Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Ilmu Balaghoh 2
Disusun Oleh:
Dosen Pengampu:
2020
1
MAJAZ DALAM AL-QUR’AN JUZ 9
"Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang
datang pada pagi hari ketika mereka sedang bermain?"
Dalam ayat ini terdapat unsur majaz yaitu pada kalimat يَ ْل َعبُوْ ن. yang mana
secara tekstual bermakna bermain. Hal ini jelas tidak mengacu pada makna
langsung, karena apakah mungkin jika penduduk suatu negeri sedang bermain,
seperti halnya anak-anak. Dalam hal ini yang dimaksudkan يَ ْل َعبُوْ نadalah saat
manusia masih giat dan segar dalam melakukan aktifitas mereka. Pada ayat ini
gaya majaz yang digunakan adalah istiaárah makniyyah. 2
Topik yang dibicarakan pada ayat diatas adalah ancaman dari Allah
tentang datangnya azab/siksaan kepada suatu penduduk negeri yang telah
mendustakan ayat-ayat Allah, melanggar perintah-Nya dan lancang terhadap
larangan-Nya. Allah mengancam dan memperingatkan mereka sehingga tak
ada satu waktu pun bagi mereka akan aman dari azab/siksaan Allah. Terlebih
yang disebutkan dalam ayat ini, azab/siksaan Allah yang tak terduga
1
Via Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com
2
Imam Akhdlori. Ilmu Balaghah (Terjemah Jauhar Maknun). Bandung : PT Alma’arif, 1982.hlm.
189.
2
datangnya, yaitu pada waktu pagi hari saat mereka sedang sibuk dengan
aktifitas/pekerjaan mereka atau saat mereka lengah.
Gaya bahasa istiárah pada ayat diatas menampilkan suatu gagasan yang
abstrak dan kongkrit. Dengan yalábun tergambar dalam benak pembaca
bahwa penduduk suatu negeri itu sedang bermain-main (fokus terhadap
aktifitas mereka), seolah-olah ketika saat itu mereka sedang lengah. Dan
apabila azab dari Allah datang pada saat itu, tidak dapat dipastikan mereka
akan selamat atau aman dari azab/siksaan.
ۤ بِ ُموْ ٰسى َو َم ْن َّم َعهٗ ۗ اَ اَلcم َسيِّئَةٌ يَّطَّيَّرُوْ اcُْص ْبهِ ُۚ واِ ْن ت َ فَإِ َذا َجٓا َء ْتهُ ُم ْال َح َسنَةُ قَا لُوْ ا لَـنَا ٰه ِذ ٖه
ٓ ٰ انَّما
َطئِ ُرهُ ْم ِع ْن َد هّٰللا ِ َو ٰلـ ِك َّن اَ ْكثَ َرهُ ْم اَل يَ ْعلَ ُموْ ن َ ِ
"Kemudian apabila kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka,
mereka berkata, Ini adalah karena (usaha) kami. Dan jika mereka ditimpa
kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan
pengikutnya. Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan Allah,
namun kebanyakan mereka tidak mengetahui."
3
langsung, melainkan yang dimaksud kata hasanah disini adalah
kemakmuran (kesuburan dan limpahan rizki). Selain itu kata sayyi’ah
yang dimaksudkan adalah kesusahan (ketidak suburan dan kegersangan).4
Jadi penggunaan gaya bahasa majaz pada ayat ini adalah majaz isti’arah
makniyyah.
b. Alasan Kewacanaan Penggunaan Majaz
Ayat diatas berbicara tentang kaum fir’aun yang apabila mereka
diberi kemakmuran oleh Allah maka mereka bersikeras semua yang
mereka dapatkan adalah hasil dari usaha mereka sendiri, namun apabila
mereka diberi kesengsaraan maka mereka menyalahkan Nabi Musa, atau
melemparkan sebab kesengsaraannya kepada nabi Musa. Imam Al-
Jalalaini dalam tafsirnya menyebutkan bahwa hasanah dalam ayat ini
bermakna kemakmuran, kesuburan tanah dan kecukupan hidup.
Sedangkan sayyiah bermakna kekeringan, musibah, dan bencana.5
c. Aspek Estetika dalam Kelompok Ayat Metaforis
Gaya bahasa makniyyah pada ayat diatas menampilkan suatu
gagasan yang abstak dan konkrit. Dengan hasanah dan sayyiah tergambar
dalam benak pembaca suatu bentuk kebajikan dan keburukan dalam ayat
ini tidaklah bermakna tekstual demikian, namun memiliki makna yang
lebih dalam sesuai dengan konteks bahasan ayat, yaitu bahwa hasanah
dalam ayat ini bermakna kemakmuran, kesuburan tanah dan kecukupan
hidup. Sedangkan sayyiah bermakna kekeringan, musibah, dan bencana.
