Anda di halaman 1dari 31

PERILAKU KONSUMEN JASA

Disusun Oleh :
MUHAMMAD LUQMAN YOGA PRASETIA 201710160311083
MOCH ADAM FAIRUS SHOBIRIN 201710160311066
MUHAMMAD ARLEN KURNIAWAN 201710160311082
ADI FACHRIZA 201710160311063
MAHYUDI IKHSAN 201710160311110

Dosen Pengampu :
Drs. Noor Aziz, M.M.

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MANAJEMEN 5C
2019
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................................................ii


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................... 2
2.1 Definisi dan Domain Perilaku Konsumen ........................................................................ 2
2.2 Kerangka Analisis Perilaku Konsumen Jasa ............................................................... 4
2.3 Identifikasi Kebutuhan ................................................................................................ 4
2.4 Pencarian Informasi .................................................................................................... 5
2.5 Customer Convenience .............................................................................................. 14
2.6 Segmentasi, Targeting, dan Positioning Jasa ............................................................ 16
BAB III STUDI KASUS ..............................................................................................................26
3.1 Pemaparan dan Analisis Studi Kasus .............................................................................26
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 28
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemahaman mengenai perilaku konsumen merupakan kunci kesuksesan utama bagi
para pemasar. Konsumen memiliki berbagai macam perilaku pembelian bervariasi. Itu semua
disebabkan karena apa yang mereka beli pasti menyesuaikan dengan kebutuhan dan/atau
keinginan mereka pada saat proses pembelian. Pada proses pembelian yang terjadi di
perusahaan jasa, juga terdapat perbedaan yang cukup bervariasi terhadap penentuan pembelian
yang dilakukan oleh konsumen. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengupas apa saja
yang ada di dlalam perilaku konsumen basis jasa tersebut, supaya kita dapat mengetahui
maksud dari konsumen mengonsumsi suatu produk jasa.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Domain Perilaku Konsumen


Para pemasar membutuhkan informasi yang andal mengenai para konsumennya dan
keterampilan khusus untuk menganalisis dan menginterpretasikan informasi tersebut.
Kebutuhan ini berkontribusi pada pengembangan perilaku konsumen sebagai bidang studi
spesifik dalam pemasaran. Secara sederhana, istilah perilaku mengacu pada perilaku yang
ditunjukkan oleh para individu dalam membeli dan menggunakan barang dan jasa. Pada
hakikatnya, lingkup studi perilaku konsumen meliputi sejumlah aspek krusial sebagai berikut.

 Siapa yang membeli produk atau jasa? (WHO)


 Apa yang dibeli? (WHAT)
 Mengapa membeli produk dan jasa tersebut? (WHY)
 Kapan membeli? (WHEN)
 Dimana membelinya? (WHERE)
 Bagaimana proses keputusan pembelinya? (HOW)
 Berapa sering membeli dan menggunakan produk/jasa? (HOW OFTEN)

Namun salah satu faktor fundamental dalam studi perilaku konsumen adalah premis
bahwa konsumen membeli sebuah produk bukan semata mata karena mengejar manfaat
fungsionalnya , namun lebih dari itu juga mencari makna tertentu (seperti citra diri, gengsi,
bahkan kepribadian). Secara garis besar, ada empat tipe makna konsumsi yang dialami
konsumen sebagai berikut.

 Self-concept attachment, yaitu produk membantu pembentukan identitas diri


konsumen. Contohnya pembelian parfum,perhiasan,kemeja,sepatu,mobil dan produk
lainnya.
 Nostalgic attachment, yaitu produksi bisa menghubungkan konsumen dengan
kenangan masa lalunya. Contohnya album lama yang dirilis ulang.
 Interdependence, dimana produk menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari pelangga.
Contohnya, pembelian peralatan rumah tangga yang digunakan sehari-hari.
 Love, dimana produk membangkitkan ikatan emosional tertentu, seperti kehangatan,
kegairahan, dan emosi lainnya.

2
Sementara itu, kenyataan menunjukkan bahwa keinginan, pilihan, dan tindakan
konsumen kadangkala menghasilkan konsekuensi negatif terhadap diri sendiri atau masyarakat
sekitarnya. Kondisi ini bisa diakibatkan tekanan sosial maupun eksposur berlebihan terhadap
citra ideal kecantikan dan kesuksesan yang sulit diwujudkan. Tekanan sosial, misalnya bisa
mendorong seseorang untuk merokok secara berlebihan, mengonsumsi minuman beralkohol,
mengonsumsi narkoba, mengutil, melakukan penipuan asuransi agar bisa cepat kaya dan
seterusnya. Situasi-situasi negatif semacam ini disebut “the dark side of consumer behavior”
dan bisa diklasifikasikan menjadi beberapa hal sebagai berikut.

 Addictive consumption, misalnya kecanduan internet dan chatting, videogames,


narkoba, dan lain-lain.
 Compulsive consumption, misalnya cenderung secara permanen terdorong untuk selalu
berbelanja, sekalipun tidak membutuhkan produk yang dibeli. Bahkan, secara finansial
tidak mampu untuk membelinya.
 Consumend consumers, yaitu orang yang dimanfaatkan atau dimanipulasi, baik secara
sukarela maupun tidak.
 Aktivas-aktivas illegal.

Sejauh ini terdapat berbagai macam definisi spesifik mengenai perilaku konsumen, diantaranya
sebagai berikut.

 Perilaku konsumen adalah “aktivitas –aktivitas individu dalam pencarian,


pengevaluasi, pemerolehan, pengonsumsi, dan penghentian pemakaian barang dan
jasa” (craig-lees, joy & brownes, 1995).
 Perilaku konsumen adalah “studi mengenai proses-proses yang terjadi saat individu
atau kelompok menyeleksi,membeli,menggunakan, atau menghentikan pemakaian
produk,jasa,ide, atau pengalaman dalam rangka memuaskan keinginan dan hasrat
tertentu” (Solomon, 1999).
 Perilaku konsumen adalah “perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghentikan konsumsi produk, jasa, dan
gagasan” (schiffman & kanuk, 2000).
 Perilaku konsumen adalah “studiy mengenai individu, kelompok atau organisasi dan
proses-proses yang dilakukan dalam memilih, menentukan, mendapatan,
menggunakan, dan menghentikan pemakaian produk,jasa,pengalama,atau ide untuk

3
memuaskan kebutuhan, serta dampak proses-proses tersebut terhadap konsumen dan
masyarakat” (Hawkins, best & coney, 2001)

2.2 Kerangka Analisis Perilaku Konsumen Jasa


Proses keputusan konsumen bisa diklasifikasikan secara garis besar ke dalam tiga tahap
utama, yakni prapembelian, konsumsi, dan evaluasi purnabeli. Tahap prapembelian, mencakup
semua aktivitas konsumen yang terjadi sebelum terjadinya transaksi pembelian dan pemakaian
jasa. Tahapan ini meliputi tiga proses, yakni identifikasi kebutuhan, pencarian informasi dan
evaluasi alternative. Tahap konsumsi merupakan tahap proses keputusn konsumen, dimana
konsumen membeli dan menggunakan produk atau jasa. Sedangkan tahap evaluasi purnabeli
merupakan tahap proses pembuatan keputusan konsumen sewaktu konsumen menetukan
apakah ia telah membuat keputusan pembelian yang tempat.

2.3 Identifikasi Kebutuhan


Proses pembelian diawali ketika seseorang mendapatkan stimulus (pikiran,tindakan
atau motovasi) yang mendorongnya dirinya untuk mempertimbangkan pembelian barang atau
jasa tertentu. Stimulus bisa berupa hal-hal sebagai berikut:

A. Commercial cues, yaitu kejadian atau motivasi yang memberikan stimulus bagi konsumen
untuk melakukan pembelian, sebagai hasil usaha promosi perusahaan.
B. Social cues, stimulus yang didapatkan dari kelompok referensi yang dijadikan panutan
atau acuan bagi seseorang.
C. Physical cues, yakni stimulus yang ditimbulkan karena rasa haus, rasa lapar, lelah dan
biological cues lainnya.

