A. Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur,
alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat
badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.
B. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Asthma Bronkiale biasanya mengeluh
adanya sesak nafas.
Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami pasien dari
rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.
Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada yang pernah
mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang ada di dalam
keluarga.
1) Kepala : bentuk kepala simetris, tidak ada lesi, rambut beruban , bersih
3) Hidung : bentuk hidung simetris, tidak ada lendir dan tidak terpasang alat bantu
nafas.
4) Mulut : mukosa bibir kering, lidah putih, gigi banyak yang sudah tanggal, tidak
ada perdarahan pada gusi, tidak ada stomatitis.
5) Telinga : simetris kanan dan kiri, sedikit serumen, tidak ada gangguan
pendengaran.
7) Dada : insfeksi, simetris , tidak ada lesi , tidak menggunakan oto bantu
pernapasan, tidak ada raksi dingding dada.
8) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, paru kanan dan kiri sama.
9) Perkusi : sonor
11) Abdomen : insfeksi cekung ,tidak udema , tidak ada lesi , bersih
Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Februari 2014 pukul 08.00 di Ruang Asoka
RS Margono Soekardjo Purwokerto, sumber data berasal dari pasien, keluarga pasien,
perawat dan catatan medis. Data hasil pengkajian ditemukan sebagai berikut :
Pasien bernama Tn. B berumur 50 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat
purwokerto, status sudah menikah, beragama islam, suku jawa, pendidikan terakhir
pasien SMP, pekerjaan buruh. Sedangkan penanggung jawab pasien adalah adik
pasien yang bernama Tn. R, umur 40 tahun, dan beralamat di purwokerto.
Keluhan utama pasien yaitu pasien mengeluh sesak nafas. Keluhan tambahan
yang dirasakan pasien adalah pasien merasakan dada yang tertekan dan kesulitan
bernafas, batuk yang disertai dengan sputum, warna sputum putih. Pasien mengatakan
riwayat merokok, serta bekerja di pabrik pemotongan kayu, pasien mengatakan sering
mengalami pilek dan batuk setelah terpapar serbuk kayu, pasien terlihat kesulitan
berbicara. Pasien mengatakan letih dan lemah setelah melakukan aktivitas sehari-hari
karena kesulitan bernafas, sesak nafas saat istirahat setelah beraktivitas, pasien terlihat
letih, pasien dibantu oleh anggota keluarganya untuk melakukan aktivitas seperti
untuk ambulasi atau berpindah tempat, mandi dan toileting. Pasien mengatakan
kesulitan untuk tidur karena batuk yang bertambah di malam hari, pasien mengatakan
tidak dapat beristirahat dengan baik, pasien sering terbangun saat tidur di malam hari,
pasien mengatakan terbangun 4 kali di malam hari, pasien tidur selama 5 jam sehari.
Riwayat penyakit saat ini antara lain pasien dibawa ke IGD RSUD Margono
Soekardjo pada hari minggu tanggal 2 Februari 2014 dengan keluhan sesak nafas dan
lemas, di IGD mendapat therapy infuse RL 10 tpm, injeksi furosemid 2 x 10 mg, O 2 3
liter permenit. Pasien dipindah ke ruang soka tanggal 3 februari 2014 dan diberi
therapy oksigen 3 liter permenit, injeksi cefotaxime 1 gram, injeksi ranitidine 30 mg,
injeksi methylprednisolone 62,5 mg, nebulizer ventolin 2 x 2,5 mg, nebulizer flixotide
3 hari sekali 0,5 mg serta sirup dextromethorphan 3 x 5 ml. Riwayat penyakit dahulu,
pasien mengatakan pernah menderita penyakit yang sama, tetapi belum pernah
dirawat dan hanya kontrol saja di RS daerah Karang Jambu.
Pada pola pengkajian aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan
aktivitas sehari-hari (Activity Daily Learning) dilakukan secara mandiri seperti untuk
berpindah, mandi dan toileting. Sedangkan saat sakit pasien mengatakan letih dan
lemah setelah melakukan aktivitas sehari-hari karena kesulitan bernafas, sesak nafas
saat istirahat setelah beraktivitas, pasien terlihat letih, pasien dibantu oleh anggota
keluarganya untuk melakukan aktivitas seperti untuk ambulasi atau berpindah tempat,
mandi dan toileting. Pada pola aktivitas dan latihan pasien didapatkan hasil sebagai
berikut untuk berpindah, mandi dan toileting pasien di bantu oleh orang lain atau
anggota keluarganya dengan skor penilaian 2.
