Anda di halaman 1dari 12

BAB 11

PEMBAHASAN

A. Hakikat Metode dan Alat dalam Pendidikan Islam


1. Pengertian Metode dan Alat dalam Pendidikan Islam
Pendidikan islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk
menghantarkan kegiatan pendidikanyan ke arah tujuan yang di cita-citakan. Bagaimanapun
baik dan sempurnanya suatu pendidikan islam , ia tidak akan berarti apa-apa, manakalah
tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mengajarkan kepada peserta didik.
Ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar
mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma.1
Dalam pengertian umum, metode diartikan cara mengerjakan sesuatu, cara itu
mungkin baik mungkin tidak baik. Baik dan tidaknya sesuatu metode banyak bergantung
kepada beberapa faktor.Faktor-faktor itu mungkin berupa “situasi dan kondisi”,
menggunakan metode itu sendiri yang kurang memahami penggunaannya atau tidak sesuai
dengan seleranya, atau secara objektif metode itu kurang cocok dengan kondisi dari objek.
Juga mungkin karena metodenya sendiri yang secara instrinsik tidak memenuhi persyaratan
sebagai metode, hal itu semua sangat bergantung pada metode itu diciptakan di satu
pihak.dan pada sasaran yang akan dikerjakan dengan metode itu di lain pihak.2
Secara litterlijk, kata “metode” berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua kosa
kata yaitu ‘meta’ yang berarti (melalui) dan’ hodos’ yang berarti (jalan). Jadi metode
berarti ” jalan yang dilalui”.3
Dalam bahasa Arab metode diungkapkan dalam berbagai kata. Terkadang digunakan
kata al-thariqah, Manhaj, dan al-Wasilah. Al-thariqah berarti jalan, Manhaj berarti sistem,
dan al-Wasilah berarti perantara atau mediator. Dengan demikian, kata arab yang dekat
dengan arti metode adalah Al-thariqah. (Ramayulis, 2001: 77)
Kata-kata serupa ini banyak dijumpai dalam al-Qur'an menurut Muhammad Fuad
Abd al-Baqi di dalam al-Qur'an kata al-Thariqah diulang sebanyak sembilan kali. Kata ini
terkadang dihubungkan dengan objeknya yang dituju oleh al-Thariqah seperti neraka,
sehingga jalan menuju neraka (Q.S 4:169) terkadang dihubungkan dengan sifat dari jalan
tersebut, seperti al-Thariqah al-Mustaqimah yang diartikan jalan yang lurus (Q.S. 46:30).
Sebagaimana dikutip oleh Mohammad Norr syam, secara teknis menerangkan bahwa
metode adalah:

1
Al-Rasyidin, Filsafat pendidikan islam, (Jakarta:Ciputat Press, 2005).65
2
Muzayyin Arifin,filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). 89
3
Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). 89
1. Sesuatu prosedur yang dipakai untuk mencaoai suatu tujuan
2. Sesuatu teknik untuk mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan
dari suatu materi tertentu
3. Sesuatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari sesuatu prosedur. 4
Metode adalah syarat untuk efesieansinya aktivitas kependidikan islam. Hal ini
berarti bahwa metode termasuk persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan islam itu
akan tercapai secara tepat guna manakalah jalan yang ditempuh menuju cita-cita tersebut
benar-benar tepat.5
Sedangkan pengertian metode pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh al-
Syaibaniy (1979: 553) yaitu, segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru
dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri
perkembangan peserta didiknya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan membimbing
peserta didik untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang
dikehendaki pada tingkah laku mereka.
Ahmad Tafsir secara umum membatasi bahwa metode pendidikan adalah semua cara
yang digunakan dalam upaya mendidik. Kemudian Abdul Munir Mulkan (1993: 250),
mengemukakan bahwa metode Pendidikan adalah suatu cara yang dipergunakan untuk
menyampaikan atau mentransformasikan isi atau bahan pendidikan kepada anak didik
Menurut terminologi (istilah) Abd. Al Rahman Ghunaimah mendefenisikan bahwa
metode adalah cara-cara praktis dalam mencapai tujuan pendidikan.6
Selanjutnya, jika metode dikaitkan dengan filsafat pendidikan Islam dapat diartikan
sebagai jalan atau cara untuk dapat memecahkan problematika pendidikan umat Islam dan
selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat
islam. 7
Alat pendidikan secara umum merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan bisa berupa usaha dan perbuatan. Daien Indra Kusuma
mengemukakan alat pendidikan adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran
proses pendidikan. Dengan demikian, alat pendidikan menurut Indera Kusuma berupa usaha
dan perbuatan.
Pengertian alat pendidikan telah dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
1. Sutari Imam Bernadib

