PENDAHULUAN
1
2. Bagaimanakah proses Rangkai Sempurna ?
3. Bagaimanakah proses Rangkai Tidak Sempurna ?
4. Apa yang dimaksud dengan Pindah Silang dan bagaimanakah prosesnya ?
5. Bagaimanakah cara membuat Peta Kromosom?
6. Bagaimanakah proses Berangkai pada Kromosom-X ?
BAB II
PEMBAHASAN
2
Pada lalat buah Drosophila sampai sekarang telah diketahui kira-kira 5000
gen, sedangkan lalat ini hanya memiliki 4 pasang kromosom saja, yang terpasang
bahkan kecil sekali menyerupai dua buah titik. Berhubung dengan itu, maka pada
sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen, melainkan puluhan atau bahkan ratusan
gen-gen. Peristiwa bahwa beberapa gen bukan alel terdapat pada satu kromosom yang
sama dinamakan berangkai. Gen-gen dinamakan gen-gen terangkai (Suryo, 2012).
Berangkai (berpaut atau terangkai pada autosom) adalah peristiwa dimana
beberapa gen yang bukan alelnya terdapat pada satu kromosom (Henuhili dan
Suratsih, 2002).
Gambar 2.1
Orang kedua yang sangat berjasa dalam ilmu genetika adalah Thomas Hunt Morgan
(1866-1945). Morgan dan kawan-kawan lama sekali mengadakan penelitian pada
lalat Drosophila dan akhirnya dinyatakan bahwa gen-gen bersama alel-alelnya yang
terletak pada sepasang kromosom homolog berkelompok, yang dinamakan kelompok
berangkai (linkage group). Dari hasil penyelidikan pada berbagai macam makhluk
hidup lainnya dapat diambil kesimpulan bahwa banyaknya kelompok berangkai pada
suatu individu itu ekuivalen dengan jumlah kromosom haploid dari individu yang
bersangkutan. Misalnya pada jagung (Zea mays,n=10) terdapat 10 kelompok
berangkai, pada ercis (Pisum sativum,n=7) terdapat 7 kelompok berangkai, pada lalat
buah (Drosophila melanogaster,n=4) terdapat 4 kelompok berangkai, pada manusia
n=23, terdapat 23 kelompok berangkai (Suryo, 2012).
Peristiwa berangkai pada tumbuh-tumbuhan untuk pertama kali diketaui oleh
G.N.Collins dan J.H. Kempton tahun 1911 pada tanaman jagung. Dikatakan bahwa
3
gen (xw) untuk endosperm berlilin itu terangkai dengan gen (c) untuk warna aleuron
(lapisan sel terluar dari endosperm). Kemudian diketahui bahwa pada mkhluk hidup
lain (termasuk manusia) dapat dijumpai adanya peristiwa berangkai (Suryo, 2012).
Untuk membedakan apakah gen-gen letaknya terpisah ataukah terangkai pada
kromosom yang sama, maka diadakan perbedaan dalam cara penulisan genotip suatu
individu. Sebagai contoh suatu dihibrid dengan menggunakan pasangan gen A dengan
a dan B dengan b (Suryo, 2012).
Apabila gen-gen tersebut letaknya terpisah (artinya tidak terangkai), sehingga
memisah secara bebas diwaktu meiosis, maka genotip dihibrid itu tertulis seperti yang
lazim kita kenal, yaitu AaBb. Akan tetapi andaikata gen-gen itu terangkai, maka ada 2
kemungkinan:
1. Gen-gen dominan terangkai pada suatu kromosom, sedangkan alel-alelnya
resesif terangkai pada kromosom homolognya. Ada beberapa cara untuk
Gen-gen yang terangkai secara demikian, dikatakan bahwa gen-gen terangkai dalam
keadaan “repulsion phase” atau gen-gen mempunyai susunan trans. Sekarang yang
4
pada satu kromosom, sedangkan berangkai tidak sempurna terjadi bila ada pindah
silang(crossing over ) antara gen-gen dalam satu kromosom ( Suryo, 2008).
dengan lalat betina sayap normal (baik sayap maupun dadanya) tetapi heterozigotik (
). Oleh karena gen-gennya terangkai sempurna, maka lalat dihibrid F1 ini akan
membentuk dua macam gamet saja, ialah gamet (Cu Sr) dan gamet (cu sr).
Berhubung dengan itu, maka apabila lalat-lalat F1 dibiarkan kawin dengan sesamanya
akan didapatkan lalat-lalat F2 dengan perbandingan = 3 lalat normal : 1 lalat sayap
keriput dada bergaris-garis. Perbandingan ini jelas menyimpang dari prinsip Mendel,
sebab andaikata gen-gen itu tidak terangkai, maka perkawinan dihibrid menghasilkan
keturunan dengan perbandingan 9:3:3:1.
5
P ♀ x ♂
F1
Cu Sr - -
Cu sr - - - -
tidak ada
cu Sr - - - -
tidak ada
cu sr - -
6
). Oleh karena gen-gennya terangkai sempurna, maka lalat dihibrid F1 ini akan
membentuk dua macam gamet saja, ialah gamet (Cu sr) dan gamet (cu Sr). Bila lalat-
lalat F1 ini dibiarkan kawin sesamanya akan didapatkan lalat-lalat F2 dengan
perbandingan = 2 lalat normal : 1 lalat sayap normal dada begaris-garis : 1 lalat sayap
keriput dada normal. Jadi di sini terdapat tiga kelas fenotif, lalat yang dobel resesif
tidak dijumpai sama sekali. Perbandingan lalat-lalat F2 sebagai hasil perkawinan
dihibrid inipun jelas menyimpang dari prinsip Mendel (Suryo, 2012).
P ♀ x ♂
F1
F2
Cu Sr Cu sr cu Sr cu sr
tidak ada tidak ada
♂
♀
Cu Sr - - - -
tidak ada
Cu sr - -
cu Sr - -
7
cu sr - - - -
tidak ada
berbunga ungu, serbuk sari panjang heterozigotik ( ). Jika tanaman F1 ini di uji
8
192 tanaman berbunga ungu, serbuk sari panjang
23 tanaman berbunga ungu, serbuk sari bulat
30 tanaman berbunga merah, serbuk sari pangjang
182 tanaman berbunga merah, serbuk sari bulat
Hasil uji silang ini cukup mengherankan, karena tidak memperlihatkan
perbandingan 1:1:1:1 seperti yang lazim kita peroleh pada waktu melakukan uji
silang pada dihibrid. Ini disebabkan karena terjadinya pindah silang gen-gen pada
tanaman dihibrid. Gamet-gamet yang tidak mengalami pindah silang (gamet + + dan
gamet m b) gen-gennya dibentuk sangat banyak, sebaliknya gamet-gamet yang
mengalami pindah silang (gamet + b dan m +) dibentuk sedikit, sehingga
menghasilkan keturunana sedikit pula (Suryo, 2012).
P ♀ x ♂
F1
(ungu, panjang)
Uji silang ♀ x ♂
F2
Genotip Fenotip Banyaknya Frekuensi Tipe
9
Jumlah 427 1,0000
Hasil uji silang yang jumlahnya banyak, memiliki fenotip seperti tanaman
parental. Karena itu hasil yang jumlahnya banyak dinamakan tipe parental.
Sedangkan tanaman yang jumlahnya sedikit adalah hasil adanya pindah silang gen-
gen dan tanaman-tanaman ini mempunyai fenotip yang baru sama sekali, artinya
fenotip ini tidak terdapat pada tanaman parentalmaupun pada tanaman dihibridnya.
Berhubung dengan itu, hasil uji silang yang jumlahnya sedikit sebagai akibat adanya
pindah silang gen-gen dinamakan tipe rekombinasi.
Besarnya persentase rekombinan pada contoh di atas = (23+30):427 x 100% =
12,41%. Jadi parentalnya = 100%-12,41%=87,59%. Jika hasil uji silang yang
jumlahnya banyak dinyatakan dengan n, sedang yang jumlahnya sedikit dinyatakan
dengan 1, maka hasil uji silang pada dihibrid di mana gen-gennya terngkai tidak
sempurna dan berada dalam keadaan cis akan memperlihatkan perbandingan n:1:1:n
(Suryo, 2012).
10
Hasil uji silang ini tidak memperlihatkan perbandingan 1:1:1:1 seperti yang lazim kita
peroleh pada waktu melakukan uji silang pada dihibrid, melainkan menunjukkan
perbandingan 1:n:n:1 (Suryo, 2012).
Presentase rekombinasi pada contoh ini ialah (14+18) :370 x 100% = 8,65%
(Suryo, 2012).
P ♀ x ♂
F1
(ungu, panjang )
Uji silang ♀ x ♂
11
a. Perkawinan dihibrid, gen-gen terangkai sis ( x ) keturunan 3:0:0:1
atau 3:1
12
I), kromatid-kromatid yang bersilang itu melekat pada kromatid sebelahnya secara
timbal balik. Berhubung dengan itu gen-gen yang terletak dibagian yang pindah itu
akan berpindah pula tempatnya ke kromatid sebelahnya (Suryo,2008).
Peristiwa pindah silang diikuti oleh patah dan melekatnya kromatid pada waktu
profase dalam pembelahan meiosis. Pindah silang mengakibatkan rekombinasi
sehingga dihasilkan kombinasi parental dan rekombinasi pada fenotipenya. Dalam
menghitung presentase tipe rekombinan di antara keturunan dapat digunakan unit
peta, yaitu jarak antara gen-gen untuk menyatakan posisi relatifnya pada suatu
kromosom. Untuk menentukan unit peta antara gen-gen, terlebih dahulu dihitung nilai
pindah silang (NPS) = (jumlah tipe rekombinan / jumlah individu seluruhnya) x
100% (Suryo,2010).
Selama meiosis diwaktu pembentukan gamet-gamet kerapkali terjadi proses
pindah silang (dalam bahasa inggris :crossing over”) ialah proses penukaran segmen
dari kromatid-kromatid bukan kakak beradik (dalam bahasa inggris :“nonsister
cromatids”) dari sepasang kromosom homolog. Pindah silang terjadi ketika meiosis I,
yaitu pada saat kromosom telah mengganda menjadi 2 kromatid. Tempat persilangan
dua kromatid disebut kiasma (jamaknya :kiasmata). Kromatid-kromatid yang
bersilang itu melekat dan putus di bagian kiasma, kemudian tiap potongan itu melekat
pada kromatid sebelahnya secara timbal balik.
Telah disebutkan bahwa dua buah gen yang berangkai akan cenderung untuk
tetap bersama-sama di dalam gamet yang terbentuk. Akan tetapi, di antara keduanya
masih terdapat pula kemungkinan untuk mengalami segregasi (pemisahan) dan
rekombinasi (penggabungan) sehingga akan diperoleh kombinasi gen-gen seperti
yang dijumpai pada gamet tipe rekombinasi. Terjadinya segregasi dan rekombinasi
dua buah gen berangkai ini tidak lain karena mereka mengalami peristiwa yang
dinamakan pindah silang (crossing over), yaitu pertukaran materi genetik (gen) di
antara kromosom-kromosom homolog (kromosom pasangannya). Dari pengertian
pindah silang tersebut kita dapat menyederhanakan batasan tentang gamet tipe
parental dan gamet tipe rekombinasi. Gamet tipe parental adalah gamet dengan
susunan gen yang sama dengan susunan gen pada induknya, sedang gamet tipe
13
rekombinasi adalah gamet yang susunan gennya merupakan rekombinasi susunan gen
pada induknya.
Sekarang dengan lebih mudah dapat kita katakan bahwa gamet tipe parental
adalah gamet bukan hasil pindah silang, sedang gamet tipe rekombinasi adalah gamet
hasil pindah silang. Peristiwa pindah silang, bersama-sama dengan pemilihan bebas
(hukum Mendel II), merupakan mekanisme penting yang mendasari pembentukan
keanekaragaman genetik karena kedua-duanya akan menghasilkan kombinasi baru di
antara gen-gen yang terdapat pada individu sebelumnya. Selanjutnya, seleksi alam
akan bekerja untuk mempertahankan genotipe-genotipe dengan kombinasi gen yang
adaptif saja. Oleh karena itulah, banyak ilmuwan yang menganggap bahwa pindah
silang dan pemilihan bebas sangat penting bagi berlangsungnya proses evolusi.
(Rohmad, 2012)
Dalam pindah silang, yang terjadi ketika kromosom-kromosom homolog
terreplikasi berpasangan saat profase meiosis I, sekumpulan protein mengontrol
pertukaran segmen-segmen bersesuaian dari satu kromatid maternal dan satu
kromatid paternal. Akibatnya, bagian-bagian ujung dua kromatid nonsaudara bertukar
tempat setiap kali pindah silang terjadi. Pindah silang terjadi pada akhir profase I atau
awal metafase I yang terjadi pada saat kromosom telah mengganda menjadi dua
kromatid. Pindah silang umumnya terjadi pada kromatid-kromatid tengah yaitu
kromatid nomor 2 dan 3 dari tetrad kromatid, tetapi tidak menutup kemungkinan
adanya pindah silang pada kromatid- kromatid yang lain (Campbell, 2004). Pada
waktu kromosom hendak memisah (yaitu pada anafase I ), kromatid-kromatid yang
bersilang itu melekat dan putus pada bagian kiasma, kemudian tiap potongan itu
melekat pada kromatid sebelahnya secara timbal balik. Berhubung dengan itu gen-
gen yang terletak di bagian yang pindah itu akan berpindah pula tempatnya ke
kromatid sebelah (Suryo, 2012).
Pindah silang atau crossover adalah sebuah proses yang membentuk
kromosom baru dari dua kromosom induk dengan menggabungkan bagian informasi
dari masing–masing kromosom. Crossover menghasilkan kromosom baru yang
disebut kromosom anak (offspring). Crossover bertujuan untuk menambah
14
keanekaragaman string dalam satu populasi dengan penyilangan antar string yang
diperoleh dari reproduksi sebelumnya. Pindah silang juga berakibat buruk jika ukuran
populasinya sangat kecil. Dalam suatu populasi yang sangat kecil, suatu kromosom
dengan gen-gen yang mengarah ke solusi akan sangat cepat menyebar ke kromosom-
kromosom lainya. Untuk mengatasi masalah ini digunakan suatu bahwa pindah silang
hanya bisa dilakukan dengan probabilitas tertentu (probabilitas crossover). Artinya
pindah silang bisa dilakukan hanya jika suatu bilangan random yang dibangkitkan
kurang dari probabilitas crossover (Pc) yang ditentukan. Pada umumnya Pc diset
mendekati 1, misalnya 0,8. Probabilitas crossover (Pc) bertujuan untuk
mengendalikan operator crossover. Jika n adalah banyaknya string pada populasi,
maka sebanyak (Pc) x n string akan mengalami crossover. Semakin besar nilai (Pc),
semakin cepat pula string baru muncul dalam populasi. Dan juga jika (Pc) terlalu
besar, string yang merupakan kandidat solusi terbaik mungkin dapat hilang lebih
cepat pada generasi berikutnya.
15
dibentuk lebih sedikit. Akibatnya, keturunan yang mempunyai sifat-sifat sperti
parental selalu berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan keturunan tipe
rekombinasi. (Suryo,2010)
Gambar 2.2 Terjadinya pindah silang tunggal dan gamet-gamet yang dihasilkan.
2. Pindah silang ganda
Pindah silang ganda adalah pindah silang yang terjadi di dua tempat. Agar
supaya adanya pindah silang ganda (dalam bahasa inggris: “double crossing over”)
selama meiosis dapat diketahui dari adanya tipe-tipe parental dan tipe-tipe
rekombinasi di dalam keturunan, maka sabaiknya diperhatikan 3 buah gen yang
berangkai pada satu kromosom. Dengan lain perkataan, arus digunakan individu
trihibrid. Jika pindah silang ganda (double crossing over) berlangsung diantara dua
buah gen yang terangkai, maka terjadinya pindah silang ganda ini tidak akan
tampak dalam fenotip, sebab gamet-gamet yang dibentuk hanya dari tipe parental
saja atau dari tipe rekombinasi atau tipe parental dan tipe rekombinasi akibat
pindah silang tunggal. Akan tetapi, misalkan diantara gen A dan B masih ada gen
ketiga, misalnya gen C, maka terjadinya pindah silang ganda antara A dan B akan
nampak (Suryo,2010)
Jika pindah silang ganda (double crossing over) berlangsung di antara dua
buah gen yang terangaki, maka pindah silang ganda itu tidak nampak pada fenotip,
sebab gamet-gamet yang dibentuk hanya dari tepi parental dan tipe rekombinasi
akibat pindah silang tunggal (Suryo, 2008).
16
Gambar 2.3 Proses pindah silang ganda (kiri) dan tunggal (kanan)
Gambar 2.4. Akibat dari berbagai macam pindah silang ganda antara gen A dan gen B. Jika
diperhatikan macam-macamnya gamet, maka terjadinya pindah silang ganda tidak nampak.
Akan tetapi jika di antara gen A dan gen B masih ada gen ketiga misalnya gen C,
maka terjadinya pindah silang ganda antara gen A dan gen B akan nampak.
17
Gambar 2.5 Pindah silang ganda yang terjadi pada 3 buah gen yang terangkai yaitu gen A,B, dan C.
Pada umumnya, semua individu mengalami pindah silang selama meiosis. Hanya
lalat Drosophila jantan dan ulat sutera (Bombyx mori) betina tidak mengalami pindah
silang. Berhubungan dengan itu, lalat Drosophila jantan yang memiliki gen-gen
berangkai hanya akan membentuk dua macam gamet saja, seolah-olah ada rangkai
sempurna.
Akibat terjadinya pindah silang, maka keturunan dibedakan atas individu-individu
tipe parental (berasal dari gamet yang diharapkan) dan tipe rekombinan (berasal dari
gamet yang mengandung kombinasi baru) (Henohili, 2002).
Kemungkinan terjadinya pindah silang ternyata dipengaruhi oleh beberapa factor
seperti :
1. Temperature
Temperature yang melebihi atau kurang dari temperature normal dapat
memperbesar kemungkinana terjadinya pindah silang.
2. Umur
Makin tua suatu individu, makin kurang mengalami pindah silang
3. Zat kimia
Zat kimia tertentu dapat memperbesar kemungkinan pindah silang.
4. Penyinaran dengan sinar x
Penyinaran dengan sinar x apat memperbesar kemungkinan pindah silang.
5. Jarak antara gen-gen terangkai
Makin jauh letak satu gen dengan gen lainnya, makin besar kemungkinan
terjadinya pindah silang.
6. Jenis kelamin
Pada umumnya pindah silang terjadi pada individu jantan maupun betina.
Namun demikian ada perkecualian, yaitu pada ulat sutera (Bombix mori) yang
betina tidak pernah terjadi pindah silang, demikian pula pada lalat Droshopila
18
yang jantan. Yang terakhir ini dibuktikan oleh T.H. Morgan dan C.B. Bridges
sebagai berikut :
+ = gen dominan untuk mata merah (normal)
p = gen resesif untuk mata ungu (jenis mutan)
+ = gen dominan untuk sayap panjang (normal)
v = gen resesip untuk sayap kisut (jenis mutan)
Gen- gen tersebut terangkai pada autosom. Simbol + merupakan pengganti dari huruf
besar.
Waktu lalat jantan mata merah sayap normal homozigotik dikawinkan dengan lalat
betina mata ungu sayap kisut, didapatkan lalat- lalat F1 yang semuanya normal (mata
merah sayap normal). Kemuadian dilakukan dua macam ujisilang (testcross) pada
lalat F1 dihibrid ini (Gambar 2.6) yaitu:
1. Lalat F1 betina dikawinkan dengan lalat jantan yang dobel resesif (mata
ungu sayap kisut). Uji silang ini menghasilkan lalat- lalat F2 sebagai
berikut.
382 lalat mermata merah, sayap normal
16 lalat bermata merah, sayap kisut
22 lalat bermata ungu, sayap normal
353 lalat bermata ungu, sayap kisut
2. Lalat F1 jantan dikawinkan dengan lalat betina yang dobel resesip (mata
ungu sayap kisut). Uji silang ini ternyata hanya menghasilkan dua macam
lalat-lalat F2 yaitu :
74 lalat bermata merah, sayap normal
72 lalat bermata ungu, sayap kisut
Perbedaan pada keturunan F2 dari kedua macam uji silang tadi
menunjukkan bahwa pada lalat betina terjadi pindah silang, sehingga
didapatkan perbandingan n:1:1:n (sebab gen – gen pada dihybrid terangkai
dalam sususnan sis, yaitu , sedangkan pada lalat jantan tidak terjadi
pindah silang.
P ♀ X ♂
19
F1
Mata merah
sayap normal
Uji silang :
♀ x ♂ ♀ x ♂
Mata merah Mata ungu Mata ungu Mata merah
sayap normal sayap kisut sayap kisut sayap normal
F2
Gambar 2.6 Percobaan Morgan dan Bridges pada lalat Drosophila melanogaster yang membuktikan
tidak adanya pindah silang pada lalat jantan. Jika pada uji silang digunakan lalat dihybrid yang
jantan, hanya dihasilkan 2 macam kelas fenotip saja yang mirip lalat-lalat tipe parental. Jika
digunakan lalat dihybrid yang betina, dihasilkan lalat-lalat tipe parental. Jika digunakan lalat
dihybrid yang betina, dihasilkan lalat dihybrid yang betina, dihasilkan lalat- lalat tipe parental dan
tipe rekombinasi.
(Suryo, 2012)
20
Dari pengertian pindah silang tersebut kita dapat menyederhanakan batasan
tentang gamet tipe parental dan gamet tipe rekombinasi. Di atas telah dikatakan
bahwa gamet tipe parental adalah gamet dengan susunan gen sama dengan induknya,
sedang gamet tipe rekombnasi adalah gamet yang susunan gennya merupakan
rekombinasi susunan gen pada induknya. Sekarang dengan lebih mudah kita katakan
bahwa gamet tipe parental adalah gamet bukan hasil pindah silang, sedang gamet tipe
rekombinasi adalah gamet hasil pindah silang.
Peristiwa pindah silang, bersama-sama dengan pemilihan bebas (Hukum Mendel
II), merupakan mekanisme pembentukan keanekaragaman genetic karena kedua –
duanya akan menghasilkan kombinasi baru di antara gen-gen yang terdapat pada
individu sebelumnya. Selanjutnya, seleksi alam akan bekerja untuk mempertahankan
genotip-genotip dengan kombinasi gen yang adaptif saja. Oleh karena itulah, banyak
ilmuan yang menganggap bahwa pindah silang dan pemilihan bebas sangat penting
bagi berlangsungnya proses evolusi.
Seperti diketahui, akibat terjadinya pindah silang maka keturunan dibedakan atas
individu-individu tipe rekombinasi. Berhubung dengan itu dapat dihitung besarnya
nilai pindah silang (NPS), ialah angka yang menunjukkan besarnya persentase
kombinasi baru yang dihasilkan sebagai akibat terjadinya pindah silang. Angka yang
menunjukkan besarnya prosentase kombinasi baru yang dihasilkan akibat terjadinya
pindah silang disebut sebagai nilai pindah silang (%). Nilai pindah silang merupakan
jarak antargen. Nilai tersebut sama dengan nilai rekombinansi gen berpautan. Pindah
silang akan terjadi jika 50% < KP < 100%. Nilai pindah silang (presentasi
rekombinasi) adalah angka yang menunjukkan besarnya presentasi kombinasi baru
yang dihasilkan oleh pindah silang. NPS (nilai pindah silang) dapat dicari
menggunakan rumus :
NPS = X 100%
(Suryo, 2012).
21
Nps pada contoh di muka = x 100 % = 4,90 %
Ini berarti bahwa kekuatan pindah silang antara gen-gen yang terangkai itu ialah 4.90
% . Tipe parental banyaknya 100 % - 4,90 % = 95, 10 %.
Tentunya nilainya pindah silang tidak akan melebihi 50%, biasanya bahkan kurang
dari 50 %, karena :
a) Hanya dua dari empat kromatid saja ikut mengambil bagian pada peristiwa
pindah silang
b) Pindah silang ganda akan mengurangi banyaknya tipe rekombinasi yang
dihasilkan.
22
Peta kromosom adalah gambar skema sebuah kromosom yang dinyatakan
sebagai sebuah garis lurus yang memperlihatkan lokus setiap gen yang terletak pada
kromosom tersebut. Sentromer dari kromosom biasanya dianggap sebagai pangkal,
maka diberi tanda 0 (angka nol). Pada lokus setiap gen dibubuhkan angka yang
menunjukkan jarak antara gen itu dengan sentromer atau jarak antara gen dengan
yang lain. Jarak antara satu gen dengan gen lainnya yang berangkai pada sebuah
kromosom dinyatakan dengan Unit Peta dan 1 Unit Peta (map unit) = 1% Pindah
Silang. Selain dinyatakan dengan Unit Peta (Map Unit), maka jarak antara gen-gen
yang berangkai dinyatakan pula dengan Unit Morgan untuk mengenang Morgan yang
menemukan adanya gen-gen yang berangkai. Satu Unit Morgan menggambarkan
100% pindah silang, maka 1% pindah silang = 1 centimorgan (1cM) = 1 Unit Peta
(Map Unit).(Suryo,2008)
Misalnya pada lokus gen p tertulis angka 6,2. Ini berarti bahwa jarak antara
sentromer ke gen p ialah 6,2 unit. Pada lokus gen q tertulis angka 10, berarti bahwa
jarak antara sentromer dengan gen q ialah 10 unit. Dengan sendirinya dapat diketahui
jarak antara gen p dan q, ialah 10-6,2 = 3,8 unit.
0 6,2 10
P q
Jarak antara gen satu dengan gen lainnya yang berangkai disebut Jarak Peta.
Adapun peta kromosom tanpa menunjukkan letak sentromer disebut Peta Relatif.
13 17,7 26,2
Misalnya : r s t
Gambar diatas memperlihatkan peta relatip. Jarak antara gen r-s = 4,7 unit; s-t
= 8,5 unit; r-t = 13,2 unit.
Sekarang sudah dapat dibuat peta kromosom (walaupun belum lengkap) dari
lalat Drosophila (Gambar 7), tanaman tertentu (seperti jagung), hewan ternak dan
manusia. Saat dimulainya pembuatan peta kromosom dilakukan pada tahun 1920
23
oleh para ahli genetika Drosophila seperti Morgan, C.B Bridges dan A.H. Sturtevant.
Untuk membuat peta kromosom harus menggunakan individu trihibrid yang
berangkai yang diuji silang. Umumnya pembuatan peta kromosom banyak dilakukan
pada organisme-organisme yang cepat menghasilkan keturunan, mudah dipelihara,
dan memiliki jumlah kromsom sedikit, misalnya pada lalat Drosophila melanogaster.
Gambar 2.8 Peta kromosom dari lalat Drosophila. Tidak semua gen dicantumkan pada peta itu. Huruf
singkatan adalah nama gen. Lokasi gen tertera dengan angka-angka disebelah kiri
24
Mula-mula kita mengawinkan lalat Drosophila betina homozigotik untuk gen-gen
resesip cu ( sayap berkeluk), sr (tubuh bergaris) dan e (tubuh hitam) dengan lalat
jantan tipe liar (normal) homozigotik, yaitu cu (sayap lurus), Sr ( tubuh tak bergaris)
dan E (tubuh kelabu).
Gen – gen tersebut terdapat pada kromosom no.III. Lalat-lalat betina F1 (yang
berbentuk trihibrid) kemudian diuji silang dengan lalat jantan yang sama sekali
resesip, yaitu sayap berkeluk, tubuh bergaris, tubuh hitam. Hasilnya berupa lalat-lalat
F2 yang dapat dilihat pada Gambar 2.9.
25
Gambar 2.9 Ujisilang pada lalat Drosophila dengan gen rangkap tiga. Cara ini merupakan dasar utuk
pembuatan peta kromosom.
(Suryo, 2012)
Keterangan :
C = gen yang menentukan sayap lurus (normal)
c = gen yang menentukan sayap berlekuk
S = gen yang menentukan tubuh tidak bergaris (normal)
s = gen yang menentukan tubuh bergaris
E = gen yang menentukan tubuh kelabu
e = gen yang menentukan tubuh hitam
2. Mencari urutan letak gen yang sebenarnya dari parental (P2), maka letak gen-gen
tipe PAR dengan PSG ditulis dan selanjutnya diperhatikan dengan seksama apakah
letak gen pada tipe PAR sudah benar.
26
Dari hasil di atas memperlihatkan bahwa letak gen-gen pada tipe PAR sudah benar.
Kita tidak melukiskan letak gen-gen itu sesungguhnya, karena tidak disebutkan
tentang letak titik 0 (sentromer), sehingga jarak salah satu gen itu dari sentromer pun
tidak diketahui. Untuk mendapatkana letak titik o diperlukan percobaa dengan ribuan
macam perkawinan.
Penggunaan gen rangkap tiga ini hanya akan bermanfaat apabila letak gen satu
dengan gen lainnya yang terangkai tidak terlalu dekat, sehingga masih dimungkinkan
berlangsungnya pindah silang genda. Para ahli genetika Drosophila telah menetapkan
bahwa batas minimum itu adalah 10 unit. Jadi apabila jarak antara satu gen dengan
lainnya kurang dari 10 unit, maka tidak akan terjadi pindah silang ganda.
(Suryo,2012)
27
Terjadinya pindah silang antara segmen-segmen dari kromosom tertentu
kebanyakan merupakan fenomena secara kebetulan saja, tetapi distribusinya tidak
acak-acakan. Berdasarkan hukum kemungkinan, maka terjadinya dua pindah silang
secara simultan sama dengan hasil perkalian dan besarnya kemungkinan untuk tiap
pindah silang yang berlangsung secara terpisah di dua tempat itu. Suatu pindah silang
yang terjadi pada suatu tempat tentu menghambat terjadinya pindah silang lainnya
yang berdekatan dinamakan Interferensi. Untuk mencari interferensi, terlebih dahulu
harus dicari Koefisien Koinsidens (di singkat KK), yaitu perbandingan antara
banyaknya pindah silang ganda yang sesungguhnya dengan banyaknya pindah
silangganda yang diharapkan. Singkatnya : (Suryo, 2013)
KK =
sebagai berikut :
+ pr v 57 tanaman bm + v 2 tanaman
28
bm pr v 434 tanaman ++v 1 tanaman
bm + + 60 tanaman + pr + 3 tanaman
Pada tabel, cara penulisan genotip telah disederhanakan, yaitu dengan menghilangkan
bm pr v ++v
+++ bm pr +
Apabila dibandingkan, nampak adanya perbedaan letak pada gen v. Maka seharusnya
letak gen v ada di tengah, sehingga urutan gen yang benar ialah bm v pr atau pr v
bm. Jadi tipe parental yang benar ialah
bm v pr atau pr v bm
+++ +++
Jikalau kita menggunakan tipe parental yang pertama maka
- PS antara bm - v
=
29
= = 0,12 = 12%
- PS antara v - pr
=
= = 0,008 = 0,8%
Jadi
- jarak gen bm – v = 12 unit
- jarank gen v – pr = 0,8 unit
Gambar peta kromosom relatifnya ialah sebagai berikut
bm v pr
12 0,8
Sedangkan genotipe untuk tanaman dihibridnya ialah karena itu genotip dari
Untuk mencari interferensi yang terjadi yaitu dengan mencari PSG yang
sesungguhnya dan PSG yang diharapkan terlebih dahulu.
- KK = = = 3,125
- KI = 1 - KK = 1 – 3,125 = - 2,125
Karena KK lebih dari 1 maka interferensi menjadi negatif. Interferensi akan kecil
apabila gen-gen yang bersangkutan letaknya saling berjauhan. (Suryo, 2012)
30
2.6. Berangkai Pada Kromosom-X
Pola pewarisan sifat yang diatur oleh gen-gen berangkai atau gen-gen yang
terletak pada satu kromosom. Keberadaan gen berangkai pada suatu spesies
organisme, yang meliputi urutan dan jaraknya satu sama lain, menghasilkan peta
kromosom untuk spesies tersebut, misalnya peta kromosom pada lalat Drosophila
melanogaster yang terdiri atas empat kelompok gen berangkai. (Hardjosubroto, 1998)
Salah satu dari keempat kelompok gen berangkai atau keempat pasang kromosom
pada D. melanogaster tersebut, dalam hal ini kromosom nomor 1, disebut sebagai
kromosom kelamin. Pemberian nama ini karena strukturnya pada individu jantan dan
individu betina memperlihatkan perbedaan sehingga dapat digunakan untuk
membedakan jenis kelamin individu. Ternyata banyak sekali spesies organisme
lainnya, terutama hewan dan juga manusia, mempunyai kromosom kelamin. Gen-gen
yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen rangkai kelamin (sex-linked
genes) sementara fenomena yang melibatkan pewarisan gen-gen ini disebut peristiwa
rangkai kelamin (linkage). (Hardjosubroto, 1998)
Percobaan yang pertama kali mengungkapkan adanya peristiwa rangkai
kelamin dilakukan oleh T.H Morgan pada tahun 1910. Dia menyilangkan lalat D.
melanogaster jantan bermata putih dengan betina bermata merah. Lalat bermata
merah lazim dianggap sebagai lalat normal atau tipe alami (wild type), sedang gen
pengatur tipe alami, misalnya pengatur warna mata merah ini, dapat dilambangkan
dengan tanda +. Biasanya, meskipun tidak selalu, gen tipe alami bersifat dominan
terhadap alel mutannya. Hasil persilangan Morgan tersebut, khususnya pada generasi
F1, ternyata berbeda jika tetua jantan yang digunakan adalah tipe alami (bermata
merah) dan tetua betinanya bermata putih. Dengan perkataan lain, perkawinan
resiprok menghasilkan keturunan yang berbeda. Persilangan resiprok dengan hasil
yang berbeda ini memberikan petunjuk bahwa pewarisan warna mata pada
31
Drosophila ada hubungannya dengan jenis kelamin, dan ternyata kemudian memang
diketahui bahwa gen yang mengatur warna mata pada Drosophila terletak pada
kromosom kelamin, dalam hal ini kromosom X. Oleh karena itu, gen pengatur warna
mata ini dikatakan sebagai gen rangkai X. (Hardjosubroto, 1998)
Misalnya gen-gen yang terdapat pada kromosom- X pada lalat Drosophila
+ (atau Y) = Gen yang menyebabkan tubuh berwarna kelabu (normal)
y = Gen yang menyebabkan tubuh berwarna kuning
+ (atau W) = Gen yang menyebabkan mata berwarna merah (normal)
w = Gen yang menyebabkan mata berwarna putih
Mula-mula kita kawinkan lalat betina normal homozigotik (baik warna tubuh
maupun warna matanya) dengan lalat jantan tubuh kuning, mata putih. Semua lalat F 1
baik yang jantan maupun yang betina akan normal. Apabila lalat-lalat F 1 ini dibiarkan
kawin sesamanya, didapatkan lalat-lalat F2 sebagai berikut:
32
a. Semua lalat betina akan normal, meskipun ada 4 macam genotip
b. Lalat jantan terbagi atas 4 kelas yaitu :
- Lalat jantan normal, baik warna tubuh maupun warna matanya
- Lalat jantan dengan warna tubuh normal, matanya putih
- Lalat jantan dengan warna tubuh kuning, matanya merah
- Lalat jantan dengan warna tubuh kuning, matanya putih
Hasil ini merupakan petunjuk dalam pembuatan kromosom- X, yaitu bahwa lalat
F2 yang betina tidak berpengaruh, karena semuanya normal. Lalat betina dapat
diabaikan dan kita cukup perhatikan lalat-lalat jantannya saja, karena fenotipnya
memperlihatkan 4 macam variasi. (Suryo, 2012)
33
50 mata putih, tubuh kelabu, bulu bercabang
46 mata merah, tubuh kuning, bulu tak bercabang
4 mata putih, tubuh kuning, bulu tak bercabang
98 mata merah, tubuh kelabu, bulu tak bercabang
4 mata merah, tubuh kuning, bulu bercabang
Karena adanya penggolongan berdasarkan kelamin pada keturunan, maka dapat dipastikan
bahwa gen-gen tersebut terangkai pada kromosom- X. untuk menggambar peta kromosom
relatifnya terlebih dahulu harus kita tulis keturunan dari hasil perkawinan itu dengan
menjabarkan gen-gennya, sbb :
♀♀ : 310 + + +
♂♂ : 2 w + + Tipe parental Tipe rekombinasi PSG
9++f
wyf w++
87 w y f
50 w + f +++ +yf
46 + y +
4wy+
98 + + +
4+yf
Apabila tipe-tipe parental dibandingkan dengan tipe-tipe rekombinasi, maka Nampak
bahwa ada perbeddaan mengenai letak gen w. Seharusnya gen w terletak di tengah,
sehingga urutan letak gen yang benar ialah y w f atau f w y. Jadi tipe parental dengan
memperlihatkan urutan letak gen yang benar ialah :
ywf atau fwy
+++ +++
34
= = 0,34 = 34%
- PS antara w – f
=
= = 0,0633 = 6,33%
Jadi:
- Jarak gen y – w = 34 unit
- Jarak gen w – f = 6,33 unit
Gambar peta kromosom relatifnya nya sbb,
y w f
Kromosom- X
34 6,3
3
- KK = = =1
KI = 1 - KK = 1 – 1 = 0
Karena KI = 0 maka artinya persilangan tersebut tanpa interferensi.
Melihat genotip trihibridnya yaitu maka lalat ini tentunya berasal dari lalat-lalat
sebagai berikut:
35
F1 = ♀♀ normal = ♂♂ normal
36
Gambar 2.11 Diagram perkawinan antara F1 dengan F1
(Suryo, 2012)
37
1. Pada manusia tidak dapat dilakukan percobaan dengan cara mengawinkan
manusia seperti kehendak kita.
2. Gen-gen yang telah diketahui menimbulkan kelainan / penyakit pada manusia
yang jarang dijumpai dan biasanya pengaruh dari gen yang merugikan itu baru
akan nampak setelah beberapa generasi.
3. Jumlah kromosom di dalam inti sel tubuh manusia terlalu besar (yaitu 46
kromosom), sehingga kemungkinan adanya gen-gen yang terangkai sangat
kecil.
Meskipun demikian pada manusia dikenal suatu penyakit semacam buta malam
tetapi dapat berakibat buta, yaitu penyakit retinitis pigmentosa. Penyakit ini
disebabkan oleh gen dominan R yang terangkai tak sempurna pada kromosom-X.
Seorang perempuan yang menderita penyakit itu dan menikah dengan laki-laki
normal, menurut perhitungan akan mempunyai anak yang semuanya menderita
penyakit tersebut.
P ♀ RR x ♂ r─
(retinitis pigmentosa) (normal)
F1 Rr = ♀ menderita retinitis pigmentosa
R─ = ♂ menderita retinitis pigmentosa
P ♀ rr x ♂ R─
(normal) (retinitis pigmentosa)
F1 Rr = ♀ menderita retinitis pigmentosa
r─ = ♂ normal
38
Gambar 2.12 Diagram silsilah keluarga yang menderita retinitis pigmentosa.
Pada diagram silsilah tersebut individu III2 dan III4 menyimpang dari yang
diharapkan, seharusnya semua anak perempuan menderita retinitis pigmentosa,
sedangkan semua anak laki-laki seharusnya normal. Kejadian ini disebabkan karena
kromosom-X dari ayah membawa gen domonan R. sedangkan pada segmen dari
kromosom- Y yang hommolog dengan kromosom- X itu terdapat alelnya resesif r.
Kemudian terjadilah peristiwa pindah silang selama spermatogenesis, sehingga
didapatkan anak dengan fenotip yang berbeda dari semestinya.
Proses pindah silang selama spermatogenesis dapat dilihat pada gambar
berikut,
39
(Suryo, 2012)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Berangkai merupakan peristiwa bahwa beberapa gen bukan alel terdapat
pada satu kromosom yang sama. Jika pada suatu individu letak gen-
gennya terpisah maka genotip dihibrid ditulis dengan AaBb, sedangkan
jika pada suatu individu gen-gennya terangkai maka ada dua
1:n:n:1
40
4. Pindah silang (crossing over) adalah peristiwa penukaran segmen dari
kromatid-kromatid bukan saudara dari sepasang kromosom homolog.
Peristiwa pindah silang sangat umum terjadi pada saat pembentukan
gamet pada kebanyakan makhluk. Pindah silang terjadi ketika meiosis I
(akhir profase I atau awal methapase I), yaitu pada saat kromosom telah
mengganda menjadi dua kromosom telah mengganda menjadi dua
kromatid.
5. Peta kromosom adalah gambar skema sebuah kromosom yang
dinyatakan sebagai sebuah garis lurus yang memperlihatkan lokus setiap
gen yang terletak pada kromosom tersebut.
6. Berangkai pada kromosom-X merupakan pola pewarisan sifat yang diatur
oleh gen-gen berangkai atau gen-gen yang terletak pada satu kromosom
kelamin yaitu kromosom-X
3.2 Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
Suryo. 2010. Genetika untuk Strata 1. Yogyakarta: Gadjah Mada Uniersity Press.
Suryo. 2012. Genetika untuk Strata 1. Yogyakarta: Gadjah Mada Uniersity Press.
42