Anda di halaman 1dari 4

PERLUKAH BELAJAR KAMASUTRA

Sekilas judul diatas tampak agak mengejutkan. Namun sebuah pertanyaan kadang
diperlukan untuk mengetahui suatu kebenaran. Oleh sebab itu Nabi Muhammad
shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam bersabda,
“sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya”.
Jawaban dari pertanyaan di atas terbungkus dalam satu tema pembahasan, yakni
bagaimana Islam mengatur, menata, dan memberi batasan dalam hubungan seksual
antara suami dan isteri.

PANDANGAN ISLAM TENTANG HUBUNGAN SEKSUAL

Islam adalah agama yang kompleks dan universal. Tidak ada sisi kehidupan manusia,
baik pribadi maupun berhubungan dengan Allah dan sesama makhluk yang tidak
tersentuh oleh ajaran Islam. Sampai-sampai ada sahabat yang berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam mengajarkan segala sesuatu kepada kami,
sampai dengan cara untuk membuang hajat sekalipun”. (Hadits riwayat Tirmidzi
dan yang lainnya)

Islam adalah jalan hidup yang harus dipegang teguh oleh setiap muslim. Islam adalah
penyempurna dari seluruh ajaran yang telah disampaikan oleh para Rasul sebelumnya.
Oleh karena itu ajaran Islam ini bermuatan padat dan sarat dengan petunjuk-petunjuk
tegas dan kaidah atau rumus-rumus yang menjadi jawaban dari seluruh kebutuhan
umat manusia. Termasuk didalamnya adalah masalah yang berkaitan dengan
hubungan suami dan isteri. Hubungan seksual adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan suami isteri secara bersamaan dan dalam kehidupan pribadi masing-
masing. Hal itu disebabkan oleh dua hal :

1. Hubungan seks adalah perbuatan yang didasari oleh fitrah manusia yang
sehat.
Meninggalkan kecenderungan untuk berhubungan seks (tentu hubungan seks
dengan cara yang halal) adalah penyimpangan dari fitrah. Nabi shallallahu
‘alayhi wa ‘alihi wasallam bersabda :
“Saya adalah orang yang paling bertaqwa dan paling takut kepada Allah dari
kalian semua. Tetapi saya ini berpuasa dan berbuka, shalat dan juga tidur,
dan saya juga menikahi wanita. Barangsiapa yang tidak suka dengan
sunnahku ini, maka ia bukan termasuk umatku”. (Hadits riwayat Al Bukhari
dan Muslim)

2. Hubungan seks adalah salah satu dari elemen terpenting dalam


kehidupan berumah tangga, di samping sebagai tujuan utama dari
menikah.
Dengan hubungan seksual itulah seorang muslim mendapatkan dua hal:
pertama, selamat dari perbuatan zina serta mampu menjaga pandangan dan
kesucian. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam bersabda :
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antaramu yang telah memiliki
kemampuan, hendaknya ia menikah. Sesungguhnya hal itu lebih dapat
menahan pandangan dan menjaga kemaluan”. (Hadits riwayat Al Bukhari
dan Muslim)
Yang kedua, dengan hubungan seksual itulah seorang muslim dapat
memperoleh keturunan. Ini merupakan salah satu tujuan utama pernikahan
dalam Islam. Nabi shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam bersabda:
“Nikahilah wanita yang cinta anak dan subur, karena aku akan bangga
dengan banyaknya umatku di akhirat nanti.” (Hadits riwayat Abu Dawud)
Oleh sebab itu, Islam mengatur hubungan seksual antara suami dengan isteri,
mengemasnya sedemikian rupa, serta memberi batas-batas secara jelas dan
gamblang. Dengan demikian baik suami maupun isteri, masing-masing bisa
mendapatkan kepuasan maksimal saat berhubungan. Hal itu sangat vital untuk
memelihara kesucian keduanya.

