Pendekatan Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar
Pendekatan Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar
OLEH
Kelompok 2
Tingkat 3.3
“Om Swastyastu”
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang
Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat rahmat beliau penulis mampu
menyelesaikan tugas “Keperawatan Jiwa” dengan membahas tentang “Pendekatan
Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar” dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak/Ibu selaku pembimbing yang telah memberikan penulis tugas, serta
petunjuk kepada penulis. Sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan
tugas.
2. Orang tua yang juga turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai
kesulitan sehinga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Demikian yang dapat penulis sampaikan dan terima
kasih.
“Om Santi Santi Santi Om”
Penulis
ii
DAFTAR ISI
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
A. Kesimpulan ................................................................................................ 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia sesuai pembukaan
UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka pembangunan
kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
1
kebanyakan lebih memilih rumah sakit atau dokter pribadi, bahkan dukun
untuk berobat dan memeriksakan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan uraian dari latar belakang adalah
sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari revitalisasi ?
2. Apa sajakah pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar ?
3. Bagaimanakah revitalisasi Puskesmas ?
4. Bagaimanakah revitalisasi Posyandu?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang pendekatan revitalisasi pelayanan
kesehatan dasar.
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami
1) Pengertian dari revitalisasi
2) Apa saja pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar
3) Revitalisasi puskesmas
4) Revitalisasi posyandu
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Revitalisasi
3
B. Pendekatan Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar
C. Revitalisasi Puskesmas
4
c) Membangun Rencana Dan Strategi
Perencanaan merupakan sebuah proses untuk
mengidentifikasi tujuan dan menterjemahkan tujuan tersebut ke
dalam kegiatan yang nyata/konkrit dan spesifik. Perencanaan akhir
dan pengambilan keputusan akhir dilakukan oleh komunitas yang
diorganisir
d) Groundwork
Proses penajaman dari langkah pengorganisasian,
merupakan proses dialogis dan transformatif. Pendekatan yang
dilakukan bukan lagi orang per orang tetapi sudah dengan
melakukan kelompok-kelompok kecil dengan melakukan dialog
mengenai pandangan, impian, analisis, kepercayaan, perilaku yang
berkaitan dengan isu/persoalan yang dikeluhkan oleh komunitas.
Proses ini bertujuan untuk memastikan keterlibatan kelompok
dalam melakukan analisa, pemecahan masalah, dan aksi bersama
untuk memecahkan permasalahan tersebut.
e) Rapat-Rapat
Mencari tahu budaya, sejarah, kondisi ekonomi,
lingkungan, pemimpin lokal, aktivitas formal dan informal, dalam
komunitas. Perjumpaan dengan kelompok besar di aras komunitas
dilakukan juga untuk mendiskusikan secara formal mengenai isu
yang akan dipecahkan bersama.
f) Role Play
Merupakan sebuah proses dimana anggota kelompok di
aras komunitas melakukan simulasi peran melalui dialog, diskusi,
lobi, negosiasi, atau bahkan advokasi dalam sebuah studi kasus
terkait dengan isu kesehatan yang menjadi permasalahan. Berbagai
skenario sebaiknya didesain sehingga memberikan proses
pembelajaran bagi komunitas dalam proses penyelesaian masalah.
5
g) Mobilisasi
Merupakan sebuah langkah aksi dari komunitas untuk
mencoba menyelesaikan permasalahan yang muncul. Bekaitan
dengan isu yang diangkat mungkin ini bisa berupa negosiasi dan
atau dialog disertai dengan tip dan trik yang telah dipersiapkan.
Terkait dengan permasalahan ini bisa berupa tindakan mobilisasi
anggota dalam komunitas untuk berpartisipasi dalam memulai
kegiatan-kegiatan yang dapat menyelesaikan permasalahan
mereka. Misalnya kampanye operasi jentik nyamuk, orasi
kesehatan dan lainnya.
h) Evaluasi
Sebuah proses dimana anggota kelompok kesehatan
mempunyai keterampilan untuk menilai tentang proses
pembelajaran apa yang mereka dapat dari serangkaian kegiatan
yang dilakukan, apa yang tidak diraih terkait dengan indikator/hasil
yang ditetapkan dalam perencanaan, apa kelebihan dan kelemahan
dari proses pelaksanaan aksi yang telah dilakukan dan bagaimana
cara meminimalkan segala kelemahan dan kesalahan yang telah
dilakukan.
i) Refleksi
Sebuah langkah yang seringkali dianggap sepele tetapi
disinilah kekuatan spirit sebuah gerakan dalam proses
pengorganisasian. Proses refleksi adalah sebuah proses dimana
dimensi rasa lebih mengutama untuk kemudian mendorong proses
kesadaran diri dari anggota kelompok dalam komunitas. Dalam
refleksi, proses pencerahan apa yang terjadi di masing-masing
anggota kelompok di aras komunitas dibagikan berdasarkan
pengalaman mereka ketika melakukan aksi.