Stimulus mempengaruhi kebutuhan seseorang akan produk atau jasa tertentu. Seorang
konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli suatu produk atau jasa pada situasi:

 Shortage ialah kebutuhan yang timbul karena konsumen tidak memiliki produk atau
jasa tertentu.
 Unfulfilled desire ialah kebutuhan yang timbul karena ketidakpuasan pelanggan
terhadap produk atau jasa saat ini.

Arnold & Retnolds (2003) mengidentifikasi enam faktor motivasi berbelanja hedonis,
sebagai berikut:

4
1. Adventure shopping, yaitu berbelanja untuk stimulasi, pertualangan, dan merasa
“berada di dunia lain”.
2. Social shopping, yaitu berbelanja untuk menikmati kebersamaan dengan teman dan
keluarga, bersosialisasi selagi berbelanja dan berinteraksi dengan orang lain.
3. Gratification shopping, yaitu berbelanja untuk menghilangkan mood negatif dan
berbelanja sebagai perlakuan khusus bagi diri sendiri.
4. Idea shopping, yaitu berbelanja dalam rangka mengikuti tren dan fashion baru atau
untuk melihat inovasi baru.
5. Role shopping, yakni kesenangan yang didapatkan lewat berbelanja untuk orang lain.
6. Value shopping, yaitu berbelanja untuk mendapatkan diskon dan harga khusus.

2.4 Pencarian Informasi


Identifikasi masalah atau kebutuhan memerlukan solusi yang biasanya berupa pembelian
barang atau jasa spesifik. Sebelum memutuskan tipe produk, merek spesifik, dan pemasok yang akan
dipilih, konsumen biasanya mengumpulkan berbagai informasi mengenai alternatif yang ada. Akan
tetapi, dalam semua pengambilan keputusan pembelian, jarang sekali ada konsumen yang
mempertimbangkan semua alternatif produk atau merek yang ada di pasar. Sebaliknya, pelanggan
biasanya mempertimbangkan hanya sebagian merek, produk atau pemasok yang diorganisasikan ke
dalam beberapa hal sebagai berikut.

 Awarness set, terdiri atas merek-merek atau pemasok-pemasok yang diketahui pelanggan.
 Evoked set, terdiri atas merek atau pemasok dalam sebuah produk atau jasa yang diingat pelanggan
sewaktu membuat keputusan pembelian.
 Consideration set, terdiri atas merek atau pemasok di dalam evoked set yang akan di pertimbangkan
pelanggan untuk dibeli setelah merek atau pemasok yang dianggap tidak memenuhi kebutuhan
dieleminasi.

Awarness Set
(semua merek yang tidak tikenal)

Evoked set Merek-merek yang TIDAK


(merek-merek yang diingat) diingat

Consideration Set Merek-merek yang TIDAK 5


(merek-merek yang dipertimbangkan
dipertimbangkan untuk dibeli
untuk dibeli)
Evoked set pada jasa cenderung lebih sedikit daripada barang. Setidaknya, ada tiga
penyebabnya. Penyebab pertama menyangkut perbedaan dalam hal retailing pada jasa dan barang.
Dalam pembelian barang, konsumen biasanya berbelanja pada toko ritel yang memajang berbagai
produk alternatif secara berdekatan. Ini memungkinkan konsumen membandingkan dan memilih dari
beberapa pilihan yang tersedia. Sebaliknya, dalam pembelian jasa, pelanggan biasanya mendatangi
perusahaan jasa (seperti bank dan salon) yang (hampir selalu) hanya menawarkan satu merek tunggal.
Kedua, konsumen jarang sekali menjumpai ada beberapa perusahaan yang menawarkan jasa yang persis
sama di lokasi geografis tertentu. Ini berbeda dengan banyak toko ritel yang menjual produk yang
dihasilkan oleh pemanufaktur yang sama. Ketiga, evoked set jasa yang lebih sedikit karena sulitnya
mendapatkan informasi pembelian yang memadai tentang jasa.

Dalam hal attribute searchability, jasa berbeda secara signifikan dengan barang spesifik (mittal,
2004). Berbeda dengan barang yang memiliki banyak elemen search properties, jasa cederung
didominasi oleh experience properties dan credence properties. Search properties adalah fitur-fitur
yang memungkinkan pelanggan untuk mengevaluasi produk sebelum melakukan pembelian.
Contohnya antara lain model, corak, warna, tekstur, rasa, dan suara yang bisa dicoba, diamati atau
dinilai konsumen. Sehingga, konsumen bersangkutan bisa mendapatkan gambaran mengenai apa yang
akan diterimanya, jika ia memutuskan untuk membeli produk tersebut. Hal ini bisa menekan
ketidakpastian atau resiko pelanggan dalam situasi pembelian bersangkutan. Produk-produk seperti
pakaian, perhiasan, rumah, mobil, sepeda motor, TV, vidiogames, dan sepatu memiliki search
properties yang dominan.

Expirience properties merupakan atribut-atribut yang hanya bisa dievaluasi selama pembelian
dan konsumsi (tetapi tidak sebelum pembelian). Contohnya jasa paket wisata, bioskop, restoran, salon
kecantikan, pertunjukan musik, dan event olahraga (seperti siaran langsung sepak bola di TV).
Betapapun atraktif dan informatifnya sebuah brosur paket wisata ke selandia baru atau Fiji, para
pelancong sulit mengevaluasi (dan merasakan) keindahan objek wisata tersebut, sebelum mereka benar-
benar mengunjungi langsung tempat-tempat itu.

Credence properties adalah karakteristik-karakteristik yang sulit, atau bahkan tidak mungkin
dievaluasi konsumen secara meyakinkan, sekalipun setelah dibeli dan dikonsumsi. Sebagai contoh,
hanya sedikit klien yang benar-benar memahami seluk-beluk pasar keuangan dan bisa menilai, apakah
financial planner yang bekerja untuknya berhasil mendapatkan return terbaik untuk dana yang
diinvestikan. Selain itu, tidak banyak pelanggan yang benar-benar mampu menilai, apakah mobilnya
telah direparasi dengan benar setelah mobilnya keluar dari sebuah bengkel.

6
Tabel 2.1
Search services, Experience Services dan Credence Services
PERSEPSI
PENGETAHUAN
No TIPE JASA TERHADAP IMPLIKASI
PEMBELIAN
RISIKO
 Waktu pencarian singkat
1 Search Services Tinggi Rendah  Mengandalkan media
massa
 Minat behavioral rendah
 Waktu pencarian
moderat
2  Mengandalkan media
Experience Services Moderat Moderat
massa/sumber personal
 Minat behavioral
moderat
 Waktu pencarian lama
3 Credence Services Rendah Tinggi  Mengandalkan sumber
personal
 Minat behavioral tinggi

Pencarian informasi bisa dilakukan secara pasif maupun proaktif. Dalam pencarian internal
(pasif), konsumen mengakses dan mengandalkanmemorinya berkenan dengan informasi-informasi
relevan menyangkut produk atau jasa yang dipertimbangkan untuk dibeli. Sedangkan dalam pencarian
eksternal (proaktif), konsumen mengumpulkan informasi-informasi baru melalui sember-sumber lain
selain pengalamannya sendiri. Pencarian eksternal adalah tingkat perhatian, persepsi dan usaha yang
ditujukan untuk mendapatkan data usaha yang ditujukan untuk mendapatkan data atau informasi
lingkungan berkaitan dengan pembelian spesifik yang dilakukan seorang konsumen.

