Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KIMIA PERMUKAAN MATERI KOLOID

Koagulasi Protein Kedelai Menggunakan Asam Cuka Dalam


Proses Pembuatan Tahu

Oleh:
1. Fifi Afifah 16030234013
2. Putri Siska Agustina 16030234031
3. Michel Angel L. 16030234035
4. Neli Kartika A. 16030234056

KB-2016

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
KIMIA
S1-KIMIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang berbahan baku kedelai
yang banyak disukai masyarakat. Sebagian besar orang hanya mengetahui
barang jadinya atau menikmatinya dalam bentuk makanan, sedikit yang
mengetahui bagaimana proses pembuatannya. Yang mengetahui proses
pembuatan tahu adalah para pembuat atau pemroduksi tahu itupun
menggunakan resep secara turun temurun, tanpa mengetahui atau mempelajari
proses apa saja yang ada di dalamnya secara mendetail.
Jika dikaitkan dengan ilmu kimia, proses pembuatan tahu merupakan
penerapan dari konsep koagulasi yang merupakan salah satu sifat dari koloid.
Koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara
larutan dan suspensi, sedangkan koagulasi merupakan proses penggumpalan
partikel koloid dan membentuk endapan sehingga zat terdispersi tidak lagi
membentuk koloid. Dalam proses koagulasi ada zat yang disebut koagulan
yang memiliki peran sebagai penggumpal atau pendenaturasi protein yang ada
di dalam sari kedelai sehingga dihasilkan tahu bentuk berupa gumpalan.
Koagulan yang biasanya dipakai adalah CaSO4, CaCl2, MgCl2, Glucano d-
lactone, dan asam laktat.
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui sifat atau macam koloid dalam pembuatan tahu.
b. Untuk mengetahui proses pemmbuatan tahu dengan koagulan asam cuka.
c. Untuk mengetahui pengaruh penambahan koagulan asam cuka terhadap
proses pembuatan tahu.
1.3 Rumusan masalah
a. Bagaimana sifat atau macam koloid dalam pembuatan tahu?
b. Bagaimana proses pembuatan tahu dengan koagulan asam cuka?
c. Bagaimana pengaruh penambahan koagulan asam cuka terhadap proses
pembuatan tahu?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Koloid
Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara
larutan dan campuran kasar. Meskipun secara mikroskopis koloid tampak
homogen, tetapi koloid digolongkan ke dalam campuran heterogen.
Campuran koloid pada umumnya bersifat stabil dan tidak dapat disaring.
Ukuran partikel koloid terletak antara 1nm – 100nm. Sistem koloid terdiri
atas terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang
didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan
untuk mendispersikan disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat
diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat kontinu
(Keenan, 1984).

2. Macam-macam Koloid
Koloid memiliki bentuk bermacam-macam, tergantung dari fase zat
pendispersi dan zat terdispersinya. Beberapa jenis koloid:
- Aerosol yang memiliki zat pendispersi berupa gas. Aerosol yang memiliki zat
terdispersi cair disebut aerosol cair. Contoh: kabut dan awan, sedangkan yang
memiliki zat terdispersi padat disebut aerosol padat, contoh: asap dan debu
dalam udara.
- Sol Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair. Contoh:
Air sungai, sol sabun, sol detergen, cat dan tinta.
- Emulsi Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain, namun
kedua zat cair itu tidak saling melarutkan. Contoh: santan, susu, mayonaise,
dan minyak ikan.
- Buih Sistem Koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair. Contoh: pada
pengolahan bijih logam, alat pemadam kebakaran, kosmetik dan lainnya. Ada
pula buih padat yang merupakan gas yang terdispersi dalam padat, contoh:
Styrofoam, batu apung, spons, marshmallow.
- Gel sistem koloid kaku atau setengah padat dan setengah cair. Contoh: agar-
agar, lem.

