Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN OSTEOMYELITIS DI RUANG SERUNI
RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER

oleh:
Sari Mulianingrum, S. Kep
NIM192311101081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Osteomielitis Di


Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan disahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Seruni

Jember, Februari 2020

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Seruni
Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Rismawan Adi Yunanto, M. Kep. Ns. Annis Nurul K., S.Kep
NRP. 760018003 NIK. 203200707 2 1984 0106

Kepala Ruang
Ruang Seruni
RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Siswoyo, S.Kep


NIP. 19731403 199703 1 007
BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT
1.1 Review Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
Muskuloskeletal terdiri atas (Sloane, 2003):
 Muskuler/Otot : Otot, tendon,dan ligamen
 Skeletal/Rangka : Tulang dan sendi
A. Muskuler/Otot
1. Otot
Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi. Terdapat lebih
dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan
pada tulang-tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat di
bawah permukaan kulit. Fungsi sistem muskuler/otot:
 Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat dan
bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
 Penopang tubuh dan mempertahankan postur.Otot menopang rangka dan
mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya
gravitasi.
 Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk
mepertahankan suhu tubuh normal.
a. Ciri-ciri sistem muskuler/otot:
 Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau tidak
melibatkan pemendekan otot.
 Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh
impuls saraf.
 Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi
panjang otot saat rileks.
 Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi atau
meregang.
b. Jenis-jenis otot
1) Otot rangka, merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka. Serabut
otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar berkisar
antara 10 mikron sampai 100 mikron. Setiap serabut memiliki banyak inti yang
tersusun di bagian perifer. Kontraksinya sangat cepat dan kuat. Struktur
Mikroskopis Otot Skelet/Rangka :
 Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang terdiri dari serabut-serabut
berbentuk silinder yang panjang, disebut myofiber /serabut otot.
 Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang mempunyai banyak
nukleus ditepinya.
 Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh dengan bermacam-
macam organella, kebanyakan berbentuk silinder yang panjang disebut dengan
myofibril.
 Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang berbeda-beda ukurannya
yang kasar terdiri dari protein myosin, yang halus terdiri dari protein aktin/actin.
2) Otot Polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat ditemukan
pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti
pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral. Serabut ini berukuran kecil,
berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah) sampai 0,5 mm pada uterus wanita
hamil. Kontraksinya kuat dan lamban. Struktur mikroskopis otot polos sarcoplasmanya
terdiri dari myofibril yang disusun oleh myofilamen-myofilamen.
a. Jenis otot polos
Ada dua kategori otot polos berdasarkan cara serabut otot distimulasi untuk
berkontraksi.
 Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding pembuluh darah besar, pada jalan
udara besar traktus respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan lensa dan
menyesuaikan ukuran pupil dan pada otot erektor pili rambut.
 Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun dalam lapisan dinding organ
berongga atau visera. Semua serabut dalam lapisan mampu berkontraksi sebagai satu
unit tunggal. Otot ini dapat bereksitasi sendiri atau miogenik dan tidak memerlukan
stimulasi saraf eksternal untuk hasil dari aktivitas listrik spontan.
3) Otot Jantung
 Merupakan otot lurik
 Disebut juga otot seran lintang involunter
 Otot ini hanya terdapat pada jantung
 Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa
istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
 Struktur mikroskopis otot jantung mirip dengan otot skelet
Gambar 1.1
Otot Rangka Otot Polos Otot Jantung
a. Kerja Otot
 Fleksor (bengkok) >< Ekstentor (meluruskan)
 Supinasi(menengadah) >< Pronasi (tertelungkup)
 Defresor(menurunkan) >< Lepator (menaikkan)
 Sinergis (searah) >< Antagonis (berlawanan)
 Dilatator(melebarkan) >< Konstriktor (menyempitkan)
 Adduktor(dekat) >< Abduktor (jauh)
2. Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang terbuat dari
fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot
dengan otot.

Gambar 1.2 Tendon


3. Ligamen
Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan jaringan elastis
penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang
diikat oleh sendi (Kozier, 2004).Beberapa tipe ligamen :
 Ligamen Tipis. Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament
kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya pergerakan.
 Ligamen jaringan elastik kuning.Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang
membungkus dan memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu dengan tulang lengan
atas.

Gambar 1.3 Ligamen

B. Skeletal
a. Tulang/ Rangka. Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang.
Tubuh kita memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting adalah
tulang belakang.Fungsi Sistem Skeletal :
1. Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.
2. Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot
yang.
3. Melekat pada tulang
4. Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan
pembentuk darah.
5. Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium daridalam darah
misalnya.
6. Hemopoesis
1. Axial Skeleton (80 tulang)
Tengkorak 22 buah tulang
Tulang cranial (8 tulang) Frontal 1
Parietal 2
Occipital 1
Temporal 2
Sphenoid 1
Ethmoid 1
Tulang fasial (13 tulang) Maksila 2
Palatine 2
Zygomatic 2
Lacrimal 2
Nasal 2
Vomer 1
Inferior nasal concha 2
Tulang mandibula (1 tlng)
Tulang telinga tengah Malleus 2 6 tulang
Incus 2
Stapes 2
Tulang hyoid1 tulang
Columna vertebrae Cervical 7 26 tulang
Thorakal 12
Lumbal 5
Sacrum (penyatuan dari 5 tl) 1
Korkigis (penyatuan dr 3-5 tl) 1
Tulang rongga thorax Tulang iga 24 25 tulang
Sternum 1
2. Appendicular Skeleton (126 tulang)
Pectoral girdle Scapula 2 4 tulang
Clavicula 2
Ekstremitas atas Humerus 2 60 tulang
Radius 2
Ulna 2
Carpal 16
Metacarpal 10
Phalanx 28
Pelvic girdle Os coxa 2 (setiap os coxa terdiri 2 tulang
dari penggabungan 3 tulang)
Ekstremitas bawah Femur 2 60 tulang
Tibia 2
Fibula 2
Patella 2
Tarsal 14
Metatarsal 10
Phalanx 28
Total 206 tulang