Tabel 2.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensitan Pencarian Informasi Eksternal

PENCARIAN TERBATAS PENCARIAN EKSTENSIF

 Alternatif sedikit  Banyak alternatif


 Produk beresiko rendah  Produk beresiko tinggi
 Ketersediaan informasi sedikit  Ketersediaan informasi banyak
 Biaya waktu tinggi  Biaya waktu rendah
 Keterlibatan rendah  Keterlibatan tinggi
 Tingkat pemakaian tinggi  Tingkat pemakaian rendah
 Sored knowledge rendah  Stored knowledge tinggi

Sumber informasi yang bisa digunakan bisa diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria.
Berdasarkan karakteristik personal versus impersonal dan independensinya, sumber informasi bisa
dikelompokkan sebagai berikut.

7
1. Impersonal advocate sources, meliputi iklan media cetak dan media elektronik.
2. Impersonal independent source,terdiri atas informasi-informasi yang didapatkan dari artikel-
artikel populer dan broadcast programming.
3. Personal advocate sources, yaitu informasi yang diterima dari wiraniaga.
4. Personal independent sources, berupa informasi yang didapatkan dari teman dan saudara.

Ditilik dari pihak yang mengendalikannya, sumber informasi bisa diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Consumer dominated sources, merupakan saluran informasi interpersonal yang didominasi
pelanggan dan berada di luar kendali pemasar, contohnya komunikasi gethok tular.
2. Marketer dominated sources, yaitu sumber informasi yang bisa dikendalikan pemasar,
contohnya kemasan, iklan dan promosi.
3. Neutral sources, yaitu sumber informasi yang berada diluar kendali pemasar dan konsumen,
contohnya publisitas dan Warta Konsumen.

Sheth & Mittal (2004) mengelompokkan sumber informasi kedalam dua jenis, yakni sumber
pemasar (marketer sources) dan sumber non pemasar (non-marketer sources). Sumber pemasar
meliputi iklan, wiraniaga, brosur produk/jasa, store displays dan website perusahaan. Sumber non
pemasar terdiri atas sumber personal (seperti teman, rekan kerja, saudara, dan pengalaman masa lalu)
dan sumber independen (seperti informasi publik di media massa dan pakar produk atau jasa).
Sementara itu, dalam riset komprehensifnya tentang aktifitas pengimpulan informasi yang
dilakukan konsumen jasa, Murray (1991) mengelompokkan sumber-sumber informasi kedalam tujuh
kategori, yakni:
1. Impersonal advocate sources
2. Impersonal independent sources
3. Personal independent sources
4. Personal advocate sources
5. Observasi langsung
6. Pengalaman pribadi
7. Out-right purchase sources
Hasil studi eksperimental yang dilakukan Murray (1991) terhadap 256 mahasiswa di sebuah
Universitas di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dibandingkan dengan situasi pembelian barang
(goods), konsumen yang membeli jasa cendrung bersifat seperti berikut.
 Memiliki preferensi yang lebih rendah untuk melakukan outright purchase. Maksudnya, konsumen
jasa cenderung menghindari pembelian spontan atau seketika dan berusaha menekan risiki dengan
cara mengumpulkan berbagai informasi terlebih dahulu.
 Lebih mengutamakan dan mengandalkan sumber informasi personal dibandingkan sumber
informasi impersonal.

8
 Meyakini bahwa personal independent sources lebih efektif.
 Tidak terlalu mengandalkan observasi dan/atau product trial.
 Lebih mengutamakan sumber internal dibandingkan sumber-sumber lainnya, manakala konsumen
bersangkutan berpengalaman dalam kategori produk.

Lebih lanjut, Peter & Donnelly (2003) mengelompokkan sumber informasi bagi pelanggan ke
dalam lima kategori berikut.
1. Sumber internal, berupa pengalaman sebelumnya dalam menangani kebutuhan serupa.
2. Sumber kelompok, yaitu pihak-pihak relevan lain (seperti teman, keluarga, tetangga, dan rekan
kerja) yang diyakini konsumen memiliki keahlian khusus dalam keputusan pembelian terkait.
3. Sumber pemasaran, berupa iklan, wiraniaga, dealer, kemasan, dan pajangan.
4. Sumber publik, meliputi publisitas (seperti artikel koran tentang produk) dan pemeringkatan
independen terhadap produk (contohnya, laporan hasil riset produk dan Warta Konsumen).
5. Sumber eksperiensial, yaitu menangani, menilai, dan mungkin pula mencoba produk atau jasa
sewaktu berbelanja.

Dibandingkan demgan situasi pembelian barang, konsumen jasa cenderung mempersepsikan


tingkat risiko yang lebih besar. Persepsi terhadap risiko didasarkan pada penilaian konsumen terhadap
kemungkinan terjadinya hasil-hasil negatif (ketidakpastian) dan tingkat kepentingan hasil-hasil tersebut
bagi konsumen individual. Dengan demikian, konsep persepsi terhadap risiko yang dikemukakan
pertama kali pada dekade 1960-an ini mengandung dua dimensi utama sebagai berikut.
 Konsekuensi, yakni tingkat kepentingan dan/atau bahaya dari hasil yang didapatkan dari setiap
keputusan konsumen.
 Ketidakpastian, yaitu kemungkinan subjektif terjadinya hasil-hasil tertentu.
 Operasi bedah syaraf merupakan contoh menarik untuk menggambarkan pengaruh konsekuensi
dan ketidakpastian dalam keputusan pembelian konsumen. Dalam hal ketidakpastian, pasien
mungkin belum pernah menjalani operasi sebelumnya. Sekalipun dokter bedahnya telah
berpengalaman dan sukses melakukan operasi sebelumnya, tidak ada jaminan 100% bahwa
hasil operasi kali ini juga akan sukses.
 Secara garis besar, terdapat delapan kategori risiko utama, yakni risiko finansial, risiko
fungsional, risiko fisik, risiko psikologis, risiko sensoris, risiko sosial, risiko temporal, dan
risiko keusangan.
 Apabila jasa yang dibeli sangat intangible, diamana pelanggan potensial tidak memiliki banyak
elemen fisik yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kualitas sebelum pembelian.
 Apabila hasa yang dibeli relatif baru.
 Apabila jasa yang dibeli kompleks, contohnya jasa medis, hukum, dan pendidikan.

9
 Apabila pelanggan relatif tidak berpengalaman sehingga kurang memiliki kepercayaan diri dan
pengetahuan memadai, guna mengevaluasi berbagai penyidikan jasa.
 Apabila merek jasa yang dibeli lebih ter-customised dan tidak terstandarisasi.
 Apabila pembelian jasa bersangkutan relatif penting bagi konsumen.

Tabel 2.3
Kategori Risiko

KATEGORI
No DESKRIPSI CONTOH
RISIKO
1 Risiko finansial Risiko kerugian  Kalau pengembang ini bangkrut,
moneter atay akankah saya kehilangan uang muka
bertambahnya biaya- yang telah saya bayarkan?
biaya tidak terduga.  Mungkinkah ada tambahan biaya tidak
terduga yang besarnya signifikan bila
saya mempercayakan renovasi rumah
saya pada pengembang ini?
2 Risiko fungsional Ketidakpastian  Akankah kredit saya diterima
menyangkut hasil kemanapun saya pergi, termasuk
kinerja jasa dalam keluar negeri?
memenuhi ekspetasi  Mampukah bengkel itu mereparasi
pelanggan dan/atau mobil saya dengan memuaskan?
janji penyedia jasa.
3 Risiko fisik Kemungkinan  Apakah tas dan koper saya aman
terjadinya kerusakan ditinggal di dalam kamar hotel?
atau bahaya fisik  Apakah ada jaminan keamanan bila
konsumen atau barang saya ikut arung jeram?
miliknya.
4 Risiko psikologis Risiko bahwa jasa  Akankah dosen saya memahami bahwa
dibeli tidak sesuai bahasa inggris bukanlah bahasa ibu
dengan konsep diri saya?
konsumen.  Akankah financial advisor ini
memahami bahwa saya tidak terlalu
menguasai seluk-beluk investasi?
5 Risiko sensoris Damapak negatif jasa  Apakah suasana di kompleks
terhadap panca indra. perumahan ini tidak terlalu bising
dimalam hari?
 Akankah saya menyukai rasa masakan
restoran ini?
6 Risiko sosial Kekhawatiran akan  Bagaimana reaksi teman-teman saya,
pendapatan dan reaksi jika mereka melihat model rambut
negatif orang lain. baru saya?
 Akankah keluarga saya menyutujui
keputusan saya untuk kuliah du
Sydney?
7 Risiko temporal Risiko pemborosan  Akankah renovasi garasi rumah saya
waktu atau terjadinya selesai pada waktu yang dijanjikan?
penundaan beserta  Apakah antrian di Dunia Fantasi akan
konsekuensinya. panjang hari ini?

10
8 Risiko keusangan Risiko produk atau  Akankah perangkat lunak sistem
jasa yang dibeli akan akuntansi yang saya beli cepat usang?
digantikan sebtitusi  Bila perusahaan kami memutuskan
yang lebih baru dan untuk mengadopsi TQM, mungkinkah
superior. akan muncul konsep manajemen
kualitas terbaru yang lebih canggih
dalam waktu dekat?

Dalam rangka menekan persepsi terhadap risiko, pelanggan potensial biasanya menenempuh
salah satu atau kombinasi dari beberapa strategi pencarian (search strategy) tertentu. Strategi pencarian
informasi adalah pola pengumpulan informasi yang digunakan pelanggan untuk memecahkan
keputusan pembeliannya. Karena pengambilan informasi mengandung unsur biaya dalam hal waktu,
usaha fisik dan usaha mental, pelanggan akan membandingkan biaya dan manfaat potensial dari
pengumpulan informasi. Perbandingan ini membantu pelanggan menentukan seberapa banyak
informasi yang dikumpulkan dan dari sumber yang mana. Secara garis besar, strategi pencarian
informasi meliputi beberapa hal sebagai berikut.
 Mencari lebih banyak informasi, khususnya dari sumber personal terpercaya.
 Mengandalkan reputasi perusahaan jasa.
 Mencari garansi dan jaminan.
 Bertanya pada karyawan jasa mengenai jasa-jasa alternatif.
 Mencari peluang untuk mencoba jasa sebelum pembelian.
 Menggunakan World Wide Web untuk mencari informasi.
 Setia pada jasa saat ini, karena lebih familiar dengan kinerjanya.
 Mencari tangible cues atau bukti fisik lainnya sebagai sarana untuk menilai kualitas jasa dan
menekan persepsi terhadap risiko jasa.
Pembelian dan Konsumsi Jasa
Salah satu perbedaan funfamental antara pembelian barang dan pembelian jasa adalah
menyangkut proses produksi dan konsumsi. Pada barang, tahap pembelian dan konsumsi biasanya
terpisah. Meskipun terdapat interaksi antara pemasar dan pelanggan selama tahap pembelian aktual,
tahap pemakaian barang biasanya terlepas dari pengaruh langsung para pemasar. Sebaliknya, sebagaian
besar jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Konskuensinya, perusahaan jasa berpeluang
besar untuk secara aktif membantu pelanggan memaksimumkan nilai dari pengalaman konsumsinya.
Penyedia jasa bisa secara efektif mempengaruhi proses konsumsi dan evaluasi.
Emosi dan mood pelanggan mempengaruhi evaluasi pelanggan bersangkutan terhadap service
encounter. Emosi mencakup arousal, berbagi bentuk affect, dan interpretasi kognitif terhadap affect
yang bisa diberikan diskripsi tunggal, contoh seperti takut, marah, senang dan sedih. Emosi memiliki
intensitas dan urgensi psikologis yang lebih besar dibandingkan mood. Per definisi, mood adalah
keadaan temporer disposisi menyenangkan atau tidak menyenangkan. Dengan kata lain, mood
merupakan perasaan yang terjadi pada waktu spesifik dan dalam situasi spesifik. Karena banyak tipe

11
jasa yang bersifat experiensial maka mood pelanggan pada saat menikmati jasa yang diberikan bisa
mempengaruhi evaluasinya (kepuasan atau ketidakpuasan). Selain itu, mood karyawan penyedia jasa
dan pelanggan lain yang menerima jasa pada saat bersamaan, juga berpengaruh kepada kualitas
keseluruhan penyampaian sebuah jasa.
Sejumlah riset juga mengidentifikasi bahwa mood bisa berpengaruh terhadap semua tahap
proses pembelian konsumen. Konsumen yang dalam keadaan mood positif, misalnya, cenderung lebih
efisien dalam pemrosesan informasi dan pembuatan keputusan lebih cepat. Sedangkan mereka yang
dalam keadaan mood negatif cenderung mempertimbangkan hal-hal rinci. Pelanggan yang dalam
keadaan positif juga juga lebih mudah dilayani, tidak terlalu argumentatif, dan lebih bersedia menurut
atau patuh pada prosedur jasa. Sebagai contoh, mahasiswa membaca materi kuliah sebelum kuliah
dimulai mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah walaupun tidak dinilai dosennya, dan berpartisipasi
aktif dalam diskusi kelasnya. Sebaliknya, nasabah yang dalam keadaan mood negatif dan mengantri di
depan teller bank, bisa mulai komplain ke nasabah lain dan berdebat dengan teller.
Mood dan emosi bisa membuat penilaian pelanggan jasa terhadap service encounter dan
penyedia jasa menjadi bias. Mood dan emosi memperkuat pengalaman jasa dan membuatnya lebih
positif atau lebih negatif, dari yang sesungguhnya terjadi. Dengan kata lain, layanan yang sama persis
bisa dipersepsikan secara berbeda. Bagi karyawan mood juga berpengaruh pada caranya berinteraksi
dengan pelanggan, misalnya tutur bahasa, ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan seterusnya. Oleh sebab
itu, setiap penyedia jasa harus selalu mendorong terciptanya emosi dan mood yang positif pada
karyawan dan pelanggan sembari menekan emosi dan mood negatif dengan berbagai taktik.
Konsep dramaturgi yang banyak digunakan dalam sosiologi diadopsi oleh Groove, Fisk, & John
(2000) ke dalam konteks pemasaran jasa. Mereka menggunakan metafora teater untuk menggambarkan
dan menganalisis kinerja jasa. Baik teater maupun organisasi jasa bertujuan menciptakan dan
mempertahankan kesan positif di hadapan para audiensi. Salah satu cara mewujudkannya adalah
memerankan aktor dan setting fisik perilaku mereka secara cermat. Pemasar juga harus memainkan
banyak drama-related roles untuk memastikan bahwa semua aktor mampu memuaskan audiensi. Grove,
Fisk, & John (2000) mengemukakan empat komponen teatrikal strategis berikut.
1. Aktor (Karyawan jasa) yang kehadiran dan tindakannya menentukan jasa.
2. Audiensi (konsumen) yang menerima jasa.
3. Setting, yakni tempat berlangsungnya proses jasa.
4. Kinerja jasa, yaitu tindakan-tindakan yang membentuk pengalaman pelanggan
Masing-masing komponen ini berkaitan erat dengan unsur bauran pemasaran jasa, seperti Physical
evidence, People, Proces. Selain itu Grove, Fisk, & John (2000) juga merumuskan beberapa
implikasi metafora teater ini bagi beberapa tipe jenis spesifik.

