Anda di halaman 1dari 4

1.

Cipasung (Acep Zamzam Noor)

Di lengkung alis matamu sawah-sawah menguning


Seperti rambutku padi-padi semakin merundukkan diri
Dengan ketam kupanen terus kesabaran hatimu
Cangkulku iman dan sajadahku lumpur yang kental
Langit yang menguji ibadahku meneteskan cahaya redup
Dan surauku terbakar kesunyian yang dinyalakan rindu

Aku semakin mendekat pada kepunahan yang disimpan bumi


Pada lahan-lahan kepedihan masih kutanam bijian hari
Segala tumbuhan dan pohonan membuahkan pahala segar
Bagi pagar-pagar bambu yang dibangun keimananku
Mendekatlah padaku dan dengarkan kasidah ikan-ikan
Kini hatiku kolam yang menyimpan kemurnianmu

Hari esok adalah perjalananku sebagai petani


Membuka ladang-ladang amal dalam belantara yang pekat
Pahamilah jalan ketiadaan yang semakin ada ini
Dunia telah lama kutimbang dan berulang kuhancurkan
Tanpa ketam masih ingin kupanen kesabaranmu yang lain
Atas sajadah lumpur aku tersungkur dan terkubur

1989

2. Tahajud (1) (Acep Zamzam Noor)

Dunia ini masih terus kuinjak


Waktu kupadatkan menjadi bongkahan batu
Kemudian sunyi menyerbu kedua mataku
Menyeretku ke wilayah kesedihan
Kuseru langit dan tiba-tiba bulan mencair
Lautan darah kini membentang di hadapanku
Tahajud harus kutempuh tanpa sajadah
Di antara ciuman bintang-bintang
Serta kegelapan yang siap menelanku
Menjadi sekedar gema

Aku menjerit
Langit bergetar di dadaku
Kuraba gerak doa yang liar
Batu-batu berterbangan seperti suara
Birahiku mengendur
Melihat rahim bumi yang hancur
Airmataku meleleh seperti cahaya redup
Seperti cahaya bintang-bintang yang mabuk
Aku berenang dan menangis
Menempuh tujuh lautan darah
Sepanjang tahajudku

1990

3. Serasa Allah (Emha Ainun Najdib)

Karena mandul
Diri serasa rasul
Karena lemah
Diri serasa allah

Kubangun setinggi-tinggi gedung


Sekedar untuk tumbang
Segala ilmu berakhir ngungun
Manusia terkucil di pengasingan

Terima sajalah, junjunganku


Hamba yang bodoh dan dungu
Sebab jika pintu tak kau buka
Hendak cari tuhan ke mana

1986

4. Tidur Hanya Bisa Padamu (Emha Ainun Najdib)

Tidur hanya bisa padaMu


Ketika larut badan tak mengada
Sudah khatam segala tangis rindu
Tinggal jiwa kusut dan sebuah lagu

Jiwa terajah luka


Bersujud sepanjang masa
Di peradaban yang sakit jiwa
Hanya bisa kupeluk guling rahasia

Tidur hanya bisa padaMu


Ya kekasih, tidur hanya bisa padaMu
Kalau tak kau eluskan tangan
Bangunku tetap jua ke dunia

Sejak semula telah kuikrarkan


Cuma engkau sajalah yang kudambakan
Dengan sangat kumohonkan tidur abadi
Agar kumasuki bangun yang sejati

1986
5. Bulu Matamu: Padang Ilalang (Joko Pinurbo)

Bulu matamu: padang ilalang.


Di tengahnya: sebuah sendang.

Kata sebuah dongeng, dulu ada seorang musafir


datang bertapa untuk membuktikan apakah benar
wajah bulan bisa disentuh lewat dasar sendang.

Ia tak percaya, maka ia menyelam.


Tubuhnya tenggelam dan hilang di arus maha-dalam.
Arwahnya menjelma menjadi pusaran air berwarna hitam.

Bulu matamu: padang ilalang.

1989

6. Tukang Cukur (Joko Pinurbo)

Ia membabat padang rumput yang tumbuh subur


di kepalaku. Ia membabat rasa damai
yang merimbun sepanjang waktu.

“Di bekas hutan ini akan kubangun bandar, hotel,


dan restoran. Tentunya juga sekolah,
rumah bordil, dan tempat ibadah.

Ia menyayat-nyayat kepalaku.
Ia mengkapling-kapling tanah pusaka nenekmoyangku.

“Aku akan mencukur lentik lembut bulu matamu.


Dan kalau perlu akan kupangkas daun telingamu.”
Suara guntingnya selalu mengganggu tidurku.

1989

Anda mungkin juga menyukai