PENDAHULUAN
Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung"
semula adalah kebalikan dari istilah "ayam ras", dan sebutan ini mengacu pada
beberapa ayam lokal, saat ini dikenal beberapa strain ayam kampung unggul atau
umumnya timbul bila keadaan pemeliharaan kurang baik, kondisi kandang yang
tidak memenuhi syarat kesehatan (sinar matahari yang kurang atau tidak masuk
sama sekali) dan disertai pemberian ransum yang kurang sempurna. Penyakit
bakteri yang sering menyerang pada ayam petelur diantaranya Pullorum (berak
putih), Fowl typhoid, Paratyphoid, Kolera unggas dan Coryza (pilek ayam).
1
Terjadinya Salmonellosis pada ternak tergantung beberapa faktor yaitu
antara lain jenis serotipe Salmonella, umur unggas, dosis infeksi, rute infeksi,
dibawah umur satu bulan dibandingkan unggas tua dan menyebabkan bakteriamia
gallinarum yang hanya dapat dibedakan dengan uji biokimianya yaitu dulcitol dan
terutama pada ayam dan kalkun yang ditandai dengan berak putih dan kematian
tinggi pada unggas muda. Unggas dewasa bertindak sebagai karier. Penyakit
pullorum terutama menyerang ayam dsn kalkun umur dibawah satu bulan serta
2000).
memberikan informasi pada peternak atau pemilik ayam kampung dan segala
pihak yang terlibat mengenai penyakit pada ayam kampung yang dibudidayakan,
secara maksimal.
2
1.4 Riwayat Kasus
Pada hari senin tanggal 15 Juli 2019 telah dilakukan euthanasia dan
nekropsi seekor ayam milik Bapak Sudarto yang beralamat diWiyung, Surabaya.
Dari anamnesa diketahui ayam berjenis kelamin jantan, umur 4 bulan, berat badan
550 gr, populasi 9 ekor, sakit 3 ekor, pernah ada yang mati 1 ekor, tempat pakan
jadi satu semua, pemberian pakan dua kali sehari (pagi dan sore), pakan nasi putih
dicampur dedak dan pur dan air minum yang berasal dari PDAM, dengan luas
vaksinasi. Gejala klinis keluar leleran dari hidung, kesulitan bernafas, kadang
batuk dan bersuara pada saat bernafas, lesu, nafsu makan menurun, diare, dan
bulu kusam. Dengan demikian untuk mengetahui adanya agen penyebab penyakit,
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ayam kampung merupakan salah satu anggota dari ayam buras yang
sangat pontensial di Indonesia. Ayam ini memiliki potensi yang sudah terbukti,
sebagai penghasil daging dan telur. Kebanyakan ayam kampung bersifat dua
fungsi, yaitu sebagai penghasil daging dan penghasil telur, dan biasanya
2010).
vertebrata, kelas aves, ordo galliformes dan famili dari phasianidae. Genus
dariayam kampung adalah Gallus dengan nama spesies Gallus gallus domesticus
(Mulyono, 1999).
4
2.2 Salmonella pullorum
2.2.1 Etiologi
dan genus Salmonella yang menghuni saluran usus bagian bawah (Saif et al.,
pullorum, menunjukkan H2S, merah metal, reduksi nitrat, sitrat, dulcitol, lisin
seperti oksidasi, indol, urease, glukonat, laktosa, dan fenilanin deaminasi bersifat
5
sayapnya jatuh, dehidrasi, sulit bernapas, diare, bulu terbalik, lemah dan feses
banyak yang melekat disekitar anus. Dalam beberapa kondisi tanda klinis penyakit
ini tidak terlihat pada umur 5 – 10 hari setelah menetas. Mortalias tertinggi
biasanya terjadi pada umur 2 – 3 minggu. Daya tahan tubuhnya akan semakin
berkurang dan mengurangi bobot badan serta bulu nampak tumbuh dengan jarang.
Disamping itu unggas akan tidak siap dewasa untuk berproduksi. Tanda lainnya
Pada ayam dewasa dan ayam yang sedang dalam pertumbuhan, tanda
klinis mungkin tidak nampak sama. Tanda klinis yang nonspesifik seperti
dan daya tetas. Kematian dapat terjadi dalam 4 hari tapi biasanya terjadi setelah 5
– 10 hari. Peningkatan suhu tubuh , serta tanda klinis lainnya yang menonjol yaitu
anoreksia, diare, depresi, dehidrasi dan hilangnya bobot badan (Sari, 2004).
eksudat purulen dari lesi yang bersifat terbatas (Subronto, 2003). Dapat dilakukan
juga swab dari peritoneum, cairan synovial, dan bagian mata (Saif et al, 2008).
6
Tabel 2. Reaksi biokimia dalam membedakan S. gallinarum dan S. pullorum
7
2.2.4 Perubahan Patologi
infiltrasi heterofil, necrosis hepatocytes dan adanya akumulasi fibrin di hepar (Saif
et al., 2008).
2.3.1 Etiologi
spesies kutu yang biasa ditemukan pada ayam (Khan et al., 2003).
Kaki yang kokoh dengan kuku besar dan tonjolan tibia pada ujung tarsus
berguna untuk merayap serta memegangi bulu atau rambut inangnya. Tiap ruas
abdomen terdapat seta (rambut keras) untuk melindungi tubuh dari cekaman
mekanik seperti gesekan pada kandang dan patukan ayam. Abdomen Menophon
toraksnya. Spirakel berjumlah enam pasang terdapat pada tepi ruas-ruas abdomen
(Ihsani, 2018).Menopon gallinae sering dikenal sebagai kutu batang bulu ayam
8
(shaft louse) dan berwarna kuning pucat. Kutu betina memiliki preferensi
oviposisi pada bagian dasar bulu inangnya. Kutu ini dianggap berbahaya bagi
unggas muda karena infestasi kutu pada unggas muda yang masih memiliki
menetas menjadi nimfa. Nimfa melewati tiga tahap sebelum menjadi dewasa
secara seksual. Kutu dewasa bergerak berpindah – pindah dengan sangat cepat.
2.3.3 Pengendalian
ayam. Pengobatan biasanya dilakukan dengan interval 7-10 hari dan biasanya obat
yang diberikan hanya efektif untuk kutu dewasa dan muda. Sanitasi yang ketat
pada kandang ayam perlu dilakukan secara periodik untuk mencegah agar infeksi
kutu tidak meluas pada seluruh ayam dalam kandang. Pengobatan dengan
insektisida akan lebih efektif jika infestasi kutu masih ringan dan hanya
menyerang sejumlah kecil ayam dalam suatu populasi tertentu (Tabbu, 2002).
9
10
3.1 Materi
Sampel pada kasus ini digunakan seekor ayam jantan, umur 5 bulan, berat
badan 550 gr, dengan nomor protokol A-10. Bahan yang digunakan untuk
pemeriksaan parasitologi adalah minyak cengkeh, oil emersi, PBS dan larutan gula
jenuh, metanol, aquades, pewarna Giemsa. Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan
patologi klinik tabung EDTA, NaCl fisiologis, reagen turk, reagen hayem. Bahan
yang digunakan untuk pemeriksaan patologi anatomi adalah formalin 10% untuk
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah nampan
menimbang feses, gelas ukur, gelas beker, gelas obyek beserta cover glass-nya,
mikroskop, cawan petri, pipet, mortar dan stemper, pengaduk (stirrer), ose, alat hitung
(counter), spuit dengan jarumnya, lampu spiritus, pipet leukosit, pipet eritrosit,
3.2 Metode
pengambilan darah. Untuk pembuatan preparat apus digunakan darah segar yang
11
diambil dari vena brachialis dexter menggunakan spuit steril 3 ml. Setelah preparat
apus selesai dibuat dilakukan pengambilan sampel darah melalui vena brachialis
sinister yang nantinya dicampur dengan antikoagulan EDTA dan digunakan untuk
pemeriksaan darah lebih lanjut. Eutanasia pada ayam dilakukan dengan cara
tersebut dipotong dan dimasukkan dalam kontainer plastik yang berisi formalin
diletakkan di atas gelas objek. Feses tersebut kemudian ditetesi dengan sedikit air dan
dimasukkan ke dalam cawan mortir. Feses ditambah dengan air secukupnya lalu
endapan di dasar tabung. Larutan NaCl jenuh kemudian dimasukkan ke dalam tabung
yang ada endapannya sampai ¾ tabung lalu diaduk sampai rata dan disentrifuse
kembali selama 5 menit. Hasil sentrifuse tersebut kemudian ditambah dengan NaCL
jenuh kembali sampai permukaannya cembung dan ditunggu selama 3 menit. Gelas
objek kemudian ditempelkan pada permukaan cembung tersebut dan dibalik dengan
mikroskop (perbesaran 10 x 10) untuk melihat adanya telur atau ookista (pemeriksaan
kualitatif). Pemeriksaan dengan metode ini menggunakan larutan NaCl jenuh atau
larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas berat jenis telur sehingga
tabung eppendorf. Sebagian darah yang ada diteteskan diatas obyek glass untuk
dibuat ulas darah. Ulas darah difiksasi dengan methanol dan dikeringkan, kemudian
(Hb), hematocrit atau packed cell volume (PCV), total protein plasma (TPP),
tabung eppendorf. Sebagian darah yang ada diteteskan diatas obyek glass untuk
dibuat ulas darah. Ulas darah difiksasi dengan methanol dan dikeringkan, kemudian
(Hb), hematocrit atau packed cell volume (PCV), total protein plasma (TPP),
yang telah digunakan untuk penghitungan nilai PCV. Plasma tersebut kemudian
lagi selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Mikrohematokrit dipatahkan dan
plasma diteteskan pada TS-meter untuk dihitung nilai TPP. Nilai fibrinogen
14
didapatkan dengan mencari selisih antara TPP awal (sebelum dipanaskan) dengan
dimulai dengan menyiapkan 2 tabung reaksi khusus. Tabung pertama diisi dengan
larutan drabkins sebanyak 5 ml dan digunakan sebagai blanko. Tabung kedua diisi
dengan 5 ml larutan drabkins dan ditambah dengan 0,02 ml darah, kemudian divortex
dilakukan dengan melihat jarum yang ada pada alat tersebut. Angka yang ditunjuk
jarum kemudian dikonversikan dengan menggunakan tabel yang sudah tersedia untuk
Proses dimulai dengan mengambil sampel darah yang sudah dicampur EDTA dengan
pipet Thoma eritrosit sampai angka 0,5 kemudian dilanjutkan dengan menghisap
reagen NaCl fisiologis sampai angka “101” (pengenceran 200 kali). Pipet Thoma
diteteskan pada kamar hitung hemositometer yang sebelumnya telah ditutup dengan
deck glass, dan periksa dengan mikroskop. Daerah yang akan dihitung dicari dengan
15
eritrosit terletak dalam kotak besar di tengah yang didalamnya terdapat 25 kotak
kotak (kiri atas, kanan atas, kiri bawah, kanan bawah, dan tengah) yang masing-
masing memiliki 16 kotak kecil. Jumlah eritrosit yang terhitung kemudian dikalikan
Proses dimulai dengan mengambil sampel darah yang sudah dicampur EDTA dengan
pipet Thoma leukosit sampai angka 0,5 kemudian dilanjutkan dengan menghisap
reagen Raes-Ecker sampai angka “11” (pengenceran 20 kali). Pipet Thoma kemudian
sempurna. Setelah tercampur, 2-3 tetes pertama campuran tersebut dibuang. Sampel
mikroskop. Daerah yangakan dihitung dicari dengan melihat kamar hitung dengan
yang masing-masing di pojok kanan atas, kanan bawah, kiri atas, dan kiri bawah yang
organ intestine di tanam pada media Salmonella Shigella Agar (SSA) dan
diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam. Koloni yang terbentuk bulat berwana
transparan dengan adanya titik hitam ditengah diambil untuk dilakukan pewarnaan
Gram. Pewarnaan Gram dilakukan dengan cara pengulasan biakan bakteri dengan ose
pada obyek glass yang sudah ditetesi NaCL fisiologis. Kemudian difiksasi sampai
kering di atas api bunsen. Setelah itu, tetesi carbon gentian violet (initial strain)
diamkan selama 2 menit. Tetesi lugol (mordant) biarkan selama 1 menit. Tetesi
alkohol 95% (decolorizer) diamkan selama 1 menit. Cat dibuang dan cuci dengan air.
Tetesi air fushine (counter stain) biarkan selama 2 menit. Cuci dan keringkan, setelah
hemoragika.
V. PEMBAHASAN
adanya perubahan yaitu terdapat hemoragi di lobus dekster dan sinister, uji apung
mengapung. Hepar mengalami perubahan warna menjadi lebih gelap dan terdapat
Gambar. Makroskopis Pulmo adanya hemoragi pada lobus dexter dan sinister
19
ekimosis
yang terpenting dalam tubuh. Sel hati dapat rusak hingga lebih dari 80% tanpa
menyebabkan gejala yang berat dan dapat sembuh kembali secara sempurna (Nort
dan Bell 1990). Kerusakan pada hati dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu:
pemaparan yang terlalu lama atau terlalu singkat, durasi pemaparan, dosis dan host
yang rentan (Jubb, 1993). Pada hasil pemeriksaan histopatologi anatomi secara
mikroskopis, pada hepar terlihat kongesti pada bagian interlobularis, terlihat adanya
infiltrasi eritrosit pada jaringan atau organ yang menandakan bahwa hepar mengalami
hemoragi dan terlihat adanya infiltrasi sel radang. Infiltrasi sel radang terjadi sebagai
akibat adanya respon infeksi terhadap bakteri Salmonella pullorum. Pada ayam muda
21
yang mengalami pullorum akan menunjukkan peradangan dan pendarahan pada hati,
paru-paru dan ginjal (Shiravaprasad 1997). Kerusakan pada hati terjadi karena tidak
adanya zat aktif tambahan yang diberikan untuk menghambat adanya infeksi bakteri
pertumbuhan bakteri hanya dilakukan oleh respon imun dari tubuh ayam sendiri atau
hati sebagai organ pertahanan yang memiliki fungsi detoksifikasi. Pulmo mengalami
dan sel radang limfosit disebabkan oleh adanya infeksi bakteri Salmonella pullorum
hemoragi pada sub mukosa, dan terdapat hemoragi pada bagian muskularis
longitudialis. Perubahan yang terjadi pada kasus infeksi Salmonella adalah adanya
pendarahan dan ilfiltrasi sel radang pada berbagai jaringan seperti hati, limpa, ginjal,
Gambar: Hepar perbesaran 10x (HE). Terdapat kongesti pada bagian vena
interlobularis (A), Terdapat hemoragi (B)
Gambar:Hepar perbesaran 40x (HE).Infiltrasi sel radang (A), Terdapat hemoragi (B).
23
Gambar:Pulmo perbesaran 10x (HE). Terdapat hemoragi (A), Ruptur pada septa
alveoli (B)Infiltrasi sel radang (C)
24
Gambar:Pulmo perbesatran 40x (HE). Terdapat hemoragi pada septa (A), terdapat
ruptur septa alveoli (B), Terdapat hemoragi (C).
Gambar: Jejunum perbesaran 10x (HE). Terdapat Kongesti pada submukosa (A),
Terdapat hemoragi pada submukosa(B)
25
terinfeksi ektoparasit Menopon gallinae. Pada ayam kampung dengan nomor protokol
A-10 dilakukan pemeriksaan organ pada saat nekropsi dengan pemeriksaan pada
usus mulai dari duodenum hingga rektum namun tidak ditemukan adanya cacing.
Pemeriksaan juga dilakukan pada organ masif seperti heparnamun hasilnya juga
dan sentrifus namun tidak ditemukan adanya telur cacing maupun ookista.
Kelompok amblycera merupakan kelompok kutu penggigit dengan ciri khas kepala
lebar dan mempunyai palpus maksila. Menopon gallinae merupakan spesies kutu
yang biasa ditemukan pada ayam (Khan et al. 2003). Menopon gallinaemerupakan
salah satu contoh spesies yang dapat menghisap darah ayam dengan cara menusuk
tangkai bulu yang baru tumbuh atau melukai kulit yang mengalami iritasi (Tabbu,
2002). Menopon gallinae sering dikenal sebagai kutu batang bulu ayam (shaft louse)
dan berwarna kuning pucat. Kutu betina memiliki preferensi oviposisi pada bagian
dasar bulu inangnya. Kutu ini dianggap berbahaya bagi unggas muda karena infestasi
kutu pada unggas muda yang masih memiliki imunitas rendah menyebabkan stres
1984).
Habitat kutu penggigit adalah permukaan kulit di antara bulu. Hal tersebut
sesuai dengan kebutuhan makanannya yang berupa kerak kulit dan eksudat kering.
pada ayam lebih tinggi pada musim panas atau kemarau (Saxena et al. 1995). Kutu
paling banyak ditemukan menginfestasi ayam di musim panas terutama pada bulan
Juni-Agustus, dan akan sangat jarang ditemukan pada bulan November-Februari (El-
Bentuk adaptasi morfologi kutu Menopon gallinae yaitu bentuk tubuh pipih
dorsoventral, tipe mulut penggigit, bentuk kepala lebar, tidak memiliki sayap, dan
tidak bermata. Kepala Menopon gallinae dilengkapi sepasang antena bertipe capitate
yang terlindungi dalam suatu celah. Menopon gallinae mempunyai toraks yang
27
terpisah dari dua bagian lainnya yaitu bagian mesotoraks dan metatoraks yang
bergabung menjadi satu. Menopon gallinae memiliki tiga pasang kaki melekat pada
toraks dengan satu atau dua ruas pada tarsusnya (Soulsby 1982).
media Selenite Cystine Broth(SCB) diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 24 jam.
Amati perubahan warnayang terjadi, apabila media SCB berwarna orange maka akan
di lanjut penanaman pada media SSA (Salmonella Shigella Agar) (Carter, 1987).
28
Hasil uji Salmonella Shigella Agar (SSA) yang memberikan hasil zona kuning
diantara koloni hitam pada medium. Pertumbuhan mikrobanya berwarna merah, atau
yang berwarna hitam, mikroba melakukan reduksi tiosulfat menjadi sulfat sehingga
terlihat sebagai koloni hitam (Zaraswati, 2006). Pada isolasi Salmonella Shigella
Agar tumbuh koloni bulat transparan ada titik kehitaman di tengah koloni. Tumbuh
koloni bulat berwarna jernih dengan titik hitam di tengah dugaan Salmonella sp.
(Fakhruzzahman, 2014)
dengan ose pada gelas obyek yang sebelumnya ditetesi Nacl fisiologis. Kemudian
fiksasi sampai kering diatas api bunsen dan dilakukan pewarnaan gram. Hasil
merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang tercat merah. Sesuai dengan
pernyataan Pelezar dan Chan (2005), golongan bakteri Gram negatif mempunyai
lapisan peptidoglikan yang tipis, pori-pori dinding yang cukup besar, dan
ungu kristal violet setelah dicuci dengan alkohol dan mengikat zat warna safranin.
Kemudian dilakukan uji biokimia, uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
glukosa, laktosa, dan sukrosa menjadi sumber energi (Yusuf, 2009). Pada uji TSIA
30
bagian slant (miring) berubah menjadi merah karena bakteri bersifat basa, bagian butt
(tegak) terbentuknya gas H2S ditandai dengan endapan berwarna hitam. Menurut
Hadioetomoe (1985), endapan ini terbentuk karena bakteri mampu menghasilkan H2S
kemudian akan berikatan dengan Fe yang terdapat pada media biakan sehingga
Pada media Sulfide Indol Motility (SIM) terlihat tidak ada bentukan cincin
merah setelah ditetesi reagen kovac hal ini menunjukkan bakteri tidak
menghasilkan enzim trytophanase dan tidak ada bekas tusukkan yang menyebar
menandakan bakteri tidak motil. Salmonella pullorum adalah bakteri yang tidak
memecah tryptophan menjadi indol dan bakteri yang tidak motil (Saif et al., 2008).
31
Uji Cimon Citrat Agar (SCA) terlihat adanya perubahan warna media yang
semula hijau menjadi warna biru yang menunjukkan bakteri dalam menggunakan
sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon (Ulfa dkk., 2016). Salmonella pullorum
adalah bakteri yang menggunakan sitrat sebagai sumber karbon tunggal (Jay, 2000).
Uji Urease terlihat tidak ada perubahan warna pada media yang menunjukkan
tidak adanya proses urease. Pada uji urease perubahan warna dapat terjadi saat enzim
urease memutus ikatan karbon dan nitrogen untuk membentuk amoniak (Cappuccino
32
dan Sherman, 2005), namun Salmonella pullorummerupakan bakteri yang tidak dapat
katralase yang mengubah H2O2 (hidrogen peroksida) menjadi H2O (air) dan O2
Uji Methyl Red (MR) terlihat adanya perubahan warna media menjadi merah
setelah ditetesi reagen Methyl Red. Karena Methyl Red bertujuan mengetahui
dapat memfermentasi asam campuran (asam laktak, asam asetat, dan asam formiat)
(Fakhruzzahman. M, 2014).
Uji Voges Proskauer terlihat tidak terjadi perubahan warna menjadi merah
setelah ditetesi reagen KOH 10% dan alfa naphtol 1%. Salmonella pullorum bakteri
yang tidak memproduksi aseton dari degradasi glukosa (Leboffe dan Pierce, 2011).
34
Salah satu faktor penurunan Hb dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin dan mineral
sehingga menghambat pembentukan sel darah dan hemoglobin (Weiss dan Wardrop,
komponen pengikat oksigen yang berada pada eritrosit. Gejala klinis yang timbul
35
Berdasarkan nilai MCV dan MCHC maka jenis anemia ayam kampung A-10
adalah makrositik hipokromik. Hal ini didasari pada hasil pemeriksaan MCV yang
kondisi yang diakibatkan oleh perdarahan baik karena trauma ataupun defek-defek
koagulasi, defisiensi faktor haemopoetik (vitamin B12 dan Fe), infeksi hemoprotozoa
dan toksisitas obat (Mangkoewodjojo dkk, 2008). Nilai MCHC menunjukkan kadar
relatif normal (Weiss dan Wardrop, 2010). Anemia pada ayam dengan kode
protokol A.10 bersifat makrositik hipokromik karena MCV meningkat dan MCHC
hipokromik dapat terjadi pada fase kesembuhan yang terjadi akibat perdarahan besar
pullorum akan berkambang biak di dalam alat pencernaan penderita, sehingga terjadi
pembentukan sel darah dan hemoglobin (Weiss dan Wardrop, 2010). Infestasi kutu
Menopon gallinae pada ayam dengan nomor protokol A-10 adalah faktor pendukung
salah satu contoh spesies yang dapat menghisap darah ayam dengan cara menusuk
tangkai bulu yang baru tumbuh atau melukai kulit yang mengalami iritasi (Tabbu,
2002).
darah. Leukosit adalah salah satu sel yang berperan dalam respon tubuh ketika ada
infeksi dari agen asing. Leukositosis terjadi karena adanya lesi atau peradangan yang
bersifat akut dan kronis, infeksi mikobakterial, infeksi virus dan nekrosis jaringan
yang bersifat masif. Pada unggas, respon leukositosis biasanya diikuti dengan
kejadian heterofilia dan monositosis (Coles, 1986). Gambaran leukositosis pada darah
heterofil dalam darah. Heterofilia pada kasus ini terjadi karena keradangan (Cowell,
2004). Peningkatan heterofil disebabkan karena adanya respon radang dan adanya
agen infeksius yang masuk kedalam tubuh. Heterofil berasal dari jaringan myeloid
dari bone marrow yang biasanya muncul pada awal keradangan dan merespon bakteri
sumber energi dari sel lain sedangkan limfosit tidak bekerja dalam proses fagositosis
komponen komplemen, prostaglandin dan protein carrier (Weiss dan Wardrop, 2010).
Monositosis merupakan indikasi bahwa penyakit sudah berjalan lama, karena monosit
proses keradangan yang disebabkan oleh agen infeksi. Monosit dalam darah akan
(makrofag resident) (Feldman et al., (2000). Monositosis yang dialami oleh ayam
Sel eosinofil merupakan jenis sel lekosit yang terlibat dalam berbagai
imunitas terhadap suatu penyakit. Peningkatan jumlah eosinofil dalam darah dipicu
respon yang tepat terhadap sel-sel abnormal, parasit atau bahan-bahan penyebab
reaksi alergi (alergen). Setelah dibuat di dalam sumsum tulang, eosinofil akan
memasuki aliran darah dan tinggal dalam darah hanya beberapa jam, kemudian
masuk ke dalam jaringan di seluruh tubuh. Jika suatu bahan asing masuk ke dalam
tubuh, akan terdeteksi oleh limfosit dan neutrofil, yang akan melepaskan bahan untuk
menarik eosinofil ke daerah ini. Eosinofil kemudian melepaskan bahan racun yang
dapat membunuh parasit dan menghancurkan sel-sel yang abnormal (Hay and
Westwood, 2006).
38
Standar
Pemeriksaan Unit Hasil Keterangan Interpretasi
Normal*
106/µL 2,0
Eritrosit 2,5 – 3,5 Turun Anemia
Hb g/dL 6 7 – 13 Turun
PCV % 32 22 – 35 Normal Normal
MCV Fl 160 100 – 140 Naik Makrositik
MCH pg 30 33 – 47 Normal
MCHC % 18,75 26 – 35 Turun Hipokromik
Awal 4,4 3–6 Normal
TPP g/dL
Akhir 4,1 3–6 Normal
Fibrinogen g/dL 0,3 0,1 – 0,4 Normal Normal
Leukosit 103/µL 40,8 12 – 30 Naik Leukositosis
R % 48 15 – 50
Heterofil Naik Heterofilia
A 103/µL 19,5 3–6
R % 34 29 – 84
Limfosit Normal Normal
A 103/µL 13,8 7 – 17,5
R % 14 0–7
Monosit Naik Monositosis
A 103/µL 5,7 1,5 – 2
R % 4 0 – 16
Eosinofil Naik Eosinofilia
A 103/µL 1,6 0–1
R % 0 0–8
Basofil Normal Normal
A 103/µL 0 Rare
39
Gambar. Ulas darah ayam nomor protokol A-10. Heterofil (A), Eosinofil (B).
Gambar. Ulas darah ayam nomor protokol A-10. Monosit (A), anisositosis (B),
eosinofil (C), limfosit (D).
40
VI. PATOGENESIS
Faktor Predisposisi :
Lingkungan pemeliharaaa dan manajemen
kandang yang kurang baik. Manajemen
pakan buruk (air minum berasal dari air
sumur), belum pernah diberi obat dan
belum pernah divaksin
Infestasi Infeksi
Menopon AYAM KAMPUNG (A-10) Salmonella
Gallinae pullorum
Pneumonia
Hepatitis Enteritis Hemoragi
hemoragi
7.1 Kesimpulan
gallinae
7.2 Saran
penyebab stres pada ayam dan memperbaiki asupan nutrisi pada pakan ayam untuk
menjaga daya tahan tubuh ayam tetap baik. Kontrol manajemen sebaiknya
penyakit, dan melakukan program vaksinasi pada ayam serta memiliki tindakan
yang cepat dan tepat untuk mencegah penularan apabila terjadi sakit pada ayam.