Pada pola istirahat tidur, pasien mengatakan sebelum sakit pasien dapat tidur
dengan nyenyak, tidur selama ± 8 jam, pasien juga dapat tidur siang selama 1 jam.
Pasien mengatakan kesulitan untuk tidur karena batuk yang bertambah di malam hari,
pasien mengatakan tidak dapat beristirahat dengan baik, pasien sering terbangun saat
tidur di malam hari, pasien terbangun 4 kali di malam hari, pasien tidur selama 5 jam
sehari.
Dari pemeriksaan fisik pada Tn. B ditemukan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
meliputi keadaan umum pasien cukup, GCS15 : E4M5V6, tekanan darah 110/60 mmHg,
nadi 88 x/ menit, suhu badan 36,6oc, respirasi 28 x/menit.
Pada pemeriksaan head to toe diperoleh hasil, pemeriksaan kepala : mesochepal,
rambut hitam bersih, tidak ada ketombe. Pada memeriksaan mata kedua mata sembab,
kedua kelopak mata bawah terlihat hitam, kedua mata simetris, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pemeriksaan
hidung : lubang hidung simetris, tidak ada polip, bersih, tidak ada sekret, dan dapat
mencim bau dengan baik. Pemeriksaan telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen,
tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Pemeriksaan leher tidak ada pembesaran
kelenjar thyroid.
Pada pemeriksaan paru : inspeksi : simetris, adanya bentuk dada seperti tong,
terlihat meninggikan bahu untuk bernafas, pengembangan dada kanan dan kiri sama,
palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri, perkusi : bunyi pekak pada paru-paru,
auskultasi : bunyi nafas mengi, ronkhi pada paru bagian kanan dan wheezing pada
paru bagian kiri. Pada pemeriksaan jantung : inspeksi : simetris, ictus kordis tidak
tampak, palpasi : ictus cordis teraba, teratur dan tidak terlalu kuat, perkusi : bunyi
pekak, tidak ada pelebaran, auskultasi : bunyi jantung murni, tidak ada suara
tambahan.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi : simetris, tidak ada luka bekas operasi,
auskultasi : peristalik usus 8 x/menit, perkusi : timpani, palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Pada pemeriksaan genetalia : bersih, tidak terpasang kateter. Pada pemeriksaan
ekstrimitas, ekstrimitas atas kanan dapat bergerak bebas. Kiri : terpasang infuse RL 20
tpm. Ektrimitas bawah tidak ada udema, pasien dapat bergerak bebas.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 2
Februari untuk pemeriksaan laboratorium meliputi : leukosit 9120/UL, glukosa
sewaktu 196 mg/dL, natrium 139 mmol/L, kalium 3,8 mmol/L, klorida 97 mmol/L.
Pada tanggal 3 Februari 2014 untuk pemeriksaan sputum meliputi : BTA I negative,
lekosit positif, epithel positif. Pemeriksaan tanggal 4 Februari 2014 dengan
pewarnaan ZN 2 x BTA II negative, lekosit positif, epithel positif, pewarnaan 3 x,
BTA III negative, lekosit positif, epithel positif. Pada pemeriksaan rontgen didapatkan
kesan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
Terapi yang diperoleh pasien pada tanggal 4-7 Februari 2014 antara lain O 2 3 liter
permenit, Infus RL 20 tpm, Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gr, Injeksi Ranitidine 2 x 30 mg,
Injeksi Methylprednisolone 2 x 62,5 mg, Nebulizer ventolin 2 x 2,5 mg, flixotide 3
hari sekali 0,5 mg, Sirup Dextromethorphan 3 x 5 ml.
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan Penyakit paru Obstruksi Kronis menurut
Doenges (2000) adalah :
a. Aktivitas dan istirahat
1) Gejala :
a) Keletihan, kelemahan, malaise.
b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
c) Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
d) Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
2) Tanda :
a) Keletihan.
b) Gelisah, insomnia.
c) Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.
b. Sirkulasi
1) Gejala
a) Pembengkakan pada ekstrimitas bawah.
