Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ADMINISTRASI DAN KONTRAK KERJA KONTRUKSI

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Administrasi Dan Kontrak Kerja Kontruksi

Dosen : Evince Oktarina, S.T., M.T.

Oleh :

Ali Zammy Febri Yanta

(1610015211097)

UNIVERSITAS BUNG HATTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Administrasi Dan Kontrak Kerja Kontruksi”.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah administrasi dan kontrak kerja kontruksi. Selain itu,
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang kontrak kerja bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini jauh dari


sempurna, Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 20 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 ADMINISTRASI KONTRAK ...................................................................... 3
2.1.1 Dokumen yang diisyaratkan ................................................................... 3
2.1.2 Surat menyurat dan sistem arsip ............................................................. 4
2.1.2 Pengelolaan Pembayaran ........................................................................ 5
2.2. KETENTUAN HUKUM PERJANJIAN KERJA ........................................ 5
2.2.1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi Status 6
2.2.2 Penjelasan Umum UU tentang Jasa Konstruksi ..................................... 7
2.3 JENIS-JENIS KONTRAK KONTRUKSI INTERNASIONAL ................. 10
2.3.1 Perjanjian Kontrak ................................................................................ 11
2.3.2 Syarat-Syarat Kontrak........................................................................... 11
2.3.3. Lampiran .............................................................................................. 12
2.3.4 Addendum ............................................................................................. 12
3.3.5 Ringkasan Tinjauan Standar/Sistem Kontrak ....................................... 12
2.4 PROSES PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK KERJA KONTRUKSI 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 17
3.1 KESIMPULAN ........................................................................................... 17
3.2 SARAN ....................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keberhasilan penyelesaian proyek tidak saja hanya keberhasilan pencapaian


sasaran proyek secara fisik sesuai dengan waktu, mutu dan biaya yang telah
direncanakan, namun juga bagaimana penyelesaian proyek tersebut
diselenggarakan secara tertib administrasi.

Ketentuan mengenai penyelenggaraan administrasi kontrak secara tertib


tersebut menjadi penting manakala para pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan proyek harus menghadapi permasalahan yang harus didukung
dengan ketentuan-ketentuan kontrak seperti; adanya usulan-usulan atau klaim dari
kontraktor terkait dengan waktu dan biaya, pembayaran hasil pekerjaan,
penyelesaian keterlambatan waktu penyelesaian pekerjaan, ataupun malah
penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul.

Administrasi kontrak secara tertib semakin dirasakan pentingnya


sehubungan dengan adanya ketentuan mengenai kegagalan bangunan
sebagaimana diatur dalam UU No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi, yang
mengharuskan semua pihak dalam penyelenggaraan proyek tetap masih
mempunyai tanggung jawab atas hasil pelaksanaan pekerjaan proyek setelah serah
tarima akhir pekerjaan selesai.

Secara umum hubungan dan pelaksanaan peran masing-masing pihak terkait


dengan penyelenggaraan proyek telah diatur dalam dokumen kontrak terutama
dokumen syaratsyarat kontrak yang mengatur hubungan tersebut secara hukum.
Sebagian besar pelaksanaan ketentuan syarat-syarat kontrak harus didukung
dokumen administrasi yang harus disiapkan masing-masing pihak.

Dukungan administrasi tersebut diperlukan oleh pengawas dalam


menjalankan tugas - tugas pengawasannya. Persyaratan penyelenggaraan
administrasi kontrak tersebut tidak terbatas dalam rangka penyusunan laporan

1
pengawasan, tetapi juga dalam hamoir seluruh aspek pengawasan seperti :
pengawasan mutu, biaya dan waktu. Penyelenggaraan administrasi kontrak yang
tertib menjadi persyaratan mutlak bagi seorang pengawas dalam menyelesaikan
permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pengawasan pekerjaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan administrasi kontrak?
2. Apa ketentuan hukum perjanjian kerja?
3. Apa saja jenis-jenis kontrak kontruksi internasional?
4. Bagaimana proses penyelesaian sengketa dalam kontrak kerja kontruksi?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui defenisi administrasi kontrak
2. Memahami ketentuan hukum perjanjian kerja
3. Mengetahui jenis-jenis kontrak kontruksi internasional
4. Mengetahui dan memahami proses penyelesaian sengketa dalam kontrak
kerja kontruksi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ADMINISTRASI KONTRAK