a) Struktur Tulang
 Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak hidup (matriks).
 Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang).
 Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam mineral.
 Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan dibentuk.
 Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel tulang dewasa).
 Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusakan tulang).
b) Jaringan tulang terdiri atas :
 Kompak (sistem harvesian matrik dan lacuna, lamella intersisialis)
 Spongiosa (trabecula yang mengandung sumsum tulang dan pembuluh darah)
c) Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya
1) Tulang Kompak
 Padat, halus dan homogen
 Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung ’yellow bone
marrow”.
 Tersusun atas unit : Osteon  Haversian System
 Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempat pembuluh
darah dan saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik (lamellae).
 Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran tipis yang disebut
periosteur, membran ini mengandung bagian luar percabangan pembuluh darah
yang masuk ke dalam tulang, Osteoblas
2) Tulang Spongiosa
 Tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut trabekula.
 Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan.
 Rongga antara trebakula terisi ”red bone marrow” yang mengandung pembuluh
darah yang memberi nutrisi pada tulang.
 Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan pada ujung tulang
lengan dan paha.
d) Klasifikasi Tulang berdasarkan Bentuknya
1) Tulang panjang, contoh: humerus, femur, radius, ulna
2) Tulang pendek, contoh: tulang pergelangan tangan dan pergelangan kaki
3) Tulang pipih, contoh: tulang tengkorak kepala, tulang rusuk dan sternum
4) Tulang tidak beraturan: contoh: vertebra, tulang muka, pelvis
e) Pembagian Sistem Skeletal
1) Axial / rangka aksial, terdiri dari :
 tengkorak kepala / cranium dan tulang-tulang muka
 columna vertebralis / batang tulang belakang
 costae / tulang-tulang rusuk
 sternum / tulang dada
2) Appendicular / rangka tambahan, terdiri dari :
a) tulang extremitas superior
 korset pectoralis, terdiri dari scapula (tulang berbentuk segitiga) dan clavicula
(tulang berbentuk lengkung).
 lengan atas, mulai dari bahu sampai ke siku.
 lengan bawah, mulai dari siku sampai pergelangan tangan.
 tangan
b) tulang extremitas inferior: korset pelvis, paha, tungkai bawah, kaki.
C. Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan antara dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen,
tendon, fasia, atau otot (Syarifudin, 2006). Fungsi utama sendi adalah untuk memberikan
gerakan fleksibel dalam tubuh.