2) Tanda :
a) Peningkatan tekanan darah.
b) Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.
c) Distensi vena leher atau penyakit berat.
d) Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
e) Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)
f) Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis, kuku
tabuh dan sianosis perifer.
g) Pucat dapat menunjukkan anemia.
c. Integritas ego
1) Gejala :
a) Peningkatan faktor resiko.
b) Perubahan pola hidup.
2) Tanda :
a) Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d. Makanan atau cairan
1) Gejala :
a) Mual atau muntah.
b) Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
c) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
d) Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis).
2) Tanda :
a) Turgor kulit buruk.
b) Edema dependen.
c) Berkeringat.
d) Penurunan berat badan, penurunan masa otot atau lemak subkutan (emfisema).
e) Palpasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis).
e. Hygiene
1) Gejala :
a) Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas
sehai-hari.
2) Tanda :
a) Kebersihan buruk, bau badan.
f. Pernafasan
1) Gejala :
a) Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol
pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit
nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
b) Lapar udara kronis.
c) Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun selama
minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum
(hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
d) Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun
dapat menjadi produktif (emfisema).
e) Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan
dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes,
debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.
f) Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema).
g) Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
2) Tanda :
a) Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema).
b) Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan
eksasebrasi akut (bronchitis kronis).
c) Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa
supraklavikula, melebarkan hidung.
d) Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel
chest), gerakan diafragma minimal.
e) Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), menyebar,
lembut, atau krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru
pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan
atau tak adanya bunyi nafas (asma).
f) Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara dengan
emfisema, bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
g) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus.
h) Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan keseluruhan,
warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung). Pasien dengan emfisema
sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun pertukaran
gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
i) Tabuh pada jari-jari (emfisema).
g. Keamanan
1) Gejala :
a) Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
b) Adanya atau berulangnya infeksi.
c) Kemerahan atau berkeringan (asma).
h. Seksualitas
1) Gejala :
a) Penurunan libido.
i. Interaksi sosial
1) Gejala :
a) Hubungan ketergantungan.
b) Kurang sistem pendukung.
c) Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.
d) Penyakit lama atau kemampuan membaik.
2) Tanda :
a) Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena distress
pernafasan.
b) Keterbatasan mobilitas fisik.
c) Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
j. Penyuluhan atau pembelajaran
1) Gejala :
a) Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
b) Kesulitan menghentikan merokok.
c) Penggunaan alkohol secara teratur.
d) Kegagalan untuk membaik.
2) Rencana pemulangan :
a) Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri, perawatan
rumah atau mempertahankan tugas rumah.
b) Perubahan pengobatan atau program terapeutik.
Engram (2000) menambahkan pengkajian data dasar pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :
a. Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang :
1) Merokok produk tembakau (faktor-faktor penyebab utama).
2) Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
3) Riwayat alergi pada keluarga.
4) Riwayat asma pada masa kanak-kanak.
b. Riwayat atau adanya faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi, seperti
alergen (serbuk, debu, kulit, serbuk sari, jamur) stress emosional, aktivitas fisik
berlebihan, polusi udara, infekasi saluran nafas, kegagalan program pengobatan
yang dianjurkan.
c. Pemeriksaan fisik yang berdasarkan pengkajian sistem pernafasan (Apendiks A)
yang meliputi :
1) Manifestasi klasik dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :
a) Peningkatan dispnea (paling sering ditemukan).
b) Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal,
mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
c) Penurunan bunyi nafas.
d) Takipnea.
e) Ortopnea.
2) Gejala – gejala menetap pada proses penyakit dasar :
a) Asma
(1) Batuk (mungkin produktif atau non produktif) dan perasaan dada seperti
terikat.
(2) Mengi saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar tanpa stetoskop.
(3) Pernafasan cuping hidung.
(4) Ketakutan dan diaforesis.
b) Bronkitis
(1) Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya
terjadi pada pagi hari dan sering diabaikan oleh perokok (disebut batuk perokok).
(2) Inspirasi ronkhi kasar (crackles) dan mengi.
