1. Pengetahuan Bahan
a. Bahan tekstil untuk batik
Bahan tekstil untuk batik harus dapat diwarnai dalam keadaan dingin
karena dalam proses batik digunakan lilin batik untuk membuat polanya
pada tekstil, dan lilin batik ini tidak tahan panas, sehingga bahan yang
dapat digunakan adalah:
- bahan dari kapas : mori, berkolin, syantung dll.
- bahan dari sutera : macam-macam sutera (Thai silk, sutera
super, sutera ATBM).
b. Bahan lilin batik
Lilin batik terdiri dari 7 macam bahan penyusun yang masing-masing
mempunyai sifat berbeda-beda. Ke-tujuh bahan ini dipanasi hingga
meleleh guna memperoleh lilin batik.
Bahan tersebut adalah:
1) Mata Kucing
- mempercepat pembekuan;
- agak tahan terhadap kostik soda.
2) Gondorukem
- mempertinggi daya lekat lilin;
- sukar meleleh dan membeku;
- tidak tahan kostik soda.
3) Microwax
- mempermudah lepasnya lilin pada proses
penghilangan lilin;
- sukar meleleh dan membeku;
2
- mudah patah;
- tahan kostik soda.
4) Parafin
- mudah meleleh dan membeku;
- mudah putus (Jawa = getas);
- tahan terhadap kostik soda.
5) Kote (lilin lebah)
- mudah meleleh seperti parafin;
- berbau asam;
- membuat lilin batik ulet (pliable) dan mudah lepas
dalam rendaman air;
- tidak tahan kostik.
6) Kendal (lemak binatang)
- sangat mudah meleleh;
- mempercepat melelehnya lilin;
- mempermudah lepasnya lilin dari tekstil pada saat
proses penghilangan lilin.
7) Lilin bekas (gladagan)
Dari ketujuh bahan penyusun tersebut dibuat jenis lilin batik yang
digunakan dalam proses batik. Jenis-jenis lilin yang dikenal merupakan
jenis lilin batik untuk tahapan-tahapan proses batik. Dengan demikian
komposisi bahan penyusun tersebut dalam masing-masing jenis lilin
batik selalu berbeda dan masing-masing perusahaan batik mempunyai
resepnya sendiri-sendiri.
Jenis-jenis lilin batik yang ada ialah : lilin klowong, lilin tembokan, lilin
biron dan lilin tutupan.
- Lilin Klowong:
Jenis lilin yang dipakai untuk membatik / mencap bagian pola
yang akan diberi warna soga dan isen pola;
- Lilin Tembokan:
3
Tidak semua zat warna dapat digunakan dalam proses batik, karena
dalam proses batik melibatkan lilin batik yang tidak tahan panas. Oleh
5
karena itu proses pencelupan dalam proses batik harus dikerjakan dalam
suhu larutan pencelup yang tidak menyebabkan lelehnya lilin batik
(kurang lebih 25 derajat celcius). Persyaratan ini menyebabkan dari tujuh
jenis zat warna yang ada, hanya beberapa yang dapat digunakan dalam
proses batik yaitu.
1) Golongan zat warna langsung atau zat warna direk
Hanya zat warna langsung jenis reaktif saja dan beberapa zat
warna langsung untuk mendapatkan warna coklat pada batik (warna
soga) yang dapat dipakai pada proses batik. Sifatnya mudah larut
dalam air, diantaranya ada yang memerlukan obat pembantu untuk
melarutkannya (Na2 CO3 atau Soda Kostik). Zat warna direk
sebagian besar luntur, tidak tahan gosokan dan sinar matahari. Dalam
pemakaiannya hampir semuanya menggunakan suhu antara 50
derajat celcius sampai mendidih. Sifat yang terakhir tersebut memacu
diadakannya penelitian dan pengembangan agar zat warna langsung
dapat dipakai untuk pembuatan batik mengingat warnanya yang
sangat bervariasi dan sangat cerah.