a. Tipe-Tipe Sendi
1) Sendi Fibrosa (Sinartrodial). Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.Sendi ini
tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan tulang lainnya
dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa.Terdapat 2 tipe sendi fibrosa :
 Sutura, diantara tulang-tulang tengkorak.
 Sindesmosis, yang terdiri dari suatu membran interoseous atau suatu ligamen
diantara tulang.
Serat-serat ini memungkinkan sedikit gerakan tetapi bukan merupakan gerakan
sejati.Perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal adalah contoh sendi fibrosa.
2) Sendi Kartilaginosa (Amfiartrodial). Merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak.Sendi ini ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh tulang rawan hialin,
disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak. Ada 2 tipe sendi
kartilaginosa :
 Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang
rawan hialin. Contoh : sendi-sendi kostokondral.
 Simfisis adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki satu hubungan
fibrokartilago antara tulang selapis tipis rawan hialin yang menyelimuti
permukaan sendi. Contoh : simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung.
3) Sendi Sinovial (Diartrodial). Merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan
bebas.Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi rawan
hialin.Rongga sendi mengandung cairan sinovial, yang memberi nutrisi pada tulang
rawan sendi yang tidak mengandung pembuluh darah dan keseluruhan sendi tersebut
dikelilingi kapsul fibrosa yang di lapisi membran sinovial.Membran sinovial ini
melapisi seluruh interior sendi, kecuali ujung-ujung tulang, meniscus, dan
diskus.Tulang-tulang sendi sinovial juga dihubungkan oleh sejumlah ligamen dan
sejumlah gerakan selalu bisa di hasilkan pada sendi sinovial meskipun terbatas,
misalnya gerakan luncur antara sendi-sendi metacarpal.Ada beberapa jenis sendi
sinovial, yaitu :
 Sendi peluru, yaitu memungkinkan gerakan bebas penuh. Misalnya: persendian
panggul dan bahu.
 Sendi engsel, yaitu memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah. Contoh
: siku dan lutut.
 Sendi pelana (sendi pelana dua sumbu), yaitu memungkinkan gerakan pada dua
bidang yang saling tegak lurus. Contoh : sendi pada dasar ibu jari.
 Sendi pivot, yaitu memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas seperti
memutar pegangan pintu. Contoh : sendi antara radius dan ulna.
 Sendi peluncur, yaitu memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah. Contoh :
sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan.
b. Gerakan pada Sendi
1) Fleksi adalah gerakan yang memperkecil sudut antara 2 tulang atau 2 bagian tubuh,
seperti saat menekuk siku (menggerakkan lengan kea rah depan). Menekuk lutut
(menggerakkan tungkai kea rah belakang) atau menekuk torso kearah samping.
2) Dorsofleksi yaitu gerakan menekuk telapak kaki di pergelangan kearah depan
(meninggikan bagian dorsal kaki).
3) Plantar fleksi yaitu gerakan meluruskan telapak kaki pada pergelangan kaki.
4) Ekstensi adalah gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang atau dua bagian
tubuh.
5) Ekstensi bagian tubuh kembali ke posisi anatomis, seperti gerak meluruskan
persendian pada siku dan lutut setelah fleksi.
6) Hiperekstensi mengacu pada gerakan yang memperbesar sudut pada bagian-bagian
tubuh melebihi 180º, seperti gerakan menekuk torso atau kepala kea rah belakang.
7) Abduksi adalah gerakan bagian tubuh menjauhi garis tengah tubuh, seperti saat
lengan berabduksi.
8) Aduksi adalah gerakan bagian tubuh saat kembali ke aksis utama tubuh atau aksis
longitudinal tungkai.
9) Rotasi adalah gerakan tulang yang berputar di sekitar aksis pusat tulang itu sendiri
tanpa mengalami dislokasi lateral, seperti saat menggelengkan kepala untuk
menyatakan tidak.
10) Pronasi adalah rotasi medial lengan bawah dalam posisi anatomis, yang
mengakibatkan telapak tangan menghadap ke belakang.
11) Supinasi adalah rotasi lateral lengan bawah, yang mengakibatkan telapak tangan
menghadap ke depan.
12) Sirkumduksi adalah kombinasi dari semua gerakan angular dan berputar untuk
membuat ruang membentuk kerucut, seperti saat mengayunkan lengan membentuk
putaran. Gerakan seperti ini dapat berlangsung pada persendian panggul, bahu,
trunkus, pergelangan tangan, dan persendian lutut.
13) Inversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki
menghadap ke dalam atau ke arah medial.
14) Eversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki
menghadap ke arah luar. Gerak inversi dan eversi pada kaki sangat berguna untuk
berjalan di atas daerah yang rusak dan berbatu.
15) Protraksi adalah memajukan bagian tubuh, seperti saat menonjolkan rahang bawah
ke depan.
16) Retraksi adalah gerakan menarik bagian tubuh ke arah belakang, seperti meretraksi
mandibula, atau meretraksi girdel pektoral untuk membusungkan dada.
17) Elevasi adalah pergerakan struktur ke arah superior, seperti saat mengatupkan
mulut atau mengangkat bahu.
18) Depresi adalah menggerakkkan suatu struktur kea rah inferior, seperti saat
membuka mulut.
c. Klasifikasi Sendi Berdasarkan Tempat/Letak
1) Sendi-Sendi Kepala
a) Sendi temporomandibular, antara tulang temporal dan kepala mandibula, adlah
satu-satunya sendi kepala yang bisa bergerak dan uniknya gerakan bisa terjadi
pada tiga bidang: ke atas dank e bawah, ke depan dan ke belakang, dan dari sisi
ke sisi.
b) Fontanela anterior, merupakan fontanela terbesar dan terletak pada pertemuan
dua tulang parietal dengan tulang frontal.
c) Fontanela posterior, terdapat pada pertemuan tulang parietal dengan tulang
oksipital.
2) Sendi Batang Tubuh. Terdapat sejumlah sendi diantara semua vertebra dari servikal
kedua sampai sekrum.Sendi kartilaginosa terdapat diantara badan vertebra, dan sensi
synovial diantara lengkung vertebra.Ligamen longitudinal anterior dan posterior
membentang dari ujung atas kolumna spinalis sampai sekrum dan berfungsi
memperkuat kolumna. Ligamen yang lain terletak diantara lengkung vertebra. Di
antara tulang iga dan vertebra terdapat sendi kostovertebral yang memungkinkan
gerakan meluncur.
3) Sendi Ekstermitas Atas
a. Sendi sternoklavikular dibentuk oleh ujung sternal klavikula, manubrium sterni,
dan tulang rawan iga pertama.Sendi ini memungkinkan gerakan meluncur pada
klavikula.
b. Sendi akromioklavikular bterletak diantara ujung akromial klavikula dan
akromion scapula dan biasanya berhubungan dengan gerakan bahu.
c. Sendi bahu adalah sendi bola dan mangkuk dan merupakan sendi yang paling
bebas gerakannya pada tubuh manusia.Sendi ini dibentuk oleh kepala humerus
yang masuk ke dalam mangkuk glenoid yang kecil dan dangkal.Permukaan sendi
ini dilapisi tulang rawan dan mangkuk glenoid diperbesar dan diperdalam oleh
suatu batas firokartilago (labrum glenoid) yang melingkari mangkuk tersebut.
Tulang-tulang dihubungkan oleh kapsul ligamentosa yang longgar untuk memberi
lingkup gerak yang luas, tetapi otot-otot yang kuat akan mempertahankan tulang
pada posisinya. Tendon panjang otot bisep berfungsi sebagai ligament
intrakapsuler.tendon ini berjalan melalui alur bisipital ke dalam rongga sendi dan
cenderung mempertahankan permukaan sendi pada posisi normalnya.
d. Sendi siku adalah kombinasi sendi pelana (antara humerus dengan radius dan
ulna) dan sendi pivot (antara radius dan ulna). Terdapat ligamen yang kuat di
antara ketiga tulang tersebut dan sebuah ligament sirkular yang mempertahankan
kepala radius pada ceruk radial ulna. Ujung bawah radius juga membentuk sendi
pivot dengan ulna.
e. Sendi pergelangan tangan dibentuk oleh ujung bawah radius dengan tulang-tulang
skafoid, lunatum, dan triquetrum.Bersama dengan sendi-sendi diantara tulang
karpalia, dapat dilakukan gerakan fleksi, ekstensi, aduksi, abduksi, dan
sirkumduksi.
f. Sendi-sendi metakarpofalangeus juga dapat melakukan semua gerakan seperti
sendi pergelangan tangan, tetapi sendi-sendi interfalangeus merupakan sendi
pelana dan hanya memberi gerakan fleksi dan ekstensi.
4) Sendi Ekstermitas Bawah
a. Sendi sakroiliaka merupakan sendi sinovial yang memungkinkan sedikit gerakan
rotasi ketika batang tubuh melakukan fleksi dan ekstensi.
b. Simfisis pubis merupakan sendi tulang rawan yang sangat sedikit gerakannya.
c. Sendi pinggul (pangkal paha) merupakan sendi bola dan mangkuk yang dibentuk
oleh kepala femur yang masuk ke dalam asetabulum yang berbentuk mangkuk.
d. Sendi lutut merupakan sendi terbesar pada tubuh manusia yang merupakan
gabungan dari sebuah sendi kondilar yang terjadi antar kondilus femur dan tibia
dan sebuah sendi plana antara patela dan femur. Gerakan sendi lutut yang
terutama adalah fleksi dan ekstensi.
e. Sendi tibiofibular atas merupakan sendi plana sinovial yang memungkinkan
sedikit gerakan meluncur sedangkan pada ujung bawah kedua tulang tersebut
sedikit rotasi fibula ketika sendi pergelangan kaki bergerak.
f. Sendi pergelangan kaki merupakan sendi plana yang dibentuk oleh tibia, fibula,
dan talus. Gerakan sendi ini adalah fleksi dan ekstensi yang disebut
dorsifleksi(mengangkat kaki) dan fleksi plantar (mengangkat tumit).
Gambar 1.4 Sendi

1.2 Definisi Penyakit


Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada
infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne
C, 2002).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan
oleh bakteri, virus atau proses spesifik (Mansjoer, 2000).Osteomielitis adalah infeksi akut
tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau
yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen)
(Corwin, 2001).
1.3 Epidemilogi
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada
bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang
tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan
fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi
neonatal adalah sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel
sabit adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus
per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas
osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang
mendasari. (Randall, 2011)
1.4 Etiologi
a. Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:
 Bakteri
Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus
aureus (70 %-80 %), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli,
Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
 Virus
 Jamur
 Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
b. Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara yaitu:
 Aliran darah
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus
infeksi di tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi). Aliran
darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Pada anak-
anak, infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan. Sedangkan pada
orang dewasa biasanya terjadi pada tulang belakang dan panggul. Osteomyelitis akibat
penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma.
 Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka, cedera
traumatik seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda yang
tercemar yang menembus tulang.
 Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak Infeksi
pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari
atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan
karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh
jeleknya pasokan darah (misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya
awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat.
Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan
baik. Osteomyelitis kronis akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan
kehilangan ekstremitas.Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan,
manusia atau penyuntikan intramuskular dapat menyebabkan osteomyelitis eksogen.
Osteomyelitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri, maupun virus, jamur, dan
mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang
menderita artritis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, menjalani pembedahan
ortopedi, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, juga beresiko mengalami
osteomyelitis.
1.5 Klasifikasi
1) Menurut kejadiannya osteomielitis ada 2 yaitu :
a. Osteomyelitis primer penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme
berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
b. Osteomyelitis sekunder terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat
dari bisul, luka, fraktur, dan sebagainya (Mansjoer, 2000).
2) Osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
a. Osteomyelitis akut
 Nyeri daerah lesi
 Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
 Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
 Pembengkakan local
 Kemerahan
 Suhu raba hangat
 Gangguan fungsi
 Lab: anemia, leukositosis
Osteomielitis Akut terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Osteomielitis hematogen
Merupakan infeksi yang penyebarannya berasal dari darah. Osteomielitis
hematogen akut biasanya disebabkan oleh penyebaran bakteri darah dari daerah yang
jauh. Kondisi ini biasannya terjadi pada anak-anak. Lokasi yang sering terinfeksi biasa
merupakan daerah yang tumbuh dengan cepat dan metafisis menyebabkan thrombosis
dan nekrosis local serta pertumbuhan bakteri pada tulang itu sendiri. Osteomielitis
hematogen akut mempunyai perkembangan klinis dan onset yang lambat.
b. Osteomielitis direk
Disebabkan oleh kontak langsung dengan jaringan atau bakteri akibat trauma atau
pembedahan. Osteomielitis direk adalah infeksi tulang sekunder akibat inokulasi
bakteri yang menyebabkan oleh trauma, yang menyebar dari focus infeksi atau sepsis
setelah prosedur pembedahan. Manifestasi klinis dari osteomielitis direk lebih
terlokasasi dan melibatkan banyak jenis organisme.
b. Osteomielitis sub-akut
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi pertama atau sejak
penyakit pendahulu timbul.
c. Osteomyelitis kronis
 Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
 Gejala-gejala umum tidak ada
 Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
 Lab = LED meningkat
1.6 Patofisiologi/Patologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin,
nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
(akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau
infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan. Osteomielitis awitan lama(stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada
tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan
tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke
bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali
bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar.
Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak.
Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun
tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap
rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe
kronis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
1.7 Manifestasi Klinis
1) Infeksi dibawa oleh darah
 Biasanya awitannya mendadak.
 Sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
 tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).
2) Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang
 Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.
3) Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung
 Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
4) Osteomyelitis kronik
Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode
berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
1.8 Komplikasi
Penyakit infeksi dapat menimbulkan komplikasi dini dan lanjut. Komplikasi dini dapat
berupa pembentukan abses jaringan lunak dan arthritis septik, sementara itu komplikasi
lanjutnya berupa osteomielitis kronis, fraktur patologis, kontraktur sendi dan gangguan
pertumbuhan tulang (Smeltzer & Bare).
Menurut Arif muttaqin (2008) :
1. Septikemia. Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang memadai, kematian
akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan
2. Infeksi yang bersifat metastatik. Infeksi dapat bermetastasis ke tulang sendi lainnya
,otak dan paru-paru, dapat bersifat multifokal, dan biasanya terjadi pada klien dengan
gizi buruk
3. Artitis supuratif. Dapat terjadi pada bayi karena lempng epifisis bayi belum berfungsi
dengan baik.
4. Gangguan pertumbuhan. Osteomilitis hematogen akut pada bayi dapat menyebabkan
kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan, tulang yang
bersangkutan menjadi lebih pendek
1.9 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif mansjoer dkk (2002):
1. Pemeriksaan laboratarium: pada fase akut ditemukan CRP yang meninggi, laju
endap darah (LED ) yang meninggi dan leukositosis.
2. Pemeriksaan Radiologik: pada fase akut gambaran radiologik tidak menunjukkan
kelainan, pada fase kronik ditemukan suatu involukrum dan sekuester.
3. Pemeriksaan darah.Sel darah putih meningkat sampai 30.000 g/dl disertai dengan
peningkatan laju endap darah.
4. Pemeriksaan feses.Pemeriksaan feses untuk kultur, dilakukan apabila terdapat
kecurigaan infeksi bacteri oleh salmonella.
5. Bone scan.Pada pemeriksaan sidik tulang dengan menggunakan tehcnetum-99
maka akan terlihat gambaran abnormal dari tulang berupa peningkatan uptake pada
daerah yang aliran darahnya meningkat dan daerah pembentukan tulang yang cepat.
Dengan sidik tulang ini juga dapat ditemukan atau ditentukan lokasi terjadinya
infeksi atau dapat juga dengan menggunakan gallium.Biasanya dilakukan sebelum
rontgen.
6. X-ray.Pada fase akut belum terlihat kelainan-kelainan patologis pada tulang dan
hanya dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak saja, setelah lebih dari 10
hari baru ada perubahan pada gambar x-ray yaitu gambaran “Brodis abscess”
(Rosyidi, 2013).
7. Biopsi Tulang. Mengidentifikasi organisme penyebab.
1.10 Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
Sasaran awal adalah untuk mengontrol dan memusnahkan proses infeksi (Baughman,
2000).
1. Imobilisasi area yang sakit : lakukan rendam salin normal hangat selama 20 menit
beberapa kali sehari.
2. Kultur darah : lakukan swab abses untuk mengindentifikasi organisme dan memilih
antibiotik.
3. Terapi antibiotik intravena sepanjang waktu.
4. Berikan antibiotik peroral jika infeksi tampak dapat terkontrol : teruskan selama 3
bulan.
5. Bedah debridement tulang jika tidak berespon terhadap antibiotic pertahankan
terapi antibiotik tambahan.
Sasaran utamanya adalah pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal dapat
menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada
mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap
lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis
pascaoperasi.Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang
memadai saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat
membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden infeksi
superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis.
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan
mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit
beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah. Sasaran awal terapi adalah
mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses
dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik.
Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika intravena,
dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi
sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke
daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus
menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang
terus menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang
diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah
terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk
meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah
itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibitika
dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen
bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli
bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang
untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization).
Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi
penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang
tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari.
Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris.
Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi
samping dengan pemberian irigasi ini. Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan
graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar,
rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu
otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik
bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian
akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat
dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat
melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi
interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
Clinical Pathway
Bakteri, virus, jamur, mikroorganisme lain

