Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi adalah gangguan kesehatan seseorang atau masyarakat yang


disebabkan oleh tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan zat gizi yang
diperoleh dari makanan. Masalah gizi yang dalam bahasa Inggris disebut
malnutrition, dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah gizi kurang (under
nutrition) dan masalah gizi lebih (over nutrition), baik berupa masalah gizi makro
ataupun gizi-mikro.

Maasalah gizi lainnya yang cukup penting adalah masalah gizi mikro,
terutama untuk kurang vitamin A, kurang ioudium, dan kurang zat besi. Meskipun
berdasarkan hasil survey nasional tahun 1992 Indonesia dinyatakan telah bebas
dari xerophthalmia, masih 50 persen dari balita mempunyai serum retinol
<20 mcg/100 ml, yang berarti memiliki resiko tinggi untuk munculnya kembali
kasusu xeropthalmia. Sementara prevalensi gangguan akibat kurang yodium
(GAKY) pada anak usia sekolah di Indonesia adalah 30 persen pada tahun 1980
dan menurun menjadi 9,8 persen pada tahun 1998. Walaupun terjadi penurunan
yang cukup berarti, GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat,
karena secara umum prevalensi masih di atas 5 persen dan bervariasi antar
wilayah, dimana masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi GAKY di atas 30
persen.

WHO, UNICEF dan International Coordinating Committee on Iodine


Deficiency Disorders (ICCIDD) mengklasifikasikan dari 191 negara, 68.1 %
dengan masalah GAKI, 10.5% sudah dapat mengatasi masalah GAKI dan sisanya
tidak diketahui masalah besarnya masalah GAKI (Allen and Gillespie, 2001).
Prevalensi secara nasional pada tahun 1980 sekitar 30% menurun menjadi 9.8%
pada tahun 1998. Namun prevalensi pada propinsi-propinsi tertentu masih cukup
tinggi, misalnya di NTT 38.1%, Maluku 33.3%, Sulawesi Tenggara 24.9%, dan
Sumatra Barat 20.5%. Propinsi NTT dan Maluku dikategorikan mempunyai
masalah GAKI yang berat, Sulawesi Tenggara dan Sumatra Barat dikategorikan

1
mempunyai masalah GAKI sedang, sedangkan propinsi-propinsi yang lain
mempunyai masalah GAKI ringan atau tidak mempunyai masalah GAKI
(Direktorat Gizi Mayarakat, 2003).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar timbulnya masalah gizi pada difisiensi iodium?
2. Bagaimana masalah gizi difisiensi iodium dalam kaitannya sebagai host,
agent, dan environment?
3. Bagaimana determinan masalah gizi difisiensi iodium?
4. Apa saja tahap-tahap pencegahan penyakit masalah gizi difisiensi iodium?
5. Bagaimana metode deteksi dini masalah gizi difisiensi iodium?
6. Bagaimana penilaian status dari iodium?
C. Tujuan
1. Untuk memahami konsep dasar timbulnya masalah gizi pada difisiensi
iodium
2. Untuk memahami masalah gizi difisiensi iodium dalam kaitannya sebagai
host, agent, environment
3. Untuk memahami determinan masalah gizi difisiensi iodium
4. Untuk memahami tahap-tahap pencegahan penyakit masalah gizi difisiensi
iodium
5. Untuk memahami metode deteksi dini masalah gizi difisiensi iodium
6. Untuk memahami penilaian status dari iodium

2
BAB II

METODE

A. Konsep Dasar Timbulnya Masalah Gizi Pada Difisiensi Iodium

Gangguan akibat kekurangan iodium merupakan salah satu masalah kesehatan


masyarakat yang perlu ditanggulangi secara sungguh-sungguh. Penduduk yang
tinggal di daerah kekurangan iodium akan mengalami GAKI kronis yang
menyebabkan pertumbuhan fisik terganggu dan dan keterbelakangan mental yang
tidak dapat disembuhkan sehinggga menjadi beban masyarakat. GAKI
mengakibatkan penurunan kecerdasan dan produktivitas penduduk sehingga
menghambat pengembangan sumber daya manusia. Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY) atau Iodine Deficiency Disorders (IDD) adalah
gangguan tubuh yang disebabkan oleh kekurangan iodium sehingga tubuh tidak
dapat menghasilkan hormone tiroid.

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) atau Iodine Deficiency


Disorders (IDD) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan berbagai
akibat dari kekurangan yodium pada suatu penduduk. Gangguan ini bisa dicegah
dengan mengatasi kekurangan yodium (Sauberlich, 1999). Fakta-fakta
menunjukkan bahwa GAKY tidak tergantung pada lama dan berat ringannya
defisiensi yodium tetapi dari fase tumbuh kembang saat kekurangan yodium
terjadi, dalam rentang waktu sejak konsepsi sampai dewasa (Rustama, 2002).

GAKI adalah rangkaian efek yang dapat ditimbulkan karena tubuh mengalami
kekurangan iodium secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama.
Kekurangan iodium terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan di mana tanah,
air serta tanaman/tumbuhan yang tumbuh di atasnya miskin atau tidak
mengandung unsur iodium yang akibatnya penduduk yang bertempat tinggal di
daerah tersebut akan berisiko mengalami kekurangan iodium.