Berkaitan dengan subyek pembahasan hubungan seksual dalam Islam ini,


sebagaimana juga umumnya dalam pemahaman berbagai hukum syariat, aqidah dan
muamalah, kaum muslimin terkotak ke dalam tiga kubu pemahaman :
1. Orang-orang yang menutup jalan untuk mempelajarinya secara
mendetail.
Mereka beranggapan bahwa hubungan seksual itu sudah dapat dipahami oleh
masing-masing orang tanpa perlu mempelajarinya secara mendalam.
Pemahaman semacam itu muncul dari dua kemungkinan:
pertama, karena mereka belum mengetahui bahwa Islam telah memberikan
aturan secara mendetail dalam persoalan tersebut, baik dalam Al-Qur’an
maupun dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam.
Kemungkinan kedua, karena mereka menganggap hal itu tabu dibicarakan,
meskipun mereka sudah mengetahui bahwa Islam juga membicarakan
persoalan tersebut.
Dengan demikian, mereka secara tanpa sengaja telah menyembunyikan ajaran
Islam, dan berpandangan jelek terhadap ajaran Islam itu sendiri. Apapun
alasan mereka, mereka telah melakukan kekeliruan besar dalam memahami
hakikat hubungan seksual dalam Islam.
Sebagai akibatnya, mereka bisa terjerumus ke dalam beberapa kemungkinan
pahit.
a. Melanggar hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam Islam ketika
berhubungan seksual. Baik itu pelanggaran yang dilarang secara tersurat
dalam nash-nash yang tegas, maupun yang dilarang secara tersirat melalui
pemahaman terhadap adab-adab berhubungan seks dalam Islam.
b. Meninggalkan hal-hal yang diperintahkan atau dianjurkan ketika
berhubungan seks.
c. Melarang atau paling tidak menahan diri dari hal-hal yang ternyata tidak
dilarang dalam ajaran syariat.
d. Menjadi kurang mendapatkan kepuasan dalam hubungan seksual, atau
tidak bisa memberikan kepuasan kepada pasangannya. Hal ini berakibat
kepada tidak mampunya menjaga kesucian, pandangan, pikiran, dan
bahkan kemaluannya. Selain juga bisa menyebabkan terjadinya
penzhaliman terhadap pasangannya.

2. Mereka yang membuka pintu selebar-lebarnya dalam mempelajari tata


cara dan adab-adab hubungan seksual, sehingga lepas kontrol.
Mereka bisa diklasifikasikan ke dalam dua kelompok:
a. Mereka yang tidak peduli dengan ajaran Islam. Tentunya mereka
adalah orang-orang fasik dan miskin ilmu. Biasanya mereka mempelajari
berbagai teknik bercinta melalui berbagai buku-buku porno, cerita-cerita
mesum, film-film blue, serta buku-buku klasik yang mengajarkan berbagai
teknik berhubungan seks.
b. Mereka yang mengenal ilmu syariat, namun kurang mendalaminya
dengan membaca penjelasan para ulama, serta berbagai fatwa mereka
seputar hubungan seksual suami isteri. Sebagai konsekuensinya, mereka
merasa perlu mencari tambahan dari berbagai literatur lain seperti tersebut
di atas.

3. Mereka yang mempelajari, memberi petunjuk dan mengajarkan tentang


hubungan seksual dalam Islam secara proporsional.
Dalam arti, mereka betul-betul mengikuti petunjuk Islam. Untuk bisa termasuk
ke dalam golongan ketiga ini dibutuhkan beberapa hal:
a. Keikhlasan. Dengan dasar ini, segala upaya yang dilakukan semata-
mata untuk mencari keridhaan Allah subhanahu wata’ala. Dengan dasar
ini juga, seseorang tidaklah mencari-cari hal yang sebenarnya tidak ada
dalam Islam, karena itu menunjukkan ketidakikhlasannya dalam
merangkum pembahasan.
b. Ittiba’/mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi
wasallam. Sebagaimana halnya seluruh bentuk ibadah, ilmu tentang
tatacara dan adab berhubungan seks juga harus didasari ittiba’ kepada
petunjuk Nabi shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam.
c. Keberanian. Yang dimaksud keberanian di sini adalah menyingkirkan
rasa malu yang tidak beralasan untuk mempelajarinya dan bertanya kepada
para ulama atau membaca berbagai penjelasan mereka. “Tidak ada istilah
malu dalam memahami agama”, demikianlah kata Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa ‘alihi wasallam. Syarat terakhir ini perlu ditambahkan khusus
pada pembahasan tentang seks, karena pola berfikir yang menyelimuti
sebagain kaum muslimin telah menutup sebagian pintu ilmu dalam
persoalan tersebut. Seorang sahabat pernah berniat bertanya kepada Aisyah
sesudah Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam wafat tentang
satu persoalan, namun ia ragu dan malu, sehingga hampir mengurungkan
niatnya, kalau saja Aisyah tidak segera berkata kepadanya, “Jangan malu,
sesungguhnya aku adalah ibu dari kalian kaum muslimin seluruhnya”.
Ali bin Abi Thalib juga pernah berniat menanyakan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam tentang kebiasaannya yang cepat
mengeluarkan madzi. Namun ia malu karena isterinya Fatimah adalah
putri Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam. Pada akhirnya ia
tetap bertanya dengan perantaraan sahabat lain. Dengan demikian, tidak
ada lagi istilah malu untuk bertanya dan belajar tentang persoalan tersebut.
Kita hanya diperintahkan untuk malu dalam berbuat maksiat.

