Anda di halaman 1dari 27

Nama-nama Imam Ahli Qira’at Al Qur’an

Posted on May 15, 2013 by Jumal Ahmad

9 Votes

Al Qurraa’ As Sab’ah (Tujuh Ahli Qira’at) yang terkenal, yang


disebutkan oleh Abu Bakr bin Mujahid rahimahullah, dan dikhususkan
penyebutan dikarenakan mereka –menurut Abu Bakr bin Mujahid-
terkenal dengan ketelitian, amanah, dan lamanya mereka dalam
menggeluti ilmu Qira’at, dan kesepakatan pendapat para Ulama untuk
mengambil Qira’at dari mereka. Mereka itu adalah sebagai berikut:
Pertama: Abu ‘Amr bin Al ‘Alaa’, gurunya para perawi.
Dia adalah Ziyad bin Al ‘Alaa’ bin ‘Ammar Al Mazini Al
Bashri rahimahullah. Ada yang mengatakan bahwa namanya
adalah Yahya, ada lagi yang mengatakan bahwa namannya adalah
kunyahnya (Kunyah: nama yang didahului dengan kata Abu atau
Ibnu). Dia wafat di Kufah pada tahun 154 H. Dan dua orang yang
meriwayatkan Qira’at darinya adalah: Ad Duuriyy dan As Suusiyy.
Adapun Ad Duuriyy dia adalah Abu ‘Umar Hafsh bin ‘Umar bin ‘Abdil
‘Aziz Ad Duuriyy An Nahwi rahimahullah. Ad Duur adalah nama
sebuah tempat di Baghdad. Dia wafat pada tahun 246 H. Sedangkan
As Suusiyy adalah Abu Syu’aib Shalih bin Ziyad bin ‘Abdillah As
Suusiyy rahimahullah, wafat tahun 261 H.
Kedua: Ibnu Katsir Al-Makky (bukan Ibnu Katsir ahli tafsir).
Deliau adalah ‘Abdullah bin Katsir Al Makkiy.
Dia adalah salah seorang Tabi’in, dan wafat di Makkah tahun 120 H.
Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya adalah: Al
Bazzi dan Qunbul. Adapun Al Bazziyy dia adalah Ahmad bin
Muhammad bin ‘Abdillah bin Abi Bazzah Al Muadzin Al
Makkiyrahimahullah, dan memiliki nama kunyah Abul Hasan, wafat du
Makkah tahun 250 H.
Adapun Qunbul dia adalah Muhammad bin ‘Abdirrahman bin
Muhammad bin Khalid bin Sa’id Al Makki Al Makhzumi rahimahullah,
dan memiliki nama kunyah Abu ‘Amr, dan dijuluki Qunbul. Ada yang
mengatakan:”Mereka adalah Ahlul Bait di Makkah yang dikenal
dengan Al Qanabilah.”. Dia (Qunbul) wafat di Mekah tahun 291H.
Ketiga: Nafi’ Al Madani rahimahullah,
Sia adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin ‘Abdirrhaman bin Abi Nu’aim Al
Laitsiy, berasal dari Ashfahan, dan wafat di Madinah tahun 169 H.
Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya
adalah:Qaaluun dan Warasy. Adapun Qaaluun dia adalah ‘Isa bin
Mainaa Al Madani rahimahullah seorang pengajar bahasa Arab, dan
memiliki nama kunyah Abu Musa, dan Qaaluun adalah julukannya.
Dan diriwayatkan bahwa Nafi’ menjulukinya dengan julukan tersebut
karena bagusnya bacaannya. Karena kata “Qaaluun” dalam bahasa
Romawi berarti bagus. Dia wafat di Madinah tahun 220 H.
Sedangkan Warasy dia adalah ‘Utsman bin Sa’id bin Al
Mishri rahimahullah, memiliki nama kunyah Abu Sa’id, dan Warasy
adalah nama julukannya. Dia dijuluki dengan julukan tersebut ada
yang mengatakan karena kulitnya yang sangat putih. Dia wafat di
Mesir tahun 197 H.
Kempat: Ibnu ‘Amir Asy Syaami
Dia adalah ‘Abdullah bin ‘Amir Al Yahshubiy, seorang hakim di
Dimasyq (Damaskus) pada masa kekhalifahan Al Walid bin ‘Abdil
Malik. Dia diberi nama kunyah Abu ‘Imraan, dan dia termasuk salah
seorang Tabi’in. Dia wafat di Dimasyq tahun 118 H. Dua orang yang
meriwayatkan Qira’at darinya adalah: Hisyam dan Ibnu Dzakwan.
Adapun Hisyam dia adalah Hisyam bin ‘Ammaar bin Nashir Al Qaadhi
Ad Dimasyqi rahimahullah diberi nama kunyah Abul Walid, dan dia
wafat di sana pada tahun 240 H.
Sedangkan Ibnu Dzakwan dia adalah ‘Abdullah bin Ahmad bin Basyir
bin Zakwan Al Qurasi Ad Dimasyqi rahimahullah, dan diberi nama
kunyah Abu ‘Amr. Dia lahir tahun 173 dan wafat di Dimasyq
(Damaskus) tahun 242 H.
Kelima: ‘Ashim Al Kuufi
Dia adalah ‘Ashim bin Abi An Najuud, ada yang menamainya Ibnu
Bahdalah, Abu Bakr dan dia adalah salah seorang Tabi’in. Wafat di
Kufah tahun 128 H. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya
adalah: Syu’bah dan Hafsh. Adapun Syu’bah dia adalah Abu Bakr
bin Syu’bah bin ‘Abbas bin Salim Al Kuufiyrahimahullah, wafat di
Kufah pada tahun 193 H.
Sedangkan Hafsh dia adalah Hafsh Sulaiman bin Al Mughirah Al
Bazzaz Al Kuufiyrahimahullah, diberi nama kunyah Abu ‘Amr, dan dia
adalah orang yang tsiqah (kredibel). Ibnu
Ma’in rahimahullah berkata:”Dia lebih menguasai qira’at dibandingkan
dengan Abu Bakr”. Dia wafat tahun 180 H.
Keenam: Hamzah Al Kuufi
Dia adalah Hamzah bin Habib bin ‘Imarah az-Zayyat Al Faradhi at-
Taimiy, diberi nama kunyah Abu ‘Imarah. Dia wafat di Bahlawan pada
masa kekhilafahan Abu Ja’far Al Manshur tahun 156 H. Dua orang
yang meriwayatkan Qira’at darinya adalah: Khalaf dan Khalad.
Adapun Khalaf dia adalah Khalaf bin Hisyam Al Bazzaz rahimahullah,
diberi nama kunyah Abu Muhammad, wafat di Baghdad pada tahun
229 H.
Sedangkan Khallad dia adalah Khallad bin Khalid ash-Shairafi Al
Kuufi rahimahullah, diberi nama kunyah Abu ‘Isa, dan wafat di sana
tahun 220 H.
Ketujuh: Al Kisaa’i Al Kuufi
Dia adalah ‘Ali bin Hamzah, Imam ahli Nahwu (tata bahasa Arab)
kalangan Kufiyun, diberi nama kunyah Abul Hasan. Dinamakan Al
Kissaa’i karena dia ihram memakai Kisaa’ (kain penutup Ka’bah). Dia
wafat di Ranbawaih salah satu daerah di perkampungan ar-Ray,
ketika hendak menuju ke Khurasan bersama ar-Rasyid tahun 189 H.
Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya adalah:Abul
Harits dan Hafsh Ad Duuriy. Adapun Abul Harits dia adalah Al Laits
bin Khalid Al Baghdadi rahimahullah, wafat pada tahun 240 H.
Sedangkan Hafsh Ad Duuri dia adalah perawi (yang meriwayatkan
Qira’at) dari Abi ‘Amr dan telah berlalu penjelasannya.
Adapun tiga imam Qira’at sebagai pelengkap (yang menggenapkan)
Qira’at sepuluh adalah:
Kedelapan: Abu Ja’far Al Madaniy
Dia adalah Yazid bin Al Qa’qa’, wafat di Madinah pada tahun 128, dan
ada yang mengatakan tahun 132 H. Dua orang yang meriwayatkan
Qira’at darinya adalah:Wardan dan Ibnu Jammaaz. Adapun Wardan
dia adalah Abul Harits ‘Isa bin Wardan Al Madanirahimahullah, wafat
di Madinah sekitar tahun 160 H.
Sedangkan Ibnu Jammaaz dia adalah Abu ar-Rabi’ Sulaiman bin
Muslim bin Jammaaz Al Madaniy, wafat di sana (Madinah) tidak lama
setelah tahun 170 H..
Kesembilan: Ya’qub Al Bashriy
Dia adalah Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq bin Zaid Al Hadrami,
wafat di Bashrah pada tahun 205 H, dan ada yang mengatakan tahun
185. Dua orang yang meriwayatkan Qira’at darinya
adalah:Ruwais dan Rauh. Adapun Ruwais dia adalah Abul ‘Abdillah
Muhammad bin Al Mutawakkil Al Lu’lu Al Bashri rahimahullah, dan
Ruwais adalah julukannya. Dia wafat di Bashrah pada tahun 238 H.
Sedangkan Rauh dia adalah Abul Hasan Rauh bin ‘Abdil Mu’min Al
Bashri An Nahwiy, wafat tahun 234 H atau 235 H.
Kesepuluh: Khalaf
Dia adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab Al Bazzaar
Al Baghdadiy, wafat tahun 229 H, dan ada yang mengatakan bahwa
tahun kematiannya tidak diketahui. Dua orang yang meriwayatkan
Qira’at darinya adalah: Ishaq dan Idris. Adapun Ishaq dia adalah
Abu Ya’qub Ishaq bin Ibrahim bin’Utsman Al Warraq Al Marwazi Al
Baghdadiy, wafat pada tahun 286 H.
Sedangkan Idris dia adalah Abul Hasan Idris bin ‘Abdil Karim Al
Baghdadi Al Haddaad. Dia wafat pada hari ‘Idul Adha tahun 292 H.
Dan sebagian mereka (para Ulama) menambahkan empat Qira’at lagi
di samping kesepuluh Qira’at di atas, yaitu:
 Pertama: Qira’at Al Hasan Al Bashriy, mantan budak kaum
Anshar, salah seorang Tabi’in senior yang terkenal dengan
kezuhudannya. Dia wafat tahun 110 H.
 Kedua: Qira’at Muhammad bin ‘Abdirrahman yang dikenal
dengan nama Ibnu Muhaishin wafat tahun 123 H. Dan dia
adalah salah satu guru dari Abi ‘Amr.
 Ketiga: Qira’at Yahya bin Al Mubarak Al Yazidi An Nahwiy, dari
Baghdad, dan ia mengambil (belajar Qira’at) dari Abi ‘Amr dan
Hamzah. Ia adalah salah satu guru dari Ad Duuri dan As Suusiy.
Ia wafat tahun 202 H.
 Keempat: Qira’at Abil Farj Muhammad bin Ahmad Asy
Syanbuudzi wafat tahun 388 H.