Hasil penelitian dan pengembangan ini menghasilkan zat warna
langsung yang dapat digunakan baik dengan cara panas maupun
dingin, zat warna ini disebut zat warna reaktif, sehingga dapat
dipakai pada pembuatan batik. Pabrik-pabrik zat warna memproduksi
zat warna reaktif yang dalam perdagangan mempunyai nama-nama
yang berbeda dengan kualitas yang beragam pula. Dari Inggris
disebut Procion (.I.C.I), Remazol (Hoechst, Jerman), Cibacron (Ciba,
Swis), Levafix (Bayer, Jerman) dan sebagainya. Yang termudah
diperoleh di pasaran adalah Procion dan Remazol, sehingga jenis
inilah yang paling banyak digunakan.
a) Zat warna reaktif (Procion / Remazol):
- Teknik celupannya dapat dengan celupan maupun coletan;
- Memerlukan obat-obat pembantu khusus selain soda abu, garam
dapur, yaitu pembasah (Matexil Wa – Hs), Fixanol PN dan
Lissapol NW;
6
Cara Pemakaiannya:
- Kayu dan kulit kayu tersebut dibersihkan dengan disikat
setelah sebelumnya direndam dalam air;
- Kemudian dipotong kecil-kecil, lalu diekstrak dengan air.
Hasil ekstraksinya inilah yang dipakai untuk menyoga;
- Pencelupan dengan soga alam memerlukan waktu yang
sangat lama karena jumlah celupannya ada yang sampai
50 (limapuluh) kali dan setiap akan dicelup lagi harus
dalam keadaan kering, sehingga pada malam hari kain-
kain tersebut harus disimpan.
- Menyimpannya ditumpuk dalam keadaan basah. Dan
paginya bila akan dicelup , dikeringkan di tempat yang
teduh.
- After treatment di dalam pencelupoan soga alam disebut
“Nyareni”, dan terdiri dari dua tingkatan:
a). Nyareni dengan Saren Kapur
Kain yang sudah selesai disoga dimasukkan dalam
larutan kapur. Yang dipakai hanya bagian jernihannya
saja. Agar cepat pengendapannya sering ditambahkan
9
Resep Naphtol:
- Biasa dipakai 3 gram naphtol / liter air untuk satu
potong kain ukuran panjang 2,5 meter, dengan
larutan pencelup sebanyak 3 liter.
- Loog : 1,5 x berat naphtol = 1,5 x 3 = 4,5 cc
- TRO : 1,5 x 3 = 4,5 cc
- Garam diazo yang dipakai sebanyak 3 (tiga) kali
berat naphtolnya dilarutkan dalam air dingin dengan
ditambah sedikit detergent.
Catatan:
- Larutan naphtol dapat tahan kurang lebih 3 jam;
- Larutan garam diazo lekas rusak.
Keterangan:
a. Proses Tradisional
1) Mbathik : membuat pola pada mori dengan menempelkan
lilin batik menggunakan canthing tulis / canthing
cap;
2) Nembok : Menutup bagian-bagian pola yang akan dibiarkan
tetap berwarna putih dengan lilin bathik;
3) Medel : Mencelup dalam warna biru;
4) Ngerok dan : Menghilangkan lilin dari bagian – bagian yang
akan diberi warna coklat (soga);
Nggirah
15
1) Mbathik
2) Nembok
3) Medel
4) Nglorod : Menghilangkan semua lilin yang menempel pada mori
menjadi kelengan;
5) Ngesik : Menutup bagian pola yang akan dibiarkan tetap berwarna
biru serta bagian yang akan tetap berwarna putih dan cecek.
6) Nyoga
7) Nglorod
Teknik celup yang diterapkan pada pembuatan batik disebut teknik celup
rintang, yaitu menutup atau merintangi bagian – bagian yang tidak akan
diberi warna, zat perintang disini adalah lilin batik.
Contoh teknik celup rintang yang lain adalah pembuatan kain tenun ikat,
tritik dan plangi.
- memberi warna dasaran yang dapat berupa warna biru (wedelan) atau
warna-warna lain;
- kemudian dilorod.
1. Definisi Batik
Batik adalah sehelai wastra – yakni sehelai kain yang dibuat secara
tradisional – beragam hias pola – pola tertentu yang pembuatannya
menggunakan teknik celup rintang dengan malam ‘lilin batik’ sebagai bahan
perintang warna. Dengan demikian, suatu wastra dapat disebut batik bila
mengandung dua unsur pokok : teknik celup rintang yang menggunakan lilin
sebagai perintang warna dan pola yang beragam hias khas batik.
Yang dimaksud secara tradisional artinya tahap-tahap pembuatannya dari
dulu sampai sekarang sama, perbedaannya pada zat warnanya / pola-pola
batiknya.
19
a. Pola Parang
Pola Parang merupakan salah satu pola yang sangat terkenal
dalam kelompok pola garis miring. Pola ini terdiri atas satu
atau lebih ragam hias yang tersusun membentuk “garis –
garis” sejajar dengan sudut miring 45 . terdapat ragam hias
berbentuk belah ketupat sejajar dengan ragam hias utama pola
parang. Ragam hias ini disebut mlinjon.
Contoh : Parang Barong, Parang Rusak seling Nitik, Parang
Curiga. (Contoh II)
b. Pola Lereng
Pola lereng pada dasarnya sama dengan pola parang.
Perbedaan pokoknya terletak pada tidak adanya ragam hias
20
a. Pola Semen
Ragam hias utama yang merupakan ciri pola semen adalah
meru, suatu gubahan menyerupai gunung. Meru berasal dari
nama gunung Mahameru, titik tertinggi di muka bumi dan
merupakan persemayaman para dewa menurut kepercayaan
agama Hindu. Hakikat meru adalah lambang gunung atau
tempat tumbuh –tumbuhan bertunas (Jawa = semi), sehingga
pola ini disebut dengan semen, yang berasal dari kata dasar
semi.
Ragam hias utama semen adalah garuda baik sawat, lar
maupun mirong. pohon hayat, lidah api, meru, satwa atau
hewan, taru atau tumbuhan, bangunan dan pusaka.
Contoh pola semen antara lain: Semen Gajah Birawa, Semen
Rama, Semen Gendhong. (Contoh IV)
c. Pola Buketan
Pola buketan mudah dikenali lewat rangkaian bunga atau
kelopak bunga dengan kupu – kupu, burung atau berbagai
satwa kecil mengelilinginya. Pelbagai unsur tersebut tampil
dalam susunan yang membentuk suatu kesatuan yang selaras.
Sehelai wastra pola buketan biasanya mengandung lima atau
enam susunan ragam hias cantik tersebut.
Sangat sedikit pola batik kraton yang masuk ke dalam
kelompok buketan. Hal ini mungkin karena pola buketan
merupakan pengaruh dari batik pesisiran. Meski demikian
pola buketan dapat ditemukan juga di daerah pedalaman,
yakni pada “batik Pedesaan” dan “batik Sudagaran”.
(Contoh VI)
d. Pola Pinggiran
Pola ini disebut dengan pola pinggiran karena unsur
hiasannya terdiri atas ragam hias yang biasa digunakan untuk
“hiasan pinggir” wastra atau “hiasan pembatas” antara
bidang yang memiliki hiasan dan bidang yang kosong pada
dodot, kemben, dan udheng. Contoh : Modhang. (Contoh
VII)
2.2. Gaya
Berdasarkan gayanya, ada dua jenis pola batik, yakni batik
pedalaman dan batik pesisiran.
a. Batik Pedalaman
Batik pedalaman adalah batik yang berasal dari kraton dan batik
yang mendapat pengaruh sangat kuat dari kraton, baik ragam hias
maupun warnanya, contohnya : Banyumasan, Garut, Yogya, Solo.
b. Batik Pesisiran
Batik pesisiran berbeda dengan batik pedalaman. Karena dibuat
di daerah pesisir yang sarat pengaruh dari luar. Batik pesisiran
mempunyai ragam hias dan warna yang mengandung unsur –
unsur budaya luar, yaitu warna-warna yang sangat beragam.
C. JENIS-JENIS BATIK
Indonesia merdeka, yang disebut batik Indonesia, telah ada 9 macam jenis
batik, yaitu:
a. Batik Kraton
Batik kraton yaitu jenis batik dengan pola tradisional, yang semula
tumbuh dan berkembang di kraton Jawa. Mula-mula merupakan karya
seni putri-putri kraton dan seniman-seniman dalam lingkungan kraton.
Pola-polanya mencerminkan pengaruh Hindu, Jawa (tercermin secara
jelas dalam pola semen).
Batik kraton terdapat di kraton Surakarta (Kasunanan Surakarta), Pura
Mangkunegaran (Surakarta), kraton Yogyakarta (Kasultanan
Yogyakarta), Pura Pakualaman (Yogyakarta), kraton Cirebon dan
kraton Sumenep (Madura).
Penampilannya masing-masing tentunya berbeda, sesuai dengan
pengaruh lingkungannya.
Yang perlu diketahui dari batik kraton ini adalah adanya “pola
larangan”, yaitu pola-pola batik kraton yang hanya boleh dikenakan
oleh raja dan anggota keluarga raja. Hanya kraton Surakarta dan
Yogyakarta yang memiliki pola larangan, dan masing-masing berbeda
polanya.
Pola larangan dari kraton Surakarta adalah semua pola Parang
terutama Parang Rusak Barong, Cemukiran, Udan Riris dan berbagai
Semen yang menggunakan Sawat Ageng ; dari Yogyakarta terutama
Parang Rusak Barong, Semen Ageng, pola-pola yang menggunakan
Sawat Gurdha dan pola yang menampilkan ragam hias Huk (lingkaran
dengan sosok menyerupai burung phoenix di dalamnya).
Pola-pola batik dari kedua kraton ini banyak persamaannya. Hal
tersebut dapat dimengerti, karena pola-polanya berasal dari satu
sumber yaitu kraton Mataram, pada saat kerajaan berpusat di Kotagede.
Menjelang kraton Mataram Surakarta dipecah oleh Belanda menjadi
Surakarta dan Yogyakarta yaitu pada akhir masa pemerintahan Pakoe
Boewono ke II, beliau berpesan kepada Pakoe Boewono ke III yang
menggantikannya, agar bila nantinya adiknya yang akan menjadi raja
24
c. Batik Sudagaran
Batik Sudagaran adalah wastra batik yang dihasilkan oleh kalangan
saudagar batik, polanya bersumber pada pola-pola batik kraton, baik
pola larangan maupun pola batik kraton lainnya, yang ragam hias
utama serta isen polanya digubah sedemikian rupa sesuai dengan selera
25
f. Batik Belanda
Batik Belanda adalah jenis batik yang tumbuh dan berkembang antara
tahun 1840 sampai dengan tahun 1910, hampir semuanya berbentuk
sarung, pada mulanya hanya dibuat bagi masyarakat Belanda dan Indo
– Belanda, dan kebanyakan dibuat di daerah pesisir (Pekalongan).
Batik Belanda sebagian besar menampilkan paduan aneka bunga yang
dirangkai menjadi buket atau pohon bunga dengan ragam hias burung,
terutama bangau, angsa, dan burung-burung kecil serta kupu-kupu.
Paduan sejenis bunga dibuat dengan ragam hias Cina atau Jawa.
Polanya senantiasa hadir dalam bentuk nyata, dari bunga, satwa sampai
pesawat terbang, bangunan dan sosok manusia. Bahkan ada pula pola
yang mengambil tema dongeng-dongeng seperti Snow White dan Little
Red Riding Hood. Rona warna batik Belanda selalu cerah, sesuai
dengan selera masyarakat Eropa.
Pengaruh lingkungan tampak pula pada batik Belanda yang dibuat di
daerah pedalaman, yakni warna soga batik kraton yang tetap
merupakan pilihan utama. Lingkungan alam yang diliputi suasana
kraton membuat batik Belanda di pedalaman mempunyai nuansa batik
kraton pula, seperti terlihat pada karya-karya Gottlieb, Jonas, dan
Coenraad. Yang berkembang di daerah pesisir didominasi oleh warna
batik pesisir dan ragam hias Eropa.
Pelopor pembuat batik Belanda adalah Franquemont dan Oosterom,
sedangkan pengusaha batik Belanda yang sangat terkenal adalah Van
Zuylen.
Sebagai kota batik, Pekalongan merupakan tempat mulai tumbuhnya
batik Belanda yang sangat dipengaruhi oleh budaya Eropa. Perusahaan
batik Belanda yang tangguh bermunculan di daerah ini dan disusul oleh
28
g. Batik Cina
Batik Cina adalah jenis batik yang dibuat oleh orang-orang Cina atau
peranakan, yang menampilkan pola-pola dengan ragam hias satwa
mitos Cina, seperti naga, singa burung phoenix (burung hong), kura-
kura, kilin (anjing berkepala singa), dewa dan dewi, ragam hias yang
berasal dari keramik Cina kuna, serta ragam hias berbentuk mega
dengan warna merah atau merah dan biru..
Batik Cina yang memadukan pola dan warna batik kraton dengan
buketan Cina yang berwarna khas Cina, merah dibuat di Lasem, biru di
Kudus atau Pekalongan, sedangkan soganya dibuat di Surakarta,
Yogyakarta atau Banyumas disebut batik Tiga Negri.
Pada zaman Jepang orang Cina membuat batik-batik yang disebut batik
Djawa Hokokai, jenis batik yang menampilkan pola dengan selera
Jepang. Jenis batik Cina yang lainnya adalah batik Lasem, Demakan,
Kudusan, dan Kedungwuni.
i. Batik Indonesia
Batik Indonesia yang lahir sekitar tahun 1950 adalah batik yang selain
secara teknis berupa paduan antara pola tradisional batik kraton dan
proses batik pesisiran juga mengandung makna persatuan Indonesia.
Oleh karena itu jenis-jenis batik Indonesia yang berkembang di
30
naturalis dalam nuansa warna soga batik kraton. Batik yang disebut
batik Wonogiren ini merupakan batik dengan latar “pecahan warna”
soga yang khas dan segera menjadi kegemaran masyarakat.
Setelah menginjak masa batik Wonogiren dengan ragam hias
naturalistik dan ragam hias daerah, daerah-daerah seperti Pekalongan,
Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua pun menciptakan batik-batik
sesuai selera masing-masing daerah. Batik-batik tersebut sudah barang
tentu memperkaya jenis batik di Indonesia.
.
D. BENTUK-BENTUK PRODUK BATIK
1. Konvensional:
▪ Kain;
▪ Selendang;
▪ Sarung;
▪ Ikat kepala;
▪ Kemben;
▪ Dodot.
2. Modern:
▪ Gaun;
▪ Kemeja;
▪ Barang - barang keperluan rumah tangga;
▪ Barang - barang kerajinan dari bahan batik.
E. FILOSOFI BATIK
Batik tidak hanya sekedar wastra, tetapi karya seni budaya yang selalu
dihadirkan pada upacara – upacara tradisi dalam masyarakat Jawa. Batik selalu
menyertai setiap tahapan dalam daur hidup manusia. Filosofi dalam pola batik
yang merupakan harapan-harapan atau doa itulah yang menyebabkan batik
selalu ada pada setiap upacara-upacara masyarakat Jawa, dari saat dilahirkan
hingga maut menjemput.
32
1. Pada saat lahir si bayi diberi alas batik yang sudah tua, yang kemudian
disebut kain “ Kopohan “ , yang disimpan hingga dia dewasa. Setelah bayi
dimandikan lalu diselimuti (Bahasa Jawa : di Gedong) dengan kain milik
orang tua atau neneknya. Semua itu mengandung harapan agar si bayi kelak
dikaruniai umur panjang.
2. Menjelang usia remaja ada upacara khitanan dan pemandian gadis saat haid
pertama. Batik yang digunakan untuk anak laki-laki berpola “ Parang
Pamor “ dengan harapan sebagai pria akan memiliki pamor atau
kepribadian. Sedang untuk gadis setelah dimandikan dengan kain mori
( putih suci ), kemudian mengenakan busana Jawa dengan batik berpola “
Parang Canthel “. Permohonan yang tersirat adalah agar si gadis cepat “
Kecanthel “ ( bahasa Jawa ) atau cepat terkait ( lekas mendapat jodoh).
putri dan menginap dirumah yang berdekatan . Saat itu dia harus melalui
ujian dalam pengetahuanya agama sebagai seorang Islam ( = nyantri ) dan
mengenakan batik santri.
5. Keesokan harinya pada saat akad nikah batik yang dipakai oleh kedua
mempelai adalah batik berpola “ Wahyu Tumurun “ yang mempunyai makna
agar selalu mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Pada saat upacara
panggih dikenakan batik berpola “Bondhet” yang melambangkan jalinan
cinta kasih. Orang tua pengantin mengenakan batik “Truntum “ yang
melambangkan berkumpulnya ke dua keluarga dan selalu tumbuh cinta.
Sedangkan besan mengenakan batik berpola “ Wirasat “ yang memiliki arti
yang bersamaan dengan pola Wahyu Tumurun. Kedua pengantin
mengenakan busana kebesaran dengan Dodot alas-alasan yang diprada emas.
6. Saat yang paling berbahagia adalah saat menunggu kelahiran putra pertama.
Pada kehamilan yang ketujuh bulan diadakan upacara yang melibatkan batik
– batik dengan pola – pola yang mengandung harapan bagi si ibu maupun
bayinya pada peristiwa ini dipakai 7 macam kain dan satu potong lurik.
Pola – pola kain yang dipakai antara lain :
- