berat (seperti pneumonia neonatal atau HMD), maka dapat digunakan
sinar-X dada selain anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk membuat diagnosis.
Gambaran yang didapat adalah hiperinflasi paru yang simetris atau normal, fisura
interlobaris terlihat opak karena terdapat cairan, perihilar streaking, efusi pleura
yang minimal, corakan vaskular yang meningkat, pembesaran jantung yang ringan.
Paru-paru kanan kadang terlihat lebih opak daripada paru-paru kiri. Gambaran ini
didapat pada umur neonatus 1-3 hari. Pada hari ke 4 akan terlihat paru-paru yang
bersih.

Gambar 1. Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran cairan pada


fisura transversalis dan hiperekspansi paru8

Lung Ultrasonography
Akhir-akhir ini ultrasonografi dipakai dalam mendiagnosis TTN dengan
ditemukannya double lung point yang tidak terlihat pada RDS, atelektasis,
pneumotoraks, pneumonia, dan neonatus yang sehat.
Tatalaksana
Penatalaksanaan pada TTN hanyalah suportif. Ketika cairan paru-paru terabsorbsi
oleh sistem limfatik neonatus, maka kondisi paru-paru akan membaik. Namun,
seperti halnya neonatus yang baru lahir yang memiliki masalah pernapasan,
neonatus dengan TTN juga perlu diawasi dengan ketat. Kadang-kadang neonatus
akan dimasukkan ke unit perawatan intensif neonatus (NICU) untuk perawatan
ekstra. Monitor diperlukan untuk mengukur denyut jantung, laju pernapasan, suhu
tubuh, dan kadar oksigen secara kontinu.
Penanganan awal adalah dengan membersihkan jalan nafas. Jalan nafas dibersihkan
dari lendir atau sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selama diperlukan, serta
memastikan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Monitoring saturasi oksigen
dapat dilakukan dengan menggunakan pulse oxymetri secara kontinyu untuk
memutuskan kapan memulai intubasi dan ventilasi. Semua bayi yang mengalami
distres nafas dengan atau tanpa sianosis harus mendapatkan tambahan oksigen.
Oksigen yang diberikan sebaiknya oksigen lembab dan telah dihangatkan.
Pemberian oksigen dapat dimulai dengan high flow nasal (HFN) kanul aliran 4-8
liter/menit FiO2 21% - 40%. Bila tidak berespon, dapat diberikan Continuous
Positive Airway Pressure (CPAP) dengan PEEP 7 cm H2O FiO2 ≤ 40%. Pemakaian
CPAP juga dapat langsung dipertimbangkan bila memenuhi salah satu kriteria
berikut ini:
- Frekuensi napas > 60x/menit
- “Merintih (grunting)”
- Retraksi dada
- Saturasi oksigen < 93% (preduktal)
- Kebutuhan Oksigen > 60%
- Sering mengalami apnea

Menghentikan pemakaian CPAP jika:


-
Setelah bayi bernapas dengan mudah dan terlihat penurunan frekuensi napas
dan retraksi. FiO2 diturunkan secara bertahap 2-5% sampai menjadi 21% atau
udara ruangan dengan dipandu pulse oxymeter atau hasil analisa gas darah.
-
Jika bayi sudah nyaman bernapas dengan CPAP PEEP 5 cm H2O dan FiO2
21%, maka dicoba melepas CPAP. Bayi dinilai selama percobaan ini apakah
mengalami takipnea, retraksi, desaturasi oksigen, atau apnea. Jika tanda
tersebut timbul, percobaan dianggap gagal. CPAP harus segera dipasang lagi
pada bayi paling sedikit satu hari sebelum dicoba lagi di hari berikutnya.
-
Jika bayi terus menggunakan CPAP PEEP 5 cm H2O dengan FiO2 21%, ulangi
percobaan dengan memberikan tambahan oksigen melalui HFN, aliran 4-8
liter/menit, FiO2 21%.
Bayi dengan CPAP nasal dengan tekanan yang optimal akan memerlukan ventilasi
mekanis. Non-invasive Positive-pressure Ventilation (NIPV) jika terjadi hal
berikut:
1.
FiO2 > 40%
2.
PaCO2 > 60 mmHg
3.
Asidosis metabolik menetap dengan defisit basa > -8
4.
Terlihat retraksi yang nyata saat dilakukan CPAP
5.
Sering mengalami apnea dan bradikardi
Komplikasi
Beberapa neonatus dapat menunjukkan hipoksia, kelelahan pernafasan, dan
asidosis. Terkadang kebocoran udara (misalnya pneumothoraks atau
pneumomediastinum yang kecil) dapat terlihat. Beberapa studi mengatakan bahwa
TTN merupakan faktor risiko terhadap sindrom wheezing di masa depan saat masa
kanak-kanak dan sifatnya tidaklah sementara seperti TTN. Namun, masih
diperlukan studi lainnya untuk memastikan hubungan ini.
Prognosis
Transient Tachypnea of the Newborn (TTN) adalah kelainan yang dapat sembuh
sendiri dengan prognosis yang sangat baik. Namun, TTN sering diikuti dengan
penyakit respiratori lainnya, seperti peningkatan risiko wheezing pada masa kanak-
kanak.

b. Hyaline membrane disease (HMD)


Definisi
Penyakit membran hialin (PMH) atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) adalah
suatu sindroma yang terjadi pada bayi prematur karena imaturitas struktur paru dan
insufisiensi produksi surfaktan.
Epidemiologi
Penyakit membran hialin (PMH) biasanya teijadi pada bayi prematur dan
insidennya secara proporsional berlawanan dengan usia gestasi dan berat lahir.
Enam puluh sampai delapan puluh persen teijadi pada bayi dengan gestasi kurang
dari 28 minggu, 15-30% teijadi pada gestasi antara 32-36 minggu, dan 5% pada
gestasi 37 minggu keatas.
Fanaroff, dkk melaporkan bahwa 42% bayi antara 501-1500 gr mengalami PMH,
dimana 71% dialami bayi dengan berat badan antara 501-750 gr, 54% antara 751-
1000 gr, 36% antara 1001-1250 gr, dan 22% antara 1251-1500 gr.
Etiologi
Penyebab yang sering terjadi pada respiratory distress syndrome (RDS ) adalah
kurangnya surfaktan pada paru-paru. Surfaktan adalah cairan yang melapisi bagian
dalam paru-paru. Paru-paru janin mulai membuat surfaktan selama trimester ketiga
kehamilan (minggu 26 melalui persalinan). Yaitu suatu substansi bagian dalam
kantung udara di paru-paru. Hal ini yang membantu dan menjaga paru-paru terbuka
sehingga pemapasan dapat terjadi setelah lahir.
Patofisiologi

Faktor Risiko
Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan risiko bayi yang akan memiliki sindrom
gangguan pemapasan (RDS):
1 . Persalinan prematur, semakin besar atau risiko untuk RDS . Sebagian besar kasus
RDS terjadi pada bayi yang lahir sebelum 28 minggu kehamilan
2 . Stres saat melahirkan bayi, terutama jika kehilangan banyak darah
3 . Infeksi perinatal
4 . Diabetes pada ibu
Diagnosis
Anamnesis
• Prematuritas/tidak • Apakah ada infeksi • Trauma persalinan sungsang • Perdarahan
susunan saraf pusat • bayi lebih bulan • demam/suhu tidak stabil • gangguan SSP : tangis
melengking, hipertoni, trauma, miastenia • Diabetes pada ibu, perdarahan antepartum
pada persalinan kurang bulan, partus lama, ketuban pecah dini, oligohidroamniom,
penggunaan obat yang berlebihan
Pemeriksaan Fisik
Takhipnea (nafas cepat > 60 x/mt) atau bradipneu (nafas lambat < 30 x/mt), Retraksi dada
intrakokstal/subkokstal yang berat, nafas terdengar suara ngorok/ merintih, Terlihat
adanya pernafasan cuping hidung, Sianosis (warna kulit dan selaput lendir membiru),
Edema (pembengkakan tungkai atau lengan), Kesulitan bernafas (gasping) yg memburuk
dgn cepat, Perfusi buruk (syok)
Pemeriksaan Penunjang

Tatalaksana

c. Meconium aspiration syndrome (MAS)


d. Air leak syndrome
e. Pneumonia
f. Congenital heart diseases

BBLR
Berdasarkan derajatnya, BBLR diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, antara lain :
1. Berat bayi lahir rendah (BBLR): berat lahir 1500 – 2499 gram.
a. factor resiko
2. Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR): berat badan lahir 1000 – 1499 gram.
3. Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER): berat badan lahir < 1000 gram.

Daftar Pustaka
Hermansen C, Lorah K. Respiratory distress in the newborn. Am Fam Physician.
2007;76:987-94
Mathai S, Raju C, Kanitkar C. Management of respiratory distress in the newborn.
MJAFI. 2007;63(269-72).

Anda mungkin juga menyukai