4
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat press, 2002). Hlm.65-66
5Al-Rasyidin, Filsafat pendidikan islam, (Jakarta:Ciputat Press, 2005). 65
6
Agus Salim Masyur, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setiaa, 2010), 141.
7
Zakiah Daradjat, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,1984), hlm. 125
Alat pendidikan ialah tindakan atau perbuatan atau situasi atau benda yang dengan
sengaja diadakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan ternyata mencakup
pengertian yang luas, termasuk ke dalamnya alat yang berupa benda maupun yang bukan
benda. Alat pendidikan yang berupa benda seperti ruangan kelas, perlengkapan belajar
dan yang sejenisnya. Alat ini biasanya disebut sebagai alat peraga, sedangkan yang
berupa bukan benda dapat berupa situasi pergaulan, perbuatan, teladan, nasehat,
bimbingan, contoh, teguran, anjuran, ganjaran, perintah, tugas, ancaman maupun
hukuman yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Ahmad D. Marimba
Alat pendidikan dimandang dari aspek fungsinya, yakni: alat sebagai perlengkapan, alat
sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, alat sebagai tujuan untuk
mencapai tujuan selanjutnya. menurut pendapat ini, alat pendidikan bisa berupa
usaha/perbuatan atau berupa benda/perlengkapan yang bisa memperlancar
/mempermudah pencapaian tujuan pendidikan.
3. M. Ngalim Purwanto
Sebagai usaha-usaha atau perbuatan-perbuatan dari si pendidik yang ditujukan
untuk melaksanakan tugas mendidik. Sebagai usaha, pendidikan juga merupakan alat
untuk mencapai tujuan pendidikan, bahkan suatu tujuan, dilihat dari hirarkinya bisa juga
menjadi alat (bernilai instrumental). Alat pendidikan adalah segala bentuk alat yang
dapat digunakan untuk menuntun atau membimbing anak-anak dalam masa
pertumbuhannya agar kelak menjadi berkepribadian muslim yang diridai oleh Allah Swt.
Alat pendidikan islam adalah segala sesuatu untuk mencapai tujuan pendidikan islam.
Dengan demikian maka alat ini mencakup apa saja yang dapat digunakan termasuk di
dalamnya media pendidikan.
Adapun jenis dari alat tersebut, tidak saja berupa benda (material) tetapi juga yang
bukan benda (non materi). Menurut Zakiah Dardjat, alat berupa benda ini meliputi: pertama,
media tulis atau cetak seperti al-Qur’an, hadis, tauhid, fiqh, sejarah, dan sebagainya; kedua,
benda-benda alam seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, zat padat, zat cair, zat gas,
dan sebagainya; ketiga, gambar-gambar, lukisan, diagram, peta dan grafik. Alat ini dapat
dibuat dalam ukuran besar dan dapat pula dipakai dalam buku-buku teks atau bahan bacaan
lain; keempat, gambar yang dapat diproyeksi, baik dengan alat atau tanpa suara seperti foto,
slide, film strip, televisi, video, dan sebagainya; dan kelima, audio recording (alat untuk
didengar) seperti karet tape, radio, piringan hitam, dan lain-lain yang semuanya diwarnai
dengan ajaran agama.
Adapun alat yang berupa non-benda, dapat berupa keteladanan, perintah/larangan,
ganjaran dan hukuman, dan sebagainya. Jadi, alat berupa non-benda ini tampaknya sama
dengan metode. Hal ini dapat diterima mengingat bahwa metode juga dapat disebtu sebagai
alat pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
Alat pendidikan Islam adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan Islam. Dengan demikian, alat ini mencakup apa saja yang dapat
digunakan termasuk di dalamnya metode pendidikan Islam. Alat pendidikan Islam yaitu
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menuntun atau membimbing anak dalam masa
pertumbuhannya agar kelak menjadi manusia berkepribadian muslim yang diridhai Allah
swtdan tentunya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan hadits. Oleh karena itu, alat
pendidikan ini harus searah dengan Al-Qur'an dan As-Sunah atau dengan kata lain tidak
boleh bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunah.
Ayat yang menerangkan tentang pendidikan adalah:
Surat al-isra’ ayat 84
َ ‫قُ ْل ُك ٌّل يَ ْع َم ُل َعلَى شَا ِكلَتِ ِه فَ َربُّ ُك ْم أ َ ْعلَ ُم بِ َم ْن ه َُو أَ ْهدَى‬
‫سبِيال‬
Artinya: “Katakanlah: tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka
Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”.
Dari penjelasan diatas dapat di pahami bahwa alat dalam pendidikan Islam adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam termasuk di
dalamnya metode tersebut. Sebab metode menjadi alat dalam mencapai tujuan pendidikan
itu sendiri secara khusus. 8

2. Kedudukan dan Funsgi Metode dan Alat Pendidikan Islam


Metode dan alat pendidikan Islam mempunyai peranan penting sebab merupakan
jembatan yang menghubungkan pendidik dengan peserta didik menuju kepada tujuan
pendidikan Islam yang terbentuknya kepribadian muslim.
Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam ini dipengaruhi oleh seluruh faktor yang
mendukung pelaksanaan pendidikan Islam ini. Apabila timbul permasalahan di dalam
Pendidikan Islam, maka kita harus dapat mengklasifikasikan masalah yang kita hadapi itu ke
dalam faktor-faktor yang ada. Apabila seluruh faktor telah dipandang baik terkecuali faktor
alat ini, maka kita pun harus pandai memperinci dan mengklasifikasikan ke dalam
klasifikasi masalah alat pendidikan yang lebih kecil dan terperinci lagi. Misalnya dalam segi
apa, dari masalah alat apa? Memang masalah mengenai alat pendidikan sangat penting
terutama alat pendidikan yang berkenaan dengan tindakan. Sebab alat pendidikan yang

8
Agus Salim Masyur, 142.
bersifat tindakan ini dapat lebih berbekas pada diri anak didik dan memberikan kesan yang
lebih mendalam.
Kita juga harus pandai dalam merinci dan mengklasifikasikan metode pendidikan
Islam yang lebih kecil dan terperinci lagi. karena metode itu sangat penting maka Rasulullah
menganjurkan kemampuan dan perkembangan anak didik.[2]
Rasulullah SAW bersabda:
‫نحن معا شراالنبياءامرناان انزل الناس منازلهم ونكلمهم علي قدرعقولهم‬
Artinya: “Kamu para Nabi, diperintahkan untuk menempatkan seseorang pada
posisinya, berbicara kepada mereka sesuai dengan kemampuan akalnya.”
Jadi dapat ditarik kesimpualan bahwasannya pendidik dalam menyampaikan materi
dan bahan pendidkan Islam kepada anak didiknya harus benar-benar disesuaikan dengan
keadaan dan kemampuan anak didiknya, kita tidak boleh mementingkan materi atau bahan
dengan mengorbankan anak didik kita.
Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan.
Alat itu mempunyai fungsi ganda, yaitu yang bersifat polipragmatis dan
momopragmatis.
Polipragmatis, bilamana metode itu mengandung kegunaan yang serba ganda
(multipurpose). Suatu metode tertentu pada suatu situasi dan kondisi tertentu dapat
dipergunakan untuk merusak, pada situasi dan kondisi yang lain dapat digunakan untuk
membangun dan memperbaiki. Kegunaanya tergantung pada si pemakai atau pada corak dan
bentuk serta kemampuan dari metode sebagai alat. Seperti:Audio Visual Methodsyang
mempergunakan Video Cassette Recorder (VCR) yang dapat dipergunakan untuk merekam
semua jenis film ,dapat dipergunakan untuk alat mendidik/ mengajar dengan film-film
pendidikan9.
Monopragmatis adalah metode atau alat yang hanya dapat di pergunakan untuk
mencapai satu macam tujuan saja.Misalnya, laboratorium ilmu alam, hanya dapat digunakan
untuk eksperimen bidang ilmu alam, tidak dapat dipergunakan untuk eksperimen bidang
lain, seperti ilmu sosial atau kedokteran.
Metode mengandung implikasi bahwa proses penggunaanya bersifat konsisten dan
sistematis, mengingat sasaran metode itu adalah manusia yang sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Jadi metode dalam proses kependidikan pada hakikatnya
adalah pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik atau mengajar.