PERLUKAH BELAJAR KAMASUTRA?

Setelah menyinggung berbagai kubu yang menyikapi ilmu tentang tata cara dan adab
berhubungan seks tersebut, muncul sebuah pertanyaan, “Perlukah mempelajari
Kamasutra?”
Kamasutra adalah sejenis ilmu atau teknik bercinta yang sudah diajarkan secara turun
temurun di negeri India. Namun yang di maksud dengan kamasutra disini bukan
sekedar itu, akan tetapi lebih dititikberatkan pada ilmu dan teknik berhubungan seks
yang diajarkan oleh orang-orang kafir. Perlu ditegaskan, bahwa umumnya teknik-
teknik bercinta tersebut diajarkan melalui gambar-gambar erotik yang melukiskan
sepasang orang yang sedang bercinta secara berurut dari A sampai Z, dengan berbagai
pose dan cara. Tidak jarang pula, semua teknik itu diajarkan secara praktis dalam
tempat-tempat pendidikan seks tertentu, khususnya di negeri India, terutama pada
masa lampau. Di berbagai negara barat hal itu masih terjadi hingga sekarang ini.

Syaikh Mahmud Mahdi Al-Istambuli pernah ditanya, "Apakah ada baiknya para
pemuda menempelkan gambar wanita telanjang atau setengah telanjang di ruang
tidurnya, untuk menjaga kemampuan seksualnya ?" Beliau menjawab,"Itu tidak benar.
Justru menyaksikan gambar-gambar semacam itu akan melemahkan kemampuan
seksual di masa mendatang. Sedangkan secara langsung, justru menimbulkan gairah
seks yang mengganggu aktivitas belajar, ibadah dan yang lainnya.".

Meski dalam konteks yang berbeda, tetapi ada pelajaran yang bisa di ambil dari
jawaban beliau, bahwa menyaksikan gambar-gambar erotis semacam itu justru
melemahkan kemampuan seksual dalam jangka panjang.

Di samping itu, yang paling penting, melihat gambar-gambar semacam itu hukumnya
adalah haram, dengan alasan apapun. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, 'Hendaknya mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat'.
Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya...'". (An-Nur : 30-31).

Jabir bin Abdullah berkata, "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu
‘alayhi wa ‘alihi wasallam tentang pandangan yang tidak disengaja. Maka beliau
shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam menyuruhku untuk memalingkan
pandanganku". (Hadits riwayat Muslim)
.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam juga bersabda : "Hai Ali, janganlah
engkau ikuti pandanganmu terhadap yang haram dengan pandangan yang lain,
karena yang pertama itu halal bagimu, dan yang kedua adalah haram." (Hadits
riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani).

Selain itu, petunjuk-petunjuk yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah


Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa ‘alihi wasallam sudah lebih dari sekedar cukup
sebagai penjelasan tentang tata cara dan adab berhubungan seks yang benar dan
proporsional. Hanya saja dalam memahaminya, kita membutuhkan penjelasan dan
penjabaran dari para ulama yang berkompeten dalam ilmu mereka.Wallahu a'lam.

-oOo-

Anda mungkin juga menyukai