6
mampu menjadi media yang dapat menjembatani segala persoalan
dan aspirasi yang ada di aras komunitas. Proses untuk menentukan
pemimpin organisasi, peran-peran dalam organisasi disepati secara
demokratis. Demikian juga budaya organisasi dan kesiapan
manajemen juga diinisiasi untuk menjamin keberlanjutan
organisasi.
7
preventif. Di puskesmas, tenaga kuratif seperti dokter, perawat,
apoteker, berperan dalam menangani pasien yang berobat atau
memeriksakan kesehatan. Sedangkan para SKM berperan dalam
melayani masyarakat, seperti melayani proses administrasi di
puskesmas. Di tahun-tahun berikutnya, pemisahan peran ini akan kian
jelas.
Bukan hanya pemisahan peran antara prefentif dan kuratif, tapi
juga pemisahan peran antar tenaga prefentif dan kuratif. Perlu sekat
yang jelas antar peran dokter, perawat, dan apoteker. Misalnya,
apoteker tidak memiliki kemampuan untuk mendiagnosa penyakit.
Pada beberapa kasus, masyarakat memilih ke apotik ketimbang
puskesmas karena di apotik masyarakat bisa langsung menyampaikan
keluhan dan memperoleh obat.
6) Memasyarakatkan Puskesmas
Upaya untuk memasyarakatkan puskesmas ditempuh salah
satunya dengan promosi kesehatan gratis di puskesmas dan melalui
berbagai penyuluhan yang dilakukan di puskesmas. Selain itu,
masyarakat ditanamkan suatu keharusan untuk memeriksakan
kesehatannya secara berkala sehingga muncul paradigma dalam
masyarakat bahwa puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan
yang prima, bukan hanya untuk berobat.
8
pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan program yang direncanakan.
Selain itu, pelaksanaan program juga akan dievaluasi dengan melihat
capaian indikator keberhasilan program. Diharapkan dapat
menghidupkan kembali peran puskesmas.
1) Faktor Medan
Tak bisa dipungkiri, faktor medan menjadi penghambat dalam
revitalisasi puskesmas. Masih banyak wilayah Indonesia yang sulit
untuk disisipi peradaban sehingga perkembangan daerah tersebut juga
cenderung lambat. Daerah-daerah terpencil dimana akses sangat sulit
menyebabkan pelayanan puskesmas di daerah tersebut juga cenderung
tidak maksimal. Penyediaan sarana dan tenaga kesehatan pun tentunya
tidak seperti puskesmas-puskesmas di daerah yang mudah dijangkau.
2) Paradigma masyarakat yang lebih memilih dukun untuk
menyembuhkan penyakit.
Di pedesaan-pedesaan, pemikiran akan hal-hal yang
berhubungan dengan mistis dan nenek moyang masih berkembang.
Peradaban yang lamban kian berpengaruh untuk hal ini. Kebanyakan
dari penduduk tersebut lebih memilih dukun untuk menyembuhkan
penyakit ketimbang berobat ke puskesmas. Hal ini turut menghambat
peran dan fungsi puskesmas.
3) Anggaran
Tak bisa terelakkan, masalah anggaran turut memberi
kontribusi yang cukup besar untuk menghambat perkembangan
puskesmas di Indonesia. Walaupun pemerintah sudah menganggarkan
25% dari APBN untuk peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan,
namun itu belumlah cukup dikarenakan pendapatan negara juga masih
terbilang sedikit bahkan cenderung defisit. Ditambah lagi anggaran
tersebut harus dibagi dengan pelayanan kesehatan lainnya, seperti
rumah sakit yang membutuhkan dana yang lebih besar. Semestinya ada
pemerataan pembagian dana anggaran antar pelayanan kesehatan.
9
4) Keberadaan dokter keluarga
Karakteristik wilayah kota yang plural, ditandai dengan
cakupan pelayanan dan tingkat problematika yang beragam sehingga
membutuhkan program layanan yang spesifik seperti praktik
pelayanan dokter keluarga (privat family practice). Sebenarnya praktik
dokter keluarga hampir mirip dengan dokter umum, yakni sebagai
tempat pelayanan pengobatan tingkat pertama. Praktik dokter keluarga
merupakan salah satu solusi atas kebutuhan pelayanan kesehatan di
wilayah urban yang memiliki karakteristik model gaya hidup
perkotaan yang cenderung personal. Hal ini menyebabkan masyarakat
lebih memilih dokter keluarga yang bisa dipanggil dibandingkan
datang sendiri memeriksakan kesehatan ke puskesmas.
5) Apoteker sebagai dokter.
Saat ini, beberapa apoteker sudah menyalahi perannya.
Beberapa dari mereka menjadi tempat diagnosa penyakit bagi pembeli.
Terkadang, pembeli datang mengatakan keluhannya. Lalu apoteker
memberi obat sesuai keluhan pembeli tersebut. Semestinya, hali ini
tidak boleh terjadi karena perlu diagnosa lebih lanjut untuk
menentukan penyakit apa yang dialami pasien dan obat apa yang
diberikan. Sehingga, sebaiknya apotik-apotik yang ada melayani
pembelian obat dengan resep dokter.
6) Masih kurangnya tenaga ahli
Walaupun pemerintah terus-menerus membuka lapangan
pekerjaan bagi tenaga-tenaga kesehatan, ternyata tenaga kesehatan
masih kurang. Hal itu disebabkan salah satunya perlu waktu yang lama
untuk menyelesaikan studi di bidang kesehatan. Sehingga regenerasi
agak terhambat. Terkadang tenaga kesehatan yang semestinya
dipensiunkan masih dipakai jasanya akibat kurangnya tenaga
kesehatan.
10
7) Kurangnya partisipasi masyarakat untuk memeriksakan kesehatan ke
Puskesmas.
Partisipasi masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya
masih kurang. Hal itu disebabkan masih adanya paradigma bahwa
puskesmas adalah sarana pengobatan, bukan sarana pemeliharaan
kesehatan. Padahal, sarana pengobatan lebih tepat diajukan untuk
rumah sakit ketimbang puskesmas. Puskesmas merupakan sarana
prefentif.
Selain itu, kurangnya partisipasi masyarakat diakibatkan
pemikiran bahwa puskesmas adalah pelayanan untuk kaum menengah
ke bawah. Sehingga mereka yang notabene adalah kaum mampu
merasa gengsi untuk memeriksakan kesehatannya ke puskesmas.
D. Revitalisasi Posyandu
11
b. Untuk melaksanakan Revitalisasi Posyandu, perlu dilakukan
pengorganisasian terhadap dua hal yang berkaitan, yaitu pengorganisasian
Posyandu di Desa dan pengorganisasian untuk pembinaan Posyandu.
1) Indikator Input :
Jumlah Posyandu yang telah lengkap sarana dan obat-obatnya.
Jumlah kader yang telah dilatih dan aktif bekerja.
Jumlah kader yang mendapat akses untuk meningkatkan
ekonominya.
Adanya dukungan pembiayaan dari masyarakat setempat,
pemerintah dan lembaga donor untuk kegiatan Posyandu.
2) Indikator Proses :
Meningkatnya frekuensi pelatihan kader Posyandu.
Meningkatnya frekuensi pendampingan dan pembinaan Posyandu.
12
Meningkatnya jenis pelayanan yang dapat diberikan.
Meningkatnya partisipasi masyarakat untuk Posyandu.
Menguatnya kapasitas pemantauan pertumbuhan anak.
3) Indikator Luaran :
Meningkatkan cakupan bayi dan balita yang dilayani.
Pencapaian cakupan seluruh balita.
Meningkatnya cakupan ibu hamil dan ibu menyusui yang dilayani.
Meningkatnya cakupan kasus yang dipantau dalam kunjungan
rumah.
4) Indikator dampak (Outcome) :
Meningkatnya status gizi balita.
Berkurangnya jumlah anak yang berat badannya tidak cukup naik.
Berkurangnya prevalensi penyakit anak (cacingan , diare, ISPA).
Berkurangnya prevalensi anemia ibu hamil dan ibu menyusui.
Mantapnya pola pemeliharaan anak secara baik di tingkat keluarga.
Mantapnya kesinambungan Posyandu.
13
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
Asbhy. 1999
Danisworo. 2002
Departemen Kesehatan RI, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta 2004
Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta. (online).
http://www.who.int/whr/2008/whr08_en.pdf. diakses pada 03 september
2018
Depkes RI. 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007,Jakarta.
Robert L. Laud (Lance A. Berger, Martin J. Sikora, dan Dorothy R. Berger, 1994)
15