Tabel 2.6
Komponen Teatrikal Strategis Jasa

12
No ELEMEN TEATER FITUR SETIAP ELEMEN
1 People: Aktor dan audiensi  Bagaimana profil partisipan?
 Apa peran para partisipan?
 Interaksi apa yang terjadi antar partisipan?
 Apa skenario (script) bagi para aktor?
 Apa peran backstage members?
2 Physical evidence: setting  Peralatan apa saja yang dibutuhkan?
 Kostumnya harus seperti apa?
3 Price: kinerja  Apa adegannya?
 Apa hasil dari adegan tersebut?
 Apa karakteristik jeda atau istirahatnya?

Peran (role) adalah serangkaian pola perilaku yang dipelajari melalui pengalaman dan
komunikasi, yang akan dilakukan oleh individu tertenty dalam interaksi sosial tertentu, dalam
rangka mewujudkan efektivitas maksimum dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan. Dengan
demikian, peran mewujudkan kombinasi antara berbagai macam social cues atau ekspektasi
masyarakat yang memandu perilaku dalam konteks spesifik. Berdasarkan role theory,
pelanggan dan karyawan memiliki peran masing-masing dalam setiap service encounter
(momen terjadinya interaksi antara pelanggan dan penyedia jasa, atau perusahaan jasa).

Scripts adalah struktur kognitif yang memandu transaksi jasa dan merinci alternatif-
alternatif yang tersedia bagi para penjaga toko, teller bank, travel agents, resepsionis hotel,
konsultan, dan karyawan lain yang berhubungan langsung dengan pelanggan. Di satu pihak,
script yang sangat terstruktur memudahkan karyawan jasa dalam merespons berbagai macam
kebutuhan pelanggan secara cepat. Pemahaman atas script bisa mempengaruhi efektivitas
kinerja peran para karyawan dan pelanggan. Akan tetapi, tantangan yang harus dihadapi pihak
manajemen perusahaan jasa¸ yakni (a) merancang peran-peran bagi service encounter yang
memenuhi harapan karyawan dan pelanggan, dan (b) mengomunikasikan secara efektif script
yang disusun kepada kedua pihak yang berfungsi untuk memastikan bahwa karyawan dan
pelanggan memiliki perspektif yang realistis terhadap perannya dan peran pihak lain.

Cognitive control terjadi manakal pelanggan mempersepsikan bahwa mereka


memegang tingkat kendali tertentu atau setidaknya, apa yang sedang terjadi pada mereka bisa
diprediksi. Penumpang pesawat akan merasakan cognitive control (prediktabilitas), bilamana
mereka diberitahu bahwa pesawat berangkat dan/atau tiba terlambat, terutama informasi

13
menyangkut lamanya keterlambatan dan penyebab keterlambatan. Dengan begitu, mereka bisa
menyesuaikan ekspektasinya dan melakukan tindakan antisipatif sesuai dengan kebutuhan

Evaluasi Purnabeli

Setelah pilihan dibuat dan jasa dibeli serta dikonsumsi, evaluasi purnabeli akan
berlangsung. Dalam tahap ini, konsumen mungkin mengalami disonansi kognitif (keraguan
menyangkut ketepatan keputusan pembelian). Pemasar biasanya hanya berusaha
meminimumkan disonansi kognitif pelanggan dengan berbagai strategi, di antaranya
melakukan kontak purnabeli dengan pelanggan, menyediakan reassuring letters di kemasan
produk, menyediakan garansi dan jaminan, dan memperkuat keputusan pelanggan melalui
iklan perusahaan.

Apabila konsumen kecewa dengan pembelian yang dilakukannya, karena produk atau
jasa bersangkutan tidak memenuhi kebutuhan yang dimaksud, tidak berfungsi,/beroperasi
secara memuaskan atau tidak sepadan dengan harganya, maka konsumen bersangkutan
kemungkinan mengatribusi ketidakpuasannya pada sejumlah sumber, misalnya penyedia jasa,
pengecer atau diri sendiri. Karena pelanggan berpartisipasi dalam produksi dan penyampaian
jasa, mereka akan merasa lebih bertanggung jawab atas ketidakpuasannya pada pembelian jasa
dibandingkan sewaktu membeli barang.

2.5 Customer Convenience


Costumer convenience adalah persepsi konsumen terhadap waktu dan usaha berkaitan
dengan pembelian atau pemakaian suatu jasa.

Berry, et al. (2002) mengidentifikasi lima jenis service convenience, yaitu :

 Decision convenience merupakan persepsi konsumen terhadap biaya waktu dan usaha
untuk membuat keputusan pembelian atau pemakaian jasa.
 Acces convenience, yakni persepsi konsumen terhadap biaya waktu dan usaha untuk
menginisiasi penyampaian jasa.
 Transaction convenience, yaitu persepsi pelanggan terhadap biaya waktu dan usaha untuk
mengadakan sebuah transaksi.
 Benefit convenience adalah persepsi pelanggan terhadap biaya waktu dan usaha untuk
mengalami manfaat inti jasa.

14
 Postbenefit convenience, yakni persepsi pelanggan terhadap biaya waktu dan usaha
sewaktu mengontrak kembali penyedia jasa setelah tahap manfaat jasa.

Service convenience dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni karakteristik jasa, faktor
faktor yang berkaitan dengan perusalman, dan perbedaan konsumen individual . Selanjutnya,
service convenience berpengaruh terhadap evaluasi keseluruhan pelanggan terhadap jasa, di
antaranya kepuasan pelanggan, persepsi terhadap kualitas jasa, dan keadilan (fairness).
Hubungan antara service convenience dan evaluasi jasa dimoderasi oleh atribusi kesalahan atas
biaya waktu dan energi yang tidak terduga. Apabila konsumen meyakini bahwa penyedia jasa
memiliki kendali atas ketidaknyamanan jasa, maka penilaiannya terhadap kualitas, kepuasan,
dan keadilan cenderung akan negatif.

Tipe jasa yang dibeli atau digunakan konsumen mempengaruhi persepsinya terhadap
kenyamanan. Karakteristik jasa yang berpengaruh signifikan terhadap service convenience
meliputi beberapa hal sebagai berikut.

 Consequential services, yaitu jasa-jasa yang sangat bernilai bagi pelanggan dan/atau
membutuhkan tingkat keterlibatan tinggi. Sewaktu mengantri atau menunggu untuk
membeli sebuah jasa yang sangat bernilai, konsumen biasanya lebih toleran terhadap
ketidaknyamanan.
 Inseparabilitas jasa mengacu pada kesalingterkaitan dan keserentakan antara kineria dan
pemakaian jasa. Oleh karena inseparable services melibatkan partisipasi pelanggan, maka
biaya waktu dan usaha pelanggan meningkat.
 Apabila ketersediaan jasa relatif terbatas, maka konsumen akan mencurahkan lebih banyak
waktu dan usaha. Konsekuensinya, tuntutan kenyamanan mereka akan berkurang. Kecuali,
bila mereka bersedia untuk membatalkan pembelian jasa bersangkutan, maka konsumen
tidak punya pilihan selain menerima tambahan beban waktu dan usaha berkaitan dengan
kendala pasokan (misalnya, mengantre meja di restoran terkenal).
 Jasa yang sifatnya labor-intensif biasanya memiliki tingkat variabilitas layanan yang lebih
besar dibandingkan jasa yang sifatnya equipment-intensiue dan manufaktur. Perbedaan
dalam hal keterampilan dan sikap karyawan jasa mendorong konsumen untuk berhati-hati
dalam memilih penyedia jasa.
 Dalam jasa-jasa hedonis (hedonic services), biasanya waktu dan usaha yang lebih besar
dapat meningkatkan nilai jasa hedonis bersangkutan, contohnya jasa kapal pesiar.

15
Perancangan sistem jasa berperan penting dalam mengelola biaya, waktu, dan usaha
yang dibutuhkan konsumen untuk menggunakan sebuah jasa. Layout ruangan dan
fungsionalitas sangat penting dalam lingkungan jasa swalayan atau lingkungan layanan
terbatas, di mana ketersediaan bantuan karyawan minimum. Layout dan desain toko, misalnya,
mempengaruhi efisiensi ruang gerak pelanggan di dalam toko, kemudahan konsumen dalam
keluar-masuk toko secara cepat, dan kemudahan dalam menemukan produk yang diinginkan
secara cepat.

