Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

NAPZA adalah akronim dari Narkotik, Alkohol, Psikotropika dan Zat


adiktif lainnya.1 Inhalan termasuk dalam zat adiktif lainnya. Adapun yang termasuk
inhalan adalah senyawa organik berupa gas dan zat pelarut yang mudah menguap.1
Lebih dari 22 juta orang Amerika usia 12 tahun atau lebih telah menggunakan
inhalan, dan setiap tahun lebih dari 750.000 menggunakan inhalan untuk pertama
kalinya.2 Mereka yang menggunakan inhalan kebanyakan anak-anak berusia 9-14
tahun walaupun yang lebih tua juga ada yang menggunakan.1
Perlu mendapat perhatian khusus pada pengguna inhalan remaja karena
berada pada peningkatan risiko penggunaan obat-obatan terlarang menuju
penggunakan heroin dan narkoba suntikan . Beberapa studi awal menemukan bahwa
sekitar satu-balik dari pengguna heroin dalam pengobatan melaporkan riwayat
penggunaan inhalan.3
Inhalan terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor,
cat dan pelumas mesin.1 Lem, semir sepatu, toluena, cat semprot, bensin, dan cairan
ringan adalah salah satu inhalan paling sering disalahgunakan oleh orang-orang
muda.2 Inhalan banyak digunakan oleh anak-anak yang masih muda atau orang-orang
yang kurang punyai akses zat psikoaktif lain, misalanya mereka yang tergolong
kurang mampu atau narapidana. Hal tersebut disebabkan inhalan harganya relatif
lebih murah dan kurang atau tidak ada aturan-aturan yang mengatur penjualan,
pembelian maupun kepemilikannya, mudah diperoleh, mudah digunakan langsung
tanpa membutuhkan peralatan, intoksikasi cepat terjadi, berlangsung singkat dan efek
samping akut yang tidak banyak.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

1
Inhalan adalah kelompok kimia beragam zat psikoaktif terdiri dari pelarut
organik dan zat volatil yang umumnya ditemukan pada lebih dari 1.000 produk rumah
tangga biasa.4

2.2 Cara mengonsumsi


Inhalan tersedia dalam bentuk cairan tersimpan dalam botol atau kaleng,
dalam bentuk semprotan (hair spray, pembasmi serangga, pemadam kebakaran) atau
yang berbentuk semisolid yang tersedia dalam tuba.1
Inhalan dikomsumsi dengan cara disedot melalui hidung dan mulut
(sniffing), atau dituang dalam kantong plastik (bagging). Dengan menghirup 1-0-15
kali dari kantong plastik tertutup itu, dapat dicapai euforia untuk kebanyakan inhalan.1

2.3Klasifikasi
Inhalan yang digunakan sangat banyak ragamnya dan tergolong dalam
berbagai zat kimia sehingga sulit untuk mengadakan klasifikasi yang sempurna. Tabel
berikut merupakan salah satu usaha untuk mengelompokkan inhalan dalam beberapa
golongan:

2
3
Tabel 1.pengelompokkan inhalan1

2.4 Cara kerja


Inhalan bekerja pada dinding sel saraf pada susunan saraf pusat. Inhalan
paling cepat diserap melalui paru. Pada umumnya, inhalan mempunyai onset yang
cepat. Inhalan dimetabolisme di hati dan dieksresikan melalui ginjal dan paru,
sebagian dalam bentuk utuh. Inhalan bekerja pada sistem dopaminergik dan GABA-

4
ergik. Toleransi terhadap inhalan terjadi dengan cepat. Menyebabkan ketergantungan
psikis secara jelas sedangkan ketergantungan fisik tidak jelas.1
Afinitas terhadap lemak sangat tinggi sehingga banyak terdapat pada otak,
medula spinalis dan hati karena jaringan tersebut mengandung banyak lemak.1

2.5 Pengaruh terhadap pengguna


Inhalan mempunyai sifat menghambat aktivitas susunan saraf pusat ssperti
sedatif hipnotik dan alkohol. Pengaruh penggunaan inhalan terhadap pengguna sulit
diuraikan secara umum karena terdapat berbagai jenis inhalan. Hal ini semakin sulit
karena inhalan umumnya terdapat dalam berbagai produk untuk keperluan rumah
tangga, kantor maupun pabrik. Produk tersebut kebanyak berisi lebih dari satu jenis
inhalan. Namun demikian, terdapat gejala umum, seperti pada gejala intoksikasi
akut.1,3
Intoksikasi akut inhalan ditandai dengan adanya euforia, perasaan
melayang., iritasi pada mata, melihat objek manjadi ganda (double vision), suara
berdenging di telinga, berbangkis, hidung basah, batuk, disekitar mulut berbekas
(rash), mual, muntah, diare, kehilangan nafsu makan, nyeri di dada, gangguan
koordinasi motorik (bbicara cadel, jalan sempoyongan), letargi, hiporefleksi,
gangguan irama jantung, nyeri otot dan sendi, halusinasi, ilusi, waham, daya nilai
realitas terganggu, mudah tersinggung, impulsif, kesadaran berkabut dan perilaku
aneh (bizare).1
Kematian secara mendadak disebabkan oleh aritmia jantung atau
laringospasme. Kematian pada penggunaan inhalan bisa disebabkan oleh hambatan
pada sistem pernapasan, akibat kelebihan dosis, bekuya jalan napas akibat penguapan
inhalan yang terlalu cepat atau akibat kekurangan zat asam karena kantong plastik
yang dipakai untuk meghirup mengempis menutupi mulut dan hidung, sementara
pengguna dalam keadaan tidak sadar. Kematian dapat juga disebabkan oleh bahan
campuran dalam produk yang mengandung inhalan atau karena hiperpireksia.
Akhirnya, kematian bisa disebakan oleh kecelakaan akibat adanya ilusi, halusinasi
atau waham. Gejala putus zat pada penggunaan inhalan secara klinis belum terbukti
ada dan masih dalam penelitian lebih lanjut.1,3

2.6 Konsekuensi penggunaan inhalansia

5
Penggunaan inhalan berkaitan dengan sejumlah besar efek samping dan efek
psikososial.2
Efek akut
keracunan inhalansia menghasilkan sindrom mirip dengan keracunan alkohol,
terdiri dari pusing, inkoordinasi, bicara cadel, euforia, lesu, memperlambat refleks,
memperlambat pemikiran dan gerakan, tremor, penglihatan kabur, pingsan atau koma,
kelemahan otot umum, dan gerakan mata yang involunter (APA , 2000). Penggunaan
inhalan dapat menyebabkan luka bakar kimia dan termal (Moreno dan Beierle, 2007),
gejala withdrawal (Keriotis dan Upadhyaya, 2000), penyakit mental persisten (Jung,
Lee, dan Cho, 2004), dan darurat medis seperti aritmia ventrikel yang menyebabkan
"kematian mengendus mendadak" (Avella, Wilson, dan Lehrer, 2006; Bowen, Daniel,
dan Balster, 1999). Inhalansia keracunan juga meningkatkan risiko trauma akibat
kecelakaan kendaraan bermotor (Bowen, Daniel, dan Balster, 1999).2
Efek neurologis dan kognitif
Studi pada pekerja yang pekerjaannya terekspos inhalan menjadi dasar untuk
diketahui tentang hubungan inhalan dengan deficit fungsi kognitif. Morrow dan rekan
(1997) menemukan gangguan memori dan belajar yang signifikan pada pelukis
dibanding dengan sampel control, membuktikan bahwa pasien dengan masalah
ganggaun kognitif akibat inhalan lebih lambat untuk diselesaikan. (Morrow,
Steinhauer, dan Condray, 1996; 1998). Pajanan tunggal menyebabkan keracunan
inhalansia dapat menghasilkan masalah memori jangka panjang dan gangguan
kecepatan pengolahan informasi (Stollery, 1996). Temuan penting mengingat bahwa
penyalahgunaan inhalansia ditandai dengan paparan neurotoksin di tingkat yang jauh
lebih tinggi daripada yang biasanya terjadi dalam pajanan pekerjaan (Bowen, Wiley,
dan Balster, 1996). Penelitian sebelumnya hasil pada penggunaan rekreasi inhalansia
tercatatat mirip dengan temuan dengan hasil pada pajananan inhalansia pada pekerja
yaitu memiliki deficit pada ingatan, perhatian, dan pengambilan keputusan
dibandingkan dengan kontrol dan pengguna polydrug (Hormes, Filley, dan
Rosenberg, 1986; Korman, Trimboli, dan Semler, 1980). Tenebein dan Pillay (1993)
menemukan aktivitas otak berkurang dalam menanggapi peristiwa visual dan auditori
yang merupakan penanda adanya disfungsi neurologis pada 8 dari 15 pengguna

6
inhalan berusia 9 hingga 17 tahun, walaupun yang lebih muda tidak memiliki bukti
klinis dari abnormalitas neurologi.2
Penelitian selanjutnya telah diungkapkan bahwa keracunan inhalansia
berulang dapat menyebabkan gangguan neurologis, termasuk Parkinsonisme,
gangguan kognisi karena degradasi sel-sel otak (ensefalopati) atau hilangnya sel-sel
otak (cerebral atrofi), dan hilangnya kekuatan otot dan koordinasi karena kerusakan
otak kecil (serebelum ataksia) (misalnya, Finch dan Lobo, 2005; Gautschi, Cadosch,
dan Zellweger, 2007).Hasil Imaging study pada pelaku inhalansia terdapat penipisan
corpus callosum (ikatan dari serabut saraf ke hemisfer serebri) dan lesi pada white
matter yang memfasilitasi komunikasi antara sel-sel otak (Finch dan Lobo, 2005;
Gautschi, Cadosch, dan Zellweger, 2007 ). Pengurangan daerah dalam aliran darah
otak yang diamati dengan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) terdapat
setelah 1 tahun penggunaan inhalansia (Okada et al, 1999;.. Yamanouchi et al, 1998).
Kelainan radiologis lain yang ditemukan pada pengguna inhalansia meliputi wilayah
berkurang kekuatan sinyal MRI (hypointensities) di thalamus dan ganglia basal
(Lubman, Yücel, dan Lawrence, 2008) dan serapan ireguler obat-obatan radiolabeled
di single-photon computed tomography emisi (SPECT) studi (Küçük et al., 2000).
Lubman dan rekan (2008) meninjau studi klinis dan neuroimaging terbaru pelaku
inhalansia kronis, mendokumentasikan defisit kognitif yang signifikan, kelainan
struktural di daerah otak tertentu (misalnya, periventrikular, subkortikal, dan putih
materi), dan mengurangi perfusi otak dan aliran darah.2

7
Gambar 1. Atrofi otak2

Hewan percobaan telah membantu untuk mempelajari efek biobehavioral akut


dan kronis dari inhalansia. Bowen dan McDonald (2009) melaporkan bahwa tikus
terkena konsentrasi tinggi toluena (3.600 dan 6.000 bagian per juta) selama 30 menit
per hari untuk 40 hari (sama dengan jumlah pelaku kronis menghirup) menunjukkan
defisit motorik yang bertahan lama pada tes waiting for reward. Hasil ini menyiratkan
adanya kerusakan otak jangka panjang, mungkin akibat kerusakan cerebellar atau
hilangnya sel kortikal.2

Efek pada Organ Lain Selain Otak


Semakin terbukti bahwa inhalansia dapat menyebabkan masalah kesehatan
kronis yang mempengaruhi beberapa sistem organ (Gambar 2). Penelitian pada
hewan, laporan kasus, dan investigasi klinis kecil telah membuktikan terdapatnya
efek inhalansia pada hati, jantung, dan toksisitas ginjal, demineralisasi tulang,
penekanan sumsum tulang, dan mengurangi kekebalan (responsivitas sel-T)
( Karmakar dan Roxburgh, 2008; Takaki et al., 2008). Plasma berkurang dan tingkat
selenium dan seng pada sel darah merah juga berkurang, berpotensi merusak fungsi
kekebalan dan meningkatkan risiko untuk penyakit menular (Zaidi et al., 2007).
O'Brien, Yeoman, dan Hobi (1971) melaporkan kasus gagal hati dan gagal ginjal pada
pasien berusia19 tahun yang telah mengendus lem selama 3 tahun, dan Wiseman dan
Banim (1987) mendiagnosis gagal jantung ireversibel kongestif pada pasien 15 tahun
yang telah mengendus lem selama 2 tahun. Inhalansia juga dapat menyebabkan
neuropati perifer menyebabkan rasa sakit kronis dan kerusakan saraf optik yang
menurunkan visus (Twardowschy dkk., 2008). Beberapa penelitian terbaru
menunjukkan bahwa penyalahgunaan inhalansia dikaitkan dengan disfungsi paru
serius. Sebuah studi epidemiologi dari 29.195 orang dewasa berusia 35-49
berpartisipasi penelitian ditemukan bahwa durasi penyalahgunaan inhalansia secara
signifikan positif berhubungan dengan kemungkinan menderita tuberkulosis,
bronkitis, asma, dan sinusitis (Han, Gfroerer, dan Colliver, 2010). Para penulis

8
menyimpulkan bahwa disfungsi membran alveolo-kapiler dapat mengikuti
penyalahgunaan inhalansia.2

2.7 Komplikasi medis


Pada umunya inhalan bersifat merusak hati, ginjal, mebula spinalis, paru,
jantung dan otak. Perempuan yang menggunakan inhlan secara kronis selama hamil
akan melahirkan bayi dengan fetal solvent syndrome. Penggunaan toluena selam
kehamilan akan melahirkan bayi dengan asidosis hiperkloremia dan mikrosefalus.
Sedangkan penggunaan N2O selama kehamilan akan menyebabkan bayi mempunyai
kelainan oragan dan tulang.
Toluena
Toluena dapat mengakibatkan hepatomegali, ikterus, meningkatkan kadar
alkalifosfatase, piuria, hematuria, albuminuria karena kerusakan pada tuubulus
renalis, anemia, kemunduran fungsi mental, gangguan serebellum seperti ataksia,
nistagmus, ensefalopati, paralisis otot tungkai bagian belakang (foot draging) dan
polineuropati.
Benzena
Benzena dapat menyebabkan anemia aplastik, leukemia, atau pansitopenia.
Juga menyebabkan degenerasi atau nekrosis hati, nyeri lambung, gastritis dan
dispepsia. Ensefalopati disebabkan oleh timah yang terdapat di dalam benzena.

Amilnitrit dan Butilnitrit


Dapat menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah organ seks dan sering dipakai
oleh kaum homoseksual. Zat ini mempunyai kemampuan menekan imunitas seluler
sehingga sering dihubungkan dengan infeksi HIV/AIDS serta sarkoma kaposi.
Amilnitrit dan butilnitrit mengubah hemoglobin menjadi methehemoglobin.
Heksena
Pengunaan kronis menyebabkan anemia, polineuropati sensomotorik,
kelemahan sampai atrofi otot dan parestesia.
Keton
Keton dapat memnyebabkan neuropati perifer.
Trikloretilena
Senyawa ini bersifat hepatotoksik, nefrotoksisk, merusak nervus cranial,
terutama nervus optikus.

9
Karbon tetraklor
Senyawa inii bersifat hepatotoksik dan nefrotoksik.
Bensin
Bensin mengandung beberapa jenis senyawa yang mudah menguap, dapat
menimbulkan perasaan lelah, berat badan berkurang, gemetar, jalan sempoyongan,
neuritis, sampai pada kelumpuhan saraf tepi terutama nervus cranial.

2.8 Pencegahan penggunaan psikoaktif inhalan


Secara umum pencegahan (prevensi) terbagi dalam 3 bagian yaitu:
a. Prevensi primer adalah pencegahan agar orang yang sehat tidak terlibat
penyalahgunaan/ketergantungan inhalan
b. Prevensi sekunder adalah terapi atau pengobatan terhadap mereka yang
terlibat penyalah gunaan atau ketergantungan inhalan.
c. Prevensi tersier adalah rehabilitasi penyalahguna atau ketergantungan inhalan
setelah memperoleh terapi.

BAB III
PENUTUP

1. Inhalan adalah senyawa organik berupa gas dan zat pelarut yang mudah
menguap.
2. Intoksikasi akut inhalan ditandai dengan adanya euforia, perasaan
melayang., iritasi pada mata, melihat objek manjadi ganda (double
vision), suara berdenging di telinga, berbangkis, hidung basah, batuk,
disekitar mulut berbekas (rash), mual, muntah, diare, kehilangan nafsu
makan, nyeri di dada, gangguan koordinasi motorik (bbicara cadel, jalan
sempoyongan), letargi, hiporefleksi, gangguan irama jantung, nyeri otot
dan sendi, halusinasi, ilusi, waham, daya nilai realitas terganggu, mudah
tersinggung, impulsif, kesadaran berkabut dan perilaku aneh (bizare).
3. pencegahan (prevensi) terbagi dalam 3 bagian yaitu: prevensi primer,
prevensi sekunderdan prevensi tersier

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Joewana S. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.


Edisi 2. EGC: Jakarta. 2004.
2. Howard MO, Bowen SE, Garland EL, Perron BE, Vaughn MG. Inhalant use
and inhalant use disorders in the united states. Addiction science & clinical
practice. July 2011. 18-31. Downloaded from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3188822/
3. Drug free Australia. Inhalan abuse. Downloaded from:
www.drugfree.org.au/fileadmin/Media/Reference/InhalantAbuse.pdf
4. Palo Alto Medical Foundation. Inhalants (Gases, Glues and Aerosols). Available
from : http://www.pamf.org/teen/risk/drugs/inhalants/

11

Anda mungkin juga menyukai