3. Sifat-sifat Koloid
Sifat-sifat koloid diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena
sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan
tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem
koloid, cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel
koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat
menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati,
partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya
sedikit dan sangat sulit diamati. Sifat menghamburkan cahaya ini terkait
dengan ukuran partikel.
b. Gerak Brown
Jika suatu mikroskop optis difokuska pada suatu dispersi koloid
pada arah yang tegak lurus pada berkas cahaya dan dengan latar
belakang gelap, akan nampak partikel-partikel koloid, bukan sebagai
partikel dengan batas yang jelas, melainkan sebagai bintik yang
berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik cahaya yang dipantulkan
ini, orang dapat melihat bahwa partikel koloid yang terdispersi ini
bergerak terus-menerus secara acak menurut jalan yang berliku-liku.
Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini
disebut gerakan brown, menurut nama seorang ahli botani Inggris,
Robert Brown, yang mempelajarinya dalam tahun 1827.
c. Adsorpsi
Jika partikel-partikel sol padat diletakkan dalam zat cair atau gas
maka partikel-partikelnya akan terakumulasi pada permukaan zat padat
tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi yang terkait dengan penyerapan
partikel pada permukaan zat. Sifat adsorpsi dari koloid ini digunakan
dalam berbagai proses, antara lain: Pemutihan gula tebu, Norit, dan
Penjernihan air.
d. Koagulasi
Telah disebutkan bahwa koloid distabilkan oleh muatannya.
Apabila muatan koloid dilucuti maka kestabilan akan berkurang dan
dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan
koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit
ditambahkan kedalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan
cukup lama kedalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan
digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang bermuatan
negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang bermuatan
positif digumpalkan di katode.
Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industri:
1. Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat
(lempung) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur
dengan elektrolit dalam air.
2. Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam
format.
3. Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan
menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya
bermuatan negatif sehingga akan digumpalkan oleh ion Al3+ dari
tawas ( aluminium sulfat )
4. Asap atau debu dari pabrik / industri dapat digumpalkan dengan
alat koagulasi listrik.
e. Koloid Pelindung
Koloid pelindung merupakan koloid yang ditambahkan ke dalam
system koloid agar menjadi stabil. Misalnya penambahan gelatin pada
pembuatan es krim dengan maksud agar es krim tidak cepat memisah
sehingga tetap kenyal, serta penambahan gum arab pada pembuatan
semir, cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan koloid
pelindung.
f. Dialisis
Pemisahan ion dari koloid dengan difusi lewat pori-pori suatu
selaput semipermeabel disebut dialisis. Pori-pori itu biasanya
berdiameterkurang dari 10 Å dan membiarkan lewatnya molekul air dan
ion-ion kecil. Selaput hewani alamiah, kertas perkamen, selofan dan
beberapa plastic sintetik merupakan bahan selaput yang sesuai. Partikel-
partikel yang melewati membran agaknya berlaku demikian tidak
sekedar berdasarkan difusi acak. Mereka teradsorpsi pada permukaan
membran dan bergerak dari letak ( site ) adsorben yang satu ke yang
lain pada waktu mereka bergerak melewati pori-pori itu. (Oxtoby,
2001).

4. Pengertian Tahu
Tahu merupakan produk olahan kacang kedelai yang sangat populer di
Indonesia dan paling banyak di-produksi. Sebanyak 40 % konsumsi kacang
kedelai Indonesia diolah menjadi tahu. Tahu memiliki warna asli putih, tekstur
kompak akan tetapi te-tap lembut dan lunak. Prinsip pembu-atan tahu umumnya
merupakan eks-traksi protein kacang kedelai dengan air kemudian digumpalkan
dengan bahan penggumpal yang berupa asam dan garam-garam tertentu.
Tahu sering disebut dengan daging tanpa tulang karena kandungan gizinya
yang tinggi, terutama mutu protein yang setara dengan daging hewan. Bahkan
protein tahu lebih tinggi dibandingkan dengan protein kedelai dan tahu yang
mempunyai mutu protein nabati terbaik karena memiliki komposisi asam amino
ter-lengkap dan daya cerna yang tinggi atau sebesar 85–98 % (Widaningrum,
2015).
Dalam proses pembuatan tahu biasanya ditambahkan bahan kimia sebagai
koagulan untuk memadatkan susu kedelai seperti asam asetat, batu tahu, atau
Glukono Delta Lactono (GDL). Penggumpal protein yang sering digunakan pada
industri tahu baik industri kecil maupun menengah adalah asam cuka.
5. Protein dalam Tahu
Protein merupakan komponen yang banyak terdapat pada sel hewan dan
tumbuhan. Kandungan protein bervariasi dalam bahan pangan baik dalam
jumlah maupun jenisnya. Protein merupakan sumber gizi utama yaitu asam
amino. Protein juga memberikan sifat fungsional yang penting dalam
membentuk karakteristik pro-duk pangan yaitu sebagai pengemulsi, pengikat
air, pembentuk gel/tekstur, penyerap lemak dan pembentuk buih.
Menurut Nutrition Labeling and Education Act (1994), bahan pangan yang
memiliki kandungan protein se-besar 10 – 30 % dalam 100 gram ba-han
mampu memenuhi kebutuhan protein sebesar 20 – 60 % AKG. Bahan pangan
dikatakan tinggi protein bila mencukupi minimal 20 % AKG.

6. Bahan Penggumpal Tahu


Dalam proses pembuatan tahu dibutuhkan bahan penggumpal untuk
menggumpalkan protein yang masih tercampur di dalam sari kedelai (Nanda,
2016). Adapun bahan penggumpal tahu yang sering digunakan oleh masyarakat
antara lain:
1) Asam cuka
Asam cuka merupakan koagulan yang baik dalam proses pembuatan tahu.
Asam cuka yang digunakan da-lam proses pembuatan tahu di Indo-nesia
adalah asam cuka yang meng-andung 4 % asam asetat (cuka makan). Dosis
yang digunakan untuk se-tiap 0,5 kg kedelai kering sebanyak 74 ml atau
sekitar 16,4 % dari berat kering kedelai. Penambahan asam cuka dilakukan
pada sari kedelai antara suhu 80 – 90°C.
2) Batu Tahu
Batu tahu sering digunakan sebagai bahan penggumpal kedelai di Indonesia,
baik di industri kecil maupun menengah lainnya. Batu tahu berwarna putih
dan harus dibakar sebelum digunakan lalu ditumbuk hingga halus kemudian
dilarutkan dalam air dan diendapkan selama semalam. Kadar larutan 5 – 10
gr batu tahu per 400 – 800 L air. Bahan penggumpal ini ditambahkan
langsung pada sari kedelai diantara suhu 70 – 90°C dan diaduk tetap.
3) Biang Tahu (whey)
Bahan penggumpal ini merupakan cairan sisa penggumpalan (whey)
sementara yang lainnya dibuang atau dimanfaatkan untuk pupuk dan pakan
ternak. Whey yang telah dipisahkan disimpan selama 24 jam dan siap
digunakan sebagai bahan penggumpal protein.
4) Glucono-delta-lactono (GDL)
Glucono-delta-lactono (GDL) merupakan bahan koagulan yang banyak
digunakan di Jepang sejak tahun 1969 dan tergolong istimewa. GDL
dicampurkan ke dalam sari kedelai dingin dengan jumlah yang sedikit
kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang ditutup rapat dan dicelupkan ke
dalam air dengan suhu 85 – 90°C selama 30 – 50 menit. Panas tersebut akan
mengaktifkan lactone sehingga terbentuk tahu yang bagus dalam wadah tanpa
harus memisahkan air tahu dan terlindung dari jasad renik. Di Jepang tahu ini
disebut dengan filled tofu.
5) Kalsium Sulfat Murni
Bahan penggumpal ini berbentuk serbuk dan berwarna putih, bahkan lebih
populer digunakan di dunia. Tahu yang dihasilkan lunak, tekstur dan rasanya
lembut. Bahan penggumpal ini dapat digunakan dalam pembuatan tahu keras
maupun tahu lunak. Kadar pemakaian kira-kira 20 gr/kg kedelai kering untuk
pembuatan tahu keras. Sedangkan pada pembuatan tahu sutera (lunak) dapat
digunakan sebanyak 8 gr/kg kedelai kering. Pemakaian kalsium sulfat pada
sari kedelai dapat dilakukan pada suhu 70 – 75°C. Agar dapat digunakan
selama 9 – 12 bulan, bahan penggumpal ini harus disimpan dalam wadah
tertutup dan rapat.

7. Mutu Tahu
Mutu tahu. ditentukan oleh penampilan tahu yaitu bertekstur lembut, empuk,
bentuk seragam, saat dimakan terasa halus, dan berasa netral. Sementara orang
mempersepsikan tahu dengan wama putih, bentuk kotak, permukaan halus, padat
tidak mudah pecah, dan tidak mengandung bahan pengawet. Selain itu, mutu tahu
juga ditentukan oleh nama ataupun asal tahu misalnya tahu taqwa merupakan
merek dagang (trade mark) yang telah teruji mutunya. Demikian juga Tahu
Sumedang dan Tahu Kediri. Untuk mendapatkan mutu tahu seperti di atas maka
diperlukan bahan baku kedelai dengan biji besar, penggunaan air yang bersih,
pemberian cuka yang tidak berlebihan, penggunaan biang tahu dengan
perbandingan yang tepat, dan peralatan maupun lingkungan kerja yang bersih.
Tahu memiliki daya simpan yang singkat dan cepat menjadi busuk. Tahu
memerlukan perendaman, sehingga mudah terkontamunasi oleh air perendaman
dan udara. Keadaan ini menjadikan tahu menjadi asam dan busuk. Dengan
demikian, masalah sanitasi air menjadi masalah besar dalam menentukan mutu
tahu. Oleh karenanya, tahu harus dijual segera dan harus habis terjual semuanya.
Tahu yang tidak terjual merupakan masalah tersendiri dan perlu dipecahkan agar
tidak basi.
Tahu yang baik memiliki kualitas sensoris dan mikrobiologis sesuai
standar mutu yang telah ditetapkan. Syarat mutu tahu menurut SNI 01-3142-1998
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tahu yang dijual secara curah, yakni hanya direndam dalam ember atau
tempat lain tanpa dikemas dalam plastik hanya akan bertahan sehari, tahu akan
mengalami penurunan kualitas karena adanya perubahan sifat sensoris, yakni
menjadi berasa asam dan berlendir akibat pertumbuhan bakteri pembusuk.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tahu yang dikemas dan
dipasteurisasi memiliki jumlah bakteri yang lebih rendah dibandingkan pada tahu
yang tidak dikemas dan tidak dipasteurisasi (Rahmawati, 2013). Pada
penyimpanan dingin (suhu 4oC), semakin rendah jumlah bakteri awal pada tahu,
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai level pembusukan semakin lama
sehingga masa simpan semakin panjang.

8. Kandungan Gizi Tahu


Tahu sebagai produk olahan dari kedelai mempunyai kandungan gizi yang
cukup tinggi terutama protein. Dengan demikian selain tempe, tahu dapat
dimanfaatkan sebagai sumber protein terutama protein nabati. Kandungan gizi
tahu dalam setiap 100 gr berat bahan terdiri: energi 68 kkal; 7,8g protein; 4,6
gram lemak; 1,6 gram; karbohidarat 124 mg kalsium; 63,0 mg fosfor (DKBM,
1981). Bila dilihat dalam persentase, maka komposisi kandungan tahu adalah 70 -
90% air, 5-15% protein, 4-8% lemak, dan 2-5% % karbohidarat.
Sebagai hasil olahan kacang kedelai, tahu merupakan makanan andalan untuk
perbaikan gizi karena tahu mempunyai mutu protein nabati terbaik karena
mempunyai komposisi asam amino paling lengkap dan diyakini memiliki daya
cerna yang tinggi (sebesar 85% -98%). Kandungan gizi dalam tahu, memang
masih kalah dibandingkan lauk pauk hewani, seperti telur, daging dan ikan.
Namun, dengan harga yang lebih murah, masyarakat cenderung lebih memilih
mengkonsumsi tahu sebagai bahan makanan pengganti protein hewani untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
Pada tahu terdapat berbagai macam kandungan gizi, seperti protein, lemak,
karbohidrat, kalori dan mineral, fosfor, vitamin B-kompleks seperti thiamin,
riboflavin, vitamin E, vitamin B12, kalium dan kalsium (yang bermanfaat
mendukung terbentuknya kerangka tulang). Dan paling penting, dengan
kandungan sekitar 80% asam lemak tak jenuh tahu tidak banyak mengandung
kolesterol, sehingga sangat aman bagi kesehatan jantung. Bahkan karena
kandungan hidrat arang dan kalorinya yang rendah, tahu merupakan salah satu
menu diet rendah kalori.
Di balik kelezatannya, tahu menyimpan khasiat medis tersendiri. Sebuah
studi oleh tim medis dari Kanada membuktikan bahwa tahu dapat menurunkan
kolesterol jahat dalam tubuh. Studi yang dipublikasikan di American Journal of
Clinical Nutrition dilakukan pada 55 orang lelaki dan perempuan usia setengah
baya yang mengidap kolesterol tinggi. Setelah mengikuti diet sehat, partisipan
tersebut diikutkan pada pola makan beragam, mulai dari kacang almond, tahu,
sayuran mentah, dan jenis makanan kedelai lain. Setelah setahun, kolesterol
mereka diukur. Hasilnya, mereka yang mengonsumsi tahu mengalami penurunan
kolesterol lebih besar dibanding kelompok pengonsumsi makanan lain. Penurunan
ini dapat mencapai 10-20 persen.
Selain menurunkan kolesterol, tahu juga terbukti dapat mencegah kanker
payudara. Mereka yang mengonsumsi tahu 25 persen lebih banyak mengalami
peningkatan pembentukan estrogen dibanding yang tidak. Tekanan darah mereka
juga lebih rendah ketimbang kelompok yang tidak mengonsumsi tahu. Rahasia
khasiat tahu ternyata ada pada kandungan isoflavon yang mengandung hormon
estrogen. Selain mencegah kanker payudara, isoflavon juga memperlambat proses
penuaan pada perempuan. Isoflavon bukan hanya terkandung dalam tahu
melainkan juga pada semua makanan berbahan dasar kedelai seperti tempe, susu
kedelai, kecap, dan sejenisnya.

9. Proses Pembuatan Tahu


Pembuatan tahu membutuhkan teknologi yang sederhana, yaitu hanya
membutuhkan peralatan rumah tangga seperti alat-alat untuk perendaman, panci
perebus. Selain itu, membutuhkan alat khusus seperti, kain penyaring yang besar,
mesin penggiling, bak atau box untuk menampung bubur tahu yang telah direbus,
juga pemberat.
Untuk menjaga kualitas tahu maka penggunaan air yang bersih merupakan
persyaratan, karena air yang tidak bersih akan menurunkan mutu tahu. Air ini
digunakan saat pencucian, perendaman kedelai, dan tahu yang sudah siap. Di
samping itu, kebersihan diri, alat dan lingkungan kerja harus mendapat perhatian.
Pengelolaan yang baik dari faktor-faktor di atas penting mengingat sumber
kontaminan berasal manusia, benda, tanah atau debu, udara, makanan, air, dan
binatang peliharaan.
Proses pembuatan tahu diawali dengan pemilihan mutu kedelai yaitu dengan
cara memilih yang berbiji besar, sebanyak 1 kg kedelai direndam dengan air
selama 8 jam agar air terserap dan mudah dihancurkan saat dilakukan
penggilingan. Kedelai yang telah di-rendam ditiriskan. Kedelai digiling dengan
blender dan ditambahkan air panas pada saat penggilingan. Menambahkan air
setelah penggilingan (1 kg : 8 liter air), dan dipanaskan sampai mendidih selama
15 menit. Bubur kedelai disaring dalam kea-daan panas dengan menggunakan
kain saring dan sisa larutan diperas menggunakan alat press hingga diperoleh sari
kedelai. Sari kedelai (susu) dipertahankan suhunya sampai 90°C. Ditambahkan
penggumpal sedikit demi sedikit sampai menggumpal. Protein kedelai yang
sudah meng-gumpal dimasukkan ke dalam cetak-an yang alasnya dilapisi kain
blacu. Kain blacu dilipat ke atas dan ditutup, bagian atasnya diletakkan pemberat
5 kg dan dilanjutkan dengan pemberat 10 kg selama 60 menit. Tahu dipotong
berukuran persegi.
Berikut ini akan digambarkan proses pembuatan tahu yang disajikan dalam
bentuk diagram sebagai berikut (FG Winarno:1993). Secara skematis pembuatan
tahu sebagaimana dilukiskan pada Gambar di bawah ini.

Gambar 1. Skema Pembuatan Tahu


BAB III
PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan tahu dengan koloid yang


bersifat koagulasi pada pembuatan tahu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) koagulasi merupakan suatu kata yang berhubungan dengan keadaan atu
menjadu keras atau padat, baik secara keseluruhan ataupun sebagian cairan
sebagai akibat dari perubahan kimiawi.
Dalam pembuatan tahu kedelai ini parameter yang diperhatikan dan
diamati ialah tekstur, rasa dan asam cuka yang digunakan. Pertama untuk
membuat tahu kami menggunakan bahan dasar kacang kedelai yang berwarna
puth pucat dengan massa sebesar ½ kg kemudian direndam dengan air selama 8
jam yang bertujuan agar air mudah terserap dalam kacang kedelai sehingga proses
penghancuran dapat dilakukan dengan mudah. Kemudian kedelai yang telah
direndam ditiriskan dan dicuci kembali hingga pada proses akhir benr – benar
ditiriskan. Selanjutnya kacang kedelai yang sudah benar – benar bersih di lakukan
penghancuran menggunakan blender kemudian ditambahkan air perbandingan 4 :
1 dengan syarat ½ kg kacang kedelai dengan 4 liter air dan dipanaskan sampai
mendidih selama kurang lebih 15 menit, terjadi perubahan warna pada selama
proses pemanasan adanya warna dari pemanasan kacang kedelai berwarna putih.
Pemanasan atau perebusan tahu sangat dipengaruhi oleh suhu, tujuannya
dilakukan pemanasan adalah untuk menghilangkan bau kedelai dan agar lebih
mudah dalam proses penyaringan, akan tetapi proses pemanasan juga berpengaruh
terhadap kandungan proteinnya sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada
protein maka dari itu harus dilakukan dengan hati – hati.
Langkah selanjutnya setelah proses pemanasan bubur kedelai disaring
dalam keadaan panas, didapatkan sari kedelai yang akan digunakan di proses
selanjutnya. Kemudian sari kedelai dijaga agar tetap berada pada suhu 90oC.
Kemudian di tambahkan 74 mL asam cuka pada sari kedelai. Penambahan asam
cuka pada sari kedelai ini bertujuan agar terjadinya proses koagulasi yang
nantinya tahu akan menggumpal dan asam cuka berfungsi sebagai yang
mengkoagulasi protein dalam tahu, sehingga tahu dapat berbentuk padatan atau
gumpalan yang padat dengan baik. Untuk penambahan komposisi asam cuka
tersebut harus secara hati – hati dan pengukuran komposisinya harus benar –
benar pas, agar tahu dapat menggumpal dengan baik dan tidak terlalu kecut. Jika
kurang penambahan asam cuka maka tahu tidak akan mengalami koagulasi secara
sempurna dan tekstur dalam tahu tidak terbentuk padatan, begitupun sebaliknya
jika tahu diberikan terlalu banyak asam cuka maka hasil akhir tahu akan kecut
ketika dimasak. Penambahan asam cuka dilakukan sedikit demi sedikit sampai
terjadinya gumpalan di sari kedelai kemudian diaduk agar proses koagulasi terjadi
dengan rata. Protein sari kedelai yang sudah menggumpal kemudian dimasukkan
ke dalam cetakan yang telah dilapisi kain kemudian didiamkan selama kurang
lebih 1 jam.
Hasil akhir terbentuk tahu yang berwarna putih bersih dan berbau sedikit
seperti asam cuka dan berbau tahu dan dengan tekstur tahu yang sedikit keras.
Dalam melakukan proses pembutan tahu sangat dibutuhkan ketelitian dan harus
berhati – hati agar tahu dapat terjadi dengan struktur yang padat dan rasanya tidak
terlalu kecut.
Mutu tahu. ditentukan oleh penampilan tahu yaitu bertekstur lembut, empuk,
bentuk seragam, saat dimakan terasa halus, dan berasa netral. Sementara orang
mempersepsikan tahu dengan wama putih, bentuk kotak, permukaan halus, padat
tidak mudah pecah, dan tidak mengandung bahan pengawet. Untuk mendapatkan
mutu tahu seperti di atas maka diperlukan bahan baku kedelai dengan biji besar,
penggunaan air yang bersih, pemberian cuka yang tidak berlebihan, penggunaan
biang tahu dengan perbandingan yang tepat, dan peralatan maupun lingkungan
kerja yang bersih.
Tahu memiliki daya simpan yang singkat dan cepat menjadi busuk. Tahu
memerlukan perendaman, sehingga mudah terkontamunasi oleh air perendaman
dan udara. Keadaan ini menjadikan tahu menjadi asam dan busuk. Dengan
demikian, masalah sanitasi air menjadi masalah besar dalam menentukan mutu
tahu. Oleh karenanya, tahu harus dijual segera dan harus habis terjual semuanya.
Tahu yang tidak terjual merupakan masalah tersendiri dan perlu dipecahkan agar
tidak basi.
Tahu yang baik memiliki kualitas sensoris dan mikrobiologis sesuai
standar mutu yang telah ditetapkan. Syarat mutu tahu menurut SNI 01-3142-1998
dapat dilihat pada tabel 1.

Jika dibandingkan dengan tahu yang di jual dipasaran pada dasarnya sama
hanya saja mungkin ada penambahan bahan yang bisa membuat tahu lebih baik
dari cita rasa hingga pada struktur tahu tersebut.pada pembuatan tahu ini kami
sudah membuktikan bahwa pada sifat koloid koagulasilah yang berperan pada
proses pembuatan tahu dan pada pencampuran asam cuka yang menjadi koagulan
agar tahu dapat menggumpal dengan sempurna sehingga dapat berbentuk seperti
tahu.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
1. Sifat koloid pada proses pembuatan tahu yaitu koagulasi. Pada pencampuran
asam cuka yang menjadi koagulan agar tahu dapat menggumpal dengan
sempurna sehingga dapat berbentuk seperti tahu.
2. Proses pembuatan tahu dapat diibuat dari sari protein kedelai dan
ditambahkan dengan koagulan asam cuka.
3. Pengaruh penambahan koagulan asam cuka dalam proses pembuatan tahu
yaitu untuk menggumpalkan tahu dan mengkoagulasi protein dalam tahu,
sehingga tahu dapat berbentuk padatan atau gumpalan yang padat dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M.Natsir.2001.Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah.Gramedia :


Jakarta.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Nanda, L. (2016). Pembuatan Tahu Dari Kacang Kedelai Dengan Menggunakan
Bahan Penggumpal Ie Kuloh Sira. Journal of Science and Technology,
14(01), 6.
Rahmawati, F. (2013). Teknologi Proses Pengolahan Tahu Dan Pemanfaatan
Limbahnya, 12.
SNI 01-3142-1998. Syarat Mutu Tahu Menurut
W. Keenan, Charles.Donald C. Klienfelter dan Jese H.Wood.1990.Ilmu Kimia
Untuk Universitas, Jilid 1, Edisi keenam.Erlangga : Jakarta
W. Oxtoby, David.H.P Gillis dan Norman.H.Nachtrieb.2001.Prinsip-Prinsip
Kimia Modern,Jilid 1, Edisi keempat.Erlangga : Jakarta
Widaningrum. I., 2015. Teknologi Pembuatan Tahu Ramah Lingkungan (Bebas
Limbah). Jurnal Dedikasi, hal. 15-21
Winarno, F,G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi , dan Konsumen. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN FOTO
No. Gambar Keterangan
1. Sampel kedelai sebanyak
0,5 gram yang berwarna
putih pucat direndam air
selama 8 jam

2. Kedelai ditiriskan.
Kemudian di cuci
kembali lalu ditiriskan
lagi

3. Di blender lalu
dipanaskan sampai
mendidih selama kurang
lebih 15 menit

4. Disaring dalam keadaan


panas. filtrat/sari kedelai
(kiri) dan ampas (kanan).
Sari kedelai ditambah 74
mL asam cuka
5. diaduk dan dicetak serta
ditekan dan kemudian
dibiarkan selama 60
menit

6. Hasil koagulasi protein


kedelai menghasilkan
tahu

Anda mungkin juga menyukai