Invasi mikroorganisme dari tempat lain yang Fraktur terbuka


beredar melalui sirkulasi darah

Invasi kuman ke tulang dan sendi Kerusakan PD


Masuk ke juksta epifisis tulang panjang

Ostemie litis

Pre operatif Intra operasi Post Op

Tindakan pembedahan Luka insisi


Kerusakan jaringan tulang Proses Krisis
Bedrest Luka post op
inflamasi:hipertermia, situasional
Kontak langsung
pembengkakan, Kehilangan cairaan dengan patogen
Infeksi berlebihan gangguan fungsi, ekstra sel ke jaringan dan nonpatogen
Ketidakpahaman ↓ kemampuan Agen cidera fisik
pembentukan pus dan yang rusak
kerusakan integritas prosedur pembedahan gerak
Pembentukan abses tulang Resiko infeksi area
jaringan Merangsang
pembedahan
Resiko syok nosiseptor
Ansietas Hambatan
Perubahan bentuk tulang ↑ jaringan tulang dan medula mobilitas
fisik Nyeri dipresepsikan

↓ kemampuan gerak Iskemia&nekrosis tulang


Nyeri akut
Pembentukan abses Involukrum (pertumbuhan tulang
Hambatan mobilitas fisik tulang baru), pengeluaran pus dari luka

