Oleh:
1. Fifi Afifah 16030234013
2. Putri Siska Agustina 16030234031
3. Michel Angel L. 16030234035
4. Neli Kartika A. 16030234056
KB-2016
1. Koloid
Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara
larutan dan campuran kasar. Meskipun secara mikroskopis koloid tampak
homogen, tetapi koloid digolongkan ke dalam campuran heterogen.
Campuran koloid pada umumnya bersifat stabil dan tidak dapat disaring.
Ukuran partikel koloid terletak antara 1nm – 100nm. Sistem koloid terdiri
atas terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang
didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan
untuk mendispersikan disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat
diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat kontinu
(Keenan, 1984).
2. Macam-macam Koloid
Koloid memiliki bentuk bermacam-macam, tergantung dari fase zat
pendispersi dan zat terdispersinya. Beberapa jenis koloid:
- Aerosol yang memiliki zat pendispersi berupa gas. Aerosol yang memiliki zat
terdispersi cair disebut aerosol cair. Contoh: kabut dan awan, sedangkan yang
memiliki zat terdispersi padat disebut aerosol padat, contoh: asap dan debu
dalam udara.
- Sol Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair. Contoh:
Air sungai, sol sabun, sol detergen, cat dan tinta.
- Emulsi Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain, namun
kedua zat cair itu tidak saling melarutkan. Contoh: santan, susu, mayonaise,
dan minyak ikan.
- Buih Sistem Koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair. Contoh: pada
pengolahan bijih logam, alat pemadam kebakaran, kosmetik dan lainnya. Ada
pula buih padat yang merupakan gas yang terdispersi dalam padat, contoh:
Styrofoam, batu apung, spons, marshmallow.
- Gel sistem koloid kaku atau setengah padat dan setengah cair. Contoh: agar-
agar, lem.
3. Sifat-sifat Koloid
Sifat-sifat koloid diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena
sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan
tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem
koloid, cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel
koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat
menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati,
partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya
sedikit dan sangat sulit diamati. Sifat menghamburkan cahaya ini terkait
dengan ukuran partikel.
b. Gerak Brown
Jika suatu mikroskop optis difokuska pada suatu dispersi koloid
pada arah yang tegak lurus pada berkas cahaya dan dengan latar
belakang gelap, akan nampak partikel-partikel koloid, bukan sebagai
partikel dengan batas yang jelas, melainkan sebagai bintik yang
berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik cahaya yang dipantulkan
ini, orang dapat melihat bahwa partikel koloid yang terdispersi ini
bergerak terus-menerus secara acak menurut jalan yang berliku-liku.
Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini
disebut gerakan brown, menurut nama seorang ahli botani Inggris,
Robert Brown, yang mempelajarinya dalam tahun 1827.
c. Adsorpsi
Jika partikel-partikel sol padat diletakkan dalam zat cair atau gas
maka partikel-partikelnya akan terakumulasi pada permukaan zat padat
tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi yang terkait dengan penyerapan
partikel pada permukaan zat. Sifat adsorpsi dari koloid ini digunakan
dalam berbagai proses, antara lain: Pemutihan gula tebu, Norit, dan
Penjernihan air.
d. Koagulasi
Telah disebutkan bahwa koloid distabilkan oleh muatannya.
Apabila muatan koloid dilucuti maka kestabilan akan berkurang dan
dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan
koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit
ditambahkan kedalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan
cukup lama kedalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan
digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang bermuatan
negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang bermuatan
positif digumpalkan di katode.
Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industri:
1. Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat
(lempung) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur
dengan elektrolit dalam air.
2. Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam
format.
3. Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan
menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya
bermuatan negatif sehingga akan digumpalkan oleh ion Al3+ dari
tawas ( aluminium sulfat )
4. Asap atau debu dari pabrik / industri dapat digumpalkan dengan
alat koagulasi listrik.
e. Koloid Pelindung
Koloid pelindung merupakan koloid yang ditambahkan ke dalam
system koloid agar menjadi stabil. Misalnya penambahan gelatin pada
pembuatan es krim dengan maksud agar es krim tidak cepat memisah
sehingga tetap kenyal, serta penambahan gum arab pada pembuatan
semir, cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan koloid
pelindung.
f. Dialisis
Pemisahan ion dari koloid dengan difusi lewat pori-pori suatu
selaput semipermeabel disebut dialisis. Pori-pori itu biasanya
berdiameterkurang dari 10 Å dan membiarkan lewatnya molekul air dan
ion-ion kecil. Selaput hewani alamiah, kertas perkamen, selofan dan
beberapa plastic sintetik merupakan bahan selaput yang sesuai. Partikel-
partikel yang melewati membran agaknya berlaku demikian tidak
sekedar berdasarkan difusi acak. Mereka teradsorpsi pada permukaan
membran dan bergerak dari letak ( site ) adsorben yang satu ke yang
lain pada waktu mereka bergerak melewati pori-pori itu. (Oxtoby,
2001).
4. Pengertian Tahu
Tahu merupakan produk olahan kacang kedelai yang sangat populer di
Indonesia dan paling banyak di-produksi. Sebanyak 40 % konsumsi kacang
kedelai Indonesia diolah menjadi tahu. Tahu memiliki warna asli putih, tekstur
kompak akan tetapi te-tap lembut dan lunak. Prinsip pembu-atan tahu umumnya
merupakan eks-traksi protein kacang kedelai dengan air kemudian digumpalkan
dengan bahan penggumpal yang berupa asam dan garam-garam tertentu.
Tahu sering disebut dengan daging tanpa tulang karena kandungan gizinya
yang tinggi, terutama mutu protein yang setara dengan daging hewan. Bahkan
protein tahu lebih tinggi dibandingkan dengan protein kedelai dan tahu yang
mempunyai mutu protein nabati terbaik karena memiliki komposisi asam amino
ter-lengkap dan daya cerna yang tinggi atau sebesar 85–98 % (Widaningrum,
2015).
Dalam proses pembuatan tahu biasanya ditambahkan bahan kimia sebagai
koagulan untuk memadatkan susu kedelai seperti asam asetat, batu tahu, atau
Glukono Delta Lactono (GDL). Penggumpal protein yang sering digunakan pada
industri tahu baik industri kecil maupun menengah adalah asam cuka.
5. Protein dalam Tahu
Protein merupakan komponen yang banyak terdapat pada sel hewan dan
tumbuhan. Kandungan protein bervariasi dalam bahan pangan baik dalam
jumlah maupun jenisnya. Protein merupakan sumber gizi utama yaitu asam
amino. Protein juga memberikan sifat fungsional yang penting dalam
membentuk karakteristik pro-duk pangan yaitu sebagai pengemulsi, pengikat
air, pembentuk gel/tekstur, penyerap lemak dan pembentuk buih.
Menurut Nutrition Labeling and Education Act (1994), bahan pangan yang
memiliki kandungan protein se-besar 10 – 30 % dalam 100 gram ba-han
mampu memenuhi kebutuhan protein sebesar 20 – 60 % AKG. Bahan pangan
dikatakan tinggi protein bila mencukupi minimal 20 % AKG.
7. Mutu Tahu
Mutu tahu. ditentukan oleh penampilan tahu yaitu bertekstur lembut, empuk,
bentuk seragam, saat dimakan terasa halus, dan berasa netral. Sementara orang
mempersepsikan tahu dengan wama putih, bentuk kotak, permukaan halus, padat
tidak mudah pecah, dan tidak mengandung bahan pengawet. Selain itu, mutu tahu
juga ditentukan oleh nama ataupun asal tahu misalnya tahu taqwa merupakan
merek dagang (trade mark) yang telah teruji mutunya. Demikian juga Tahu
Sumedang dan Tahu Kediri. Untuk mendapatkan mutu tahu seperti di atas maka
diperlukan bahan baku kedelai dengan biji besar, penggunaan air yang bersih,
pemberian cuka yang tidak berlebihan, penggunaan biang tahu dengan
perbandingan yang tepat, dan peralatan maupun lingkungan kerja yang bersih.
Tahu memiliki daya simpan yang singkat dan cepat menjadi busuk. Tahu
memerlukan perendaman, sehingga mudah terkontamunasi oleh air perendaman
dan udara. Keadaan ini menjadikan tahu menjadi asam dan busuk. Dengan
demikian, masalah sanitasi air menjadi masalah besar dalam menentukan mutu
tahu. Oleh karenanya, tahu harus dijual segera dan harus habis terjual semuanya.
Tahu yang tidak terjual merupakan masalah tersendiri dan perlu dipecahkan agar
tidak basi.
Tahu yang baik memiliki kualitas sensoris dan mikrobiologis sesuai
standar mutu yang telah ditetapkan. Syarat mutu tahu menurut SNI 01-3142-1998
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tahu yang dijual secara curah, yakni hanya direndam dalam ember atau
tempat lain tanpa dikemas dalam plastik hanya akan bertahan sehari, tahu akan
mengalami penurunan kualitas karena adanya perubahan sifat sensoris, yakni
menjadi berasa asam dan berlendir akibat pertumbuhan bakteri pembusuk.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tahu yang dikemas dan
dipasteurisasi memiliki jumlah bakteri yang lebih rendah dibandingkan pada tahu
yang tidak dikemas dan tidak dipasteurisasi (Rahmawati, 2013). Pada
penyimpanan dingin (suhu 4oC), semakin rendah jumlah bakteri awal pada tahu,
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai level pembusukan semakin lama
sehingga masa simpan semakin panjang.
Jika dibandingkan dengan tahu yang di jual dipasaran pada dasarnya sama
hanya saja mungkin ada penambahan bahan yang bisa membuat tahu lebih baik
dari cita rasa hingga pada struktur tahu tersebut.pada pembuatan tahu ini kami
sudah membuktikan bahwa pada sifat koloid koagulasilah yang berperan pada
proses pembuatan tahu dan pada pencampuran asam cuka yang menjadi koagulan
agar tahu dapat menggumpal dengan sempurna sehingga dapat berbentuk seperti
tahu.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1. Sifat koloid pada proses pembuatan tahu yaitu koagulasi. Pada pencampuran
asam cuka yang menjadi koagulan agar tahu dapat menggumpal dengan
sempurna sehingga dapat berbentuk seperti tahu.
2. Proses pembuatan tahu dapat diibuat dari sari protein kedelai dan
ditambahkan dengan koagulan asam cuka.
3. Pengaruh penambahan koagulan asam cuka dalam proses pembuatan tahu
yaitu untuk menggumpalkan tahu dan mengkoagulasi protein dalam tahu,
sehingga tahu dapat berbentuk padatan atau gumpalan yang padat dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA
2. Kedelai ditiriskan.
Kemudian di cuci
kembali lalu ditiriskan
lagi
3. Di blender lalu
dipanaskan sampai
mendidih selama kurang
lebih 15 menit