2.6 Segmentasi, Targetting, dan Positiong Jasa

Sasaran utama proses segmentasi, targeting, dan positioning (STP) adalah menciptakan
dan mempertahankan citra unit mereka perusahaan dalam benak konsumen sedemikian rupa.
Sehingga, merek tersebut memiliki keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Sebuah
produk atau jasa akan memiliki keunggulan yang kompetitif, jika produk atau jasa tersebut
menawarkan manfaat-manfaat determinan (yang penting dan dinilai unik oleh para pelanggan).
Manfaat-manfaat ini diterjemahkan ke dalam atribut-atribut penting yang signifikan dalam
pembelian produk tertentu. Sebagai contoh, atribut penting dalam pemilihan restoran siap saja
meliputi rasa, kuantitas, harga, alternatif menu, lokasi, dll.

Sesuai dengan namanya, prosedur Segmentasi, Targetting, dan Positioning (STP)


secara rinci meliputi tiga tahap pokok sebagai berikut:

1. Segmentasi
a) Mensegmen pasar menggunakan variabel-variabel permintaan, seperti kebutuhan
pelanggan, keinginan pelanggan, manfaat yang dicari (benefits sought), solusi atas
masalah yang dihadapi, situasi pemakaian, dan lain-lain.
b) Mendeskripsikan segmen pasar yang diidentifikasi menggunakan variabel-variabel
yang bisa membantu perusahaan memahami cara melayani kebutuhan pelanggan
tersebut. Misalnya, biaya beralih pemasok, pola berbelanja, lokasi geografis,
ukuran pelanggan, daya beli, sensitivitas harga, dll. Cara berkomunikasi dengan
pelanggan, misalnya preferensi dan penggunaan media, sikap, aktivitas, minat, dan
opini.
2. Targetting
a) Mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen menggunakan variabel-variabel
yang bisa menguantifikasi kemungkinan permintaan dari setiap segmen, dan
kesesuaian antara kompetensi inti perusahaan dan peluang pasar sasaran.

16
b) Memilih satu atau lebih segmen sasaran yang ingin dilayani berdasarkan potensi
laba segmen tersebut dan kesesuaiannya dengan strategi korporat perusahaan.
3. Positioning
a) Mengidentifikasi konsep positioning bagi produk dan jasa perusahaan yang atraktif
bagi pelanggan sasaran dan kompatibel dengan citra korporat yang diharapkan
perusahaan.

Segmentasi Pasar

Konsep segmentasi pasar pertama kali diperkenalkan oleh Wendell R. Smith pada tahun
1956, dalam artikel klasiknya yang berjudul “Product Differentiation and Market
Segmentation as Alternative Marketing Strategies” yang dipublikasikan di Journal of
Marketing. Prinsip dasar segmentasi pasar adalah bahwa pasar tidak homogen dan
konsekuensinya, penawaran pemasaran perlu dibedakan bagi kelompok pelanggan yang
berbeda.

Pada prinsipnya, segmentasi pasar bisa diartikan sebagai proses mengelompokkan


pasar keseluruhan yang heterogen menjadi kelompok-kelompok atau segmen-segmen yang
memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan, keinginan, perilaku dan/atau respons terhadap
program pemasaran spesifik. Segmentasi merupakan konsep pokok yang mendasari strategi
pemasaran perusahaan dan alokasi sumber daya yang harus dilakukan dalam rangka
mengimpelentasikan program pemasaran.

Dalam rangka memastikan bahwa proses segmentasi yang dilakukan bisa efektif,
segmen-segmen potensial harus memenuhi sejumlah kriteria utama berikut (Evans, 2003).

1. Karakterisasi segmen
 Identifikasi. Diferensiasi segmen dari segmen-segmen lain, artinya segmen yang
diidentifikasi benar-benar berbeda dengan segmen-segmen lain.
 Measurability. Identifikasi segmen dalam hal perbedaan karakteristik individual dan
rumah tangga, atau karakteristik “terukur” lainnya harus bisa dilakukan.
2. Homogenitas
 Variasi. Heterogenitas antarsegmen dalam hal respons perilaku.
 Stabilitas. Segmen-segmen yang ada harus relatif stabil sepanjang waktu dan
peralihan konsumen dari satu segmen ke segmen lain tidak boleh terlalu sering terjadi.

17
Sekalipun demikian, penggunaan alat-alat data mining memungkinkan identifikasi
perubahan perilaku atau situasi individu. Sehingga, konsumen dimungkinkan beralih
dari satu kelompok sasaran tertentu ke kelompok sasaran lainnya.
 Keselarasan. Homogenitas di dalam segmen yang sama dalam hal respons perilaku.
3. Kegunaan/manfaat
 Aksesibilitas. Segmen-segmen yang ada harus bisa diakses dalam hal media
komunikasi dan gerai distribusi. Maksudnya, segmen bersangkutan harus bisa
dijangkau oleh pemasar.
 Substansiabilitas. Segmen harus cukup besar sehingga memungkinkan dirancang dan
dilaksanakannya program pemasaran spesifik.
4. Kriteria strategis
 Potensi. Segmen-segmen harus memiliki potensi cukup besar bagi tujuan pemasaran,
seperti profitabilitas.
 Daya tarik. Segmen-segmen harus menarik secara struktural bagi produsen, misalnya
bisa menciptakan keunggulan kompetitif bagi perusahaan bersangkutan.

Ancangan segmentasi bisa dikelompokkan menjadi ancangan objektif dan ancangan


subjektif. Ancangan objektif didasarkan pada ukuran-ukuran yang tidak ambigu (contohnya,
umur dan jenis kelamin), atau basis segmentasi yang didasarkan pada registrasi transaksi.
Sedangkan ancangan subjektif didasarkan pada pengukuran yang seringkali berupa “konstruk
mental”, seeperti sikap, persepsi, dan minat berperilaku konsumen. Evans (2003)
mengategorikan ancangan segmentasi ke dalam tiga level. Pertama, general level yang
didasarkan pada karakteristik konsumen yang bersifat permanen atau relatif berlangsung lama.
Kedua, domain-spesific segmentation, yaitu segmentasi yang didasarkan pada kelas produk dan
domain konsumsi yang berbeda. Ketiga, specific level segmentation, pelanggan disegmentasi
ke dalam berbagai kelompok loyalitas merek spesifik.

Tabel 2.7
Klasifikasi Variabel Segmentasi Berdasarkan Ancangan Objektif dan Subjektif