ِ ِة َوا اْلc َدهُ ْم فِى التَّوْ ٰرٮc ا ِع ْنccًهٗ َم ْكتُوْ بccَي الَّ ِذيْ يَ ِج ُدوْ ن َّ ي ااْل ُ ِّم ُ وْ نَ الرccاَ لَّ ِذ ْينَ يَتَّبِ ُع
َّ ِوْ َل النَّبc َّس
ث َ ِرِّ ُم َعلَ ْي ِه ُم ْالخ َٰبٓئccت َوي َُح ِ م ع َِن ْال ُم ْن َك ِر َويُ ِحلُّ لَهُ ُم الطَّي ِّٰبcُْف َويَ ْن ٰهٮه cِ ْْن ِج ْي ِل يَأْ ُم ُرهُ ْم بِا ْل َم ْعرُو
ُصرُوْ ه َ ََت َعلَ ْي ِه ْم ۗ فَا لَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا بِ ٖه َو َع َّزرُوْ هُ َون ْ ض ُع َع ْنهُ ْم اِصْ َرهُ ْم َوا اْل َ ْغ ٰل َل الَّتِ ْي َكا ن َ ََوي
َولئِكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن
ٓ ۤ ۤ
ٰ َُو اتَّبَـعُوا النُّوْ َر الَّ ِذيْ اُ ْنز َل َم َعهٗ ۙ ا
ِ
4
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah. Jakarta : Lentera Hati, 2002. hal. 219.
5
Tafsir Al-Jalalaini.
4
"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa
baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil
yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan
mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik
bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan
membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada
mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya,
menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang beruntung."
Dalam ayat ini unsur majaz terletak pada lafadz النُّوْ َر yang mana
secara tekstual bermakna cahaya, namun yang dimaksudkan dari ayat ini
kata an-nuur bermakna al-qur’an, (yaitu Al-Qur’an dan wahyu yang
dibawa oleh nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umat manusia). 7
Jenis gaya bahasa yang digunakan pada ayat ini adalah majaz isti’aroh
makniyyah,
b. Alasan Kewacaaan Penggunaan Majaz
Al-Qur’an merupakan kitab sekaligus pegangan atau pedoman
paling penting dalam menjalani kehidupan umat muslim. Al-Qur’an
merupakan mu’jizat paling besar nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an
merupakan petunjuk bagi umat Islam dalam menempuh hidup di Dunia ini
hingga sampai akhirat nanti. Maka dari itu kata An-nuur digunakan pada
ayat ini sebagai ungkapan betapa agungnya kitab Al-Qur’an.
6
Via Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com
7
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Al-Sheikh. Lubaabut Tafsir Min Ibni
Katsir (Tafsir Ibnu Katsir Juz 3). Bogor : Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2003. hal. 465.
5
c. Aspek Estetika dalam Kelompok Ayat Metaforis
Pada ayat ini penggunaan gaya bahasa majaz terletak pada lafadz
َّ ْال َحـdan ْالبَا ِط َل, yang mana makna tekstualnya adalah kebenaran dan
ق
buruk/salah, namun dalam konteks ayat ini yang dimaksudkan dari kedua
Pada ayat ini penggunaan jenis gaya bahasa majas isti’arah tasyrihiyyah,
karena sudah diperjelas dengan lafadz musta’arnya sendiri.
8
Via Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com
9
Tafsir Al-Muyassar, Kementrian Agama Saudi Arabia.
6
b. Alasan Kewacaaan Penggunaan Majaz
5. Peneguhan Allah
َ س اَ َمنَةً ِّم ْنهُ َويُنَ ِّز ُل َعلَ ْي ُك ْم ِّمنَ ال َّس َمٓا ِء َمٓا ًء لِّيُطَهِّ َر ُك ْم بِ ٖه َوي ُْذ ِه
ب َ اِ ْذ يُ َغ ِّش ْي ُك ُم النُّ َعا
ۗ َع ْن ُك ْم ِرجْ زَ ال َّشي ْٰط ِن َولِيَرْ بِطَ ع َٰلى قُلُوْ بِ ُك ْم َويُثَبِّتَ بِ ِه ااْل َ ْقدَا َم
"(Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi
ketenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit
kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu dan menghilangkan
gangguan-gangguan setan dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu serta
memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian)."
Penggunaan Majaz pada ayat ini terletak pada lafadz ااْل َ ْقدَامyang mana
secara tekstual memiliki makna telapak kaki. Namun yang dimaksudkan
10
Via Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com
7
telapak kaki pada ayat ini adalah teguh pendirian. Pada ayat ini dijelaskan
bahwasannya Allah membuat orang-orang mukmin untuk menentramkan hati
mereka yang tengah dilanda ketakutan kepada musuh mereka, dan
menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan mereka dari hadas,
menghindarkan mereka dari gangguan setan, dan meneguhkan hati mereka,
untuk menguatkan tubuh mereka ketika berhadapan dengan musuh, serta
untuk memperkukuh pijakan kaki (teguh pendirian) dengan mengeraskan
tanah pasir agar kaki mereka tidak ternenam ke tanah.11
Pada Ayat ini jenis majaz yang digunakan adalah majaz mufrad mursal
lebih tepatnya pada alaqah juz’iyyah, yaitu sebagian yang mencangkup
keseluruhan, kata al-aqdaam (telapak kaki) adalah sebagian, yang
dimaksudkan adalah keseuruhan dari badan orang mukmin tersebut dalam
mengokohkan/berteguh pendirian.12
11
Tafsirweb, Surah Al-Anfal ayat 11.
12
Khamim. H. Ahmad Subakir, Ilmu Balaghah,( Yogyakarta : 2018, IAIN Kediri Press), hal. 129.
8
DAFTAR PUSTAKA
9
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah. Jakarta : Lentera Hati, 2002.
10