Nyeri akut Kerusakan


integritas kulit
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN
1. Anamnesis
a. Identitas
Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomer register, tanggal masuk rumah sakit, dan agnosis medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus osteomielitis adalah nyeri
hebat. Untuk memperolehpengkajian yang lengkap tentang nyeri klien,
maka dapat menggunakan metode PQRST
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma faktur terbuka (kerusakan pembuluh
darah, edema, hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar
sehingga pada fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi), riwayat
operasi tulang dengan pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal
(invasi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah) dan pada
osteomielitis kronis penting ditanyakan apakah pernah mengalami
osteomielitis akut yang tidak diberi perawatan adekuat sehingga
memungkinkan terjadinya proses supurasi di tulang.
d. Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako-
lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis.Dapat
ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-
obatan, pengobatan dengan imunosupresif.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Tingkat kesadaran (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis
yang bergantung pada keadaan klien).
2) Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan
pada kasus osteomielitis biasanya akut).
3) Tanda-tanda vital tidak normal terutama pada osteomielitis dengan
komplikasi septikimia.
b. Sistem Tubuh
a) B1 (Breathing).
Pada inspeksi, didapat bahwa klien osteomielitis tidak mengalami
kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, ditemukan taktil fremitus
seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak didapat suara
napas tambahan.
b) B2 (Blood). Pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi
menunjukan nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi,
didapatkan S1 dan S2 tunggal, tidak ada mundur.
c) B3 (Brain). Tingkat kesadaran biasanya kompos mentis.
Pemeriksaan saraf cranial :
1) Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman.
2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan normal.
3) Saraf III,IV,dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor.
4) Saraf V. Klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada
otot wajah dan reflex kornea tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak da deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
10) Pemeriksaan reflex : Biasanya tidak terdapat reflex
patologis.
d) B4 (Bladder)
Pengkajian keadaan urine meliputi warna, jumlah, karakteristik dan
berat jenis.Biasanya klien osteomielitis tidak mengalami kelainan
pada system ini.
e) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen; Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi: Turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi: Suara timpani,
ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi: Peristaltik usus normal
(20 kali/menit). Inguinal-genitalia-anus: Tidak ada hernia, tidak
ada pembesaran limfe,tidak ada kesulitan defekasi.Pola nutrisi dan
metabolisme.:Klien osteomielitis harus mengonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-hari,seperti kalsium, zat besi, protein,
vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
infeksi tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terauma kalsium atau
protein.Masalah nyeri pada osteomielitis menebabkan klien kadang
mual atau muntah sehingga pemenuhan nutrisi berkurang. Pola
eliminasi: Tidak ada gangguan pola eliminasi, tetapi tetap perlu
dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feces. Pada pola
berkemih, dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlah
urine.
f) B6 (Bone)
Adanya osteomielitis kronis dengan proses supurasi di tulang dan
osteomielitis yang menginfeksi sendi akan mengganggu fungsi
motorik klien. Kerusakan integritas jaringan pada kulit karena
adanya luka disertai dengan pengeluaran pus atau cairan bening
berbau khas. Pengkajian khusus pada pemeriksaan muskuloskeletal
adalah :
1) Look
Pada osteomielitis hematogen akut akan ditemukan gangguan
pergerakan sendi karena pembengkakan sendi dan gangguan
bertambah berat bila terjadi spasme local. Gangguan
pergerakan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi sendi atau
infeksi sendi (arteritis septik). Secara umum, klien osteomielitis
kronis menunjukkan adanya luka khas yang disertai dengan
pengeluaran pus atau cairan bening yang berasal dari tulang
yang mengalami infeksi dan proses supurasi. Manifestasi klinis
osteomielitas akibat fraktur terbuka biasanya berupa demam,
nyeri, pembengkakan pada daerah fraktur, dan sekresi pus pada
luka.
2) Move
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(Mobilitas) atau tidak.Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif.Pemeriksaan yang didapat adalah adanya
gangguan/keterbatasan gerak sendi pada osteomielitis akut.
3) Feel
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada panas apa area sekitar.
Tanda terjadinya infeksi adalah munculnya panas pada area
luka.
c. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1) Pola nutrisi : mengetahui pola makan (nafsu makan menurun,
mual/muntah, berat badan menurun).
2) Pola eliminasi : mengetahui pola dan frekuensi eliminasi.
3) Pola personal hygiene : mengetahui kebiasaan pasien dalam
melakukan kebersihan diri dan kemungkinan faktor predisposisi
osteo mielitis.
4) Pola aktivitas dan istirahat : mengetahui aktivitas sehari-hari yang
biasa dilakukan pasien serta keadaan pasien (keletihan, kelemahan,
malaise, produktifitas, toleransi terhadap latihan, dan kebutuhan
untuk istirahat).
5) Pola seksualitas : mengetahui kemungkinan terjadinya penurunan
fungsi seksual, perubahan menstruasi, serta impotent.
6) Pola psikososial dan spiritual :keyakinan akan mempengaruhi
pemilihan pengobatan, seperti penolakan terhadap transfusi darah.
7) Keadaan sosial ekonomi : mengetahui kemampuan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan pasien saat perawatan di RS.
d. Pemeriksaan penunjang : membantu dalam penagakan diagnosis dan
interfensi yang akan dilakukan
3. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan
Pre operatif
1 Ansietas berhubungan dengan ketidakpahaman proses pembedahan
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respon otonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu) perasaan yang takut disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahay. Hal ini merupakan isyarat kepawasdaan yang memperingatkan
individu akan adanya bahaya dan memampukan individu bertindak
menghadapi ancaman
2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskleletal dan gangguan neuromuskular (00085)
Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik atau lebih ekstremitas secara
mandiri dan terarah
3 Nyeri akut berhubungan dengan kompresi/ perubahan tempat jaringan
otak dan peningkatan tekanan intrakranial(00132)
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
berkaitan kerusakan jaringan aktual atau potensial dengan intensitas
ringan hingga berat, dengan berakhirnya dapat diprediksi kurang dari 3
bulan
Intra operatif
1 Risiko Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan (00205)
Definisi:rentang mengalami ketikcukupan aliran darah kedaerah tubuh,
yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa,
yang dapat mengganggu kesehatan
2 Risiko Infeksi Area Pembedahan berhubungan dengan prosedur
invasif (00266)
Definisi: Rentan terhadap invasi 27rganism patogenik pada area
pembedahan, yang dapat mengganggu kesehatan
Post operatif
1 Nyeri akutberhubungan dengan agens cidera fisik: luka post operasi
(00132)
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
berkaitan kerusakan jaringan aktual atau potensial dengan intensitas
ringan hingga berat, dengan berakhirnya dapat diprediksi kurang dari 3
bulan
2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskleletal dan gangguan neuromuskular (00085)
Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik atau lebih ekstremitas secara
mandiri dan terarah
3 Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (00004)
Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi 28rganism
patogenik yang dapat menggangu kesehatan
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Pre Operatif
1 Ansietas Tingkat kecemasan (1211) NIC: Pengurangan kecemasan (5820)
berhubungan No Indikator Awa Tujuan 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
dengan . l 1 2 3 4 5 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien
ancaman status 1. Tidak dapat istirahat 2 √ 3. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan
terkini 2. Perasaan gelisah 2 √ dirasakan yang mungkin akan dialami klien selama
prosedur dilakukan
3. Wajah tegang 2 √ 4. Pahami situasi krisis yang terjadi dari perspektif klien
4. Rasa takut yang 5. Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan
disampaikan secara 2 √ dan prognosis
lisan 6. Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan
5. Rasa cemas yang mengurangi ketakutan
disampaikan secara 2 √ 7. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan
lisan cara yang tepat
8. Berikan objek yang menunjukkan perasaan aman
Keterangan:
9. Lakukan usapan pada punggung/leher dengan cara
1. Berat
yang tepat
2. Cukup berat
10. Dorong aktivitas yang tidak kompetitif secara tepat
3. Sedang
11. Dengarkan klien
4. Ringan
12. Ciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatkan
5. Tidak ada
kepercayaan
13. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan ketakutan
14. Identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat
kecemasan
15. Berikan aktivitas pengganti yang bertujuan untuk
mengurangi tekanan
16. Bantu klien mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
17. Dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai
18. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
19. Kaji untuk tanda verbal dan non verbal kecemasan
2 Hambatan Ambulansi (0200) Exercise therapy (0221)
mobilitas fisik Tujuan 1. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
No. Indikator Awal
berhubungan 1 2 3 4 5 2. Ajarkan bagaimana latihan yang diperlukan
dengan Menopang berat 3. Anjurkan pasien untuk rutin latihan
gangguan 1. 1 √ 4. Monitor perkembangan kemampuan aktivitas pasien
badan
muskuloskleleta Berjalan dengan 5. Anjurkan keluarga juga berpartisipassi dalam program
l dan gangguan 2. 1 √ latihan pasien
langkah yang efektif
neuromuskular Berjalan dengan
(00085) 3. 1 √
pelan
Berjalan dengan
4. 1 √
kecepatan sedang
Berjalan dengan
5. √
cepat
Berjalan dengan
6. jarak dekat (< 1 blok/ 1 √
20 m)
Berjalan dengan
7. jarak sedang ( 1 1 √
blok < 5 blok)
Berjalan dengan
8 jarak jauh (5 blok 1 √
atau lebih).
Berjalan mengelilingi
9. 1 √
kamar
Keterangan:
1= sangat terganggu
2= banyak terganggu
3= cukup terganggu
4= sedikit terganggu
5= tidak terganggu
3 Nyeri akut Pain control (1605) Pain management (1400)
berhubungan Tujuan 1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik,
No. Indikator Awal
dengan 1 2 3 4 5 durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi)
kompresi/ Mengenali Kapan 2. Beri penjelasan mengenai penyebab nyeri
perubahan 1. 3 √ 3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
nyeri terjadi
tempat jaringan Menggambarkan 4. Segera immobilisasi daerah fraktur
otak dan 2. 3 √ 5. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
faktor penyebab
peningkatan Menggunakan 6. Ajarkan pasien tentang alternative lain untuk mengatasi
tekanan tindakan dan mengurangi rasa nyeri
intrakranial(001 3. 2 √ 7. Ajarkan teknik manajemen stress misalnya relaksasi
pengurangan nyeri
32) tanpa analgesik nafas dalam
Melaporkan 8. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian
perubahan terhadap obat analgeik sesuai indikasi
4. gejala nyeri pada 3 √
profesional
keseha an
Melaporkan nyeri
5. 3 √
yang terkontrol
Menggu aka
6. a algesik yang 2 √
direkomendasikan
Keterangan:
1= Tidak pernah menunjukkan
2= Jarang menunjukkan
3= Kadang-kadang menunjukkan
4= Sering menunjukkan
5= Secara konsisten menunjukkan
Intra Operatif
4 Risiko Syok Keparahan syok: Hipovelemik (0419) Penegahan syok (4260)
hipovolemik Tujuan 1. Monitor terhadap adanya respon kompensasi awal syok
No. Indikator Awal
berhubungan 1 2 3 4 5 (misalnya, tekanan darah normal, tekanan nadi
dengan Penurunan tekanan melemah, hipotensi ortostatik ringan, ( 15 sampai 25
1. 3 √
perdarahan nadi perifer mmHg), perlambatan pengisian kapiler, pucat/dingin
(00205) Penurunan tekanan pada kulit atau kubt kemerahan, takipnea ringan, mual
2. 3 √ dan muntah, peningkatan rasa haus, dan kelemahan)
darah sistolik
Penurunan tekanan 2. Monitor terhadap adanya tanda-tanda respon sindroma
3. 2 √ inflamasi sistemik (misalnya., peningkatan suhu,
darah diastolik
Melambatnya waktu takikardi, takipnea, hipokarbia, leukositosis,
4. 2 √ leukopenia)
pengisian kapiler
5. Nadi lemah dan halus 3 √ 3. Monitor terhadap adanya tanda awal reaksi alergi
Meningkatnya laju (misalnya, rhinitis, mengi, stridor, dipsnea, gatal-gatal
6 3 √ disertai kemerahan, angiodema pada kulit, gangguan
nafas
Akral dingin, kulit saluran pencernaan, nyeri abdomen, diare, cemas dan
7. 3 √ gelisah)
lembab/basah
8. Pucat 2 √ 4. Monitor terhadap adanya tanda awal dari penurunan
Respon pupil fungsi jantung (misalnya, penurunan CO dan urin
9. 3 √ output, peningkatan SVR dan PCWP, bunyi crackles
melambat
Meningkatnya laju pada paru, bunyi jantung S, dan S, dan takikardia)
10 2 √ 5. Monitor status sirkulasi (misalnya., tekanan darah,
jantung
Keterangan : warna kuht, temperatur kulit, bunyi jantung, nadi dan
1= berat irama, kekuatan dan kualitas nadi perifer, dan
2= cukup berat pengisian kapiler)
3= sedang 6. Monitor tekanan oksimetri
4= ringan 7. Monitor suhu dan status respirasi
5= tidak ada 8. Monitor EKG
Reaksi transfusi darah (0700) 9. Monitor berat badan, masukan dan keluaran setiap hari
10. Monitor hasil laboratorium, terutama nilai Hgb dan
No. Indikator Awal Tujuan
Hct, profil pembekuan, AGO, laktat, elektrolit, kultur
1 2 3 4 5
dan kimia darah
1. Napas pendek 3 √
11. Monitor parameter hemodinamik invasif (misalnya.,
2. Penurunan tekanan
3 √ CVP, MAP dan saturasi oksigen arteri/campuran
darah
vena}. Sesuai kebutuhan
3. Demam 3 √ 12. Monitor C02 dengan tonometry sublingal atau gastrik,
4. Menggigil 3 √
5. Hemoglobinuria 3 √ sesuai
13. Berikan dan pertahankan kepatenan jalan napas, sesuai
Keterangan: kebutuhan
1. Berat 14. Berikan cairan melalui IV dan atau oral, sesuai
2. Cukup berat kebutuhan
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

