Anda di halaman 1dari 28

Pengkajian

A. Identitas

Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur,
alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat
badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.

B. Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Asthma Bronkiale biasanya mengeluh
adanya sesak nafas.

C. Riwayat penyakit sekarang

Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami pasien dari
rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.

D. Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami Asthma Bronkiale


atau penyakit menular yang lain.

E. Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada yang pernah
mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang ada di dalam
keluarga.

F. Pemeriksaan Head To Toe

1) Kepala : bentuk kepala simetris, tidak ada lesi, rambut beruban , bersih

2) Mata : konjungtiva anemis , fungsi penglihatan baik simetris

3) Hidung : bentuk hidung simetris, tidak ada lendir dan tidak terpasang alat bantu
nafas.

4) Mulut : mukosa bibir kering, lidah putih, gigi banyak yang sudah tanggal, tidak
ada perdarahan pada gusi, tidak ada stomatitis.

5) Telinga : simetris kanan dan kiri, sedikit serumen, tidak ada gangguan
pendengaran.

6) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada udema.

7) Dada : insfeksi, simetris , tidak ada lesi , tidak menggunakan oto bantu
pernapasan, tidak ada raksi dingding dada.
8) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, paru kanan dan kiri sama.

9) Perkusi : sonor

10) Auskultasi : terdengar bunyi rongkhi dikedua paru-paru

11) Abdomen : insfeksi cekung ,tidak udema , tidak ada lesi , bersih

12) Auskultasi : bising usus 14x/menit

13) Palpasi : tidak ada nyeri tekan

14) Perkusi : tympani

Pengkajian focus khusus pada pasien dengan COPD

Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Februari 2014 pukul 08.00 di Ruang Asoka
RS Margono Soekardjo Purwokerto, sumber data berasal dari pasien, keluarga pasien,
perawat dan catatan medis. Data hasil pengkajian ditemukan sebagai berikut :
Pasien bernama Tn. B berumur 50 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat
purwokerto, status sudah menikah, beragama islam, suku jawa, pendidikan terakhir
pasien SMP, pekerjaan buruh. Sedangkan penanggung jawab pasien adalah adik
pasien yang bernama Tn. R, umur 40 tahun, dan beralamat di purwokerto.
Keluhan utama pasien yaitu pasien mengeluh sesak nafas. Keluhan tambahan
yang dirasakan pasien adalah pasien merasakan dada yang tertekan dan kesulitan
bernafas, batuk yang disertai dengan sputum, warna sputum putih. Pasien mengatakan
riwayat merokok, serta bekerja di pabrik pemotongan kayu, pasien mengatakan sering
mengalami pilek dan batuk setelah terpapar serbuk kayu, pasien terlihat kesulitan
berbicara. Pasien mengatakan letih dan lemah setelah melakukan aktivitas sehari-hari
karena kesulitan bernafas, sesak nafas saat istirahat setelah beraktivitas, pasien terlihat
letih, pasien dibantu oleh anggota keluarganya untuk melakukan aktivitas seperti
untuk ambulasi atau berpindah tempat, mandi dan toileting. Pasien mengatakan
kesulitan untuk tidur karena batuk yang bertambah di malam hari, pasien mengatakan
tidak dapat beristirahat dengan baik, pasien sering terbangun saat tidur di malam hari,
pasien mengatakan terbangun 4 kali di malam hari, pasien tidur selama 5 jam sehari.
Riwayat penyakit saat ini antara lain pasien dibawa ke IGD RSUD Margono
Soekardjo pada hari minggu tanggal 2 Februari 2014 dengan keluhan sesak nafas dan
lemas, di IGD mendapat therapy infuse RL 10 tpm, injeksi furosemid 2 x 10 mg, O 2 3
liter permenit. Pasien dipindah ke ruang soka tanggal 3 februari 2014 dan diberi
therapy oksigen 3 liter permenit, injeksi cefotaxime 1 gram, injeksi ranitidine 30 mg,
injeksi methylprednisolone 62,5 mg, nebulizer ventolin 2 x 2,5 mg, nebulizer flixotide
3 hari sekali 0,5 mg serta sirup dextromethorphan 3 x 5 ml. Riwayat penyakit dahulu,
pasien mengatakan pernah menderita penyakit yang sama, tetapi belum pernah