Sumber:
Pengantar Ilmu Al-Quran, Manna’ Khalil Qathan
Mengapa Riwayat Hafs
Tersebar ke Penjuru Dunia?
Feb 07, 2018Hamalatul QuranAlquran23

Bismillah…

Allah subhanahu wata’ala telah menjamin terjaganya Al Qur’an


hingga hari kiamat kelak. Hal ini merupakan salah satu dari
mukjizat alquran itu sendiri. Allah ta’ala berfirman,
ُ ‫ََو ِإنَّاَلَهُۥَلَ َٰ َح ِف‬
ََ‫ظون‬ ِ ‫ِإنَّاَنَحْ ُنََن ََّز ْلن‬
ََ ‫َاَٱلذ ْك َر‬
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al Hijr : 9)
Satu hal yang lebih menakjubkan ialah bahwa alquran terjaga
dengan berbagai qiroat yang berbeda. Dimana semua bacaan
tersebut dahulu diajarkan oleh Nabi Muhammad shollallohu
‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya.
Salah satu bacaan qiroat yang tersebar dan paling banyak
digunakan saat ini ialah riwayat hafsh dari jalur Imam ‘Ashim.
Indonesia pun menjadi salah satu negara dimana kaum muslimin
membaca alquran menggunakan riwayat ini. Bahkan, di dua kota
suci umat islam hampir tiap masjid menggunakan bacaan riwayat
ini, termasuk Masjidil Harom dan Masjid Nabawi tentunya.
Lantas apakah yang menyebabkan riwayat hafs begitu tersebar
dan diterima dikalangan masyarakat?
Disini kami paparkan beberapa pendapat seputar faktor yang
melatarbelakangi hal tersebut -tentunya setelah kehendak dari
Allah subhanahu wata’ala-.

