PENDAHULUAN
1
BAB II
ANALISIS KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Masjid III RT. 03/09 Cimone Tangerang
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 8 Februari 2016
No. RM : 387118
Pembayaran : BPJS Dinas
II. ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Demam sejak 5 hari SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dibawa oleh
keluarganya dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu.
Demam tinggi timbul mendadak dirasakan naik turun tidak tentu
waktu. Demam dirasakan cenderung naik pada malam hari dan
turun pada pagi hari, dan demam turun dengan pemakaian obat.
Keluhan demam disertai dengan keringat dingin (+), menggigil,
badan terasa lemas (+), sakit kepala (+), nyeri belakang mata, nyeri
otot dan sendi, mual (+), muntah (-) nyeri ulu hati (+), nafsu makan
dan minum pasien menurun. Keluhan mimisan dan gusi berdarah
disangkal. BAK dan BAB dalam batas normal.
2
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Hipertensi (-)
- Dm (-)
- Penyakit jantung (-)
- Penyakit paru (-)
- Penyakit ginjal (-)
- Alergi (-)
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
- Keluhan serupa pada keluarga disangkal
- Hipertensi (-)
- Dm (-)
- Penyakit jantung (-)
- Penyakit paru (-)
- Penyakit ginjal (-)
- Alergi (-)
RIWAYAT PENGOBATAN
Paracetamol → demam turun namun naik kembali
Kepala
Bentuk : normochepali
3
Pertumbuhan Rambut: distribusi merata, warna hitam
Deformitas : tidak terdapat deformitas
Mata
Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Pupil : bulat, isokor +/+, diameter 3 mm
Telinga
Bentuk : normal(eutrofilia)
Liang telinga : lapang
Serumen :-/-
Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
Septum : terletak di tengah dan simetris
Mukosa hidung : tidak terdapat hiperemis, konka nasalis eutrofi
Cavum nasi : perdarahan(-)
Mulut dan Tenggorok
Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosis
Gigi-Geligi : hygiene baik
Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis
Lidah : normoglosia, tidak kotor, tidak tremor
Tonsil : T1/T1 tenang, tidak hiperemis
Faring : Tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula
di tengah
Gusi : tidak ada perdarahan
Leher
Bendungan vena : tidak terdapat bendungan vena
Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris
Trakea : di tengah
Kelenjar Getah Bening
Tidak teraba pembesaran KGB
4
Thorax
Pulmo
o Inspeksi : simetris tidak ada hemithorax yang tertinggal,
dalam keadaan statis maupun dinamis
o Palpasi : gerak simetris pada kedua hemithorax vocal
fremitus +/+ suara kuat
o Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
o Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
o Palpasi : teraba pulsasi ictus cordis pada ICS V linea
midclavicularis sinistra, thrill (-)
o Perkusi : batas jantung kanan pada intercostal V
parasternal kanan, jantung kiri pada
intercostal V midclavicula kiri, pinggang
jantung pada intercosta III parasternal kiri
o Auskultasi : BJ I - II reguler, murmur(-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : normal, tidak terdapat asites, smiling umbilicus (-),
efloresensi (-)
Auskultasi : bising usus 4-5x/ menit, normal
Palpasi : supel, massa (-), hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrium (+), ballotement (-)
Perkusi : pekak pada keempat kuadran abdomen, nyeri ketok
CVA (-), shifting dullness (-)
Genitalia
Tidak diperiksa
Ekstremitas
Tidak tampak deformitas
Akral hangat pada keempat ekstremitas
Edema (-), CRT < 2”
5
Sianosis (-)
Turgor baik
Rumple Leed test (+)
DIAGNOSA KERJA
Observasi Febris hari ke- 5 e.c. suspect Demam Dengue
DIAGNOSA BANDING
Demam Hemoragik Fever grade 1
Chikungunya
RENCANA DIAGNOSTIK
Pemeriksaan darah lengkap serial
Pemeriksaan kimia darah
Cek IgG, IgM anti Dengue
RENCANA TERAPI
IVFD RL 500 cc/ 6 jam
Paracetamol 3 x 500 mg
Domperidone 3 x 10 mg
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 8 Februari 2016 pukul 00.18
(waktu masuk)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
Hemoglobin 12.8 12.00-16.00 g/dl
Leukosit 4620 4.8-10.8 ribu/ul
Eritrosit 5.0 4.3 – 6.0 juta/ul
Hematokrit 38 37 – 47 vol %
Trombosit 148000 150-400 ribu/ul
MCV 75 80 – 96 fl
MCH 25 27 – 32 pg
MCHC 34 32 - 36 g/dl
6
Hemoglobin 12.8 12.4 12.00-16.00 g/dl
Hematokrit 38 37 37 – 47 %
Eritrosit 5.0 4.9 4.3 – 6.0 juta/ul
Leukosit 4620 3650 4.8-10.8 ribu/ul
Trombosit 148000 141000 150-400 ribu/ul
MCV 75 76 80 – 96 fl
MCH 25 25 27 – 32 pg
MCHC 34 33 32 – 36 g/dl
FOLLOW UP
9 Februari 2016 10 Februari 2016
S Demam (-), nafsu makan mulai membaik, Demam (-), nafsu makanmembaik,
mual (+), muntah (-),Perdarahan (-), nyeri mual (+), muntah (-), Perdarahan (-),
kepala (-), nyeri otot dan sendi (-), keringat nyeri kepala (-), nyeri otot dan sendi (-
dingin (-), mengigil (-), nyeri ulu hati (-) ), keringat dingin (-), mengigil (-), nyeri
BAK (+) N, BAB (+) N ulu hati (-) BAK (+) N, BAB (+) N
O Ku/Ks : sakit sedang / CM Ku/Ks : baik/ CM
TD : 110/80 mmHg R : 20 x / menit TD : 120/80 mmHg S : 37,40 C
N : 83 x / menit S : 37,5 0 C N : 78 x / menit R : 18 x / menit
BB : 50 kg BB : 50 kg
Mata : dalam batas normal Mata : dalam batas normal
THT : tonsil T2-T2 hiperemis (-), faring THT : tonsil T2-T2 hiperemis (-), faring
hiperemis (-) hiperemis (-)
7
Thorax : Jtg: BJ I-II reguler, m (-), g (–) Thorax : jtg: BJ I-II reguler, m (-), g (–)
Paru : Paru : SN vesikuler +/+, rh -/-, wh –/-- Paru : SN vesikuler +/+, rh -/-, wh –/-
Abd : datar, NT Epigastrium (+), BU (+) Abd : datar, NT Epigastrium (-), BU (+) N
Normal, Hepar dan lien : tidak teraba Hepar dan lien : tidak teraba membesar
membesar Ekst : dalam batas normal
Ekst : akral hangat, udem (-), sianosis (-)
Lab Pukul 06.00 -
Hb : 12,3 g/dl
Leuko : 3200 /mm3
Trombo : 165.000/mm3
Ht : 36%
Pukul 18.00
Hb : 12,4 g/dl
Leuko : 2940/mm3
Trombo : 165000/mm3
Ht : 38%
GDS : 93 mg/dl
SGOT : 42 U/I
SGPT : 38 U/I
Ureum : 12 mg/dl
Kreatinin : 0,8 mg/dl
A DHF derajat 1 DHF derajat 1
P Infus RL 20 tetes/menit makro Infus RL 20tpm → aff infus
PCT 3 x 500 mg PCT 3 x 500 mg
Domperidon 3 x 10 mg Domperidon 3 x 10 mg
R/ untuk pulang
8
Terapi
Non-medikamentosa
o Edukasi bahwa penyakit yang diderita pasien disebabkan oleh
virus yang dibawa oleh nyamuk
o Edukasi bahwa penyakit tersebut biasanya akan reda setelah 7
hari
o Edukasi mengenai tanda bahaya yaitu nyeri perut yang berat,
muntah terus menerus, sesak, gusi berdarah, atau darah pada
muntah dan sarankan segera bawa ke rumah sakit apabila
muncul tanda bahaya
o Pastikan kecukupan cairan
o Sarankan untuk melakukan gerakan 3M
o Kontrol 3 hari ke depan
9
PEMBAHASAN KASUS
Pada pasien ini diagnosis Demam Hemoragik Fever derajat 1 ditegakkan
berdasarkan atas :
- Anamnesa :
o Demam mendadak sejak 5 hari
o Mual
o Keringat dingin
o Menggigil
o Badan terasa lemas
o Sakit kepala
o Nyeri belakang mata
o Nyeri otot dan sendi
- Pemeriksaan fisik :
o Ku/ks : sakit sedang/gelisah
o Tekanan Darah : 100 / 70 mmHg
o Nadi : 100 x/menit
o Suhu : 36,4oC
o Pernapasan : 18 x/menit
BB : 50 kg TB : 160 cm IMT : 19,53 kg/m2
Status gizi : Kesan gizi cukup
o Rumple Leed test (+)
o Abdomen :
Supel, BU (+) N, Nyeri Tekan Epigastrium (+)
o Ekstremitas : akral hangat
Hasil Laboratorium
08/02/2016 08/02/2016 09/02/2016
Pukul
06.32 18.03 06.00 18.00
00.18
Hb 12.8 12.4 12.1 12.3 12.4
Ht 38 37 36 36 38
L 4620 3650 2940 3200 2940
10
T 148000 141000 162000 165000 165000
IgM (+)
anti
dengeu
1. IVFD RL
2. Paracetamol 3 x 500 mg
3. Domperidon 3 x 10 mg
11
- Pasien dipulangkan karena sudah tidak demam dalam 24 jam,
nafsu makan membaik,hematokrit stabil, trombosit > 50.000/ml.
- Analisa Prognosis
Prognosa “bonam” ditetapkan berdasarkan sebagai berikut :
prognosis “ad bonam” karena pasien masuk dengan DHF tanpa
manifestasi perdarahan yang diharapkan dengan pengamatan
klinis dan laboratories di RS dapat ditatalaksana dengan baik untuk
segera diketahui jika terjadi perburukan perjalanan penyakit.
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Virus Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut
yang disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai
genus Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu
jenis serotipe tidak memberikan perlindungan yang memadai untuk
serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
paling banyak menimbulkan manifestasi klinis yang berat. 1,2,5,8
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue
pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua
hari sebelum panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang
terdapat pada kelenjar liur kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10
hari dan selanjutnya dapat ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan.
Sekali virus masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut dapat menularkan virus (infektif) sepanjang hidupnya. 2,8
B. Patogenesis
Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut
adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory) dan hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi
sekunder, akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda,
respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu dan menyebabkan
kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi virus dengue
mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya
mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar
hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam
rongga serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
13
berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan
bila tidak ditangani secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan
anoksia yang dapat berakibat fatal.1,2
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara
tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD
berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan
Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan
dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1,2
C. Perjalanan Penyakit
Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis,
dan recovery (penyembuhan) (gambar-1).5
14
Fase Febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang
suhu tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat
penurun panas. Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan
diikuti dengan muka kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia,
artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan
nyeri tenggorokan atau mata merah (injeksi konjungtiva). Sulit untuk
membedakan dengue dengan penyakit lainnya secara klinis pada fase
awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan
kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat dijadikan
parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan tidak
gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning
signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke
arah fase kritis.2,5,10 Warning signs meliputi:5
Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan,
perdarahan mukosa, pembesaran hati >2 cm
Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan
membran mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul
pada hari-hari pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3
hingga hari ke-5 demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur
dan perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi
walau lebih jarang.2,5,10 Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji
torniquet positif, menandakan adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada
awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD mempunyai hasil positif. 2
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari
demam. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada
permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-
4 cm di bawah arcus costae. Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus.
Penemuan laboratorium yang paling awal ditemui adalah penurunan
progresif leukosit, yang dapat meningkatkan kecurigaan ke arah
dengue.2,5
15
Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam
mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka
hal ini harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai
turun hingga dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7,
peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding
lurus dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang
signifikan secara klinis biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat
merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat
bervariasi. Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada
derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan
hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma. 2,5
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka
kritis akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs.
Terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab
terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien
menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.Saat terjadi
syok berkepanjangan, organ yang mengalami hipoperfusi akan mengalami
gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik, dan koagulasi
intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan hebat
sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.
1,2,5
16
umum pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal
berkurang, status hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa
pasien akan mengalami ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan
disekitarnya dan pruritus generalisata. Bradikardia dan perubahan
elektrokardiografi juga sering ditemukan pada fase ini. Hematokrit akan
stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang disebabkan reabsorpsi
cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera setelah demam
turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian cairan
pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan
edema paru atau gagal jantung kongestif.5
17
Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental
Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue
2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan
3. Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi
klinis dan hal-hal terkait lainnya:
Rawat jalan (kelompok A)
Rawat inap (kelompok B)
Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)
18
bersama-sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif
meningkat.1,2,10
Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/µl. Pada umumnya
trombosit terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum
suhu turun. Jumlah trombosit <100.000/µl biasanya ditemukan antara hari
sakit 3-7. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa
jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.1,2
Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan
hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang
peka akan terjadinya perembesan plasma sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan hematokrit secara berkala. Nilai hematokrit juga dipengaruhi
oleh penggantian cairan dan perdarahan.1,2
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan
terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis
(PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat
dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.1,2,5
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II)
didapatkan efusi pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan.
Pemeriksaan foto toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral
dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.1
19
adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti
dengue.1,11
Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima
seelah onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang.
Kadar IgM meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2
minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi
IgG muncul beberapa hari setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi
IgG lebih rendah dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa
tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur hidup.11 Sedangkan pada infeksi
sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak dibandingkan IgM dan
muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG merupakan antibodi
predominan pada infeksi sekunder.11
Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan
antigen spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1).
Dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi
sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue
atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga
dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan
100%). Oleh karena itu, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen
NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.
G. Diagnosis
Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris.
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat
ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi:1,9
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung
positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa;
hematemesis, dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.
20
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites,
hipoproteinemia, dan hiponatremia.
21
orbital, mialgia, plasma
artralgia
H. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah
terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting
dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral,
harus dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan
melalui jalur intravena.1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi
klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan
(kelompok A), membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap
(kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi
(kelompok C).5
Kelompok-A5
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat
dimotivasi untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya
22
sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat
demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah
progresi hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat
dipulangkan setelah dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali
ke rumah sakit apabila warning signs muncul. Apabila warning signs
muncul maka tindakan selanjutnya adalah:
Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan
cairan lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti
cairan yang hilang akibat demam.
Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat
demam. Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang
dari enam jam.
Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur,
asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi),
warning signs, tanda perembesan plasma atau perdarahan,
hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B).
Kelompok-B5
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada
fase kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:5
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,
hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun
tidak syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas,
sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia
hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa
transpor memadai.
23
Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan
adalah:
Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik
seperti normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2
jam, lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan
kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.
Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat
sedikit, lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4
jam. Bila tanda vital memburuk dan Ht meningkat drastis,
tingkatkan pemberian cairan 5–10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai
kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus
berkala.
Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin
output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus
berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase
kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum
cukup dan Ht menurun.
Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis
lewat. Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan
perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output
(tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan,
selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai
indikasi.
Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:
Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS
0,9% atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis
pemeliharaan. Untuk pasien obese atau overweight digunakan
dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk
memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam.
Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan,
urin output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit,
24
leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat
dilakukan sesuai indikasi.
Kelompok-C5
Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila
mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi
darah. Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat
penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran
plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht
sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah
meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardia berkurang, tekanan
darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan hangat, dan CRT
<2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran membaik, urin
output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).
Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi
25
Gambar-2. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi
26
Gambar-3. Algoritma Pasien Syok Hipotensi
27
o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu
makan makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output
normal, tidak ada gangguan pernapasan)
Laboratoris:
o Peningkatan jumlah trombosit
o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah
dengue. Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI,
2009.p.2773-9.
2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata
Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes
RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan, 2004.
3. Situation update of dengue in the SEA Region, 2007 diunduh dari
www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_dengue-SEAR-2008.pdf
4. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada
Demam Berdarah Dengue. Medicines 2009:22;1.
5. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and
Control. World Health Organization, 2009. Diunduh dari
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf
6. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and
control. 2nd edition. Geneva : World Health Organization. 1997.
Diunduh dari
http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublic
ation/en/print.html
7. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic
Fever in Small Hospitals. 1999. diunduh dari
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf
8. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses.
In: Braunwald, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th
ed. USA: McGraw Hill Companies, 2008.
9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Sastroasmoro
S, et.al. (editor). Panduan Pelayanan Medis. Jakarta: RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo, 2007.p.156-7.
29
10. Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World
Health Organization Sudan, 2005. Diunduh dari
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
11. World Health Organization. Dengue Fever. Diunduh dari
www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf
12. Estuningtyas A, Arif A. Obat Lokal. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy
R, Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2007. P.522.
30