dirawat dan hanya kontrol saja di RS daerah Karang Jambu.
Pada pola pengkajian aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan
aktivitas sehari-hari (Activity Daily Learning) dilakukan secara mandiri seperti untuk
berpindah, mandi dan toileting. Sedangkan saat sakit pasien mengatakan letih dan
lemah setelah melakukan aktivitas sehari-hari karena kesulitan bernafas, sesak nafas
saat istirahat setelah beraktivitas, pasien terlihat letih, pasien dibantu oleh anggota
keluarganya untuk melakukan aktivitas seperti untuk ambulasi atau berpindah tempat,
mandi dan toileting. Pada pola aktivitas dan latihan pasien didapatkan hasil sebagai
berikut untuk berpindah, mandi dan toileting pasien di bantu oleh orang lain atau
anggota keluarganya dengan skor penilaian 2.
Pada pola istirahat tidur, pasien mengatakan sebelum sakit pasien dapat tidur
dengan nyenyak, tidur selama ± 8 jam, pasien juga dapat tidur siang selama 1 jam.
Pasien mengatakan kesulitan untuk tidur karena batuk yang bertambah di malam hari,
pasien mengatakan tidak dapat beristirahat dengan baik, pasien sering terbangun saat
tidur di malam hari, pasien terbangun 4 kali di malam hari, pasien tidur selama 5 jam
sehari.
Dari pemeriksaan fisik pada Tn. B ditemukan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
meliputi keadaan umum pasien cukup, GCS15 : E4M5V6, tekanan darah 110/60 mmHg,
nadi 88 x/ menit, suhu badan 36,6oc, respirasi 28 x/menit.
Pada pemeriksaan head to toe diperoleh hasil, pemeriksaan kepala : mesochepal,
rambut hitam bersih, tidak ada ketombe. Pada memeriksaan mata kedua mata sembab,
kedua kelopak mata bawah terlihat hitam, kedua mata simetris, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pemeriksaan
hidung : lubang hidung simetris, tidak ada polip, bersih, tidak ada sekret, dan dapat
mencim bau dengan baik. Pemeriksaan telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen,
tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Pemeriksaan leher tidak ada pembesaran
kelenjar thyroid.
Pada pemeriksaan paru : inspeksi : simetris, adanya bentuk dada seperti tong,
terlihat meninggikan bahu untuk bernafas, pengembangan dada kanan dan kiri sama,
palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri, perkusi : bunyi pekak pada paru-paru,
auskultasi : bunyi nafas mengi, ronkhi pada paru bagian kanan dan wheezing pada
paru bagian kiri. Pada pemeriksaan jantung : inspeksi : simetris, ictus kordis tidak
tampak, palpasi : ictus cordis teraba, teratur dan tidak terlalu kuat, perkusi : bunyi
pekak, tidak ada pelebaran, auskultasi : bunyi jantung murni, tidak ada suara
tambahan.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi : simetris, tidak ada luka bekas operasi,
auskultasi : peristalik usus 8 x/menit, perkusi : timpani, palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Pada pemeriksaan genetalia : bersih, tidak terpasang kateter. Pada pemeriksaan
ekstrimitas, ekstrimitas atas kanan dapat bergerak bebas. Kiri : terpasang infuse RL 20
tpm. Ektrimitas bawah tidak ada udema, pasien dapat bergerak bebas.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 2
Februari untuk pemeriksaan laboratorium meliputi : leukosit 9120/UL, glukosa
sewaktu 196 mg/dL, natrium 139 mmol/L, kalium 3,8 mmol/L, klorida 97 mmol/L.
Pada tanggal 3 Februari 2014 untuk pemeriksaan sputum meliputi : BTA I negative,
lekosit positif, epithel positif. Pemeriksaan tanggal 4 Februari 2014 dengan
pewarnaan ZN 2 x BTA II negative, lekosit positif, epithel positif, pewarnaan 3 x,
BTA III negative, lekosit positif, epithel positif. Pada pemeriksaan rontgen didapatkan
kesan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
Terapi yang diperoleh pasien pada tanggal 4-7 Februari 2014 antara lain O 2 3 liter
permenit, Infus RL 20 tpm, Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gr, Injeksi Ranitidine 2 x 30 mg,
Injeksi Methylprednisolone 2 x 62,5 mg, Nebulizer ventolin 2 x 2,5 mg, flixotide 3
hari sekali 0,5 mg, Sirup Dextromethorphan 3 x 5 ml.