(3) Sesak nafas.
Inspeksi
Pada klien dengan COPD, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan
serta pengguanaan oto bantu nafas ( sternokleidomastoideus ). Pada saat inspeksi,
biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang
terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan dan
pernafasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispna terjadi pada saat
beraktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari. Seperti makan dan mandi.
Pengkajian batuk produktif dengan skutum turulen disertai dengan demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi nafas rongkhi dan weeshing sesuai tingkat keparahan
opstruktif pada bronkiolus.
Diagnosa
Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum & keletihan.
Tujuan : infeksi bronkopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema
inflamasi dan untuk memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernafasan
minor yang tidak memberika dampak pada individu yang memiliki paru normal, dapat
berbahaya bagi klien CPOD.
Kriteria evaluasi : frekuensi nafas 16-20x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit, dan
kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.
Rencana Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam melakukan Menjadi data dasar dalam melakukan
aktifitas. intervensi selanjutnya.
Atur cara beraktifitas klien sesuai Klien dengan CPOD, mengalami penurunan
kemampuan. toleransi terhadap olahraga pada periode
yang pasti dalam 1 hari. Hal ini terutama
tampak nyata pada saat bangun di pagi hari,
karena sekresi bronkial dan edema
menumpuk dalam paru selama malam hari
ketika individu berbaring. Klien sering tidak
dapat mandi dan mengenakan pakaian.
Aktivitas yang membutuhkan mengangkat
lengan ke atas setinggi toraks dapat
menyebabkan keletihan atau distress
pernafasan. Aktivitas ini mungkin akan
dapat ditoleransi lebih baik setelah klien
bangun dan bergerak-gerak sekitar setengah
jam atau lebih. Karena keterbatasan ini,
klien harus ikut serta dalam perencanaan
aktifitas perawatan diri dengan perawat dan
dalam menentukan waktu yang paling tepat
untuk mandi dan berpakaian. Minuman
hangat saat bangun, dibarengi dengan
pernafasan diafragmatik, akan membantu
untuk mengeluarkan sekressi dan akan
mempersingkat periode kesulitan yang
dialami saat bangun pagi.
Ajarkan latihan otot-otot pernafasan. Setelah klien mempelajari pernafasan
diafragmatik, suatu program pelatihan otot-
otot pernafasan dapat diberikan untuk
membantu menguatkan otot-otot yang
digunakan dalam bernafas. Program ini
mengharuskan klien bernafas terhadap suatu
tahanan selama 10-15 menit setiap hari.
Resisten secara bertahap ditingkatkan dan
otot-otot menjadi terkondisi menjadi lebih
baik. Mengkondisikan otot-otot pernafasan
membutuhkan waktu yang lama, dan klien
diinstruksikan untuk melanjutkan latihan di
rumah
Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di rumah
Tujuan : klien dan keluarga mengetahui intervensi mandiri dalam melakukan perawatan di
rumah
Kriteria evaluasi : klien dan keluarga mampu mengulang apa yang telah diajarkan
Rencana Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan klien dan Menjadi data dasar bagi perawat untuk
keluarga tentang perawatan rumah menjelaskan sesuai tingkat pengetahuan yang
dimiliki
Tetapkan tujuan yang realistic Klien dengan COPD dapat memperbaiki kualitas
hidupnya dengan mengetahui tentang proses
penyakit yang dialaminya. Salah satu factor-
faktor penyuluhan utama adalah penjelasan
tentang pentingnya penetapan; dan penerimaan
tujuan jangka pendek dan jangka Panjang yang
realistic. Jika klien sangat kesulitan, objekntif dari
pengobatan adalah untuk memulihkan fungsi paru
sebelumnya dan menghilangkan gejala-gejala
sebanyak mungkin. Jika penyakitnya ringan,
objektifnya adalah untuk meningkatkan toleransi
latihan dan mencegah kehilangan fungsi paru
lebih jauh. Tujuan dan perkiraan tentang
pengobatan harus dibicarakan dan direncanakan
Bersama klien. Klien dan mereka yang
memberikan perawatan harus sabar untuk
mencapai tujuan ini.
Hindari perubahan suhu yang ekstrim Klien diinstruksikan untuk menghindari panas
atau dingin yang ekstrim. Panas meningkatkan
suhu tubuh, karenanya meningkatkan kebutuhan
oksigen tubuh; dingin cenderung meningkatkan
brokhospasme.
Anjurkan agar klien untuk berhenti merokok menekan aktifitas sel-sel pemangsa
merokok (makrofage) dan mempengaruhi mekanisme
pembersihan siliaris dari saluran pernafasan, yaitu
fungsi untuk menjaga saluran pernafasan bebas
dari iritan, bakteri, dan benda asing lainnya yang
terhirup. Jika mekanisme pembersihan ini rusak
karena merokok, aliran udara menjadi tersumbat,
dan udara menjadi terjebak dibalik jalan nafas
yang tersumbat. Distensi alveoli sangat melebar
dan kapasitas paru menghilang. Merokok juga
mengiritasi sel-sel goblet dan kelenjar mukosa,
menyebabkan peningkatan akumulasi lendir.
Akumulasi lendir menyebabkan iritasi lebih
lanjut, infrksi dan kerusakan pada paru.
Intervensi/rencana
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan kerusakan
alveoli (Doenges, 2000)
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Kriteria hasil : Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat
kemampuan/situasi.
Intervensi:
a. Mandiri
1) Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidakmampuan bicara atau berbincang
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/atau kronisnya proses
penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan/toleransi
individu.
Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan kerja nafas.
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar
bibir/daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
Rasional: Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan
Rasional: Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya sekret. Krekels
basah menyebar menunjukkan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
6) Palpasi fremitus
Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Rasional: Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA
memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang
berhubungan dengan hipoksemia.
8) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi
aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan
pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu
b. Kolaborasi
Rasional: PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis, emfisema) dan PaO2 secara umum
menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. 32
2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien
3) Berikan penekan SSP (misalnya antiansietas, sedatif, atau narkotik) dengan hati-
hati
Rasional: Terjadinya atau kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya
tindakan penyelamatan hidup
B. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan,
efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah (Doenges, 2000)
a. Mandiri
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evalusi berat badan dan ukuran tubuh
Rasional: Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi
sputum, dan obat. Selain itu, banyak pasien PPOK mempunyai kebiasaan makan
buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat, pasien sering masuk RS dengan
beberapa derajat malnutrisi. Orang yang mengalami emfisema sering kurus dengan
perototan kurang.
3) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tissue
Rasional: Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu
makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
4) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan
porsi kecil tapi sering.
b. Kolaborasi
1) Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah
cerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral/selang, nutrisi
parenteral.
Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret
Intervensi:
a. Mandiri
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya mengi, krekles, ronki.
Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misalnya penyebaran,
krekels basah (bronkitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau
tidak adanya bunyi nafas (asma berat).
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3) Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan “lapar udara” gelisah, ansietas,
distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
Rasional: Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya
infeksi, reaksi alergi.
4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.
5) Pertahankan polusi lingkungan minimum, misalnya debu, asap dan bulu bantal
yang berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional: Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut.
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea
dan menurunkan jebakan udara.
Rasional: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit
akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di
bawah setelah perkusi dada.
8) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan, sebagai pengganti makanan.
b. Kolaborasi
Rasional: Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan
langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot/kegagalan pernafasan
dengan meningkatkan kontraktilitas diafragma. Meskipun teofilin telah dipilih untuk
terapi, penggunaan teofilin mungkin sedikit atau tidak menguntungkan pada program
obat β-agonis adekuat. Namun, ini dapat mempertahankan bronkodilatasi sesuai
penurunan efek dosis 28 antar β-agonis. Penelitian saat ini menunjukkan teofilin
menggunakan korelasi dengan penurunan frekuensi perawatan di rumah sakit.
Rasional: Menurunkan inflamasi jalan nafas lokal dan edema dengan menghambat
efek histamin dan mediator lain.
e) Antimikrobial
Rasional: Banyak antimikrobial dapat diindikasikan untuk mengontrol infeksi
pernafasan/pneumonia.
Rasional: Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan
memungkinkan pasien untuk istirahat.
Rasional: Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya
sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-diansusant-6689-2-babii.pdf