9
Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). 90
Dalam hubungan proses pendidikan islam, terdapat suatu kaidah bahwa “ segala
alatyang dipergunakan untuk mencapai sesuatu yang wajib, hukumnya wajib pula”, kaidah
ini berasal dari usul fiqih. Dilihat dari pelaksanaan proses kependidikan islam yang wajib
dikerjakan oleh setiap muslim dan muslimat. Maka penggunaan suatu metode yang sesuai
adalah wajib pula hukumnya. 10
3. Metode dan Alat dalam Proses Pembelajaran
Di kalangan masyarakat kita, masih terdapat pandangan yang membedakan
pengertian antara “pendidikan” dan “pengajaran”. Dua istilah tersebut dalam pengertian
teknis pedagogis hampir tidak dapat dibedakan. Apalagi bila kita menganut paham
pendidikan di Amerika serikat, istilah “pengajaran” hampir tidak pernah dipergunakan oleh
para ahli pendidikan, karena pengertian “pendidikan”itu sendiri telah mencangkup arti
“pengajaran”.11
Akan tetapi, bilamana dilihat dari aspek filosofis, kedua istilah tersebut berbeda
pengertiannya, baik dilihat dari tujuanya maupun dari segi ruang lingkup kegiatanya.
Pendidikan lebih mengarahkan tugasnya kepada pembinaan atau pembentukan sikap
dan kepribadian manusia yang beruang lingkup pada proses mempengaruhi dan membentuk
kemampuan kognitif, kongnatif dan efektif serta psikomotor dalam diri manusia.
Pengajaran lebih menitikberatkan usahanya ke arah terbentuknya kemampuan
maksimal intelektual dalam menerima, memahami, menghayati, dan menguasai serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Jadi, Sikap dan kepribadian sebagai hasil proses kependidikan seseorang itulah yang
menjadi landasan orang yang telah berilmu pengetahuan yang diajarkan.
Oleh karena itu, dalam pembahasan metode pendidikan, khususnya islam, kita perlu
melihat semua aspek dari kegiatan pendidikan dan pengajaran baik dilihat dari pendidik
maupun anak didik.
a) Pendidik dengan metodenya harus mampu membimbing, mengarahkan,dan membina
anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam sikap dan kepribadiannya,
sehingga tergambarlah dalam tingkah lakunya nilai-nilai ajaran islam dalam dirinya.
Pengajar dengan metodenya juga harus dapat menanamkan pengertian dan kemampuan
memahami, menghayati, dan mengembangkan ilmu penfetahuan yang diajarkan kepada
anak didik sehingga ia menjadi manusia yang dewasa dalam ilmu pengetahuanya.

10
Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). 90
b) Anak didik yang tidak hanya menjadi obyek pendidikan atau pengajaran, melainkan juga
menjadi subjek yang belajar, memerlukan suatu metode belajar agar dalam proses
belajarnya dapat searah dengan cita-cita pendidikatau pengajarnya.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa baik pendidik/pengajar maupun anak didik/pelajar dalam
proses pendidikan atau belajar mengajar memerlukan metode.
Tujuan mempergunakan suatu metode yang paling tepat dalam pendidikan ialah untuk
memperoleh efektivitas dari kegunaan metode itu sendiri. Efektivitas dapat diketahui dari
kesenangan pendidik yang memakanya disatu pihak, dalam proses pendidikan dan
pengajaran, kedua bela pihak timbul rasa senang mengerjakan suatu pekerjaan karena apa
yang dikerjakan itu bermanfaat bagi mereka.12
Dalam sejarah pendidikan islam dapat diketahui bahwa para pendidik Muslim dalam
berbagai situasi yang berbeda, telah menerapkan berbagai macam metode pendidikan atau
pengajaran.
Metode-metode yang dipergunakan tidak hanya metode mendidik/mengajar dari para
pendidik, melainkan juga belajar yang harus dipergunakan anak didik.
1) Al-Gazali, seorang ahli pikir dan ahli tasawuf islam yang terkenal dengan gelar
“pembela islam” (hujjatul Islam). Menurut Al-Gazali, seorang pendidik agar
memperoleh sukses dalam tugasnya harus menggunakan pengaruhnya serta cara yang
tepat arah13.
Bila dipandang dari filosof, Al-Gazali berpaham idealisme karena beliau sangat
menekankan pengaruh pendidik terhadap anak didik yang konsekuen terhadap
Agama.Terutama Dalam masalah pendidikan.Menurutnya anak adalah amanat yang
dipercayakan kepada orang tuanya. Hatinya bersih, murni, laksana permata yang amat
berharga, sederhana, dan bersih dari ukiran atau gambaran apa pun, ia dapat menerima
ukiran yang digoreskan kepadanya dan ia akan cenderung kea rah manapun yang ia
kehendaki (condongkan).
Oleh karena itu, bila ia dibiasakan dengan sifat-sifat yang baik, maka akan
berkembanglah sifat-sifat yang baik itu pada dirinyadan akan memperoleh kebahagiaan
hidup dunia akhirat. Orang tuanya, gurunya, pendidiknya juga akan turut berbahagia
bersamanya.
Sebaliknya, bila anak itu kita biasakan dengan sifat-sifat jelek dan kita biarkan begitu
saja, maka ia akan celaka dan binasa, semua tanggung jawab pengasuhnya atau walinya,
walinya wajib menjaga anak tersebut dari segala dosa, mendidik dan mengajarnya dengan

12
MuzayyinArifin,filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). 92
13
Muzayyin Arifin,filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). 93
budi pekerti yang luhur serta menjaganya jangan sampai bergaul dengan teman-temannya
yang nakal.
Atas dasar pandangan Al-Gazali yang bercorak empiris itu maka tergambar dalam
metode pendidikan yang diinginkan. Diantaranya lebih menekankan pada perbaikan sikap
dan tingkah laku para pendidik dalam mendidik, seperti berikut.
a) Guru harus bersikap mencintai muridnya bagaikan anaknya sendiri.
b) guru tidak usah mengharapkan upah dari tugas pekerjaannya, karena mendidik/mengajar
merupakan tugas pekerjaan mengikuti jejak Nabi Muhammad saw. Nilainya lebih tinggi
dari ukuran harta atau uang. Mengajar/mendidik adalah usaha untuk menunjukkan
manusia kea rah kebaikan srta ilmu, upahnya adalah terletak pada diri anak didik yang
setelah dewasa menjadi orang yang mengamalkan hal-hal yang ia didik atau ajarkan.
c) Guru harus memberikan nasihat kepada muridnya agar menuntut ilmu tidak untuk
kebanggaan diri atau untuk mencari keuntungan pribadi, melainkan untuk mendekatkan
diri kepada Allah swt.
d) Guru harus mendorong muridnya untuk mencari ilmu yang bermanfaat, ilmu yang
bermanfaat itu adalah ilmu yang dapat membawa kebahagiaan diakhirat, yaitu ilmu
Agama.
e) Guru harus member contoh yang baik dan teladan yang indah di mata anak didik
sehingga anak senang untuk mencontoh tingkah lakunya, dia harus berjiwa halus, sopan,
serta berjiwa tasammuh (luas dada), murah hati,dan terpuji.
f) Guru harus mengajarkan sesuai tingkat kemampuan akal anak didik. Jagan mengajarkan
hal-hal yang belum dapat ditangkap oleh akal pikiranya maka ia akan menjauhinya atau
akal pikirannya tidak dapat berkembang.
g) Guru harus mengamalkan ilmunya, karena ia menjadi idola dimata anak. Bila tidak
mengamalkan ilmunya, niscaya orang akan mencemohnya.
h) Guru harus dapat memahami jiwa anak didinya. Ia harus nempelajari jiwa mereka agar
tidak salah mendidik mereka. Dengan pengetahuan tentang anak didik, ia dapat menjalin
hubungan akrab antara dirinya dengan anak didiknya. Secara praktis, guru harus
mendidik berdasarkan ilmu jiwa.
i) Guru harus dapat mendidik keimanan ke dalam pribadi anak didiknya, sehingga akal
pikiranya tunduk kepada ajaran Agama Islam. Akal pikiranya mereka harus dituntut oleh
imanya, karena tanpa tuntutan iman akal pikiran tidak akan dapat mencapai Makrifat
kepada Allah swt.
Bahwa metode pendidikan yang harus dipergunakan para pendidik/pengajar adalah
yang\ berprinsip pada child centered yang lebih mementingkan anak didik dari pada
pendidik sendiri. Metode dapat diwujudkan dalam berbagai macam metode antara lain:
metode guidance dan counseling (bimbingan dan penyuluhan), metode cerita, metode
motivasi, metode reinforcement (mendorong semangat).14
2) Ibnu Khaldun, ahli sejarah dan sosiologi dari Tunisia, lahir apa tahun 1332 M (732 H).
Sebagaimana Al Ghazali, Ibnu Khaldun juga menganggap bahwa akal pikiran manusia
terbatas di dalam proses belajar yang banyak bergantung pada bimbingan dan petunjuk
tuhan. Ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia melalui belajara itu berbeda-beda
tingkatnya menurut kapasitas daya berpikirnya orang yang belajar. Tetapi, penguasaan salah
satu cabang ilmu pengetahuan akan menjadi persiapan bagi pelajar untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan yang lain.
Dalam proses belajar, akal pikiran memungkinkan orang untuk menangkap pengertian
baik dari ucapan maupun tulisan serta mampu pula mengambil kesimpulan-kesimpulan
tentang hukum-hukum yang membentuk susunan dan relasi antara berbagai pengertian yang
berbeda. Tidak semua pelajar meninggalkan semua pengertian artificial (semu) belajar dan
menggunakan akal pikiran (reasoning) yang asli dalam dirinya sendiri serta memohon
bimbingan dari Tuhan yang akan member cahaya yang menerangi jalannya sebelum
mempelajari hal-hal yang belum diketahui.15
Walaupun pendapat Ibnu Khaldun tersebut lebih sesuai bagi para pelajar tingkat tinggi,
namun jelas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam proses belajar mengajar (pendidikan)
akal pikiran manusia menjadi potensi psikologis yang utama.
Metode pendekatan dalam pendidikan anak yang dianggap baik oleh ibnu khaldun
adalah yang bersifat psikologis. Misalnya mengajarkan Al-Quran kepada anak harus
diakhirkan setelah mengajarkan bahasa Arab dan sastra atau berhitung, karena bagi anak
mempelajari Al-Quran lebih sukar dari pada bahasa Arab dan berhitung,meskipun kebiasaan
umum di khawatirkan bahaya lain yaitu kemungkinan anak mudah tergoda untuk
mengabaikan pelajaran Al-Quran.16
Prinsip-prinsip metodologis yang disarankan ibnu Khaldun.17yaitu:
a) Hendaknya tidak memberikan pelajaran tentang hal-hal yang sulit kepada anak didik
yang baru mulai belajar.
b) Anak didik diajarkan tentang masalah yang sederhana yang dapat ditangkap oleh akal
pikiranya, baru kemudian secara bertahap dibawa kepada hal-hal yang lebih sukar.

14
Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). 95
15
Muzayyin Arifin,filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). 96
16
Muzayyin Arifin,filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). 97
17
Muzayyin, Arifin,filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). 97
c) Tidak memberikan ilmu yang melebihi kemampuanya akal pikiran anak didik.
Jelaslah bahwa prinsip yang digunakan ibnu khaldun dalam metode mengajar didasarkan
atas pendekatan psikologis, meskipun metode yang diterapkan lebih bersifat intelektualistis,
karena hanya pada kecerdasan akal saja.
3) Ibnu Sina, (lahir tahun 985 M). tidak banyak membicarakan masalah pendidikan. Beliau
juga sedikit membahas tentang kehidupan psikologis, terutama akal manusia.
Dalam hubungannya dengan pemikiran filosofis kependidikan, ibnu Sina tidak banyak
ngasih pendapat yang hamper serupa dengan pendapat Al-Ghazali dan ibnu khaldun.Ibnu
sina dengan metode yaitu pendapat bahwa anak-anak harus diperhatikan pendidikan
akhlaknya.
a. Anak harus dijauhkan dari kemarahan, takut,atau perasaan sedih dan kurang tidur.
b. Setiap saat harus diperhatikan keinginan atau kesenangannya, lalu diusahakan
memenuhinya, juga hal-hal yang tidak disukainya,harus kita jauhkan.
Hal tersebut bukanlah berarti harus menuruti perintahnya, melainkan untuk
memudahkan hidupnya,
Menurut ibnu sina ada dua manfaat yang dapat diperoleh, yaitu manfaat jasmani dan
manfaat rohani. Dengan cara demikian budui pekerti yang luhur (akhlak mulia) akan dapat
berkembang dalam diri pribadinyasemenjak kanak-kanak sejalan dengan kecenderungan
yang baik. Sebaliknya, budi pekerti yang jelek timbul dari kecenderungan yang jelek pula,
budi pekerti yang luhur dapat memelihara rohani dan jasmani18.
4) Muhammad Abduh, ulama cendekiawan mesir ( maha guru Universitas Al-Azhar di kairo,
menurut Muhammad Abduh, dalam kegiatan mengajar menekankan pada metode yang
berprinsip atas kemampuan rasio dalam memahami ajaran islam dari sumbernya yaitu Al-
quran dan Al-hadis, sebagai ganti metode verbalisme (menghafal), dan mengajarkan bahasa
arab dengan metode demonstrasi tentang cara-cara menulis huruf Arab dengan jelas dan
sederhana.
Sebagai tokoh modernisasi dalam pendidikan, beliau juga ingin melakukan modernisasi
dalam filsafat, teologi, dan bidang lainya.
Terdapat beberapa macam metode yang digunakan dalam pendidikan Islam. Menurut M.
Arifin persoalan terpenting yang harus dilihat para pendidik adalah prinsip bahwa
penggunaan metode dalam proses kependidikan islam harus mampu membimbing,
mengarahkan, dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam
sikap dan kepribadiannya.19

18
Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). 98
19
Al-Rasyidin,filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). 72
Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, metode yang paling penting dalam pendidikan
islam,20 yaitu:
1. Metode hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi. Meliputi dialog khithabi dan
ta’abbudi, dialog deskriptif, dialog naratif, dialog argumentatif, dan dialog nabawi;
2. Mendidik dengan kisah-kisah Qur’ani dan Nabawi.
3. Mendidik dengan amtsal (perumpamaan) Qur’ani dan Nabawi.
4. Mendidik dengan memberi teladan
5. Mendidik dengan membiasaan diri dan pengalaman.
6. Mendidik dengan mengambil ibrah (pelajaran) dan mauidhah (peringatan)
7. Mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut)
Pendapat Omar Mohammad al-Toumy Al-Syaibany, yang lebih diarahkan kepada
penggunaan metode pendidikan islam secara formal,21 adalah:
1. Metode induksi (pengambilan kesimpulan)
Metode ini bertujuan untuk membimbing pelajar untuk mengetahui fakta-fakta dan
hukum-hukum umum melalui jalan pengambilan kesimpulan.
Metode ini mulai dengan membahas dari bagian-bagian yang kecil untuk sampai kepada
undang-undang umum. Metode ini dapat digunakan pada berbagai ilmu yang mejadi
tumpuan perhatian pendidikan Islam. Misalnya, nahwu, saraf, fiqhi, hitungan, teknik,
fisika, kimia dan dalam berbagai ilmu yang lain. Metode ini telah digunakan oleh
pendidik-pendidik dan cerdik pandai Islam.
2. Metode perbandingan (Qiyasiah)
Metode ini berbeda dengan metode induktif, dimana perpindahan menurut metode ini
dari yang umum kepada yang khusus, dari keseluruhan kepada bagian-bagian yang kecil,
dimana disebutkan prinsip umum dahulu, kemudian diberi contoh-contoh dan perincian-
perincian yang menjelaskan dari prinsip-prinsip umum tersebut. Metode perbandingan
dapat digunakan pada pengajaran sains dan pelajaran-pelajaran yang mengandung
prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan fakta-fakta umum yang dibawahnya termasuk
bagian-bagian dan masalah cabang. Dapat juga dipakai dalam mengajarkan bahasa, baik
sastra atau nahwu, sejarah, saraf dan lain-lain
3. Metode kuliah
Dengan mengutarakan sepintas lalu tentang perkara-perkara penting yang ingin
dibicarakan. Kemudian menjelaskan dengan terperinci tentang perkara-perkara yang

20
Al-Rasyidin,filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). 73
21
Al-Rasyidin,filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). 74
disimpulkannya pada permulaan kuliahnya. Pelajar-pelajar mengikuti dengan mendengar
dan mencatat apa yang difahami dari kuliah itu, untuk dipelajari sekali lagi dengan cara
masing-masing.
4. Metode Dialoq dan perbincangan.
5. Metode Lingkaran (Halaqah)
6. Metode Riwayat
Metode ini dianggap salah satu metode dasar yang digunakan oleh pendidik Islam.
Hadits, bahasa dan sastera Arab termasuk ilmu-ilmu Islam, dan segi-segi pemikiran
Islam yang paling banyak menggunakan metode ini. Tentang hadits Nabi, sahabat-
sahabat Nabi SAW meriwayatkan apa yang didengarnya dari beliau tentang hukum-
hukum petunjuk, atau pekerjaan-pekerjaan dan keadaan disaksikan dan dilaksanakan
7. Metode Mendengar
8. Metode Membaca
9. Metode Imla’ (mencatat apa yang didenga)
10. Metode Hafalan
11. Metode Pemahaman (memahami suatu wacana yang sedang dikaji)
1. Metode lawatan untuk menuntut (pariwisata)
Metode lawatan adalah berkunjung kesuatu tempat untuk mencari ilmu atau biasa
disebut dengan Studi Banding
Metode tersebut dalam aktivitas kependidikan islam adalah prinsip bahwa metode yang
paling ideal untuk semua tujuan pendidikan, semua ilmu dan mata pelajaran, semua tahap
pertumbuhan dan perkembangan.semua taraf kematangan dan kecerdasan, semua guru dan
pendidik, dan semua keadaan dan suasana yang meliputi proses pendidikan islam.

Anda mungkin juga menyukai