Pengkajian system pernafasan

1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan Penyakit paru Obstruksi Kronis menurut
Doenges (2000) adalah :
a. Aktivitas dan istirahat
1) Gejala :
a) Keletihan, kelemahan, malaise.
b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
c) Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
d) Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
2) Tanda :
a) Keletihan.
b) Gelisah, insomnia.
c) Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.

b. Sirkulasi
1) Gejala
a) Pembengkakan pada ekstrimitas bawah.
2) Tanda :
a) Peningkatan tekanan darah.
b) Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.
c) Distensi vena leher atau penyakit berat.
d) Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
e) Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)
f) Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis, kuku
tabuh dan sianosis perifer.
g) Pucat dapat menunjukkan anemia.
c. Integritas ego
1) Gejala :
a) Peningkatan faktor resiko.
b) Perubahan pola hidup.
2) Tanda :
a) Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
d. Makanan atau cairan
1) Gejala :
a) Mual atau muntah.
b) Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
c) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
d) Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis).
2) Tanda :
a) Turgor kulit buruk.
b) Edema dependen.
c) Berkeringat.
d) Penurunan berat badan, penurunan masa otot atau lemak subkutan (emfisema).
e) Palpasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis).
e. Hygiene
1) Gejala :
a) Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas
sehai-hari.
2) Tanda :
a) Kebersihan buruk, bau badan.
f. Pernafasan
1) Gejala :
a) Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol
pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit
nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
b) Lapar udara kronis.
c) Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun selama
minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum
(hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
d) Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun
dapat menjadi produktif (emfisema).
e) Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan
dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes,
debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.
f) Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema).
g) Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
2) Tanda :
a) Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema).
b) Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan
eksasebrasi akut (bronchitis kronis).
c) Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa
supraklavikula, melebarkan hidung.
d) Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel
chest), gerakan diafragma minimal.
e) Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), menyebar,
lembut, atau krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru
pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan
atau tak adanya bunyi nafas (asma).
f) Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara dengan
emfisema, bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
g) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus.
h) Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan keseluruhan,
warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung). Pasien dengan emfisema
sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun pertukaran
gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
i) Tabuh pada jari-jari (emfisema).
g. Keamanan
1) Gejala :
a) Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
b) Adanya atau berulangnya infeksi.
c) Kemerahan atau berkeringan (asma).
h. Seksualitas
1) Gejala :
a) Penurunan libido.
i. Interaksi sosial
1) Gejala :
a) Hubungan ketergantungan.
b) Kurang sistem pendukung.
c) Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.
d) Penyakit lama atau kemampuan membaik.
2) Tanda :
a) Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena distress
pernafasan.
b) Keterbatasan mobilitas fisik.
c) Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
j. Penyuluhan atau pembelajaran
1) Gejala :
a) Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
b) Kesulitan menghentikan merokok.
c) Penggunaan alkohol secara teratur.
d) Kegagalan untuk membaik.
2) Rencana pemulangan :
a) Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri, perawatan
rumah atau mempertahankan tugas rumah.
b) Perubahan pengobatan atau program terapeutik.
Engram (2000) menambahkan pengkajian data dasar pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :
a. Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang :
1) Merokok produk tembakau (faktor-faktor penyebab utama).
2) Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
3) Riwayat alergi pada keluarga.
4) Riwayat asma pada masa kanak-kanak.
b. Riwayat atau adanya faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi, seperti
alergen (serbuk, debu, kulit, serbuk sari, jamur) stress emosional, aktivitas fisik
berlebihan, polusi udara, infekasi saluran nafas, kegagalan program pengobatan
yang dianjurkan.
c. Pemeriksaan fisik yang berdasarkan pengkajian sistem pernafasan (Apendiks A)
yang meliputi :
1) Manifestasi klasik dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :
a) Peningkatan dispnea (paling sering ditemukan).
b) Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal,
mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
c) Penurunan bunyi nafas.
d) Takipnea.
e) Ortopnea.
2) Gejala – gejala menetap pada proses penyakit dasar :
a) Asma
(1) Batuk (mungkin produktif atau non produktif) dan perasaan dada seperti
terikat.
(2) Mengi saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar tanpa stetoskop.
(3) Pernafasan cuping hidung.
(4) Ketakutan dan diaforesis.
b) Bronkitis
(1) Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya
terjadi pada pagi hari dan sering diabaikan oleh perokok (disebut batuk perokok).
(2) Inspirasi ronkhi kasar (crackles) dan mengi.
(3) Sesak nafas.

c) Bronkitis (Tahap Lanjut)


(1) Penampilan sianosis (karena polisitemia yang terjadi akibat dari hipoksemia
kronis)
(2) Pembengkakan umum atau penampilan “puffy” (disebabkan oleh udema
asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmonal), secara klinis, pasien ini
umumnya disebut “blue bloaters”.
d) Emfisema
(1) Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter toraks anterior
posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
(2) Fase ekspirasi memanjang.
e) Emfisema (Tahap Lanjut)
(1) Hipoksemia dan hiperkapnia tetapi tak ada sianosis pasien ini sering digambarkan
secara klinis sebagai “pink puffers“.
(2) Jari-jari tabuh.
d. Pemeriksaan diagnostik :
1) Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi.
2) Sinar x dada menunjukkan hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan
bendungan pada area paru-paru.
3) Pemeriksaan fungsi pru menunjukkan peningkatan kapasitas paru-paru total
(KPT) dan volume cadangan paru (VC), penurunan kapasitas vital (KV), dan
volume ekspirasi kuat (VEK).
4) Jumlah Darah Lengkap menunjukkan peningkatan hemoglobin, hematokrit, dan
jumlah darah merah (JDM).
5) Kultur sputum positif bila ada infeksi.
6) Esei imunoglobin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
(Immunoglobulin E) jika asma merupakan salah satu komponen dari penyakit
tersebut.

e. Kaji persepsi diri sendiri tentang mengalami penyakit kronis.


f. Kaji berat badan dan rata-rata masukkan cairan dan diet harian.
2. Fokus Intervensi
Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Doenges (2000) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi atau kelemahan.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan
alveoli.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas
(kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit
kronis, malnutrisi.
Engram (2000) menambahkan diagnose keperawatan pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supply O2.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk menetap.
Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Doenges (2000) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi atau kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
akan mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih atau
jelas dengan kriteria hasil pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki
bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
Mandiri :
1) Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels,
ronkhi.
2) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi.
3) Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah, ansietas,
distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.
5) Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
6) Observasi karakteristik batu, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah.
Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
7) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti
makanan.
Kolaborasi :
1) Berikan obat sesuai indikasi.
a) Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).
b) Analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan.
c) Berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer ultranik, humidifier aerosol
ruangan.
d) Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan
alveoli.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan dengan kriteria hasil
pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan
atau situasi.
Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas
bibir, ketidakmampuan berbicara atau berbincang.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan
atau toleransi individu.
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
4) Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.
5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan.
6) Palpasi fremitus.
7) Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
8) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi
aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di kursi selama fase akut.
Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai
toleransi individu.
9) Awasi tanda vital dan irama jantung.
Kolaborasi :
1) Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.
3) Berikan penekan SSP (antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
4) Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan ke
UPI sesuai instruksi untuk pasien.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat dengan kriteria
hasil pasien akan menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makanan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
2) Auskultasi bunyi usus.
3) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tisu.
4) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan
makan porsi kecil tapi sering.
5) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
6) Hindari makanan yang sangat panas atau yang sangat dingin.
7) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Kolaborasi :
1) Konsul ahli gizi atau nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang
mudah dicerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral atau
selang, nutrisi parenteral.
2) Kaji pemeriksaan laboratorium misalnya glukosa, elektrolit. Berikan vitamin atau
mineral atau elektrolit sesuai indikasi.
3) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas
(kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit
kronis, malnutrisi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
menyatakan pemahaman penyebab atau faktor resiko individu dengan kriteria
hasil pasien akan mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan
resiko infeksi dan pasien akan menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
Mandiri :
1) Awasi suhu.
2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan
masukan cairan adekuat.
3) Observasi warna, karakter, bau sputum.
4) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci
tangan yang benar (perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila
memegang atau membuang tisu, wadah sputum.
5) Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi.
6) Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
7) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Kolaborasi :
1) Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan
kuman gram, kultur atau sensitivitas.
2) Berikan antimikrobial sesuai indikasi.

Pemeriksaan fisik: inspeksi, perkusiplapasi auskultasi

Inspeksi

Pada klien dengan COPD, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan
serta pengguanaan oto bantu nafas ( sternokleidomastoideus ). Pada saat inspeksi,
biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang
terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan dan
pernafasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispna terjadi pada saat
beraktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari. Seperti makan dan mandi.
Pengkajian batuk produktif dengan skutum turulen disertai dengan demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.

Palpasi

Pada palpasi,ekspansi meningkat dan taktul fremitus biasanya mnurun

Perkusi

Pada perkusi, didapatkan suara norlam sampai hipersonor sedangkan difragma


mendatar atau menurun

Auskultasi

Sering didapatkan adanya bunyi nafas rongkhi dan weeshing sesuai tingkat keparahan
opstruktif pada bronkiolus.
Diagnosa

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.


2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
produksi sputum, efek samping obat, kelemahan dan dispnea.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan bronkospasme, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan
4. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napasn dan menurunnya kemampuan batuk
efektif
5. Resiko tinggi infeksi pernapasan (pneumoniae) yang berhubungan dengan akumulasi
secret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektif
6. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan keletihan
7. Kolpik individu tidak efektif yang berhubunbgan dengan kurangnya sosialisasi,
kecemasan, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk kerja
8. Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yan g akan dilakukan dirumah
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan bronkontriksi,
akumulasi secret jalan nafas, dan menurunnya kemampuan batuk efektif
Tujuan: dalam waktu 3x 24 jam setelah diberi intervensi jalan nafas kembali efektif
ditandai dengan berkurangnya kuantitas dan fiskositas skutum untuk memperbaiki ventilasi
paru dan pertukaran gas
Kriteria hasil: dapat menyatakan dan mendemonstrasikan batuk efektif, tidak ada suara
nafas tambahan, wheezing (-) dan pernafasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada
penggunaaan otot bantu nafas
Rencana Intervensi Rasional
Kaji warna, kekentalan, dan jumlah skutum Karakteristik stukum dapat menunjukan
berat ringannya obstruksi
Atur posisi semi fowler Meningkatkan ekspansi dada
Bantu klien latihan nafas dalam Batuk yang terkontrol dan efektif dapat
memudahkan pengeluaran dari secret yang
melekat dijalan nafas
Pertahankan intek cairan sedikitnya 250 Ventilasi maksimal membuka lumen jalan
ml/hari kecuali tidak diindikasikan nafas dan meningkatkan gerakan secret
kedalam jalan nafas besar untuk
dikeluarkan.
Lakukan fisioterapi dada dengan Teknik Hidrasi yang adekuat membantu
postural drainase, perkusi, dan vibrasi dada mengencerkan secret dan mengefektifkan
pembersihan jalan nafas. Alasan lain untuk
memperbanyak intex cairan adalah
kecederungan klien untuk bernafas melalui
mulut, yang meningkatkan kehilangan air.
Menghirup air yang diuapkan juga
membantu, karena uap ini dapat
melembabkan percabangan bronkial.
Kolaborasi pemberian obat: broncodilator Kostural braincase dengan perkusi dan
Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan vibrasi menggunakan bantuan gravitasi
terbutaline 0,25mg, penoterol HBr 0,1% untuk membantu menaikan secresi sehingga
solution, orchiprenaline sulfur 0,75mg dapat dikeluarkan atau dihisap dengan
mudah. Terapi yang dapat mengradasi
bronkiolus seperti terapi aerosol,
broncodilator aerosolisasi, atau tindakan
pernafasan tekanan positif interniten (IPPB)
harus diberikan sebelum postural grainase
karena secresi akan mengalir lebih mudah
setelah percabangan trakeobronkial
berdilatasi. Klien diinstruksikan bernafas
dan batuk efektif untuk membantu
mengeluarkan secresi. Postural grainase
biasanya dilakukan ketika klien bangun,
untuk membuang secresi yang telah
terkumpul sepanjang malam dan sebelum
istirahat, untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas tidur.
Agen mulolitik dan ekspektoran Pemberian broncodilator via inhalasi akan
langsung menuju area broncus yang
mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi.
Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengketan secret paru untuk
memudahkan pembersihan.
Agen ekspektoran akan memudahkan secret
lepas dari perlengketan dari jalan nafas
Kortikosteroit Kostrikosteriod berguna dalam keterlibatan
luas pada hipoksemia dan menurunkan
reaksi inflamasi akibat edemam mukosa dan
dinding bronkus

Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan rentensi CO2, peningkatan


secresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran gas membaik.
Kriteria Evaluasi; frekuensi nafas 16-20x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit, dan warna
kulit normal, tidak ada dipsnea dan GDA dalam batas normal
Rencana Intervensi Rasional
Kaji keefektifan jalan nafas. Broncospasme dideteksi ketika terdengar
mengi saat diauskultasi dengan stestoskop.
Peningkatan pembentukan mucus sejalan
dengan penurunan aksi mukosiliaris
menunjang penurunan lebih lanjut diameter
bronki dan mengakibatkan penurunan aliran
udara serta penurunan pertukaran gas, yang
diperburuk oleh kehilangan daya elastisitas
paru.
Kolaborasi untuk pemberian bronkodilator Terapi aerosol membantu mengencerkan
secara aerosol secresi sehingga dapat dibuang.
Broncodilator yang dihirup sering
ditambahkan kedalam nebulizer untuk
memberikan aksi broncodilator langsung
pada jalan nafas dengan demikian
memperbaiki pertukaran gas. Tindakan
inhalasi atau aerosol harus diberikan
sebelum waktu makan untuk memperbaiki
ventilasi paru dan dengan demikian
mengurangi keletihan yang menyertai
aktivitas makan.
Lakukan fisioterapi dada Setelah inhalasi broncodilator nebulizer,
klien disarankan untuk meminum air putih
untuk lebih mengencerkan sekresi.
Kemudian membatukkan dengan ekslusif
atau postural drainase akan membantu
dalam pengeluaran sekresi. Klien dibantu
untuk melakukan hal ini dengan cara yang
tidak membuatnya keletihan
Kolaborasi untuk pemantauan analisis gas Sebagai bahan evaluasi setelah melakukan
arteri intervensi.
Kolaborasi pemberian oksigen via nasal Oksigen diberikan ketika terjadi
hipoksemia. Perawat harus memantau
kemanjuran terapi oksigen dan memastikan
bahwa klien patuh dalam menggunakan alat
pemberi oksigen. Klien diintruksikan
tentang penggunaan oksigen yang tepat dan
tentang bahaya peningkatan laju aliran
oksigen tanpa ada arahan yang eksplisit dari
perawat.

Resiko tinggi infeksi pernafasan (pneumonia) yang berhubungan dengan akumulasi


secret jalan nafas dan menurunnya kemampuan batuk efektif
Tujuan: infeksi broncopulmonal dapat dikendalikan untuk mehilangkan edema inflamasi
dan untuk memungkinkan aksi siliaris normal. Infeksi pernafasan minor yang tidak
memberikan dampak pada individu yang memiliki paru normal, dapat berbahaya pada
klien dengan COPD.
Kriteria hasil: frekuensi nafas 16-20x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit, dan kemampuan
batuk efektif dapat optimal, tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh
Rencana Intervensi Rasional
Kaji kemampuan batuk klien Batuk yang berkaitan dengan infeksi
bronkial memulai siklus yang ganas dengan
trauma dan kerusakan pada paru lebih
lanjut, kemajuan gejala, peningkatan
bronkospasme, dan peningkatan lebih lanjut
terhadap kerentanan infeksi bronkial.
Infeksi mengganggu fungsi paru dan
merupakan penyebab umum gagal nafas
pada klien dengan COPD.
Monitor adanya perubahan yang mengarah Kilen diintruksikan untuk melaporkan
pada tanda-tanda infeksi pernafasan dengan segera jika skutum mengalami
perubahan warna, karena pengeluaran
skutumpurulen atau perubahan karakter,
warna, atau jumlah adalah tanda dari
infeksi. Segala gejala yang memburuk
(peningkatan kesesakan didada peningkatan
dipsnea dan keletihan) juga menandakan
infeksi dan harus dilaporkan. Infeksi virus
sangat berbahaya bagi klien ini karena
infeksi ini terlalu sering di sertai oleh
infeksi yang disebabkan organisme seperti
S.pneomoniae dan H.invluenzae.
Ajarkan latihan bernafas dan training Latihan bernafas. Sebagian besar individu
pernafasan dengan COPD bernafas dalam dari dada
bagian atas dengan cara yang tepat dan tidak
efesien. Jenis bernafas dengan dada atas ini
dapat diubah menjadi bernafas diagfragmate
dengan latihan. Training pernafasan
diagfragmate, mengurangi frekuensi
pernafasan, meningkatkan ventilasi alveolar,
dan kadang membantu mengeluarkan udara
sebanyak mungkin selama ekspirasi.
Bernafas dengan bibir yang dirapatkan
melambatkan ekspirasi, mencegah kolaps
unit paru dan membantu klien untuk
mengendalian frekuensi serta kedalaman
pernafasan dan untuk rileks, yang
memungkinkan klien untuk mencapai
control terhadap dipsnea dan perasaan
panik.

Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum & keletihan.
Tujuan : infeksi bronkopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema
inflamasi dan untuk memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernafasan
minor yang tidak memberika dampak pada individu yang memiliki paru normal, dapat
berbahaya bagi klien CPOD.
Kriteria evaluasi : frekuensi nafas 16-20x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit, dan
kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.
Rencana Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam melakukan Menjadi data dasar dalam melakukan
aktifitas. intervensi selanjutnya.
Atur cara beraktifitas klien sesuai Klien dengan CPOD, mengalami penurunan
kemampuan. toleransi terhadap olahraga pada periode
yang pasti dalam 1 hari. Hal ini terutama
tampak nyata pada saat bangun di pagi hari,
karena sekresi bronkial dan edema
menumpuk dalam paru selama malam hari
ketika individu berbaring. Klien sering tidak
dapat mandi dan mengenakan pakaian.
Aktivitas yang membutuhkan mengangkat
lengan ke atas setinggi toraks dapat
menyebabkan keletihan atau distress
pernafasan. Aktivitas ini mungkin akan
dapat ditoleransi lebih baik setelah klien
bangun dan bergerak-gerak sekitar setengah
jam atau lebih. Karena keterbatasan ini,
klien harus ikut serta dalam perencanaan
aktifitas perawatan diri dengan perawat dan
dalam menentukan waktu yang paling tepat
untuk mandi dan berpakaian. Minuman
hangat saat bangun, dibarengi dengan
pernafasan diafragmatik, akan membantu
untuk mengeluarkan sekressi dan akan
mempersingkat periode kesulitan yang
dialami saat bangun pagi.
Ajarkan latihan otot-otot pernafasan. Setelah klien mempelajari pernafasan
diafragmatik, suatu program pelatihan otot-
otot pernafasan dapat diberikan untuk
membantu menguatkan otot-otot yang
digunakan dalam bernafas. Program ini
mengharuskan klien bernafas terhadap suatu
tahanan selama 10-15 menit setiap hari.
Resisten secara bertahap ditingkatkan dan
otot-otot menjadi terkondisi menjadi lebih
baik. Mengkondisikan otot-otot pernafasan
membutuhkan waktu yang lama, dan klien
diinstruksikan untuk melanjutkan latihan di
rumah

Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di rumah
Tujuan : klien dan keluarga mengetahui intervensi mandiri dalam melakukan perawatan di
rumah
Kriteria evaluasi : klien dan keluarga mampu mengulang apa yang telah diajarkan
Rencana Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan klien dan Menjadi data dasar bagi perawat untuk
keluarga tentang perawatan rumah menjelaskan sesuai tingkat pengetahuan yang
dimiliki
Tetapkan tujuan yang realistic Klien dengan COPD dapat memperbaiki kualitas
hidupnya dengan mengetahui tentang proses
penyakit yang dialaminya. Salah satu factor-
faktor penyuluhan utama adalah penjelasan
tentang pentingnya penetapan; dan penerimaan
tujuan jangka pendek dan jangka Panjang yang
realistic. Jika klien sangat kesulitan, objekntif dari
pengobatan adalah untuk memulihkan fungsi paru
sebelumnya dan menghilangkan gejala-gejala
sebanyak mungkin. Jika penyakitnya ringan,
objektifnya adalah untuk meningkatkan toleransi
latihan dan mencegah kehilangan fungsi paru
lebih jauh. Tujuan dan perkiraan tentang
pengobatan harus dibicarakan dan direncanakan
Bersama klien. Klien dan mereka yang
memberikan perawatan harus sabar untuk
mencapai tujuan ini.
Hindari perubahan suhu yang ekstrim Klien diinstruksikan untuk menghindari panas
atau dingin yang ekstrim. Panas meningkatkan
suhu tubuh, karenanya meningkatkan kebutuhan
oksigen tubuh; dingin cenderung meningkatkan
brokhospasme.
Anjurkan agar klien untuk berhenti merokok menekan aktifitas sel-sel pemangsa
merokok (makrofage) dan mempengaruhi mekanisme
pembersihan siliaris dari saluran pernafasan, yaitu
fungsi untuk menjaga saluran pernafasan bebas
dari iritan, bakteri, dan benda asing lainnya yang
terhirup. Jika mekanisme pembersihan ini rusak
karena merokok, aliran udara menjadi tersumbat,
dan udara menjadi terjebak dibalik jalan nafas
yang tersumbat. Distensi alveoli sangat melebar
dan kapasitas paru menghilang. Merokok juga
mengiritasi sel-sel goblet dan kelenjar mukosa,
menyebabkan peningkatan akumulasi lendir.
Akumulasi lendir menyebabkan iritasi lebih
lanjut, infrksi dan kerusakan pada paru.

Intervensi/rencana

A. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan kerusakan
alveoli (Doenges, 2000)

Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.

Kriteria hasil : Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat
kemampuan/situasi.

Intervensi:

a. Mandiri

1) Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidakmampuan bicara atau berbincang
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/atau kronisnya proses
penyakit.

2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan/toleransi
individu.

Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan kerja nafas.

3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa

Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar
bibir/daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.

4) Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan

Rasional: Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.

5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan
Rasional: Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya sekret. Krekels
basah menyebar menunjukkan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.

6) Palpasi fremitus

Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.

7) Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan

Rasional: Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA
memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang
berhubungan dengan hipoksemia.

8) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi
aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan
pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu

Rasional: Selama distress pernafasan berat/akut/refraktori pasien secara total tidak


mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat
diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program
latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan
dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.

9) Awasi tanda vital dan irama jantung

Rasional: Takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia


sistemik pada fungsi jantung.

b. Kolaborasi

1) Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri

Rasional: PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis, emfisema) dan PaO2 secara umum
menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. 32

2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien

Rasional: Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia

3) Berikan penekan SSP (misalnya antiansietas, sedatif, atau narkotik) dengan hati-
hati

Rasional: Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi


oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal
nafas.

4) Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik, dan pindahkan ke UPI


sesuai intruksi untuk pasien

Rasional: Terjadinya atau kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya
tindakan penyelamatan hidup

B. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan,
efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah (Doenges, 2000)

Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.

Kriteria hasil: Pasien akan menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk


meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi:

a. Mandiri

1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evalusi berat badan dan ukuran tubuh

Rasional: Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi
sputum, dan obat. Selain itu, banyak pasien PPOK mempunyai kebiasaan makan
buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat, pasien sering masuk RS dengan
beberapa derajat malnutrisi. Orang yang mengalami emfisema sering kurus dengan
perototan kurang.

2) Auskultasi bunyi usus

Rasional: Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan mortilitas gaster


dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan
cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.

3) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tissue

Rasional: Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu
makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.

4) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan
porsi kecil tapi sering.

Rasional: Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan


kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

5) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat

Rasional: Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen


dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.

6) Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin

Rasional: Suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.

7) Timbang berat badan sesuai indikasi


Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat
badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

b. Kolaborasi

1) Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah
cerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral/selang, nutrisi
parenteral.

Rasional: Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan


individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal
pasien/penggunaan energi.

2) Kaji pemeriksaan laboratorium, misalnya albumin serum, transferin, profil asam


amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati,
elektrolit. Berikan vitamin atau mineral/elektrolit sesuai indikasi

Rasional: Mengevaluasi atau mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi


nutrisi.

3) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi

Rasional: Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan


masukan.

C. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan bronkospasme, peningkatan


produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan
(Doenges, 2000).

Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas

Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret

Intervensi:

a. Mandiri

1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya mengi, krekles, ronki.
Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misalnya penyebaran,
krekels basah (bronkitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau
tidak adanya bunyi nafas (asma berat).

2) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.

Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

3) Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan “lapar udara” gelisah, ansietas,
distress pernafasan, penggunaan otot bantu.

Rasional: Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya
infeksi, reaksi alergi.

4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.

Rasional: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan


menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distress berat dan mencari posisi yang
paling mudah untuk bernafas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-
lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

5) Pertahankan polusi lingkungan minimum, misalnya debu, asap dan bulu bantal
yang berhubungan dengan kondisi individu.

Rasional: Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut.

6) Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir

Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea
dan menurunkan jebakan udara.

7) Observasi karakteristik batuk, misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu


tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.

Rasional: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit
akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di
bawah setelah perkusi dada.
8) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan, sebagai pengganti makanan.

Rasional: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah


pengeluaran. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan
pada diafragma.

b. Kolaborasi

1) Berikan obat sesuai indikasi a) Bronkodilator, misalnya β-agonis: epinefrin


(Adrenalin, Vaponefrin), albuterol (Proventil, Ventolin), terbutalin (Brethine,
Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer).

Rasional: Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan


spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi
atau inhalasi. b) Xantin, misalnya aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin
(Bronkodyl, Theo-Dur).

Rasional: Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan
langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot/kegagalan pernafasan
dengan meningkatkan kontraktilitas diafragma. Meskipun teofilin telah dipilih untuk
terapi, penggunaan teofilin mungkin sedikit atau tidak menguntungkan pada program
obat β-agonis adekuat. Namun, ini dapat mempertahankan bronkodilatasi sesuai
penurunan efek dosis 28 antar β-agonis. Penelitian saat ini menunjukkan teofilin
menggunakan korelasi dengan penurunan frekuensi perawatan di rumah sakit.

c) Kromolin (Intal), flunisolida (Aerobid).

Rasional: Menurunkan inflamasi jalan nafas lokal dan edema dengan menghambat
efek histamin dan mediator lain.

d) Steroid oral, IV, dan inhalasi, metilprednisolon (Medrol), deksametason (Decadral),


antihistamin misalnya beklometason (Vanceril, Beclonent), triamsinolon (Azmacort)
Rasional: Kortikostiroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat
pengeluaran histamin, menurunkan berat dan frekuensi spasme jalan nafas, inflamasi
pernafasan, dan dispnea.

e) Antimikrobial
Rasional: Banyak antimikrobial dapat diindikasikan untuk mengontrol infeksi
pernafasan/pneumonia.

(1)Analgesik, penekan batuk/antitusif misalnya kodein, produk dextrometorfan


(Benylin DM, Comtrex, Novahistine)

Rasional: Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan
memungkinkan pasien untuk istirahat.

(2)Berikan humidifikasi tambahan, misalnya nebulizer ultranik, humidifier aerosol


ruangan.

Rasional: Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran


dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada
bronkus.

(3)Bantu pengobatan pernafasan, misalnya IPPB, fisioterapi dada

Rasional: Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya
sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.

(4)Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada

Rasional: Membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses penyakit


dan komplikasi.

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-diansusant-6689-2-babii.pdf

Anda mungkin juga menyukai