Pendapat yang Kurang Tepat


Sebagian orang berpendapat bahwa diantara sebab tersebabnya
riwayat hafs adalah :
 Riwayat hafsh lebih kuat dan shohih dari sisi sanad. Pendapat
ini tidaklah benar, pasalnya setiap qiroat dari qiroat ‘asyroh
memiliki kedudukan sama dari segi kuatnya sanad.
 Riwayat hafs paling dekat dan mirip dengan dialek Bani
Quraisy, dan Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi
wasallam merupakan keturunan Quraisy. Hal ini kurang
tepat. Sebab diantara ciri khas logat Quraisy adalah
melafadzkan mim jam’ seperti pada kata (‫‘ “ )عليهم‬Alaihim ”
dibaca menjadi “ ‘Alaihimuu ”, sedangkan hal tersebut tidak
terdapat pada riwayat hafs.
 Riwayat hafs merupakan riwayat yang paling mudah untuk
dilafadhkan. Pendapat ini pun kurang tepat. Sebab ada
beberapa riwayat lain yang lebih mudah untuk dilafadzkan,
seperti riwayat As Susi dari jalur Abu ‘Amr Al Bashri.

Pendapat yang Tepat


Inilah beberapa pendapat yang – insyaAllah– lebih tepat seputar
sebab tersebarnya riwayat hafs ke penjuru dunia :
 Al quran pertama yang diterbitkan di Almania pada tahun

1106 Hijriyah dicetak menggunakan riwayat hafsh


 Imam Hafs melakukan safar dari Kufah ke berbagai negri

sembari mengajarkan alquran disana, diantaranya ialah kota


Baghdad dan Makkah
 Berdirinya Daulah Utsmaniyah menjadi salah satu faktor

tersebarnya riwayat hafs, pasalnya mereka mengutus para


Imam, Qodhi dan ahli alquran dari daulah ini guna
mengajarkan al quran menggunakan riwayat hafs kepenjuru
dunia.
Mengapa riwayat Syu’bah dari
jalur Imam ‘Ashim tidak
tersebar?
Salah satu riwayat yang paling banyak kemiripan dengan riwayat
hafs adalah riwayat syu’bah. Tak mengherankan memang, sebab
keduanya merupakan murid dari Imam ‘Ashim.
Namun berbeda dengan riwayat hafs, riwayat syu’bah tidak
banyak tersebar.
Mengapa?
Sebagian pakar ilmu qiroat menjelaskan, bahwa diantara sebab
tersebut adalah, beliau berhenti dari mentalaqqi Alquran beberpa
tahun sebelum wafat, serta menyibukkan diri dengan hadits-hadits
Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam.
Semoga Allah subhanahu wata’ala memudahkan kita, untuk
menjadi para penjaga kitabNya yang mulia, Amiiin….
_______
Referinsi : Mabahits fi ‘Ilmi Al Qiroat, Abdul Aziz bin Sulaiman
Al Muzaini
Penulis : Afit Iqwanuddin
(Alumni PP Hamalatulqur’an Yogyakarta, yang saat ini sedang
study S1 di Universitas Islam Madinah KSA, Fakultas Qur’an)

hamalatulquran.com

Mengenal kitab “al-Wafi fi


syarh al-Syatibiyah fi al-
Qira’at al-sab’i” karya
Syaikh Abdul Fattah Abdul
Ghani al-Qadhi (w. 1403
H)[1]
Posted on July 28, 2016 by admin
Oleh : Muhammad Sholeh Hasan (Pengasuh Asrama Putra /
Ma’had Syaikh Abdul Karim / Dosen UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta)
Pendahuluan
Ilmu Qiraat tujuh dan ilmu Qiraat sepuluh adalah bagian dari
ilmu-ilmu al-Quran seperti ilmu Asbab al-Nuzul dan ilmu
Makki dan Madani. Pembahasan ilmu Qiraat tujuh dan ilmu
Qiraat sepuluh dalam kitab-kitab Ulum al-Quran biasanya
dimulai dari pembahasan “Unzilal al-Quran ‘ala sab’ati
Ahruf”. Apa yang dimaksud dengan diturunkannya al-Quran
atas tujuh huruf? Sekian ulama berbeda pendapat dalam
masalah ini. Kemudian dihubungkan dengan istilah Qiraat
sab’ah. Apakah istilah Qiraat Sab’ah yang dimaksud dengan
tujuh huruf ? Masalah ini sangat jelas dan gamblang dibahas di
dalam kitab-kitab Ulum al-Quran seperti kitab al-Burhan fi
Ulum al-Quran karya imam al-Zarkasyi, al-Itqan fi Ulum al-
Quran karya imam Jalal al-Din al-Suyuti, Manahil al-Irfan fi
Ulum al-Quran karya imam Abd al-‘Azim al-
Zarqani, Mabahits fi Ulum al-Quran karya Dr. Subhi al-
Sholeh dan karya Dr. Manna khalil al-Qattan, al-Madkhal li
dirasah al-Quran al-karim karya Dr. Muhammad Muhammad
Abu Syahbah serta sejumlah kitab-kitab Ulum al-Quran
lainnya.
Oleh karena itu saya tidak perlu lagi membahasnya, saya
persilahkan kepada adik-adik untuk membacanya dan
mendalaminya karena membaca adalah kunci ilmu
pengetahuan dan sarana untuk menambah wawasan. Bagi
yang malas membaca lebih baik tidak usah kuliah. Buang-
buang duit. Lalu apa yang akan saya bahas di dalam makalah
ini ?
Berdasarkan pengalaman saya di dalam menekuni ilmu Qiraat
Sab’ah ini ada beberapa hal yang menarik :
1. Dari segi istilah penggunaan belajar al-Quran
Ketika saya belajar ilmu Qiraat Sab’ah di kampung saya
(Ujung Harapan, Bahagia, Babelan, Bekasi), istilah yang
berkembang sangat berpareasi seperti si Sholeh lagi ngaji
Qiraat artinya sedang ngaji ilmu Qiraat tujuh. Si Sholeh lagi
ngaji Quran artinya murni sedang ngaji / belajar baca al-Quran
dari sisi Tajwid dan Makhroj. Si Sholeh lagi ngaji lagu artinya
murni belajar lagu-lagu al-Quran seperti Bayyati, shobah dan
hijaz.

o Ketika saya sedang menghafal al-Quran di Cigombong


Bogor, kebetulan ketika itu saya sering ke pesantren K.H
Abd. Rahman Semplak Bogor, sebuah pesantren khusus
belajar lagu-lagu al-Quran. Istilah yang berkembang agak
berbeda seperti belajar Qiraat Sab’ah langsung dibilang
sedang ngaji Sab’ah. Belajar lagu-lagu langsung dibilang
lagi ngaji Qurra. Sedang ngaji tahfiz artinya sedang
menghafal al-Quran. Istilah ngaji Qurra dibarengi dengan
ngaji tajwid dan makhraj. Dari dua tempat Bekasi dan
Bogor, istilah yang kurang populer adalah
ngaji Murattal dan Mujawwad.
o Ketika saya sedang belajar di al-Azhar Cairo Mesir. Istilah
yang paling populer ialah untuk ngaji Qiraat
Sab’ah langsung dibilang sedang ngaji Qiraat. Untuk ngaji
lagu dibilang sedang ngaji dengan Mujawwad dan ngaji
tajwid serta makharij langsung dibilang sedang
ngaji Murattal.
o Kembali kepada masalah Qiraat tujuh dan Qiraat sepuluh,
umumnya yang dipelajari di sekolah dan perguruan tinggi
hanya dari sisi pengenalan apa itu Qiraat? Apa itu tujuh
huruf ? Apa itu imam yang tujuh? Dan hubungannya
dengan tujuh huruf? Adapun dari sisi pendalaman dalam
bentuk mempraktekan yang bersifat Ushul dan Farsy itu
tidak ada. Oleh karena itu di Mesir dibuat Ma’had khusus
(setingkat Tsanawiyah dan Aliyah di Indonesia) untuk
mendalami ilmu Qiraat Sab’ah ini yang bertempat
di Syubra al-Khaimah, tidak jauh dari universitas al-Azhar
di Cairo. Untuk perguruan tingginya dibuat jurusan khusus,
namanya “kulliyat al-Quran wa al-Qiraat wa ulumiha”.
Yang baru ada hanya di kota Thonto, tempat yang tidak
jauh dengan kota Iskandariyah yang juga merupakan salah
satu provinsi di Mesir. Syarat masuk ke kuliyah ini harus
hafal al-Quran, bukan orang yang pernah menghafal al-
Quran tapi hafalannya sudah rusak. Untuk di Indonesia
mungkin di PTIQ atau IIQ. Wallahu a’lam.
o Oleh karena itu di dalam makalah ini saya langsung ingin

membedah satu kitab yang merupakan rujukan utama


di Ma’had Qiraat, Syubra al-Khaimah, Cairo Mesir. satu
kitab ini bukan seperti kitab-kitab Ulum al-Quran lainnya
akan tetapi merupakan kitab praktik langsung
kepada Qiraat tujuh dan Qiraat sepuluh.
2. Dari segi metode belajar Qiraat Sab’ah.
o Pengalaman saya belajar Qiraat Sab’ah dengan cara :

Saya langsung talaqqi dengan guru saya.


Pertama : saya talaqqi riwayat imam Susi dan imam Duri dari
Qiraat Imam Abu Amr al-Bashri.
Kedua : saya talaqqi riwayat imam khallaf dan imam khallad
dari Qiraat Imam Hamzah al-Kufi.
Ketiga : saya talaqqi riwayat imam Warsy dan imam Qalun
dari Qiraat Imam Nafi’ al-Madani.
Keempat : saya talaqqi riwayat imam dzakwan dan imam Ibnu
Hisyam dari Qiraat Imam Abdullah ibnu ‘Amir al-Syami.
Kelima : saya talaqqi riwayat imam Duri Kisai dan imam Abu
al-Harits dari Qiraat Imam Kisa’I al-Kufi.
Keenam : saya talaqqi riwayat imam Syu’bah dan sebelumnya
kita atau hampir seluruh ummat Islam selalu belajar dan
membaca riwayat imam Hafs bahkan mungkin hingga hari
Qiamat nanti semua ummat Islam membaca riwayat imam
Hafs ini dari Qiraat imam ‘Ashim al-Kufi.
Ketujuh : saya talaqqi riwayat imam Qumbul dan imam Bizzi
dari Qiraat Imam Ibnu Katsir al-Makki.
Setelah saya selesai bertalaqqi dari tujuh Imam Qiraat ini lalu
saya membaca di hadapan guru saya kitab “al-Wafi fi Syarh al-
Syatibiyah fi al-Qiraat al-Sab’i”.
Metode yang saya gunakan tidak harus hafal al-Quran lebih
dahulu secara utuh, akan tetapi wajib bisa lebih dahulu Tajwid
dan Makhorij yang benar dibarengi belajar ilmu Nahwu dan
ilmu Shorf serta Bahasa Arab agar kita bisa membaca dan
memahami kitab kuning / gundul dan juga belajar Qiraat
Sab’ah dengan sistem talaqqi “riwayatan fa riwayatan”
kemudian setelah itu baru berangkat ke pesantren tahfiz untuk
menghafal al-Quran.
Berbeda dengan metode belajar ilmu Qiraat Sab’ah di
Pesantren al-Quran di Kudus, (Alm. Almagfurlah K.H. Arwani
Kudus). Seorang santri harus hafal al-Quran lebih dahulu,
setelah itu baru diperbolehkan belajar ilmu Qiraat Sab’ah.
Adapun di Mesir sama dengan metode di pesantren Kudus.

Menurut saya keduanya benar, hanya beda cara menuju ridha


ilahi.
Kitab “al-Wafi fi syarh al-Syatibiyah fi al-Qiraat al-Sab’i”.
Kitab ini merupakan Syarah atau penjelasan matan bait Syi’ir
yang membahas tentang Qiraat Sab’ah karya Imam al-Syatibi.

Dalam muqaddimah kitab al-Wafi fi Syarh al-Syatibiyah fi al-


Qiraat al-Sab’i ini, Syekh Abd Fattah al-Qadhi memberikan
beberapa pendahuluan :
1. Biografi Imam al-Syatibi.
Imam al-Syatibi nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim ibn
Firah ibn khalaf ibn Ahmad al-Syatibi al-Andalusi.

Lahir di kota Syatibah pada tahun 538 H.

Mendalami ilmu Qiraat pertama kali di kampungnya dengan


Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Abi al-Ash al-Nafari.

Pendalaman berikutnya beliau hijrah ke kota Balnasiyah. Di


kota itu beliau bertalaqqi kitab al-Taisir dengan pengarangnya
langsung yaitu Imam Abu ‘Amr al-Dani. Belajar ilmu
Qiraat dan Hadits dengan Imam Ibn Hujail. Belajar
kitab Imam Sibawaih, kitab al-Kamil karya Imam al-Mabrad
dan kitab Adab al-katib karya Imam Ibn Qutaibah dengan
Imam Abu Abdillah bin Humaid.
Kemudian beliau hijrah ke Mesir dan menetap di sana hingga
akhir hayatnya. Di Mesir beliau menjadi ulama besar yang
disegani oleh penguasa Mesir dan rakyatnya.
‫‪Beliau wafat pada tanggal 28 Jumadil Akhir tahun 590 H.‬‬
‫‪dimakamkan di bukit Muqottom, tidak jauh dari makam Imam‬‬
‫‪Syafi’i.‬‬

‫‪2. Menyebutkan beberapa Hadits tentang “Unzilal Quran ‘ala‬‬


‫‪Sab’ati Ahruf”. Diantaranya :‬‬
‫بن ِحزَ ٍام يَ ْق َرأ ُ‬ ‫بن َح ِكي ِْم ِ‬ ‫َام ِ‬ ‫س ِم ْعتُ ِهش َ‬ ‫ع ْنهُ قَا َل ‪َ :‬‬ ‫ي هللاُ َ‬ ‫ابن الخ َّ‬ ‫ع ْن ُ‬
‫ض َ‬ ‫ب َر ِ‬ ‫َطا ِ‬ ‫ع َم َر ِ‬ ‫َ‬
‫سلَّ َم فَا ْست َ َم ْعتُ ِل ِق َرا َءتِ ِه فَإِذَا ُه َو‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫ى هللاُ َ‬ ‫صل َّ‬ ‫هللا َ‬ ‫سو ِل ِ‬ ‫ان فِ ْي َحيَا ِة َر ُ‬ ‫س ْو َرة َ الفُ ْرقَ ِ‬ ‫ُ‬
‫سا ِو ُرهُ‬ ‫ُ‬
‫سلَّ َم فَ ِكدْتُ أ َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫ى هللاُ َ‬ ‫صل َّ‬‫هللا َ‬ ‫سو ُل ِ‬ ‫علَى ُح ُروفٍ َكثِي َْرةٍ لَ ْم يَ ْق َرئَنِ ْي َها َر ُ‬ ‫ُ‬
‫يَ ْق َرأ َ‬
‫س ْو َرة َ الَّتِ ْي‬ ‫س ِل َم فَلَبِ ْبتُهُ بِ ِر َدائِ ِه ‪ .‬فَقُ ْلتُ َم ْن أ َ ْق َرأ َ َك َه ِذ ِه ال ُّ‬ ‫ى َ‬ ‫صب َّْرتُ َحت َّ‬ ‫صالَةِ فَت َ َ‬ ‫فِ ْي ال َّ‬
‫ْت ‪ .‬فَإِ َّن‬ ‫سلَّ َم ‪ .‬فَقُ ْلتُ َكذَّب َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬
‫ى هللاُ َ‬ ‫صل َّ‬‫َ‬ ‫سو ُل ِ‬
‫هللا‬ ‫س ِم ْعت ُ َك ت َ ْق َرأ ُ ؟ قَا َل ‪ :‬أ َ ْق َرأَنِ ْي َها َر ُ‬ ‫َ‬
‫طلَ ْقتُ بِ ِه أَقُ ْو ُدهُ‬ ‫ْ‬
‫غي ِْر َما قَ َرأتُ ‪ .‬فَا ْن َ‬ ‫علَى َ‬ ‫سلَّ َم قَ ْد أ َ ْق َرأَنِ ْي َها َ‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬
‫ى هللاُ َ‬ ‫صل َّ‬ ‫هللا َ‬ ‫سو َل ِ‬ ‫َر ُ‬
‫علَى‬ ‫ان َ‬ ‫ورة َ الفُ ْرقَ ِ‬ ‫س َ‬ ‫س ِم ْعتُ َهذَا يَ ْق َرأ ُ ُ‬ ‫سلَّ َم فَقُ ْلتُ إِنِ ْي َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫ى هللاُ َ‬ ‫صل َّ‬ ‫هللا َ‬ ‫سو ِل ِ‬ ‫ِإلَى َر ُ‬
‫علَ ْي ِه‬‫سلَّ َم ِإ ْق َرأْ يَا ِهشَا ُم ؟ فَقَ َرأ َ َ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬‫ى هللاُ َ‬ ‫صل َّ‬ ‫هللا َ‬ ‫سو ُل ِ‬ ‫ُح ُروفٍ لَ ْم ت َ ْق َرأَنِ ْي َها ‪ .‬فَقَا َل َر ُ‬
‫ت ‪ .‬ث ُ َّم‬ ‫سلَّ َم َكذَا ِل َك أ ُ ْن ِزلَ ْ‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬‫ى هللاُ َ‬ ‫صل َّ‬ ‫سو ُل ِ‬
‫هللا َ‬ ‫س ِم ْعتُهُ يَ ْق َرأ ُ ‪ .‬فَقَا َل َر ُ‬ ‫ال ِق َرا َءة َ الَّ ِت ْي َ‬
‫سلَّ َم َكذَا ِل َك‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫ى هللاُ َ‬ ‫صل َّ‬ ‫ع َم َر ؟ فَقَ َرأْتُ ال ِق َرا َءة َ الَّتِ ْي أ َ ْق َرأَنِ ْي ‪ .‬فَقَا َل َ‬ ‫قَا َل ِإ ْق َرأْ يَا ُ‬
‫س َر ِم ْنهُ ‪َ .‬ر َواهُ‬ ‫س ْبعَ ِة أ َ ْح ُرفٍ فَا ْق َرأ ُ ْوا َما تَيَ َّ‬ ‫علَى َ‬ ‫ت ‪ِ .‬إ َّن َهذَا القُ ْرأَنَ أ ُ ْن ِز َل َ‬ ‫أ ُ ْن ِزلَ ْ‬
‫ي َو ُم ْس ِلم‬ ‫َار ُّ‬ ‫‪ .‬البُخ ِ‬

‫‪Makna hadits ini ialah :‬‬

‫‪o‬‬ ‫‪Terjadi perbedaan bacaan antara Umar bin Khattab dan‬‬


‫‪Hisyam bin Hakim pada surat al-Furqan.‬‬
‫‪o‬‬ ‫‪Keduanya menghadap nabi Muhammad SAW untuk‬‬
‫‪mengadukan perbedaan bacaan al-Quran yang mereka‬‬
‫‪punya.‬‬
‫‪o‬‬ ‫‪Kemudian nabi meminta keduanya untuk membacakan‬‬
‫‪perbedaan bacaan yang dimilikinya.‬‬
o Setelah nabi mendengar dari mereka berdua nabi
membenarkan bacaan mereka berdua.
o Lalu nabi bersabda : al-Quran diturunkan atas tujuh
huruf, bacalah huruf yang mudah bagi kalian.

3. Menyebutkan perbedaan ulama menyikapi makna tujuh


huruf.
Dalam kitab ini Syekh Abd Fattah al-Qadhi tidak
menyebutkan satu persatu pendapat para ulama tentang
perbedaan makna tujuh huruf. Beliau langsung menyebutkan
pendapat yang paling tepat menurut beliau[3]. Yaitu beberapa
aspek yang terjadi di dalamnya perubahan dan perbedaan.
Perubahan dan perbedaan itu ada tujuh :

1. Pada Isim (kata benda).


2. Ketika Mufrad, Mutsanna dan Jama’.
3. Pada Tashrif Af’al (kata kerja).
4. Ketika Fi’il Madhi, Mudhore’ dan Amar.
5. Pada ketika I’rab (perubahan baris akhir karena ada
‘awamil yang muncul).
6. Pada ketika ada tambahan huruf atau pengurangan huruf
pada lafaz.
7. Pada ketika ada yang didahulukan dan diakhirkan pada satu
ayat al-Quran.
8. Pada ketika Ibdal (perubahan kata dari Tablu menjadi
Tatlu).
9. Pada lahjah seperti Fathah, Imalah, Izhar, Idghom dan
lainnya.
4. Menyebutkan hikmah turunnya al-Quran atas tujuh huruf.
Bahasa yang digunakan oleh Masyarakat Arab pada ketika al-
Quran diturunkan ialah Bahasa al-Quran, akan tetapi dialek
yang mereka punya berbeda-beda. Diantara mereka ada yang
sudah tua umurnya, laki-laki dan perempuan, orang merdeka
maupun budak, mereka semua merasakan sulit untuk merubah
dialeknya dan sudah tidak ada waktu lagi untuk belajar.
Akhirnya Allah membolehkan mereka membaca sesuai dialek
mereka yang tentunya selama tidak merubah makna utama al-
Quran. Ini adalah rahmat Allah kepada ummat Islam. Tidak
membebankan melebihi kemampuannya.

5. Hubungan bacaan Imam yang tujuh dengan makna tujuh


huruf.
Sebagian orang mengira bacaan imam yang tujuh adalah
makna yang dimaksud dari tujuh huruf seperti bacaan imam
Nafi’ satu huruf, bacaan imam ibnu Katsir satu huruf dan
begitu seterusnya. Pendapat ini jauh dari kebenaran. Bacaan-
bacaan dari imam yang tujuh merupakan bagian dari makna
tujuh huruf.

Pembahasan (dalam kitab al-Wafi Syarh Matan


Syatibi) berikutnya adalah : Syarah muqaddimah matan
Syatibi, terdiri dari 94 matan.
Mulai matan 1 hingga 20 berisi pembahasan puji-pujian
kepada Allah, Shalawat kepada nabi dan keutamaan al-Quran
serta mengamalkannya.
Mulai matan 21 hingga 41 berisi pembahasan biografi 7 imam
: mulai dari imam Nafi’. Ibnu Katsir. Abu Amr. Ibnu ‘Amir.
‘Ashim. Hamzah dan Kisai.

Mulai matan 42 hingga 94 berisi tentang rumus-rumus dalam


memuthala’ah kitab Matan Syatibi ini, banyak sekali istilah-
istilah yang harus dipahami oleh para pengkaji kitab ini.
Istilah-istilah itupun digunakan untuk meringkas pembahasan
Qiraat Sab’ah ini.

Pembahasan berikutnya tentang Isti’adjah, Basmalah, dan


surat al-Fatihah. Terdiri dari 20 bait.
Pembahasan berikutnya – menurut penulis – adalah
pembahasan yang sangat penting diketahui oleh para pengkaji
ilmu Qiraat Sab’ah.

1. Pembahasan Idgham al-Kabir.


2. Pembahasan Idgham dua huruf yang berdekatan Makharij
huruf dan sifat huruf atau sebaliknya dalam satu kalimat
atau dua kalimat terpisah.
3. Pembahasan Ha kinayah.
4. Pembahasan Mad dan Qashor.
5. Pembahasan dua Hamzah dalam satu kalimat.
6. Pembahasan Hamzah Mufrad.
7. Pembahasan memindahkan harkat Hamzah kepada huruf
sebelumnya yang sukun.
8. Pembahasan Waqaf imam Hamzah dan Hisyam pada huruf
hamzah.
9. Pembahasan Izhar dan Idgham.
10. Pembahasan huruf dzal pada lafaj
11. Pembahasan huruf dal pada lafaz Qad.
12. Pembahasan huruf Ta ta’nits.
13. Pembahasan huruf lam pada lafaz Hal dan Bal.
14. Pembahasan kesepakatan beberapa imam dalam
hal Idgham pada lafaz Idz, Qad, ta ta’nits, Hal dan bal.
15. Pembahasan huruf yang saling berdekatan Makhrajnya.
16. Pembahasan hukum huruf Nun mati dan Tanwin.
17. Pembahasan Fathah dan Imalah antara dua lafaz.
18. Pembahasan Madjhab imam al-Kisai dalam meng-
imalah-kan Ha Ta’nits dan huruf sebelumnya ketika
Waqaf.
19. Pembahasan perbedaan beberapa madzhab dalam
membaca huruf Ra dalam kalimat-kalimat al-Quran.
20. Pembahasan malafazkan huruf lam.
21. Pembahasan Waqof pada akhir kalimat al-Quran.
22. Pembahasan Waqof pada bentuk tulisan mushaf Usmani.
23. Pembahasan perbedaan beberapa madzhab dalam
huruf Ya al-Idhafat.
24. Pembahasan perbedaan pada huruf Ya al-Zawaid.
25. Masalah Farsy-Farsy al-Quran, mulai surat al-
Baqarah hingga al-Nas.
26. Masalah Takbir. Makharij al-Huruf dan sifat-sifat huruf
dan terakhir penutup.
Pembahasan dari no. 1 sampai no. 24 ini sering disebut
dengan Ushul al-Qiraat al-Sab’ah. Dan pada pembahasan no.
25 sering disebut dengan Farsy Qiraat Sab’ah.
Kesimpulan :
o Kitab ini tidak memberi pembahasan perbedaan antara al-

Quran dan Qiraat.


o Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad melalui malaikat Jibril, tertulis dalam Mushaf,
sampai kepada kita dengan cara Mutawatir, membacanya
saja walau tidak paham dianggap Ibadah, dimulai dari surat
al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas.
o Al-Qiraat adalah ilmu tata cara melafazkan kalimat-kalimat
al-Quran dan perbedaan cara melafazkannya yang
dihubungkan dengan para imam Qiraat.
o Sebenarnya ketika kita belajar
ilmu Tajwid dan Makharij bacaan riwayat imam Hafs dari
Qiraat imam ‘Ashim, kita sudah dan sedang belajar salah
satu Qiraat Sab’ah. Oleh karena itu kalau kita belum
betul-betul menguasai Makharij dan Tajwid riwayat
imam Hafs dari Qiraat imam ‘Asyim haram
hukumnya kita belajar ilmu Qiraat sab’ah pada
tataran praktek, kalau sekedar ingin tau tentang ilmu
Qiraat, sejarah perkembangannya dan para imamnya
boleh-boleh saja.
o Kitab al-Wafi ini hanya membahas Qiraat tujuh imam.
o Bagi yang pernah talaqqi riwayat demi riwayat, kemudian
dia memuthalaah kitab al-Wafi ini bagaikan orang yang
mendapatkan dua cahaya. Cahaya teori dan cahaya praktek.
o Bagi yang belum pernah talaqqi, walaupun dia seorang
yang mahir dalam membaca dan memahami kitab kuning
dia tidak akan bisa memahami isi kitab al-Wafi.
o Yang terbaik buat para pelajar ilmu Qiraat Sab’ah :
o Sudah pandai membaca dan memahami kitab gundul /
kuning.
o Sudah pandai tajwid dan makharij riwayat imam Hafs
Qiraat imam ‘Ashim.
o Ketika sedang talaqqi. hendaknya diberengi dengan belajar
kitab al-Wafi atau
o Boleh sudah hafal al-Quran atau belum hafal. Tetapi
setelah belajar ilmu qiraat dia wajib berangkat ke pesantren
tahfiz untuk menghafal al-Quran.
o Kritik dan saran untuk perbaikan tulisan ini sangat
diharapkan oleh penulis, baik dari segi isi maupun tata cara
penulisan.

‫وهللا أعلم بالصواب‬

[1] Makalah ini disampaikan dalam Training Kader


Himpunan Qari-Qariah Mahasiswa (HIQMA) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Minggu 13 Desember 2009.
[2] Penulis adalah dosen tetap FITK UIN SYAHID Jakarta.
[3] untuk melihat semua pendapat ulama tentang perbedaan
makna tujuh huruf ini silakan baca kitab-kitab yang sudah saya
sebutkan di awal, secara umum dari beberapa pendapat terbagi
kepada dua kubu.
1. kitab Manahil al-Irfan, karya Syekh Abd Adzim al-
Zarqani, kitab Mabahits fi Ulum al-Quran, karya Dr.
Shubhi al-Sholeh. Kitab al-Qiraat Ahkamuha wa
Masdaruha, karya Dr Sya’ban Muhammad Ismail dan
kitab al-Wafi fi Syarh matan al-Syatibi karya Syekh Abd
Fattah al-Qadhi bersikaf kepada makna : 7 aspek perubahan
yang terjadi pada 7 aspek itu perbedaan bacaan. Embrio
pendapat ini sebetulnya dari Imam Fakhruddin al-Razi.
2. kitab Mabahits fi ulum al-Quran, karya Manna’ Khalil al-
Qattan. Kitab Madkhal li Dirasah al-quran al-karim, karya
Dr. Muhammad Abu Syahbah dan sejumlah diktak saya di
al-Azhar bersikaf kepada makna : 7 lahjah / macam bahasa
dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna.

Kenapa Bacaan Al-Qur’an Disandarkan kepada Imam


Qira'at, Bukan Nabi? Rabu 17 Oktober 2018 11:15 WIB
Share: Ilustrasi (pixabay) Al-Qur’an merupakan kitab suci
umat Islam, mengimaninya adalah bagian dari rukun
iman. Ia adalah kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, melalui malaikat Jibril dengan versi
dan variasi yang berbeda-beda. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Bukhari: “Sesunguhnya Al-
Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah (Al-
Qur’an) itu yang mudah darinya.” (Imam Bukhari, Shahih
Bukhariy, Beirut: Idar Al-Tiba’at Al-Miniriyyah, tt, juz 6, h.
227) Adanya variasi bacaan dalam Al-Qur’an ini
merupakan karunia Allah yang diberikan secara khusus
kepada umat Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, sebagai bentuk kasih
sayang Allah terhadap mereka agar mudah melafalkan
dan membacanya. Dalam kajian Islam, studi tentang
variasi bacaan Al-Qur’an ini kemudian dikenal dengan
disiplin Ilmu Qira’at Al-Qur’an. Pada masa Nabi, para
sahabat menerima bacaan Al-Qur’an secara langsung
dari beliau dan secara serius dan antusias mereka
mempelajarinya dengan versi bacaan qira’atnya. Pada
masa ini lahirlah ahli qira’at (qurra’) dari kalangan
sahabat Nabi, seperti: Ubay bin Ka’ab (w. 20 H),
Abdullah bin Mas’ud (w. 32 H), Abu Al-Darda’ (w. 32 H)
Ustaman bin Affan (w. 35 H), Ali bin Abi Thalib (w. 40 H),
Abu Musa Al-Asy’ariy (w. 44 H), dan Zaid bin Tsabit (w.
45 H). (Abdul Hadi Al-Fadhliy, Al-Qira’at Al-Qur’aniyat:
Tarikh wa Ta’rif, Beirut: Dar Al-Qalam, 1985, h. 18) Para
ahli qira’at dari kalangan para sahabat ini dalam
mempelajari dan mendalami qira’at Al-Qur’an dari Nabi
berbeda-beda; ada yang memiliki satu, dua versi
bacaan, ada yang memiliki tiga versi bacaan dan bahkan
ada yang lebih dari itu. (Abdul Adhzim Al-Zurqaniy,
Manahil Al-Irfan fi Ulum Al-Qur’an, Mesir: Isa Al-Halabiy,
tt, juz 1, h. 406) Setelah sepeninggal Nabi, pada sahabat
berpencar-pencar hijrah ke berbagai negara dunia Islam.
Ada yang ke Syam, seperti Abu Al-Darda’, ada yang ke
Kufah seperti Ibnu Mas’ud dan Sayyidina Ali. Oleh sebab
itu, para ahli qurra’ dari kalangan sahabat mengajarkan
bacaan Al-Qur’an dengan berbagai versi yang mereka
terima dari Nabi kepada generasi para tabi’in. Dari para
sahabat inilah kemudian para tabi’in memiliki dan
menguasai versi qira’at yang berbeda-beda pula.
Setelah masa sahabat berlalu, para ahli qira’at dari
generasi tabi’in mengajarkan Al-Qur’an sesuai dengan
versi dan variasi qira’at yang mereka kuasai dan mereka
terima dari para sahabat. Namun demikian, dalam
perjalanan sejarahnya, muncul qira’at Al-Qur’an atau
bacaan Al-Qur’an yang diragukan keberadaannya, dan
diduga tidak bersumber dari Nabi. Hal ini disebabkan
meluasnya daerah kekuasaan Islam dan semakin
banyaknya penduduk Islam dari luar kalangan bangsa
Arab. (Ibnu Al-Jazari, Al-Nasyr fi Al-Qira’at Al-Asyr,
Mesir: Dar Al-Fikr, tt, h. 9) Oleh karena itu, pertengahan
kedua abad pertama hijriah dan pertengahan awal abad
kedua hijriah, para ulama ahli qira’at terdorong untuk
meneliti dan menyeleksi berbagai versi dan variasi
qira’at Al-Qur’an yang berkembang waktu itu. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh para ahli qurra’ secara
selektif dan akurat, maka dapat disimpulkan bahwa tujuh
versi qira’at yang populer dan kemudian dilesrtarikan
oleh para imam qira’at dinilai sebagai bacaan (qira’at)
yang mutawatir, bersumber dari Nabi ‫ ﷺ‬Bacaan yang
populer inilah kemudian dikenal dengan sebutan “qira’at
sab’ah” atau tujuh qira’at. (Manna’ AL-Qatthan, Mabahits
fi Ulum AL-Qur’an, Beirut: Mansyurat Al-Ashr Al-Hadits,
1973, h. 131) Tujuh qira’at ini atau qira’at sab’ah ini
kemudian dinisbahkan (disandarkan) kepada para Imam
Qira’at yang berjumlah tujuh, yaitu: Pertama, Imam Nafi’
bin Abdurrahman (w. 169 H). Kedua, Imam Abdullah bin
Katsir (w. 120 H). Ketiga, Imam Abu Amr, Zabban bin Al-
Ala’ Al-Bashriy (w. 154 H). Keempat, Imam Abdullah
Ibnu AmirAl-Syamiy (w. 118 H). Kelima, Imam Ashim bin
Abi Al-Najud Al-Kufiy (w. 128 H). Keenam, Imam
Hamzah bin Al-Zayyat (w. 156 H). Ketujuh, Imam Ali bin
Hamzah Al-Kisa’i (w. 189 H). Penisbahan qira’at Al-
Qur’an kepada para Imam Qira’at sab’ah ini bukan
berarti qira’at itu adalah hasil ijtihad mereka (hasil karya
dan rekayasa mereka). Ungkapan seperti qira’at Nafi’,
qira’at Ibnu Katsir, qira’at Ashim, dan yang lain, hanya
menunjukkan bahwa qira’at yang dinisbahkan kepada
mereka adalah hasil penelitian dan seleksi mereka
terhadap berbagai qira’at yang ada. Kemudian mereka
secara rutin dan secara berkesinambungan membaca,
mengajarkan dan melestarikannya. Oleh karena itu,
penisbahan qira’at ini kepada para imam qira’at sama
halnya dengan penisbahan hadits Nabi kepada imam
Bukhari, Imam Muslim dan Imam Al-Tirmidziy. Apabila
disebutkan hadits Bukhari, Muslim, Al-Tirmidziy, maka
sependek pengetahuan kita menyimpulkan bahwa hadits
itu bukan hasil karya dan rekayasa Imam Bukhari, Imam
Muslim dan Imam Tirmidzy. Dalam hal ini para imam itu
hanya menyeleksi dan meriwayatkannya. Demikian pula
qira’at Al-Qur’an yang dinisbahkan kepada Imam Qira’at.
Moh. Fathurrozi, Pecinta Ilmu Qira’at, Kaprodi Ilmu Al-
Qur'an dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/97392/kenapa-
bacaan-al-quran-disandarkan-kepada-imam-qiraat-
bukan-nabi

Anda mungkin juga menyukai