5 Risiko Infeksi Kontrol Risiko: Proses Infeksi (1924) NIC: Kontrol infeksi: Intraoperatif (6545)
Area Tujuan 1. Bersihkan debu dan permukaan mendatar dengan
No. Indikator Awal
Pembedahan 1 2 3 4 5 pencahayaan di ruang operasi
berhubungan Mengidentifikasi 2. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 20° dan 24° C
dengan prosedur 1. √ 3. Monitor dan jaga kelembaban relatif antara 20% dan
factor risiko infeksi
invasif (00266) Mengenali 33actor 60%
2. resiko individu terkait √ 4. Monitor dan jaga aliran udara yang berlapis
infeksi 5. Batasi dan kontrol lalu lalang pengunjung
Mengetahui 6. Verifikasi bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan
3. konsekuensi terkait √ dengan tepat
infeksi 7. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan universal/
Mengidentifikasi UniversalPrecautions
4. √ 8. Pastikan bahwa personil yang akan melakukan
tanda gejala infeksi
5. Mencuci tangan √ tindakan operasi mengenakan pakaian yang sesuai
9. Lakukan rancangan tindakan isolasi yang sesuai
Keterangan: 10. Monitor teknik isolasi yang sesuai
1. Tidak menunjukan 11. Verifikasi keutuhan kemasan steril
2. Jarang menunjukan 12. Verifikasi indikator indikator sterilisasi
3. Kadang-kadang menunjukan 13. Buka persediaan peralatan steril dengan menggunakan
4. Sering menunjukkan teknik aseptik
5. Secara konsisten menunjukan 14. Sediakan sikat, jubah, dan sarung tangan, sesuai
kebijakan institusi
15. Bantu pemakaian jubah dan sarung tangan anggota tim
16. Bantu mengenakan pakaian pasien, memastikan
perlindungan mata, dan meminimalkan tekanan
terhadap bagian-bagian tubuh tertentu
17. Pisahkan alat-alat yang steril dan non steril
18. Monitor area yang steril untuk menghilangkan
kesterilan dan penentuan waktu istirahat yang benar
sesuai indikasi
19. Jaga keutuhan kateter dan jalur intravaskular
20. Periksa kulit dan jaringan di sekitar lokasi pembedahan
21. Letakkan handuk basah untuk mencegah penyatuan
cairan antimikroba
22. Oleskan salep antimikroba pada lokasi pembedahan
sesuai kebijakan
23. Angkat handuk basah
24. Dapatkan kultur jaringan jika diperlukan
25. Batasi kontaminasi yang terjadi
26. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
27. Jaga ruangan tetap rapi dan teratur untuk membatasi
kontaminasi
28. Pakai dan amankan pakaian pakaian bedah
29. Angkat penutup beserta barang-barang yang lain untuk
membatasi kontaminasi
30. Bersihkan dan sterilkan instrumen dengan baik
31. Koordinasikan pembersihan dan persiapan ruang
operasi untuk pasien berikutnya
Post operatif
6 Nyeri Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
akutberhubunga No. Indikator Awal Tujuan 1. Identifikasi faktor penyebab nyeri dan berikan informasi
n dengan agens 1 2 3 4 5 mengenai penyebab nyeri
cidera fisik: 1. Mengenali kapan nyeri 2. Beri dukungan kepada pasien untuk bisa menahan nyeri
luka post 3 √ 3. Lakukan kompres hangat pada daerah perut dan
terjadi
operasi 2. Menggunakan punggung
(00132) tindakan pengurangan 3 √ 4. Kendalikan faktor yang mempengaruhi pasien terhadap
dengan analgesik ketidaknyamanan (misalnya lingkungan tempat tidur,
3. Menggunakan pencahayaan dan suhu ruangan)
pengurangan nyeri 3 √ 5. Kolaborasi pemberian analgesik
tanpa analgesik
4. Melaporkan nyeri
3 √
yang terkontrol