B. Masalah Gizi Defisiensi Iodium yang Terkait Dengan Pejamu, Agens,


dan Lingkungan

Suatu penyakit timbul karena terdapat ketidakseimbangan antara berbagai


faktor, baik dari sumber penyakit (agens), pejamu (host), maupun lingkungan

3
(environment). Hal ini disebut juga dengan istilah penyebab majemuk (multiple
causation of diseases) sebagai lawan dari penyebab tunggal (single causation)
(Supariasa, 2001). Segitiga epidemiologi merupakan konsep dasar epidemiologi
yang memberi gambaran tentang hubungan antara tiga faktor yg berperan dalam
terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Segitiga epidemiologi
menggambarkan interaksi antara sumber penyakit (agens), pejamu (host), dan
lingkungan (environtment).

1. Sumber Penyakit (Agens)


Agens adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau
mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan.
Penyebab terpenting timbulnya masalah GAKI adalah rendahnya asupan
iodium melalui makanan atau minuman yang berlangsung dalam kurun
waktu yang lama. Tingkat keparahan gondok endemik yang disebabkan
defisiensi yodium diklasifikasikan menurut sekresi yodium dalam
urine(Supariasa, 2001).
Agens kimia penyebab GAKY adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia
yang dapat menggangu hormogenesis tiroid. Goitrogen menyebabkan
membesarnya kelenjar tiroid seperti yang terdapat dalam kandungan kol,
lobak, padi-padian, singkong dan goitrin dalam rumput liar. Goitrogen
juga terdapat dalam obat-obatan seperti propylthiouraci, lithium,
phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung
yodium secara berlebih. (http://repository.usu.ac.id)
2. Pejamu (Host)
Faktor-faktor pejamu yang mempengaruhi kondisi manusia hingga
menimbulkan penyakit terdiri atas faktor genetis, umur, jenis kelamin,
kelompok etnik, fisiologis, imunologik,kebiasaan seseorang, (kebersihan,
makanan, kontak perorangan, pekerjaan, rekreasi, pemanfaatan pelayanan
kesehatan) (Supariasa, 2001).Faktor pejamu pada penyakit GAKY
diantaranya adalah:
a) Umur
Spektrum GAKI yang luas berakibat pada meningkatnya angka
kesakitan dan kematian anak di bawah usia lima tahun (Semba et al,

4
2008, p 438). Anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang
merupakan kelompok rentan terhadap kekurangan iodium dan perlu
mendapat perlindungan (dee Pee et al, 2010, p 138S). Kegagalan
melindungi mereka, akan meningkatkan kejadian kurang gizi,
kematian pada neonatus, bayi dan anak di bawah usia lima tahun
(Semba et al, 2008, p 438).
b) Status Gizi
Pengaruh status gizi terhadap kejadian GAKY masih belum
banyak diteliti, namun secara teoritis cadangan lemak merupakan
tempat penyimpanan yodium. Jumlah simpanan yodium di dalam
tubuh setiap individu akan berbeda sesuai dengan kondisi status
gizinya (Oenzil, 1996). Kadar yodium urin anak dengan status gizi
baik lebih tinggi dibandingkan dengan anak dengan status gizi kurang
setelah diberikan kapsul yodium selama 3 hari berturut-turut
(Prihartini, 2004).
Status gizi kurang atau buruk akan berisiko pada biosintesis
hormon tiroid karena kurangnya TBP (Thyroxin binding Protein),
sehingga sintesis hormon tiroid akan berkurang (Djokomoejanto,
1987).
c) Genetik
Faktor genetik dalam hal ini merupakan variasi individual
terhadap kejadian GAKY dan mempunyai kecenderungan untuk
mengalami gangguan kelenjar tiroid. Faktor genetik banyak
disebabkan karena keabnormalan fungsi faal kelenjar tiroid.
Terdapatnya prevalensi yang tinggi kejadian gondok pada
beberapa anggota keluarga disebabkan rendahnya efisiensi biologi
tiroid. Ditemukannya antibodi imunoglubolin (IgG) dalam serum
penderita, antibodi ini mungkin diakibatkan karena suatu kelainan
imunitas yang bersifat herediter yang memungkinkan
kelompoklimfosit tertentu dapat bertahan, berkembang biak dan
mengekskresi imunoglobulin stimulator, sebagai respon terhadap

5
beberapa faktor perangsang (David dan Djokomoeljanto dalam
Ritanto, 2003)
Penyebab genetik lain adalah sejumlah cacat metabolik yang
diturunkan, yang melukiskan kepentingan berbagai tahapan dalam
biosintesis hormon tiroid. Cacat ini adalah cacat pada pengangkutan
yodium, cacat pada iodinasi, cacat perangkaian, defisiensi deiodinasi,
dan produksi protein teriodinasi yang abnormal.
3. Lingkungan (Environtment)
Faktor lokasi dapat berpengaruh terhadap kejadian GAKY, hal ini
disebabkan kandungan yodium yang berbeda di setiap daerah. Penderita
GAKY secara umum banyak ditemukan di daerah perbukitan atau dataran
tinggi, karena yodium yang berada dilapisan tanah paling atas terkikis oleh
banjir atau hujan dan berakibat tumbuh-tumbuhan, hewan dan air di
wilayah ini mengandung yodium rendah bahkan tidak ada (Kodyat, 1996).
Menurut data Departemen Kesehatan Tahun 1990 daerah pantai atau
dataran rendah bebas dari penderita GAKY. Daerah pantai atau dataran
rendah secara teoritis mengandung cukup yodium, dengan demikian maka
tanaman sumber air minum dan hewan mengandung yodium lebih banyak
(Adriani dkk, 2002).
Konsumsi pangan kaya akan yodium dipengaruhi oleh ketersediaan
bahan pangan tersebut dan lokasi tempat tinggal. Penelitian Fatimah
Tahun 1999 menemukan rata-rata frekuensi konsumsi pangan kaya
yodium pada penduduk di desa-desa lereng gunung daerah endemis
GAKY di Pati dan Jepara 1-2 kali dalam seminggu, sedangkan frekuensi
konsumsi pangan kaya yodium di dataran rendah konsumsi ikan laut 2-4
kali dalam seminggu.
Macam dan jumlah makanan yang dikonsumsi secara individu
maupun kelompok masyarakat tertentu setiap hari dapat disebut “Pola
Konsumsi Makanan”. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan
pola konsumsi di suatu daerah atau masyarat adalah:

6
a) Faktor yang berhubungan dengan ketersediaan atau pengadaan pangan
yang juga dapat dipengaruhi oleh letak geografis, iklim, kesuburan
tanah, transportasi atau distribusi, teknologi.
b) Faktor kebiasaan atau sosial budaya, sosial ekonomi masyarakat
setempat cukup berperan dalam memberikan gambaran pola
konsumsinya (Kardjati, dkk, 1985).

Menurut Suhardjo pola konsumsi makanan di suatu daerah atau


masyarakat dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek kuantitas dan aspek
kualitas. Aspek kuantitas dilihat dari jumlah pangan itu sendiri sedangkan
aspek kualitas meliputi pola (keragaman, jenis) konsumsi pangan dan nilai
mutu gizi.

C. Determinan Masalah Gizi Defisiensi Iodium


Dari banyak faktor determinan tingginya TGR (Total Goiter Rate), yang amat
penting diantaranya adalah rendahnya kandungan yodium garam konsumsi
masyarakat. Disamping itu, faktor penting lainnya adalah tingginya tingkat
pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran laut, sehingga kandungan yodium
ikan laut di perairan juga rendah sekali. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya GAKY antara lain :

a) Asupan iodium dalam tubuh


Menurut Michael J. Gibney dalam bukunya Public Health Nutrition
asupan yodium dari makanan dikatogorikan dalam 4 kelompok umur.
Tabel 1. Asupan Yodium Dalam Tubuh
Kategori Kebutuhan Asupan (µg/hr)
Bayi, 0 – 59 bulan 90
Anak sekolah, 6 – 12 tahun 120
Anak – anak >12 tahundan orang 150
dewasa
Ibu hamil dan menyusui 200
Direproduksi dengan izin WHO/UNICEF/ICCDD, 2001

b) Faktor lingkungan

7
Permasalahan utama yang timbul biasanya adalah lingkungan yang kumuh
dan miskin akan yodium baik karena lahannya atau gangguan lain
mengenai zat goitrogenik.
c) Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya yang berkaitan dengan GAKY diantaranya adalah
pengetahuan mengenai penyakit gondok dan manfaat dari garam
beryodium dalam keluarga, adanya presepsi individu yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, wawasan, pemikiran dan
pengetahuan serta adanya pantangan terhadap makanan yang dipengaruhi
pola konsumsi pangan yang berhubungan dengan adat istiadat, tradisional
atau kepercayaan. (Balai Penelitian dan Pengembangan, Kemenkes RI,
2012)
d) Faktor genetik
Studi terhadap kembar monosigot menunjukkan bahwa pembesaran
kelenjar gondok pada mereka yang terkena kekurangan iodium
mempunyai hubungan dengan faktor-faktor genetik. Studi tersebut
melaporkan bahwa seseorang yang didalam sebuah keluarga memeliki satu
penderita gondok mempunyai resiko mendapat keturunan gondok 2x lebih
besar daripada mereka yang berasal dari keluarga non gondok. Resiko ini
meningkat menjadi 4x pada mereka yang memiliki dua atau lebih anggota
keluarga yang menderita gondok. (Dachroni, 2007)
e) Asupan energy dan protein
Gangguan akibat kekurangan yodium secara tidak langsung dapat
disebabkan oleh asupan energi yang rendah, karena kebutuhan energy
akan diambil dari asupan protein. Protein (albumin, globulin, prealbumin)
merupakan alat transport hormon tiroid. Protein transport berfungsi
mencegah hormon tiroid keluar dari sirkulasi dan sebagai cadangan
hormon.
f) Status gizi
Pengaruh status gizi terhadap kejadian GAKY masih belum banyak
diteliti, namun secara teoritis cadangan lemak merupakan tempat
penyimpanan yodium. Jumlah simpanan yodium di dalam tubuh setiap

8
individu akan berbeda sesuai dengan kondisi status gizinya (Oenzil, 1996).
Kadar yodium urin anak dengan status gizi baik lebih tinggi dibandingkan
dengan anak dengan status gizi kurang setelah diberikan kapsul yodium
selama 3 hari berturut-turut (Prihartini, 2004). Status gizi kurang atau
buruk akan berisiko pada biosintesis hormon tiroid karena kurangnya TBP
(Thyroxin binding Protein), sehingga sintesis hormon tiroid akan
berkurang (Djokomoejanto, 1987).
g) Faktor lokasi
Faktor lokasi dapat berpengaruh terhadap kejadian GAKY, hal ini
disebabkan kandungan yodium yang berbeda di setiap daerah. Penderita
GAKY secara umum banyak ditemukan di daerah perbukitan atau dataran
tinggi, karena yodium yang berada dilapisan tanah paling atas terkikis oleh
banjir atau hujan dan berakibat tumbuh-tumbuhan, hewan dan air di
wilayah ini mengandung yodium rendah bahkan tidak ada (Kodyat, 1996)
Menurut data Departemen Kesehatan Tahun 1990 daerah pantai atau
dataran rendah bebas dari penderita GAKY. Daerah pantai atau dataran
rendah secara teoritis mengandung cukup yodium, dengan demikian maka
tanaman sumber air minum dan hewan mengandung yodium lebih banyak
(Adriani dkk, 2002).

Penyakit gondok dapat diperiksa dengan cara menentukan ukuran tiroid


melalui palpalasi (cobaan atau perabaan) pemeriksaan ini memerlukan pelatihan
yang saksama dan kolaborasi inisial dengan pemeriksa yang berpengalaman pada
pertama. Sesudah dilakukan inpeksi secara visual, kelenjar tiroid dipalpasi dengan
memakai jari tangan untuk menelusuri secara hati-hati daerah di sepanjang tepi
trakea diantara kartilago krikodeus dan puncak strenum. Kedua sisi trakea juga
harus di palpasi. Kelenjar tiroid dengan kedua lobus lateral yang masing-masing
berukuran lebih besar dari falang proksimal ibu jari tangan orang yang diperiksa
dapat dianggap suatu tanda yang menunjukkan penyakit gondok. (Palupi, 2009)

Ukuran kerlenjar tiroid dapat dipilahkan menjadi salah satu dari beberapa
derajat berikut ini :

9
Tabel. 3 Klasifikasi GAKY

Grade Keterangan
Derajat 0 Kelenjar tiroid tidak teraba atau tidak terlihat.
Derajat 1 Ada masa pada bagian leher yang konsisten dengan
kelenjar tiroid yang membesar dan massa tersebut dapat
dipalpasi kendati tidakdapat dilihat ketika leher dalam
posisi normal serta bergerak ketika orang yang diperiksa
melakukan gerakan menelan, perubahan noduler dapat
terjadi sekalipun kelenjar tiroid tidak terlihat membesar.
Derajat 2 Pembesaran pada bagian leher ysng terlihat ketika leher
berada dalam posisi normal dan konsisten dengsn
kelenjar tiroid yang membesar ketika dipalpasi.
Derajat 3 Kelenjar gondok cukup besar yang terlihat pada jarak >
6cm.
Sumber: WHO/UNICEF/ICCDD, 2001

Kekurangan yodium dapat berdampak buruk pada setiap tahap dalam siklus
kehidupan. Mengingat fungsi yodium adalah berperan dalam seluruh metabolisme
zat gizi yang yang diperlukian oleh tubuh dan yang paling penting yodium
berfungsi untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan tubuh terutama pada
usia–usia dimana manusia dalam proses pertumbuhan. (Hadi, 2010).
Jika yodium tidak diperoleh dari konsumsi,maka tubuh akan mengaktifkan
mekanisme stimulasi melaluirangsangan hormon lain yang diproduksi oleh
kelenjar di daerah otakdikenal sebagai Thyroid Stimulating Hormon (TSH).
Akibat mekanismetersebut akan terjadi gangguan keseimbangan metabolisme
yang dapat menimbulkan berbagai kelainan fisiologis. Kondisi inilah yang disebut
sebagai Gangguan Akibat Kekurangan Yodium dengan kelainan yang timbul
dapat berupa :
a) Pembesaran kelenjar gondok pada leher.
b) Gangguan perkembangan fisik.
c) Gangguan fungsi mental, yang dapatberpengaruh terhadap kehilangan
Intelligence Quotient (IQ) point yangidentik dengan kecerdasan dan
produktivitas.

Syahbuddin (2002) menyatakan secara patofisiologis terdapathubungan antara


variasi metabolisme yodium dan hormon tiroid padaberbagai tingkat tumbuh

10
kembang manusia. Makin dini terjadinya defisiensi yodium akan semakin berat
dan ireversibel akibatnya. Makin lama menderita gondok endemik akan makin
sering ditemukan gondok noduler dan hipotiroidi, terutama setelah pemberian
suplementasiyodium.(Asih, 2006)

D. Tahap-Tahap Pencegahan Penyakit Masalah Gizi Defisiensi Iodium

Upaya pencegahan terhadap defisiensi iodium atau GAKI dapat meliputi 4


tingkat upaya yaitu :

1. Pencegahan Primordial, yaitu upaya pencegahan munculnya defisiensi


iodium dalam suatu wilayah dimana belum tampak adanya GAKI.
Misalnya dengan melakukan pengawasan mutu terhadap produksi garam
beriodium yang diperjaul-belikan diwilayah tersebut.
2. Pencegahan Primer, yaitu upaya awal pencegahan GAKI sebelum ada
penderita. Dilakukan dengan pendekatan kommuniti berupa penyuluhan
tentang manfaat garam beriodium, memberikan kapsul Iodium bagi Ibu
Hamil terutama daerah endemic gondok.
3. Pencegahan Sekunder, yaitu upaya mencegah keadaan GAKI untuk
terjadi kembali atau menjadi lebih berat. Disini perlu dilakukan
pemberian suntikan larutan minyak beriodium kepada penderita
kekurangan iodium dan dilakukan cek up secara teratur.
4. Pencegahan Tersier, yaitu upaya mencegah terjadinya defisiensi yang
lebih berat atau kematian.

Defisiensi iodium dapat dicegah dengan memastikan asupan iodium


yang cukup setiap harinya. The Institute of Medicine menyarankan
rekomendasi asupan harian iodium sebanyak 150 mikrogram setiap harinya
untuk wanita dan pria dewasa, 220 mikrogram setiap harinya untuk wanita
menyusui. Satu sendok teh garam beriodium mengandung sekitar 400
mikrogram iodium.

WHO (1993) menyatakan bahwa program pengendalian defisiensi


iodium adalah fortifikasi garam dengan potassium iodate dan pemberian
suplemen dengan kapsul minyak beriodium. Pemakaian garam beriodium
diperuntukkan bagi semua lapisan masyarakat dan program kapsul minyak

11
beriodium diperuntukkan pada kelompok yang spesifik seperti anak-anak dan
ibu nifas (Mus Joko R dalam rusnelly, 2006).

Penanggulangan GAKI di Indonesia secara nasional dimulai pada tahun


1974 melalui program :
1. Strategi jangka panjang dengan pemberian garam beriodium (40 ppm)
2. Strategi jangka pendek dengan pemberian suntikan lipidol setiap 4 tahun
didaerah endemic berat dan sedang. Pada tahun 1992 sampai sekarang
dilakukan distribusi kapsul minyak beriodium (kapsul lipidol) sebagai
ganti suntikan lipidol (Soeharyo,dkk)

Kapsul minyak beriodium diberikan satu kali setahun dengan kandungan


20 mg iodium. Kadar iodium dalam garam yang diperbolehkan dikonsumsi
adalah 30-80 ppm. Proyek Intensifikasi Penanggulangan GAKI (IP-GAKI)
telah dilaksanakan dengan bantuan Bank Dunia sejak tahun 1997-2003 untuk
mempercepat penurunan prevalensi GAKI melalui pencapaian konsumsi
garam beriodium untuk semua (Universal Salt Iodization). Program yang
dilaksanakan yaitu :

1. Pemantauan status iodium masyarakat


2. Peningkatan konsumsi garam beriodium
3. Peningkatan pasokan garam beriodium
4. Distribusi kapsul minyak beriodium pada sasaran tepat

Mengingat dampak negative yang ditimbulkan oleh masalah GAKI


diketahui secara langsung dalam penurunan kualitas sumber daya manusia,
wajar bila pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang cukup besar dan
serius pada masalah ini. Upaya dilakukan pemerintah dalam pencegahan
kekurangan unsur iodium sudah lama dilakukan, tetapi belum memberikan
hasil yang memuaskan, walaupun jumlah daerah endemis sudah sangat
menurun. Prevalensi gondok berdasar TGR yang semula 27,7% (1990)
menjadi 9,8% (1998). Salah satu upaya yang telah dilakukan mulai tahun 1974
sampai dengan tahun 1991 adalah penyuntikan larutan iodium dalam minyak
(suntikan lipidol) pada penduduk beresiko tinggi di daerah gondok endemic
sedang dan berat. Suntikan lipidol ini dapat diberikan setiap 4 tahun sekali.

12
Wanita usia reproduktif dan anak sekolah merupakan kelompok sasaran
suntikan lipidol. Pemberian suntikan lipidol sebenarnya sudah memberikan
hasil yang cukup baik dan terbukti sangat efektif untuk penanggulangan
kekurangan iodium. Hal ini terlihat dari menurunnya angka prevalensi gondok
dan tercegahnya kretin endemic (Djokomoeljanto dalam gatic, 2006)

E. Metode Deteksi Dini Masalah Gizi Defisiensi Iodium

Pengukuran GAKI atau Iodine Deficiency Disorders (IDD) dalam populasi


mengindikasikan tingkat dan keparahan masalah. Hal tersebut juga
mengindikasikan kemajuan dalam berkurangnya penderita GAKI. Pengukuran
GAKI dipakai sebagai informasi penting dalam memutuskan apakah suatu
program pemberantasan GAKI masih diperlukan untuk menunjukkan
keefektifannya dalam mengurangi jumlah penderita GAKI (Gatie, 2006).

Beberapa metode diterapkan dalam mengklasifikasi tingkat dan keparahan


GAKI dapat diketahui sebagai berikut : (Stanbury dalam gatie, 2006)

1. Pengukuran Tiroid dengan Palpasi


Pengukuran dengan palpasi telah menjadi standar untuk mengukur
gondok. Pada anak usia sekolah masih sangat mudah dan cepat bereaksi
terhadap perubahan masukan iodium dari luar. Kasus gondok pada anak
sekolah berusia 6-12 tahun dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam
perkiraan besaran GAKI di masyarakat pada suatu daerah (Arisman,
2004).
Survei epidemiologis untuk gondok endemic prevalensi
gondokendemik dari survei pada naak sekolah dasar didasarkan atas
klasifikasi dalam Tabel 1.

Tabel 1
Klasifikasi Pembesaran Kelenjar Tiroid
Grade Keterangan
0 Tidak teraba/tidak terlihat
1 Teraba dan tidak terlihat pada posisi kepala biasa
2 Terlihat pada posisi kepala biasa

13
Sumber : Joint WHO/UNICEF/ICCIDD, 1992

Klasifikasi tersebut mampu memberikan tingkat perbandingan di


antara survei disetiap wilayah. Gondok yang lebih besar mungkin tidak
membutuhkan palpasi untuk diagnosis. Prevalensi gondok endemic dari
grade 1 sampai dengan grade 2 dinamakan Total Goiter Rate (TGR)
sedangkan grade 2 dan grade 3 dinaakan Visible Goiter Rate (VGR)
(WHO dalam Gatie, 2006).

Terdapat beberapa kelebihan palpasi sebagai suatu metode


pengukuran, palpasi adalah suatu teknik yang tidak memerlukan
instrument, bisa mencapai jumlah yang besar dalam periode waktu yang
singkat, tidak bersifat invasive dan hanya menuntut sedikit keterampilan
(Gatie, 2006).

Meskipun demikian, palpasi mempunyai beberapa kelemahan yang


menonjol di antaranya antar pemeriksa dengan kemampuan dan
pengalaman yang berbeda-beda khususnya dalam gondok endemic grade
0 dan grade 1. Hal ini telah ditunjukkan oleh penelitian-penelitian para
peneliti yang berpengalaman dimana kesalahan klasifikasi bisa sebesar
40%. Palpasi sangat berguna sebagai suatu tanda awal bahwa GAKI
mungkin ada dan sebagai suatu indicator maka diperlukan penilaian
yang lebih baik (Gaitan dan Dunn dalam Gatie, 2006).

2. Pengukuran volume tiroid dengan Ultrasonografi (USG) Tiroid

Objektivitas bisa didapatkan dalam survei gondok dengan


pengukuran-pengukuran ultrasonografi seperti yang digunakan dalam
peneltian medis lainnnya, contohnya dalam perawatan antenatal. Teknik
ini mulai banyak dipakai dan memberikan ukuran tiroid lebih luas dan
bebas dari bias pengkuran. Prosedurnya tidak invasive dan bisa
digunakan untuk mengukur ratusan orang dalam sehari. Teknik tersebut
bisa dipelajari dengan baik dalam beberapa hari (Gatie, 2006).

Kelebihan dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) adalah


memberikan suatu pengukuran objektif dari volume tiroid, dalam
beberapa kasus mungkin bisa menunjukkan pertimbangan terhadap

14
GAKI dan karenanya program pencegahan yang mahal bisa dihindarkan,
untrasonografi dengan cepat menggantikan palpasi. Pemeriksaan USG
juga merupakan suatu pengukuran yang tepat untuk melihat pembesaran
volume tiroid dibandingkan dengan palpasi. Volume tiroid yang dihitung
berdasarkan panjang, jarak dan ketebalan dari kedua cuping, volume
yang dihitung dibandingkan dengan standar dari suatu populasi dengan
masukan iodium yang cukup. Pengukuran volume tiroid dengan
menggunakan USG untuk saat ini hanya bisa dilakukan oleh dokter ahli
yang sudah terlatih dalam teknik ini. Hasil pemeriksaan volume tiroid
pada sampel merupakan penjumlahan dari volume tiroid kanan dan kiri
(Untoro Y dan Gutekunts dalam Gatie, 2006).

WHO (1997) merekomendasikan Thyromobil data yang


diterbitkan untuk menilai volume tiroid pada anak-anak umur 6-15
tahun. Thyromobil yang dilengkapi dengan alat Untrasonografi untuk
memproses pengukuran yang gondok dengan fasilitas untuk menyimpan
contoh urin. Volume tiroid yang dihitung berdasarkan panjang, jarak dan
ketebalan dari kedua cuping, volume yang dihitung dibandingkan
dengan standar dari populasi yang memiliki masukan iodium yang
cukup (Djokomoeljanto 2001). Thyromobil mengacu stadar dari
WHO/ICCIDD (1997) untuk batas normal volume tiroid Indonesia
berdasarkan pengkuran USG dapat dilihat pada Tabel 2.

15
Kelemahan dari ultrasonografi diantaranya harus ada pelatihan,
biaya instrument yang mahal dan masalah transportasi dari pusat ke
wilayah survei.
3. Kadar Iodium dalam urine (UIE/Urinary Iodine Excretion)
Kecukupan iodium tubuh dinilai dari iodium yang masuk lewat
makanan dna minuman, sebab tubuh manusia tidak dapat mensintesis
iodium. Iodium dengan mudah diabsorpsi dalam bentuk iodide. Ekskresi
dilakukan melalui ginjal dan jumlahnya berkaitan dengan konsumsi.
Penilaian jumlah asupan iodium dalam makanan sulit dilakukan karena
kandungan iodium dalam makanan mempunyai variasi yang sangat luas,
dan sangat tergantung dari kandungan iodium dalam tanah tempat
mereka tumbuh, oleh karena iodium yang kita butuhkan sangat sedikit
(dalam ukuran mikro) dan kandungan iodium dalam makanan sukar
diperiksa, maka sebagai gantinya penilaian asupan iodium dapat
diperiksa dengan cara yang lebih praktis atau mudah dilaksanakan yaitu
berdasarkan pengukuran ekskresi iodium dalam urin sedangkan ekskresi
iodium di dalam feses dapat diabaikan (Syahhbuddin dalam Gatie,
2006).
Pengukuran iodium yang paling dapat dipercaya atau diandalkan
adalah media kadar iodium dalam urin sampel yang mewakili, karena
sebagian besar (lebih dari 90%) iodium yang diabsorpsi dalam tubuh
akhirnya akan diekskresi lewat urin (Stanbury, 1996). Dengan demikian
UIE jelas dapat menggambarkan intake iodium seseorang. Kadar UIE
dianggap sebagai tanda biokimia yang dapat digunakan untuk
mengetahui adanya defisiensi iodium dalam suati wilayah (Dunn dan
Stanbury dalam Gatie, 2006).
Sampel terbaik untuk pemeriksaan UIE adalah urin selama 24 jam
karena dapat menggambarkan fluktuasi iodium dari hari ke hari. Tetapi,
pengambilan sampel urin 24 jam ini tidak mudah dilakukan dilapangan.
Beberapa peneliti kemudian menggunakan sampel urin sewaktu dan
mengukur kadar kreatinin dalam serum, lalu dihitung sebagai rasio UIE
per gram kreatinin. Hal ini dilakukan dengan asumsi ekskresi kreatinin

16
relative stabil. Tetapi ternyata cara ini mempunyai kelemahan karena
kadar kreatinin serum sangat tergantung pada massa otot, jenis kelamin
dan berat badan seseorang (Rachmawati dalam Gatie, 2006).
Oleh WHO, UNICEF dan ICCIDD pada tahun 1994 akhirnya
disepakati bahwa metoda yang direkomendasikan untuk dipakai di
seluruh dunia adalah metoda Acid Digestion. Pertimbangan pemilihan
metoda ini adalah mudah, cepat dan tidak memerlukan alat yang terlalu
mahal. Metoda ini menggunakan spektrofotometer dengan prinsip
kolorimetri. Metode ini dapat mendeteksi kadar iodium dalam urin
sampai 5mikrogram perliter (Raachmawati, 1997). Klasifikasi tingkat
kelebihan dan kekurangan iodium dalam suatu wilayah, berdasarkan
median kadar iodium dalam urin pada Tabel 3.

17
BAB III
PEMBAHASAN

A. Penilaian Status Iodium


Penilaian status iodium pada populasi di daerah kekurangan yodium penting
dalam program kesehatan masyarakat. Metode yang dianjurkan untuk penilaian
status yodium didasarkan pada :
a. Penilaian Total Goiter Rate (TGR), dengan cara palpasi. Klasifikasi
sederhana penilaian TGR berdasar laporan JointWHO/UNICEF/ICCIDD
Consultation (Stanbury, 1996), yaitu :
1. Grade 0 → normal/ tidak ada gondok (tidak tampak negatif)
2. Grade 1 → Ada pembesaran kelenjar gondok tetapi tidak tampak
ketika leher dalam posisi normal.Pembesaran kelenjargondok ini akan
bergerak ke atas saat subyek menelan
3. Grade 2→ Pembengkakan leher tampak dalam posisi normal dan
pembesaran kelenjar gondok tetap ada saat dipalpasi.Daerah endemik
GAKY berdasarkan Total Goiter Rate (TGR) menggunakan indikator
palpasi pada anak SD, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
 Endemik berat, bila TGR > 30%
 Endemik sedang, bila TGR 20-29,9%
 Endemik ringan, bila TGR 5-19.9%
 Non endemik, bila TGR < 5 %
b. Pengukuran Iodium Urine
Pada Joint WHO, UNICEF, ICCIDD Consultation tahun 1992 (Stanbury,
1996), telah disepakati pengambilan sampel urine untuk pemeriksaan
Urinary Excretion Iodine (UEI) cukup menggunakan urine sewaktu dan
tidak perlu lagi menggunakan ratio dengan kreatinin. Urine dapat
ditampung dalam botol penampung tertutup rapat, tidak perlu dimasukkan
dalam lemaries selama masa transportasi dan tidak perlu ditambahkan
pengawet urine. Metode yang direkomendasikan adalah Ammonium
Persulfate Digestion. Pertimbangan pemilihan metode ini yaitu mudah,
cepat dan tidak memerlukan alat yang terlalu mahal (Rachmawati B,

18
1997). Klasifikasi kecukupan yodium berdasarkan Median UEI (Stanbury,
1996) adalah :
1. Defisiensi Berat, median UEI < 20 μg/L
2. Defisiensi Sedang, median UEI 20-49 μg/L
3. Defisiensi Ringan, median UEI 50-99 μg/L
4. Optimal, median UEI 100-200 μg/L μg/L
5. Lebih dari cukup, median UEI 201-300 μg/L
6. Kelebihan (excess), median UEI > 300 μg/L
c. Penentuan defisiensi yodium dengan menggunakan uji laboratorium, untuk
mengukur kadar hormon (Elmer, 2005) diantaranya adalah :
1. Thyroid Stimulating Hormone (TSH): TSH menstimulasi kelenjar
tiroid untuk memproduksi lebih banyak hormontiroid untuk tubuh.
Rendahnya kadar hormon tiroid yangbersirkulasi menyebabkan
pelepasan TRH, yang menstimulasikan produksi TSH, dan akhirnya
meningkatkan produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.Pengukuran
TSH menentukan hipotiroid primer (kelenjartiroid) dan sekunder
(kelenjar pituitari).
2. Total T4 Immunoassay (Total T4, T4 RIA, thyroxine/T4): Tes ini
digunakan untuk menentukan jumlah total T4 didalam darah, yang
menunjukkan porsi T4 yang terikat (keprotein) maupun tidak terikat.
Sebagian besar T4 di dalam darah terikat ke protein. sehingga
beraktivitas. Jumlah T4bebas dan terikat bisa diukur dengan tes yang
terpisah.
3. Free Thyroxine (FT4): Uji ini digunakan untuk menentukan jumlah
T4 bebas (tidak terikat) di dalam darah. Pentinguntuk melihat jumlah
T4 bebas karena merupakan porsidari hormon tiroid untuk menjadi
aktif di dalam tubuh.
4. Total T3 Immunoassay (Total T3, T3RIA, Ltriiodothyronine, atau
T3): Uji ini untuk menentukanjumlah total T3 yaitu bentuk yang lebih
potensial dan aktif dari kedua hormon tiroid dalam darah. Jika hormon
initerikat ke protein, maka dianggap tidak aktif. Uji ini palingsering
digunakan di dalam diagnosis jenis-jenis hipertiroid yang berbeda,

19
misalnya penyakit graves. Di dalam hipotiroid, kadar ini mungkin
tetap dalam rentang normal.
5. Free T3: Jumlah T3 yang tidak terikat oleh protein di dalamsirkulasi,
menjadi jumlah aktivitas biologi hormon-hormontiroid pada tingkatan
sel. Pengukuran nilai Free T3 meliputimetode indeks dua uji, metode-
metode pemisahan fisikyang mengisolasikan hormon bebas dari
hormon yang terikat protein, atau metode-metode immunoassay.

20
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) adalah rangkaian efek yang
dapat ditimbulkan karena tubuh mengalami kekurangan iodium secara
terus menerus dalam kurun waktu yang lama.
2. Suatu penyakit timbul karena terdapat ketidakseimbangan antara berbagai
faktor, baik dari sumber penyakit (agens), pejamu (host), maupun
lingkungan (environment).
3. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya GAKY antara lain : asupan
iodium dalam tubuh, faktor lingkungan, faktor sosial budaya, faktor
genetik, asupan energy dan protein, status gizi, dan faktor lokasi.
4. Upaya pencegahan terhadap defisiensi iodium atau GAKI dapat meliputi 4
tingkat upaya yaitu : pencegahan primordial, pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
5. Program Intensifikasi Penanggulangan GAKI (IP-GAKI) yang telah
dilaksanakan dengan bantuan Bank Dunia yaitu : pemantauan status
iodium masyarakat, peningkatan konsumsi garam beriodium, peningkatan
pasokan garam beriodium, dan distribusi kapsul minyak beriodium pada
sasaran tepat.
6. Beberapa metode yang diterapkan dalam mengklasifikasi tingkat dan
keparahan GAKI dapat diketahui sebagai berikut : pengukuran tiroid
dengan palpasi, pengukuran volume tiroid dengan Ultrasonografi (USG)
Tiroid, dan kadar iodium dalam urine (UIE/Urinary Iodine Excretion).
7. Metode yang dianjurkan untuk penilaian status yodium didasarkan pada :
penilaian Total Goiter Rate (TGR) dengan cara palpasi; pengukuran
Iodium Urine; dan penentuan defisiensi yodium dengan menggunakan uji
laboratorium, untuk mengukur kadar hormon diantaranya adalah :
 Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
 Total T4 Immunoassay (Total T4, T4 RIA, thyroxine/T4): Free
Thyroxine (FT4)

21
 Total T3 Immunoassay (Total T3, T3RIA, Ltriiodothyronine, atau T3)
 Free T3
B. Saran
Perlu adanya upaya pencegahan di masyarakat untuk menanggulangi masalah
GAKI. Masyarakat harus memiliki informasi mengenai penyakit GAKI yang
bisa didapat dari berbagai sumber sebagai acuan untuk mengetahui hal-hal apa
saja yang harus dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi masalah
GAKI. Selain itu masyarakat harus mengaplikasikan upaya tersebut di
kehidupan sehari-hari agar terhindar dari masalah GAKI.

22
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2012. “Cegah GAKY (Gangguan Akibat Kurang Yodium)”.


http://dokteranakku.net/articles/2012/12/cegah-gaky-gangguan-akibat-
kurang-yodium.html (Diakses pada 25 Januari 2020)

Agustin, H., Budiman, H., dan Faiza, Y. 2015. Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di Kecamatan Koto
Tangah, Padang. Jurnal Kesehatan Komunitas. 6(2): 262-269.

Bachtiar, H. 2009. Faktor Determinan Kejadian Gondok di Daerah Pantai Jawa


Timur. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 3(2): 62-67.

Harduning, Ramdani. 2013. Makalah GAKY.


https://id.scribd.com/doc/181890736/MAKALAH-GAKY (Diakses pada 26
Januari 2020)

Octavia, Nadia. 2018. Kekurangan Yodium.


http://m.klikdokter.com/amp/penyakit/kekurangan-yodium? (Diakses pada
25 Januari 2020)

Rinaningsih. 2007. Hubungan Kadar Retinol Serum Dengan Thyroid Stimulating


Hormone (Tsh) Pada Anak Balita Di Daerah Kekurangan Yodium.
Semarang : Universitas Diponegoro

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. (2001). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

Utami, Intan Rahayu, dkk. 2012. Makalah Kesehatan GAKY.


https://www.scribd.com/doc/153842973/Makalah-Kesehatan-GAKI
(Diakses pada 26 Januari 2020)

http://repository.unimus.ac.id/665/3/BAB%20II.pdf (Diakses pada 26 Januari


2020)

file:///C:/Users/USER/Downloads/247995860-GAKY.pdf (Diakses pada 26


Januari 2020)

https://www.academia.edu/10100742/Makalah_gizi (Diakses pada 27 Januari


2020)

23

Anda mungkin juga menyukai