18
Tabel 2.8
Variabel-variabel Segmentasi dan Deskriptor Pasar

Market Targeting

19
Evaluasi terhadap daya tarik segmen pasar bisa dilakukan dengan menggunakan
sembilan kriteria yang bisa di kelompokan menjadi tiga faktor utama (tabel 2.14)
- Pertama, ukuran dan potensi pertumbuhan segmen, Meskipun segmen yang besar dan
berkembang lebih cepat, ukuran segmen dan potensi pertumbuhan yang cocok untuk setiap
perusahaan harus disesuaikan dengan sumber daya dan kapabilitas organisasi. Tidak jarang
sumber daya organisasi (seperti menghabiskan tenaga ahli, modal, jumlah gerai distribusi, dan
seterusnya) menjadi tantangan bagi perusahaan untuk bersaing dalam pasar yang tingkat
pertumbuhannya besar.
- Kedua, karakteristik struktural segmen, yang terdiri atas kompetisi, kejenuhan segmen,
protektabilitas, dan risiko Lingkungan. Perusahaan wajib mencermati intensitas dan dinamika
per- tingan yang terkait dengan masuk, hambatan keluar, tantangan pendatang baru, tekanan
dari produk dan / atau jasa substitusi, pemasok kekuatan tawar-menawar, dan kekuatan tawar-
menawar konsumen. Perusahaan juga perlu menilai, apakah para pesaing yang sudah ada saat
ini telah melayani semua segmen yang ada, ataukah masih tersedia celah potensi di pasar yang
bisa dimasuki perusahaan.
- Ketiga, kesesuaian antara produk dan pasar. Dalam hal ini, perlu tiga pertanyaan kunci yang
perlu dijawab. (1) Apakah memenuhi segmen tertentu dapat sesuai dengan perusahaan dan
citra yang diharapkan? (2) Adakah sinergi yang didaparkan dari melayani segmen tersebut?
(3) Dapatkan perusahaan yang memerlukan biaya, Segmen yang disetujui, dan dapatkah
perusahaan yang disetujui, Harga yang disetujui, sehingga memperoleh margin dan
Pengembalian Investasi (ROI) yang diharapkan? Dapatkan perusahaan yang mendukung ROI
yang besar, namun tidak terlalu mahal dengan kapabilitas organisasi saat ini. Contohnya adalah
Levi Corporation yang pernah mencoba menjual disesuaikan Seres sat untuk kaum pria,
sebelum penelitian pelanggan sebelumnya telah membuktikan produk baru tersehut tidak
cocok dengan citra blue jeans Levi, Lebih parah lagi, Levi memuruskan ntuk memasarkan
produk barunya Terkait produk jinsnya, padahal pasar sasarannya biasanya membeli produk
semacam itu di gerai ritel yang berbeda. Dapat ditebak, produk baru tersebut gagal di pasar.
Memilih, lini produk busana katun kasual yang dikenakan merek Dockers sukses besar di pasar
karena lebih sesuai dengan kekuatan Levi dalam hal produksi dan distribusi, serta tidak terkait
dengan hubungan pelanggan terhadap produk Levi.

Tabel 2.9
Kriteria Evaluasi Segmen Pasar

20
Kriteria Deskripsi
Ukuran dan potensi pertumbuhan segmen
-Segmen - Potensi pasar, penetrasi pasar saat ini
-Pertumbuhan - Pertumbuhan di masa lalu, prediksi
terhadap prubahan teknologi, dan seterusnya
Karakteristik struktural segmen
-Kompetisi -Hambatan masuk dan keluar, posisi para
-Kejenuhan segmen pesaing, kemampuan untuk membalas
-Protektabilitas tindakan pesaing
-Risikio lingkungan -Gap atau celah pasar
-Patentabilitas produk, hambatan masuk
-Risiko perubahan ekonomi, politik, dan
teknologi

Kesesuaian antara poduk dan pasar


-Kesesuaian -Koherensi dengan kekuatan dan citra
-Hubungan dengan segmen lain perusahaan
-Profitabilitas -Sinergi , interaksi biaya, transe citra,
kanibalisasi
-Biaya masuk, tingkat magin, return on
investment(ROI)

Dalam pemilihan segmen pasar, setiap perusahaan perlu mempertimbangkan lima


alternatif pemilihan pola pasar sasaran
1. Single-Segment Concentration (Konsentrasi Segmen-Tunggal)
Perusahaan memilih satu segmen pasar tunggal, dengan mempertimbangkan pertimbangan.
Misalnya, keterbatasan dana yang diperlukan perusahaan; ada peluang pasar dalam segmen
bersangut yang belum banyak digarap, bahkan mengabaikan peluang atau perusahaan
mempertimbangkan segmen tersebur merupakcan segmen yang paling tepar sebagai landasan
untuk ekspansi ke segmen lain. Melalui kepotusan menyelesaikan pada hanya satu segmen,
perusahaan mendapatkan pemahaman mendalam tentang kebutuhan segmen mendukung dan
bisa mewujudkan posisi pasar dan citra merek yang kuat. Di samping itu, perusahaan juga
dapat menikmati skala operasi melalui spesialisasi produksi, distribusi, dan promosi. Jika

21
perusahaan maimpu menjadi pemimpin pasar dalam segmen yang diperoleh, maka perusahaan
besar yang memperoleh ROI yang besar pula. Kendati demikian, strategi seperti ini tidak bebas
risiko.
2. Selective Specialization (Spesialisasi Selektif)
Dalam strategi ini, perusahaan memilih segmen pasar yang menarik dan sesuai dengan tujuan
dan sumber daya yang dimiliki. Masing-masing segmnen bisa memiliki sinergi kuat satu sama
lain juga tanpa sinergi sama sekali. Namun, paling tidak setiap segmen menjanjikan sumber
bagi perusahaan.
3. Market Specialization (Spesialisasi Pasar)
Dalam strategi ini, perusahaan berspesialisasi pada upaya melayani berbagai kebutuhan dari
kelompok atau segmen pelanggan tertentu. Sebagai contoh, toko khusus yang berkaitan
dengan kebutuhan balita, mulai dari pakaian, popok, mainan, sepatu, tempat tidur, tas, dan
segala macam perlengkapan lainnya. Perusahaan bisa mendapatkan prioritas yang kuat dalam
melayani pelanggan tersebut dan menjadi acuan bagi pelanggan bersangkuran, jika mereka
membutuhkan produk lain.
4. Product Specialization (Spesialisasi Produk)
Dalam spesialisasi produk, perusahaan memusarkan diri pada penyediaan produk spesifik yang
dipasarkan kepada berbagai segmen pasar. melalui strategi ini prusahaan memperoleh reputasi
kuat dalam bidang produk spesifik.
5. Full Market Coverage (Cakupan pasar)
Dalam strategi ini, perusahaan mengumpulkan semua kelompok pelanggan dengan semua
produk yang mungkin diperlukan. Karena alasan itu, hanya perusahaan besar yang
memerlukan strategi ini, karena dibutuhkan sumber daya yang sangat besar. Dalam sektor
concumer baik, contoh perusahaan yang menjalankan strategi ini antara lain IBM (pasar
komputer), Coca Cola (pasar minuman ringan), General Motors (pasar kendaraan angkutan),
Toyota (pasar kendaraan transportasi), dan National Panasonic (pasar produk elektronik dan
peralatan rumah tangga)

Positoning Jasa
Setelah memutuskan segmen pasar potensial, pertimbangkan dan pilih salah satu atau
beberapa yang diperlukan untuk pasar sasaran, pemasar harus tentukan posisi yang ngin
diciptakan. Yang dimaksud dengan posisi (posisi) dalam konteks pemasaran (khusus STP)
adalah cara produk, merek atau organisasi perusahaan dipersiapkan dengan relatif diban ingkan
dengan para pesaing oleh pelanggan saat ini juga calon pelanggan.
22
Secara garis besar, positioning terdiri atas tiga langkah utama :
1. Memilih konsep positioning
Dalam kerangka memosisikan produk atau organisasi, pemasar harus menentukan apa yang
penting bagi pasar sasaran. Setelah itu, pemasar dapat melakukan penentuan posisi pasar untuk
menentukan persepsi pasar terhadap berbagai produk atau toko berdasarkan dimensi atau
atribut penting yang digunakan.
2. Merancang dimensi atau fitur yang paling efektif dalam mengomunikasikan posisi yang
diharapkan.
Sebuah posisi dapat dikomunikasikan melalui nama merek, slogan, penampilan atau fitur
produk lainnya, tempat penjualan produk, penampilan karyawan, dan cara-cara
lainnya.Pemilihan masing-masing dimensi tersebut didasarkan pada sejumlah kriteria
diantaranya
 Penting, yaitu variabel diferensiasi yang dipilih memberikan manfaat yang sangat
bermanfaat bagi pelanggan sasaran.
 Khas, yaitu variabel diferensiasi yang disampaikan dengan cara yang unik khas.
 Unggul, yaitu variabel diferensiasi lebih unggul, membandingkan cara-cara lain untuk
mendapatkan Manfaat yang sama.
 Terlebih dulu, yaitu variabel diferensiasi tidak bisa ditiru dengan mudah oleh para
pesaing.
 Terjangkau, yaitu pembeli diterima dan mampu membayar diferensiasi yang diberikan
perusahaan.
 Menguntungkan, yaitu Perusahaan dapat memperoleh keuntungan dari upaya
memproduksi perbedaan yang diminta.
3. Mengoordinasikan komponen pemasaran bauran untuk menyampaikan pesan yang
diselesaikan. Semua satu atau dua dimensi merupakan atribut yang menghubungkan semua
elemen, semua elemen bauran pemasaran (produk, distribusi, harga, dan promosi) harus
meningkatkan dan mendukue posisi yang diharapkan. Strategi positioning yang dipilih dapat
dipilih setiap perusahaan.
 Atribusi posisi, yaitu perusahaan memosisikan dirinya berdasarkan atribut ter, tentu
ukuran, keamanan, komposisi bahan, pengalaman dalam bidang yang digeluti, dan
seterusnya.

23
 Positioning manfaat, yaitu produk yang diposisikan sebagai pemimpin dalam manfaat
tertentu, misalnya pasta gigi untuk memutihkan gigi, mencegah kerusakan gigi,
mengingat Imulut, menjaga kesehatan gusi, dan seterusnya.
 Penggunaan atau pemosisian aplikasi, yaitu produk diposisikan sebagai alternatif
terbaik untuk keperluan penggunaan atau aplikasi tertentu, misalnya Bodrex
diposisikan sebagai obat yang dapat diminum sebelumemakan dan Sanaflu diposisikan
sebagai obat flu yang memerlukan rasa kantuk
 Pemosisian pengguna, yaitu produk diposisikan sebagai pilihan terbaik untuk pemakai
pemakai Misalnya, minuman kesehatan untuk para atlet; kamera instan untuk para
amatir; dan kamera canggih untuk para pemakai profesional.
 Pesaing positioning, menyatakan klaim produk dengan persaingan melawan pesaing
utama, misalnya Avis menyatakan mengaku sebagai "Kami nomor dua, jadi kami
mencoba cepat", 7Up memosisikan dirinya sebagai "The Un-Cola", dan Pepsi
menempatkan dirinya sebagai Generasi Lanjut
 Positioning kategori produk, yakni produk diposisikan sebagai pemimpin dalam produk
regas tertentu, misalnya permen Kopiko diposisikan sebagai kopi dalam bentük
permen, bukan permen rasa kopi.
 Kualitas atau penentuan harga, yaitu perusahaan yang berusaha menarik kesan / citra
bet- kualitas tinggi lewat harga premium atau sebaliknya menekankan harga murah
sebagai indikator nilai. Contohnya, sepeda moror buatan RRC yang membanjiri pasar
Indonesia dengan fokus pada harga ekonomis

Macam-macam karakteristik jasa


 Intangibility, (tidak berwujud) Jasa bebeda dengan barang. Bila barang merupakan
suatu objek, alat, atau benda; maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman,
proses, kinerja (performance), atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat dilihat,
dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.
 inseparability, (tidak dapat dipisahkan) Barang biasa diproduksi, kemudian dijual, lalu
dikonsumsi.
 heterogrneity, (berubah-ubah) Jasa bersifat variabel karena merupakan non-standarized
output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung kepada siapa,
kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal ini dikarenakan jasa melibatkan unsur

24
manusia dalam proses produksi dan konsumsinya yang cenderung tidak bisa diprediksi
dan cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan perilakunya.
 perishability, (tidak tahan lama) Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi
pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapasitas jalur telepon yang
tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan.
 Lack of Ownership Lack of ownership, merupakan perbedaan dasar antara jasa dan
barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan
manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan atau
menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki
akses personel atas suatu jasa untuk jangka waktu terbatas (misalnya kamar hotel,
bioskop, jasa penerbagan san pendidikan).

25
BAB III
STUDI KASUS

3.1 Pemaparan dan Analisis Studi Kasus

Dalam gelaran Hari Belanja Online Nasional ( Harbolnas), Shopee mencatatkan lebih
dari 12 juta transaksi di 7 negara. Dengan lebih dari 450.000 merek dan penjual, portal belanja
daring oranye ini dikunjungi lebih dari 48 juta pengguna yang menikmati 60 juta promo dari
seluruh kategori. Selain itu, in-app game Shopee yakni Goyang Shopee telah dimainkan 46 juta
kali sedangkan Kuis Shopee telah diikuti 11 juta partisipan di 7 negara. Shopee juga
mencatatkan telah menjual 73.519 barang pada satu menit pertama dalam gelaran Harbolnas.

Analisa:

Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan pada perilaku belanja online
atau pembelian online di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan, harga, kenyamanan,
kemudahan dan ketersediaan merupakan faktor yang paling utama mempengaruhi
konsumen belanja di toko online. Selanjutnya keamanan, kualitas produk, website design
dan perilaku konsumtif juga mempengaruhi pembelian online.

Penelitian menunjukkan bahwa persepsi manfaat dan faktor psikologis berpengaruh


positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian online konsumen. Faktor persepsi risiko
berpengaruh negatif terhadap perilaku pembelian online. Desain website dan motivasi
hedonik ditemukan sebagai faktor yang berpengaruh namun tidak signifikan. Faktor
psikologis menjadi faktor dengan pengaruh tertinggi terhadap perilaku pembelian online.
Penelitian yang dilakukan oleh Shahzad (2015) yang berjudul ―Online Shopping Behavior‖
dilakukan di Swedia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko fungsi produk dan
kepercayaan & keamanan mempunyai pengaruh signifikan dengan perilaku pembelian
online. Risiko keuangan dan risiko keterkiriman barang berpengaruh terhadap perilaku
pembelian online namun tidak signifikan. Desain website merupakan variabel yang paling
berpengaruh dan signifikan di antara semua faktor. Bisa disimpulkan bahwa Perilaku belanja
online atau pembelian online di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ;
kepercayaan, harga, kenyamanan, kemudahan dan ketersediaan merupakan faktor yang paling
utama mempengaruhi konsumen belanja di toko online dan faktor lainnya seperti ; keamanan,
kualitas produk, website design dan perilaku konsumtif. Dalam hal ini shopee mampu memikat

26
hati para konsumen indonesia dengan menawarkan harga yang menarik (9.9 promo sale) dan
meningkatkan kualitas pelayanan seperti pembayaran yang mudah, kenyamanan dalam
berbelanja, dll. Sehingga konsumen percaya dalam melakukan transaksi pembelian suatu
produk. Hal ini jelas dapat mempengaruhi perilaku konsumen untuk membeli secara terus-
menerus suatu produk di shopee

27
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemahaman terhadap apa saja yang terdapat pada perilaku konsumen merupakan hal
yang sangat krusial untuk diketahui supaya dapat menggenjot keberhasilan pemasaran jasa.
Secara gambaran besar, perilaku konsumen sendiri meliputi aktivitas mental dan fisik
berkenaan dengan proses mendapatkan, mengonsumsi, dan menghentikan pemakaian produk,
jasa, ide, dan/atau pengalaman tertentu. Dengan demikian, memahami perilaku konsumen jasa
menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaan tersebut ke depannya, dengan tujuan bisa
mendapat keuntungan yang diharapkan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Peter, J. P., & Olson, J. C. (2014). Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran Edisi 9 Buku 2. Jakarta:
Salemba Empat.

Tjiptono, F. (2005). Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia Publishing.

Tjiptono, F. (2005). Pemasaran Jasa Edisi Pertama. Malang: Bayumedia Publishing.

29

Anda mungkin juga menyukai