Keterangan:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan
7 Hambatan Ambulansi (0200) Exercise therapy (0221)
mobilitas fisik Tujuan 6. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
No. Indikator Awal
berhubungan 1 2 3 4 5 7. Ajarkan bagaimana latihan yang diperlukan
dengan Menopang berat 8. Anjurkan pasien untuk rutin latihan
gangguan 1. 1 √ 9. Monitor perkembangan kemampuan aktivitas pasien
badan
muskuloskleleta Berjalan dengan 10. Anjurkan keluarga juga berpartisipassi dalam program
l dan gangguan 2. 1 √ latihan pasien
langkah yang efektif
neuromuskular Berjalan dengan
(00085) 3. 1 √
pelan
Berjalan dengan
4. 1 √
kecepatan sedang
Berjalan dengan
5. √
cepat
Berjalan dengan
6. jarak dekat (< 1 blok/ 1 √
20 m)
7. Berjalan dengan 1 √
jarak sedang ( 1
blok < 5 blok)
Berjalan dengan
8 jarak jauh (5 blok 1 √
atau lebih).
Berjalan mengelilingi
9. 1 √
kamar
Keterangan:
1= sangat terganggu
2= banyak terganggu
3= cukup terganggu
4= sedikit terganggu
5= tidak terganggu

8 Risiko Infeksi Keparahan infeksi (0703) Kontrol Infeksi (6540)


berhubungan No Indikator Awal Tujuan 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunkan
dengan prosedur . 1 2 3 4 5 untuk setiap pasien
invasif (00004) 1. Kemerahan 2. Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protokol
2 √ institusi
2. Cairan/luka yang 3. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
2 √ memasuki dan meninggalkan pasien
berbau busuk
3. Ketidakstabilan 4. Batasi jumlah pengunjung
2 √ 5. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
suhu
4. Perawatan daerah (area) sayatan (3440)
Nyeri 2 √ 1. Periksa daerah sayatan terhadap kemerahan, bengkak,
5. atau tanda-tanda dehiscience atau eviserasi
Lethargy 2 √ 2. Monitor proses penyembuhan di daerah sayatan
6. 3. Monitor daerah sayatan untuk tanda-tanda dan gejala
Hilang nafsu makan 3 √ infeksi
7. Peningkatan jumlah 4. Berikan salep antiseptic
2 √ 5. Gunakan pakaian yang sesuai untuk melindungi sayatan
sel darah putih
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk, 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Medica


Aesculapius.
Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn.2000.Keperawatan Medikal Bedah
BukuSaku untuk Brunner dan Suddarth.Edisi 1. Alih Bahasa: Yasmin Asih.
Editor Monica Ester, Jakarta : EGC.
Brunner dan Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta: EGC.
Bulechek, G. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).6th Edition.
Missouri:Elseiver Mosby.
Corwin, J.E. 2001.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Ed. Herman T.H and Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing
Diagnosis, Definition and Clasification 2015-2017. EGC. Jakarta.
Gibson, John. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2003.
Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. 2004. Buku Ajar Keperawatan Klinis
Eds 5. Jakarta : EGC
Kurniawan, K. E. dan Paramita, P. R. W. 2012. Osteomielitis. Bali: Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Usada Bali
Moorhead, S. (2013).Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of
Health Outcomes.5th Edition. Missouri: Elsevier Saunder
Mutataqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pearce, Evelyn. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1992.
Potter perry. 2006. Fundamental keperawatan ed 2. Jakarta: EGC.
Price,S.A. & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC
Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in
Emergency Medicine. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall
Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Rosyidi, K. 2013. Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media.
Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2003.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002.Buku Ajar Keperawatan
MedikalBedah Brunner dan Suddarth(Ed.8, Vol. 1,2). Alih bahasa oleh
AgungWaluyo...(dkk). Jakarta: EGC.
Syarifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai