Anda di halaman 1dari 6

PORTOFOLIO 3

Nama Peserta : dr. Bernadeta Rachela Adipradipta


Nama Wahana : RS Tk. II Dr. Hardjanto
Topik : Ulkus Diabetikum
Tanggal (kasus) : 03/08/19
Nama Pasien : Ny. S No. RM :
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :
1. dr. Helen Morista
2. dr. Selfien
Tempat Presentasi :-
Obyektif Presentasi:
√ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik √ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □Dewasa √ Lansia □ Bumil
: Perempuan 64 tahun datang dengan keluhan ada luka pada kaki kanan.
□ Deskripsi TD : 110/70 mmHg, T : 36.2˚C, Nadi : 86 x/mnt, RR : 18 x/mnt, Kesadaran
: compos mentis GCS 15
□ Tujuan : Menstabilkan keadaan pasien
Bahan bahasan: □ Tinjauan Pustaka □ Riset √□ Kasus □ Audit
Cara membahas: √□ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos

Data pasien : Nama : Ny S Pendidikan : SD


Usia : 64 tahun Status : Kawin

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis/ Gambaran Klinis :
Diabetes mellitus tipe 2 dengan ulkus diabetikum

2. Riwayat Pengobatan :
-
3. Riwayat kesehatan/ Penyakit :
Diabetes Mellitus
4. Riwayat keluarga :
-
5. Riwayat pekerjaan :
Penjual di pasar
6. Pemeriksaan fisik :
tampak sakit sedang, kesadaran CM
Tanda Vital
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Frekuensi nadi : 86 x/menit
 Frekuensi napas : 18 x/menit
 Suhu : 36.2 oC
Kepala : dalam batas normal
Paru : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (+) epigastrik, timpani, bising usus (+) .
Extremitas : dalam batas normal, CRT <2 detik.
Status lokalis : pada pedis dextra ditemukan ulkus superficial p x l: 8x4 cm batas tegas eritem,
teraba dingin
Sensorik : menurun pada pedis dextra
7. Pemeriksaan Penunjang :
Hasil Laboratorium
Darah lengkap : leukositosis
Profil gula : hiperglikemia

Daftar Pustaka:

1. Boulton AJM, Armstrong DG, Kirsner RS, et al. 2018. Diagnosis and Management
of Diabetic Foot Complications. Arlington, Va., American Diabetes Association.
2. Holmes C, Jarocki C, Torrence G, Priesand S. 2019. Wound debridement for
diabetic foot ulcers: a clinical practice review. The Diabetic Foot Journal 22(2): 60–
5
3. Pendsey S P. 2010. Understanding diabetic foot. Diabetes Clinic & Research
Center: India.

Hasil Pembelajaran:

Pengelolaan
Off-loading

Pada pengelolaan kaki diabetik, off-loading merupakan salah satu cara yang
diperlukan untuk mencegah terjadinya keparahan pada kaki. Setiap langkah kaki pada pasien
dengan neuropati akan membuat kerusakan jaringan yang baru. Oleh karena itu, dengan
menggunakan fasilitas off-loading device dapat membatu penyembuhan. Strategi dari cara
ini adalah mengurangi tekanan pada lokasi ulkus, serta mengurangi pergerakan sendi kaki.
Ada beberapa pendekatan untuk off-loading kaki diabetik, seperti penggunaan sepatu terapi
dan sol sepatu khusus (sepatu diabetik), removables cast boots, padded dressing, casting
untuk melindungi kaki dan imobilisasi sendi kaki (total contact casts). Managemen
fundamental untuk penyembuhan luka adalah eradikasi infeksi, mengoptimalisasi perfusi
jaringan, serta off-loading yang adekuat. (Boulton AJM et al. 2018).

Debridemen

Debridemen adalah eksisi jaringan mati, rusak, atau yang terinfeksi untuk
mengoptimalisasikan potensi penyembuhan jaringan yang masih hidup. Ada beberapa tipe
debridemen:

1. Mekanik
Debridemen mekanik merupakan debridemen tertua, dilakukan dengan cara
irigasi salin pada luka atau wet-to-dry dressing. Tipe yang lebih lanjut dengan
hidroterapi, low frequency ultrasound (LFU), serta pulse lavage. Penggantian balutan
merupakan cara yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh pasien sendiri pada
banyak kasus. Tetapi debridemen ini bisa menghilangkan jaringan rusak dan yang
masih sehat.
2. Enzimatik
Debridemen ini menggunakan agen kimia, yang berasal dari mikroorganisme
seperti Clostridium hystolicum atau dari tumbuhan, termasuk collagenase, varidase,
papain, and bromelain. Debridemen ini sangat berguna untuk luka yang besar dengan
jaringan nekrotik dan menimbulkan resiko yang kecil pada jaringan sehat.
3. Autolitik
Debridemen autolitik menggunakan proses enzimatik tubuh sendiri untuk
menghilangkan jaringan nekrotik dan yang mengelupas. Proses ini mengganggu
jaringan yang mati dan rusak dari waktu ke waktu dengan membiarkan cairan luka
mempertahankan kontak yang konstan di dalam luka untuk menghidrasi,
melembutkan, dan mencairkan jaringan nekrotik dan eschar.
Metode ini menggunakan balutan oklusif atau semi-oklusif dengan atau
tanpa sumplemen hidrokoloid, hidrogel, dan transparant films (Boulton AJM et al.
2018). Metode ini cocok untuk kasus dengan jaringan nekrotik yang sedikit, terlihat
jelas, tidak nyeri, dan tidak ada infeksi. Selain itu juga proses akut dan membran
granular masih sehat (Holmes C et al. 2019). Debridemen ini berjalan dengan lambat
dan harus di observasi ada tidaknya tanda dari infeksi.
4. Biologis
Deberidemen ini menggunakan belatung yang berkembang di lingkungan
yang steril. Beberapa larva muda dari lalat botol hijau (Lucilia sericata) dimasukkan
ke dalam luka dan ditutup dengan pembalut. Belatung akan memakan jaringan
nekrotik. Larva memperoleh nutrisi dengan mengeluarkan enzim yang mencairkan
jaringan nekrotik untuk dikonsumsi.
Metode ini telah mendapatkan popularitas dari waktu ke waktu, tetapi
beberapa pasien merasa itu menyakitkan dan beberapa tidak menyukai belatung yang
ditempatkan di tubuh mereka. Metode ini bekerja lebih cepat daripada debridemen
autolitik atau enzimatik dengan sedikit risiko terhadap jaringan sehat
5. Pembedahan
Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling umum dan
bervariasi. Berbagai instrumen digunakan untuk secara fisik mengeluarkan jaringan
yang tidak layak dari luka, yang dapat dilakukan baik di rumah, di klinik, ataupun di
ruang operasi. Dokter bedah akan mendebridemen jaringan hingga viabilitas,
sebagaimana ditentukan oleh karakter jaringan dan adanya vaskularisasi jaringan
yang baik menggunakan kombinasi instrumen apa saja, seperti rongeur, kuret, pisau,
gunting, dan forsep. Tambahan seperti perangkat jet air mikro telah dikembangkan
untuk debridement yang lebih teliti dan selektif.
Metode baru yang digunakan memastikan debridemen luka yang lebih
menyeluruh, terutama yang menunggu penutupan adalah dengan mengecat luka
dengan metylen blue segera sebelum debridemen. Dengan pewarnaan dapat
memberikan batas jelas pada jaringan yang sehat dibawahnya (Boulton AJM et al.
2018).
Metode ini merupakan metode debridemen yang baik untuk luka yang
progresif, ukuran yang besar, lokasi yang abnormal, luka yang terinfeksi, luka yang
membutuhan biopsi. Disebutkan bahwa debridemen pembedahan dikombinasi
dengan debridemen lain, seperti enzimatik dan mekanik akan meningkatkan waktu
penyembuhan dibanding hanya debridemen pembedahan saja. (Holmes C et al.
2019).

Manajemen infeksi

Setengah dari pasien datang dengan komplikasi kaki diabetik datang dengan infeksi.
Karena infeksi inilah pasien penderita diabetess membutuhkan rawat inap sampai amputasi.
Kaki diabetik yang terinfeksi dapat diartikan dengan adanya tanda dan gejala klasik dari
inflamasi. Klinisi harus menilai kedalaman dan luasnya luka, untuk mengetahui apakah
sudah adanya tanda ostomyelitis. Jika ditemukan inflamasi sistemik, seperti demam atau
leukositosis menandakan infeksi berat. Selain dilakukan pemeriksaan laboratorium, baiknya
dilakukan pemeriksaan foto polos untuk melihat ada tidaknya abnormalitas pada tulang.

Pada kaki diabetik dengan infeksi perlu dilakukan kultur dari kuretase atau biopsi
untuk mendapatkan antimikroba yang sesuai. Pada saat menunggu hasil kultur, diberikan
antibiotik spektrum luas berdasarkan karkateristik klinis dan keparahan, riwayat penggunaan
antibiotik, serta pola resistensi antibiotik lokal. Antimikroba topikal dapat digunakan pada
beberapa infeksi yang ringan, tetapi ada kaki diabetik yang terinfeksi perlu diberikan
antibiotik sistemik. Pada infeksi yang parah dapat diberikan terapi parenteral. Antibiotik
mengobatik infeksi, tetapi tidak menyembuhkan luka atau mencegah terjadi infeksi. Luka
pada kaki membutuhkan beberapa bulan untuk penyembuhan, antibitoik diberikan dalam 10
-14 hari pada infeksi jaringan ikat, dan 4 – 6 minggu pada infeksi tulang. Belum ada bukti
yang menyatakan terapi adjuvan (seperti terapi hiperbarik oksigen) pada kaki diabetik yang
terinfeksi.

Selain antibiotik, bisa dilakukan pembedahan untuk dilakukan debridemen. Dokter


bedah yang melakukan operasi harus memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang
bagaimana meminimalisasi infeksi yang mungkin melibatkan beberapa kompartemen di
kaki. Pada umumnya drainase pada infeksi jaringan ikat merupakan cara yang terbaik,
terlebih pada abses, daripada menunggu pengobatan dengan antibiotik, karena akan
mengurangi terjadinya osteomyelitis. Osteomyelitis dapat muncul beberapa bulan setelah
pengobatan infeksi pada kaki diabetik, dan masih dapat remisi dalam 1 tahun setelah terapi,
setelah itu baru dapat dikatakan sembuh. Managemen infeksi dapat menyelesaikan 75%
kasus osteomyelitis dan infeksi yang berat (Boulton AJM et al. 2018).

Terapi pada penyakit arterial perifer

Kegagalan mendiagnosis dan keterlambatan menerapi penyebab penyakit arterial


perifer merupakan penyebab utama kejadian amputasi pada penderita DM. Estimasi
terjadinya penyakit arterial perifer sekitar 50-60% dari total pasien dengan ulkus diabetes.
Oleh karena itu, Society for Vascular Surgery (SVS) mengembangkan kalsifikasi berdasarkan
3 faktor utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya amputasi, yaitu: Luka, Iskemia,
dan Infeksi kaki (WifI : Wound, Ischemia, Foot Infection). Setiap faktor diberikan nilai 0-3
dan akan diklasifikasikan menjadi 4 tingkat (Resiko sangat rendah sampai resiko tinggi).
Perfusi yang baik dibutuhkan untuk penyembuhan ulkus diabetes ini sangat rumit
dan tergantung dari beberapa faktor, seperti: ukuran ulkus, lokasi, dan kedalaman; ada
tidaknya infeksi; dan status nutrisi. Peningkatan aliran darah untuk menyembuhkan luka
kecil, tidak terinfeksi, dengan gula darah yang terkontrol dan tekanan kaki 36 mmHg berbeda
dengan kaki yang diamputasi dengan beberapa gangren basah. Pada umumnya pasien dengan
ulkus kaki dan iskemia tingkat 3 (parah) membutuhkan revaskularisasi, dengan
pertimbangan tingkat luka, ada tidaknya infeksi, faktor dari pasien (status fungsional, usia
tingkat lanjut, dan penyakit obstruksi paru) (Boulton AJM et al. 2018).

Pasien yang terbukti adanya iskemia perifer butuh revaskularisasi untuk


memfasilitasi penyembuhan luka dan mengobati penyebab infeksi. Permbedahan bypass
merupakan metode untuk iskemi pada ekstremitas. Lebih dari 90% esktremitas yang
terselamatkan selama 10 tahun ke depan. Selain itu ada juga trasluminal angioplasty dari
arteri iliaka yang baik untuk satu lesi stenosis. Untuk lesi atau oklusi > 15 cm yang lebih dari
satu atau oklusi pada vasa infra-politeal, pembedahan bypass menjadi pilihan terbaik
(Pendsey S P, 2010).

Anda mungkin juga menyukai