Administrasi kontrak adalah upaya pengelolaan atas kontrak dalam periode


pelaksanaannya sehingga kewajiban dan hak dari masing-masing pihak dapat
dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam kontrak tersebut. Dengan
demikian administrasi kontrak diperlukan dalam setiap pelaksanaan kontrak. Bagi
kontraktor Administrasi Kontrak diperlukan dalam mengelola kontrak selama
pelaksanaan proyek agar tercapai target pelaksanaan dalam aspek biaya, mutu, an
waktu untuk memperoleh laba, citra yang baik dari perusahaan serta
profesionalisme dalam pelaksanaan pekerjaan. Dan bagi pengguna jasa
Administrasi kontrak diperlukan dalam mengelola kontrak selama pelaksanaan
proyek agar diperoleh hasil pelaksanaan berupa bangunan dan kelengkapannya
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam kontrak. Mengelola
Administrasi Kontrak terdiri dari kegiatan:
1. Mengkaji kelengkapan dokumen yang disyaratkan
2. Prosedur komunikasi,surat-menyurat,dan sistemi arsip
3. Pengelolaan pembayaran
4. Change order dan back charge
5. Klaim
6. Pengelolaan

2.1.1 Dokumen yang diisyaratkan


Dokumen yang diisyaratkan harus disiapkan kontraktor (jika perlu disetujui
oleh pemilik) dalam dokumen kontrak antara lain:
1. Tanda jaminan
2. Jaminan lelang
3. Jaminan kinerja
4. Jaminan peralatan
5. Jaminan pembayaran
6. Jaminan subkontraktor

3
7. Sertifikat asuransi
8. Asuransi builder all risk
9. Asuransi transit
10. Asuransi comprehensive general liability, umumnya dalam kontrak
disebutkan

2.1.2 Surat menyurat dan sistem arsip


Sistem pencatatan dan arsip kontrak yang baik dan lengkap memudahkan
pencarian kembali, sehingga membantu kelancaran operasional pelaksanaan
kontrak dalam hal :
1. Memantau dan menjaga dipenuhinya pasal-pasal kontrak oleh kedua belah
pihak penanda tangan kontrak
2. Mengetahui apa yang telah dikerjakan di masa lalu
3. Audit pelaksanaan kontrak sewaktu akhir proyek
4. Melakukan progress payment, change order, dan back charge
5. Melakukan korespondensi

Catatan dan arsip kontrak umumnya dikelompokkan menjadi


1. Masa perencanaan dan pembentukan:
Perencanaan strategi dan jadwal kontrak, Prakualifikasi peserta lelang,
Kerangka acuan dan garis besar lingkup proyek, Rancangan kontrak, RFP atau
dokumen lelang, Dokumen proposal peserta lelang, Hasil evaluasi proposal,
Catatan-catatan negosiasi dan penentuan pemenang, Dokumen kontrak asli
termasuk adendum bila ada, Letter of intent
2. Masa eksekusi kontrak
Dokumen evaluasi status kemajuan pekerjaan, Invoice atau faktur dan catatan
lain untuk pembayaran berkalan, Pembayaran butir-butir reimbursable,Pengajuan
change order, Dokumen evaluasi dan persetujuan change, Pembayaran change
order, Dokumen pembayaran back order, Dokumen pembayaran serta evaluasi
klaim, Pembayaran dan sertifikat asuransi, Proses dan hasil atau penemuan audit.
3. Korespondensi, otorisasi, dan laporan berkala
Mengatur hal mengenai surat menyurat seperti format, alamat, laporan
berkala, kemajuan proyek (mingguan, bulanan, dll) dan sistem penyimpanan arsip

4
4. Dokumen keuangan khususnya dana pinjaman seperti prosedur realisasi
sampai masalah pembayaran kembali dan laporan penutupan. Biasanya diatur
terpisah dari administrasi umum.

2.1.2 Pengelolaan Pembayaran

Pengelolaan pembayaran perlu memperhatikan keinginan para pihak


1. Kontraktor tidak akan melakukan pre financing pekerjaan yang telah
diserahkan kepadanya sesuai kontrak (tanpa ada pengaturan khusus mengenai
masalah itu, seperti bunga dll)
2. Pemilik hanya akan membayar pekerjaan yang telah selesai pada waktu
ditagih, berarti membayar sesuai kinerja

Ada beberapa cara perhitungan pembayaran


1. Biaya yang sesungguhnya telah dikeluarkan
2. Kurun waktu tertentu secara periodic
3. Kemajuan pekerjaan dan kinerja yang telah dicapai
Metoda milestone adalah pembayaran dikaitkan dengan milestone siklus
proyek, sedangkan jumlahnya diperhitungkan dengan kegiatan yang telah
dilakukan untuk mencapai yang bersangkutan dinyatakan sebagai persentase
dari total kontrak
Metoda milestone dengan persentase penyelesaian; disamping dikaitkan
dengan milestone, juga dikaitkan dengan volume pekerjaan
4. Pembayaran berdasarkan perkiraan pengeluaran bulan yang akan datang

2.2. KETENTUAN HUKUM PERJANJIAN KERJA

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau


pekerjaan konstruksi. Sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat
mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana
aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan guna menunjang terwujudnya tujuan
pembangunan nasional. Jasa Konstruksi diatur dengan UU tersendiri dan harus
menyesuaikan dengan perkembangan zaman. UU Jasa Konstruksi terbaru saat ini
adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Undang-

5
Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, karena belum dapat memenuhi
tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan
penyelenggaraan jasa konstruksi. UU tentang Jasa Konstruksi tahun 2017
disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 Januari 2017. UU No. 2 tahun
2017 diundangkan oleh Yasonna H. Laoly, Menkumham RI pada Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 11. Dan Penjelasan atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dalam Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018 pada tanggal 12 Januari 2017
di Jakarta.

2.2.1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi Status

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut


Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pertimbangan
Latar belakang terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi adalah:
a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat mewujudkan
bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial
ekonomi kemasyarakatan guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan
nasional;
c. bahwa penyelenggaraan jasa konstruksi harus menjamin ketertiban dan
kepastian hukum;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan
dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Jasa
Konstruksi; Dasar Hukum, Landasan hukum Undang-Undang Nomor 2

6
Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.2.2 Penjelasan Umum UU tentang Jasa Konstruksi


Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan tujuan pembangunan tersebut maka
kegiatan pembangunan baik fisik maupun non fisik memiliki peranan yang
penting bagi kesejahteraan masyarakat. Sektor Jasa Konstruksi merupakan
kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai
pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan dan
menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.

Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, Jasa Konstruksi


berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri
barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan
secara luas mendukung perekonomian nasional. Oleh karena penyelenggaraan
Jasa Konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum, sedangkan
Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum dapat
memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan
penyelenggaraan jasa konstruksi, maka perlu dilakukan penyempurnaan
pengaturan bidang Jasa Konstruksi.

Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas


kejujuran dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan,
profesionalitas, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan,
kebebasan, pembangunan berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan. Undang-
Undang ini mengatur penyelenggaraan Jasa Konstruksi dengan tujuan untuk
memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk
mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil
Jasa Konstruksi yang berkualitas; mewujudkan tertib penyelenggaraan Jasa
Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan
Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan
kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; mewujudkan

7
peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi; menata sistem Jasa
Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan
kenyamanan lingkungan terbangun; menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa
Konstruksi yang baik; dan menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh
tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Pengaturan penyelenggaraan Jasa Konstruksi dalam Undang-Undang ini


dilakukan beberapa penyesuaian guna mengakomodasi kebutuhan hukum yang
terjadi dalam praktik empiris di masyarakat dan dinamika legislasi yang terkait
dengan penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Berkembangnya sektor Jasa Konstruksi
yang semakin kompleks dan semakin tingginya tingkat persaingan layanan Jasa
Konstruksi baik di tingkat nasional maupun internasional membutuhkan payung
hukum yang dapat menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha di bidang Jasa
Konstruksi terutama pelindungan bagi Pengguna Jasa, Penyedia Jasa, tenaga kerja
konstruksi, dan masyarakat Jasa Konstruksi.

Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, terdapat


beberapa materi muatan yang diubah, ditambahkan, dan disempurnakan dalam
Undang-Undang ini antara lain cakupan Jasa Konstruksi; kualifikasi usaha Jasa
Konstruksi; pengembangan layanan usaha Jasa Konstruksi; pembagian tanggung
jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
penyelenggaran Jasa Konstruksi; penguatan Standar Keamanan, Keselamatan,
Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
pengaturan tenaga kerja konstruksi yang komprehensif baik tenaga kerja
konstruksi lokal maupun asing; dibentuknya sistem informasi Jasa Kontruksi yang
terintegrasi; dan perubahan paradigma kelembagaan sebagai bentuk keikutsertaan
masyarakat Jasa Konstruksi dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; serta
penghapusan ketentuan pidana dengan menekankan pada sanksi administratif dan
aspek keperdataan dalam hal terjadi sengketa antar para pihak. Untuk menjamin
keberlanjutan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Undang-Undang ini juga
mengatur bahwa terhadap adanya dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran oleh
Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa, proses pemeriksaan hukum dilakukan
dengan tidak mengganggu atau menghentikan proses penyelenggaran Jasa

8
Konstruksi. Dalam hal dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran terkait dengan
kerugian negara, pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan dari lembaga negara yang berwenang.

Secara umum materi muatan dalam Undang-Undang ini meliputi tanggung


jawab dan kewenangan; usaha Jasa Konstruksi; penyelenggaraan usaha Jasa
Konstruksi; keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan konstruksi;
tenaga kerja konstruksi; pembinaan; sistem informasi Jasa Konstruksi; partisipasi
masyarakat; penyelesaian sengketa; sanksi administratif; dan ketentuan peralihan.

Tanggung jawab dan kewenangan mengatur tentang pembagian


kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai Pemerintahan
Daerah. Dalam pengaturan usaha Jasa Konstruksi diatur mengenai struktur usaha
Jasa Konstruksi, segmentasi pasar Jasa Konstruksi; persyaratan usaha Jasa
Konstruksi; badan usaha Jasa Konstruksi dan usaha perseorangan Jasa Konstruksi
asing; pengembangan jenis usaha Jasa Konstruksi yakni Usaha Penyediaan
Bangunan; dan pengembangan usaha berkelanjutan.

Selanjutnya Undang-Undang ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan


Jasa Konstruksi yang memuat penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dan
penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan. Penyelenggaraan usaha Jasa
Konstruksi dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa Kontruksi,
sedangkan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan dapat dikerjakan sendiri
atau melalui perjanjian penyediaan bangunan. Pentingnya pemenuhan standar
Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan Konstruksi oleh
Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
Kegagalan Bangunan.

Penguatan sumber daya manusia Jasa Konstruksi dalam rangka menghadapi


persaingan global membutuhkan penguatan secara regulasi. Undang-Undang ini
mengatur mengenai klasifikasi dan kualifikasi; pelatihan tenaga kerja konstruksi;
sertifikasi kompetensi kerja; registrasi pengalaman profesional; upah tenaga kerja

9
konstruksi; dan pengaturan tenaga kerja konstruksi asing serta tanggung jawab
profesi.

Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pemerintah Pusat melakukan


pembinaan yang mencakup penetapan kebijakan, penyelenggaran kebijakan,
pemantauan dan evaluasi, serta penyelenggaraan pemberdayaan terhadap
Pemerintah Daerah. Selain itu diatur tentang pendanaan, pelaporan, dan
pengawasannya. Untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan
terintegrasi dibentuk suatu sistem informasi Jasa Konstruksi yang terintegrasi dan
dikelola oleh Pemerintah Pusat.

Untuk mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Jasa


Konstruksi, Pemerintah Pusat dapat mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi
dalam menyelenggarakan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat di bidang Jasa
Konstruksi yang dilakukan melalui satu lembaga yang dibentuk oleh Menteri,
yang unsur- unsurnya ditetapkan setelah mendapat persetujuan dari Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Dalam hal terjadi sengketa antar para pihak, Undang-Undang ini


mengedepankan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan.
Terhadap pelanggaran administratif dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi
administratif, sedangkan untuk menghindari kekosongan hukum Undang-Undang
ini mengatur bahwa lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan pelaksanaan
dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tetap menjalankan tugas sertifikasi
dan registrasi terhadap badan usaha dan tenaga kerja konstruksi sampai
terbentuknya lembaga yang dimaksud dalam Undang-Undang ini.

2.3 JENIS-JENIS KONTRAK KONTRUKSI INTERNASIONAL

Sistem kontrak Kontrak Konstruksi Internasional Sia (Singapore


International Contract) dan beberapa kontrak internasional lainnya ini disusun
oleh institusi para arsitek di Singapura (SIA) dimana nama kontrak dikenal
dengan nama Sia 80 Contract. Kontrak ini digunakan untuk bangunan gedung

10
sehingga nama lengkapnya adalah Articles And Conditions Of Building Contract.
Isi dari kontrak ini berupa :
1. Perjanjian Kontrak (Article Of Contract)
2. Syarat-syarat kontrak (Conditions Of Contract)
3. Lampiran (Appendix)
4. Tambahan (Addendum On Amendments To Sia 80 Contract)

2.3.1 Perjanjian Kontrak


Jika AIA dan FIDIC menyebutnya dengan Agreement sedangkan JCT
menyebutnya dengan Article of Agreement. Namun secara umum kontrak ini
memiliki 8 pasal seperti kontrak internasional yang lain, yaitu :
a. Kewajiban Penyedia Jasa
b. Jenis kontrak
c. Arsitek/Direksi Pekerjaan Pada SIA perencana/pengawas disebut dengan
architect.
d. Konsultan Biaya Jika konsultan biaya tidak didefinisikan dalam kontrak ini
maka secara otomatis kewajiban konsultan biaya akan dirangkap oleh
architect.
e. Harga/Nilai Kontrak Inklusif
f. Dokumen Kontrak, adapun dokumen kontrak dalam SIA yaitu Perjanjian ,
Syarat-syarat Kontrak dan Lampiran, Gambar-gambar Kontrak, Rencana
Anggaran Biaya, Surat-surat atau pedoman lain (Dokumen Tender dan Surat
Penunjukan)
g. Penafsiran dan Catatan Pedoman
h. Penyerahan Kontrak

2.3.2 Syarat-Syarat Kontrak


Pada kontrak SIA terdapat syarat-syarat yang terdiri dari 39 pasal 150 ayat
(selengkapnya ada di Buku Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia hlm. 188)
Dari ayat-ayat tersebut terdapat beberapa pengertian yang terangkum dalam pasal
12 ayat 2 yakni : Yang dimaksud dengan perubahan adalah penambahan/
pengurangan pekerjaan, material dan barang; pembongkaran; penggantian;
perubahan jenis dan standar/mutu; perubahan rencana, ketinggian dan letak

11
dimensi dari pekerjaan; perubahan mutu sementara penyedia jasa atau metode
kerja; perintah perubahan/pengurangan dalam pekerjaan,material atau barang dari
sub penyedia jasa/yang tertunjuk; dan penangguhan suatu bagian pekerjaan. Pasal
15 ayat 1 juga mengatur bahwa : Harus ada persetujuan dari pengguna jasa jika
pihak penyedia jasa ingin melimpahkan fungsi kontrak ke pihak lain. Pasal 21
menerangkan : Penyedia jasa berhak melakukan pemeriksaan/penelitian terkait
proyek (hal ini tidak terdapat di kontrak internasional lainnya) Pasal 24 ayat 2
menerangkan : Adanya ganti rugi jika terjadi keterlambatan jadwal penyelesaian.
Pasal 25 menerangkan : Adanya penyelesaian pekerjaan dan penyerahan
pekerjaan yang sebagian-sebagian. Pasal 27 ayat 1 menerangkan : Adanya masa
pemeliharaan. Pasal 29 menerangkan : Pembuatan kontrak dengan sub penyedia
jasa yang telah ditunjuk dan adanya hak keberatan. Pasal 32 ayat 1 menerangkan :
Pemutusan kontrak tanpa kesalahan (dimana penyedia jasa biasanya mendapatkan
ganti rugi) Pasal 37 menerangkan : Penyelesaikan sengketa diselesaikan lewat
Arbitrase.

2.3.3. Lampiran
Berisi besaran (nilai), ketentuan mengenai jenis kontrak, tanggal mulai
pekerjaan, masa kontrak, tanggal penyelesaian, nilai pertanggungan, ganti rugi
keterlambatan, masa pemeliharaan, dsb.

2.3.4 Addendum
Adendum kontrak berisi ketentuan-ketentuan khusus.

3.3.5 Ringkasan Tinjauan Standar/Sistem Kontrak


KONSTRUKSI INTERNASIONAL (FIDIC, JCT, AIA, SIA)
1. Semua sistem kontrak tersebut memiliki format :
 Perjanjian/ Kontrak/ Agreement
 Syarat-syarat Kontrak (ada umum dan khusus)
 Lampiran
 Spesifikasi Teknis
 Gambar-gambar Kontrak

12
2. Kontrak sangat singkat dan sederhana karena hanya memuat hal-hal pokok
 Kontrak Amerika (9 butir)
 Kontrak FIDIC 1987 (4 butir)
 Kontrak FIDIC 1995 (4 butir)
 Kontrak JCT 1980 (5 butir)
 Kontrak SIA 80 (8 butir)

3. Tujuan penggunaan kontrak adalah :


 AIA untuk kontrak pekerjaan Sipil
 FIDIC 1987 untuk kontrak pekerjaan konstruksi teknik sipil
 FIDIC 1995 untuk kontrak pekerjaan rancang bangun
 JCT 1980 dan SIA 80 untuk kontrak pekerjaan bangunan

4. Terdapat perbedaan pemberian nama antara pihak penyedia jasa dan


pengguna jasa.
5. Syarat-syarat kontrak berisi ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban
antara pihak pengguna jasa dan penyedia jasa.
6. Syarat-syarat khusus berisi penjabaran sifat/pekerjaan proyek.
7.Segala keterangan terkait jaminan, waktu penyeraha lahan, waktu
pelaksanaan, biaya, jaminan atas cacat dicantumkan dalam Lampiran.
8. Kontrak dalam Bahasa Inggris.
9. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
10. Masa Pemeliharaan diganti dengan Masa Tanggung Jawab atas Cacat
(kecuali SIA 80)
11. Istilah denda diganti dengan ganti rugi keterlambatan.
12. Semua kontrak internasional ini mengizinkan adanya :
 Penyelesaian secara bertahap
 Penempatan bagian pekerjaan yang telah diserahkan
 Penyelesaian pekerjaan secara praktis/substansial (tidak mesti 100%
selesai)

13
2.4 PROSES PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK KERJA
KONTRUKSI

Pasca terbitnya undang-undang jasa kontruksi nomor 2 tahun 2017


“Penyelesaian Sengketa yang terjadi dalam kontrak kerja konstruksi dapat
ditempuh melalui musyawarah, mediasi, arbitrase ataupun pengadilan”

Konstruksi adalah salah satu industri yang sangat kompleks, hal ini karena
dalam proyek konstruksi terdapat multi disiplin ilmu dan berurusan dengan orang
banyak yang memiliki kepentingan masing-masing. Kondisi ini pula yang
membuka peluang sengketa menjadi lebih besar.

Apabila merujuk kepada data statistik yang dikeluarkan oleh Badan


Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), dimana sengketa kontruksi mendominasi
kasus yang ditangani oleh BANI. Mulai periode tahun 1999 hingga 2016, tercatat
terdapat 470 kasus, dimana kasus konstruksi mendominasi sebesar 30, 8 % dari
total kasus yang ditangani oleh BANI.

Pasca terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa


Konstruksi (UU No. 2/2017) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1999 tentang Jasa Konstruksi, penyelesaian sengketa konstruksi yang semula
ditempuh melalui 2 (dua) jalur, yakni jalur pengadilan dan di luar pengadilan
mengalami perubahan.

Setelah terbitnya UU No. 2/2017 tentang Jasa Konstruksi, sengketa


konstruksi terlebih dahulu diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat.
Apabila para pihak yang bersengketa tidak menemukan kesepakatan, maka
penyelesaian ditempuh melalui tahapan penyelesaian sengketa yang diatur dalam
kontrak kerja konstruksi. Kemudian apabila penyelesaian sengketa tidak
tercantum dalam kontrak kerja konstruksi, maka para pihak dengan persetujuan
tertulis mengatur mengenai tata cara penyelesaian sengketa yang dipilih.

Adapun tahapan-tahapan penyelesaian sengketa sesuai UU No. 2/2017 adalah:

1. Para pihak yang bersengketa terlebih dahulu melakukan musyawarah


untuk mufakat;

14
2. Apabila musyawarah tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa
disesuaikan berdasarkan kontrak kerja konstruksi;
3. Apabila penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak, maka
penyelesaian sengketa ditempuh melalui tahapan sebagai berikut:
4. Mediasi;
5. Konsiliasi, dan;
6. Arbitrase
7. Jika penyelesain sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja konstruksi,
maka para pihak yang bersengketa membuat tata cara penyelesaian yang
dipilih

Mekanisme penyelesaian sengketa konstruksi diantara para pihak lebih


menekankan penyelesaian di luar jalur pengadilan. Hal ini tidak terlepas dari
keunggulan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, dimana setidaknya
terdapat beberapa keunggulan, yaitu:

Pertama, kerahasian sengketa terjaga. Kerahasian merupakan suatu keunggulan


yang dapat diperoleh ketika menggunakan jalur di luar pengadilan. Hal ini
disebabkan oleh karena proses hingga putusan penyelesaian sengketa tidak
dipublikasikan kepada publik. Keunggulan ini tentu akan berimplikasi kepada
hubungan antara para pihak yang bersengketa tetap baik, sehingga kelangsungan
pekerjaan tetap dapat dilanjutkan.

Kedua, sengketa diputus oleh pihak penengah (mediator, konsiliator, arbiter)


yang mengerti bidang konstruksi. Hal ini dikarenakan para pihak yang
bersengketa dapat bebas memilih pihak penengah yang akan memutus atau
memberi anjuran terkait sengketa yang sedang terjadi. Artinya para pihak dapat
memilih pihak penengah yang memiliki pengetahuan konstruksi. Hal ini tidak
terlepas dari sifat sengketa konstruksi bersifat teknis, sehingga pihak yang
menjadi penengah dapat memutus atau memberi anjuran secara tepat.

Ketiga, jangka waktu relatif singkat. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian


Sengketa memiliki keunggulan secara waktu dalam penyelesaian sengketa.
Artinya, penyelesaian sengketa dapat diselesaikan secara cepat daripada
penyelesaian melalui jalur pengadilan. Hal ini tentu akan berimplikasi terhadap

15
kepastian yang akan diterima para pihak yang bersengketa, seperti: kepastian atas
kelangsungan pekerjaan, pembayaran pekerjaan. Kondisi sesuai dengan kebutuhan
dari para pihak dimana sengketa dapat terselesaikan dengan tidak mengancam
keberlangsungan pekerjaan dan hubungan baik diantara para pihak.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Upaya pengelolaan atas kontrak dalam periode pelaksanaannya sehingga
kewajiban dan hak dari masing-masing pihak dapat dijalankan sesuai
dengan ketentuan yang ada dalam kontrak tersebut merupakan maksud
dari administrasi kontrak.
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, karena
belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan
dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi.
3. Dalam dunia internasional terdapat beberapa standar atau system kontrak
kontruksi yang biasa dipakai yaitu AIA, FIDIC, JCT, SIA. Sedangkan di
Indonesia standar tersebut dipakai untuk proyek-proyek yang
menggunakan dana luar negri (loan).
4. Setelah keluarnya undang-undang jasa kontruksi nomor 2 tahun 2017,
Penyelesaian Sengketa yang terjadi dalam kontrak kerja konstruksi dapat
ditempuh melalui musyawarah, mediasi, arbitrase ataupun pengadilan.

3.2 SARAN

Berdasarkan makalah ini disetiap pelaksanaan suatu proyek kontruksi


harus mempuanyai dokumen kontrak yang sah untuk mengatur pelaksanaan
proyek yang mana dokumen kontrak tersebut harus berdasarkan pada landasan
hukum yang jelas dan mengikat diantra kedua belah pihak sehingga disaat
terjadinya suatu sengketa pada saat pelaksanaanya maka dapat diselesaikan secara
adil bagi kedua belah pihak, dari segi pemerintah sebaiknya melakukan kajian
ulang secara mendalam setiap mengeluarkan undang-undang tentang kontrak
kontruksi dan memberi standar yang sesuai agar kontrak kerja kontruksi di
Indonesia di akui di mata dunia.

17
DAFTAR PUSTAKA

1.https://www.ilmutekniksipil.com/pengelolaan-dan-pengendalian proyek/administrasi-
kontrak-dan-keuangan

2. https://medium.com/@strategi.konstruksi/bagian-7-administrasi-kontrak-21

3. https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-2-2017-jasa-konstruksi

4. https://dokumen.tips/documents/kontrak-konstruksi-internasional-sia.html

5.https://bplawyers.co.id/2017/08/29/inilah-tahapan-penyelesaian-sengketa-
konstruksi-pasca-terbitnya-undang-undang-jasa-kontruksi-nomor-2-tahun-2017/

18

Anda mungkin juga menyukai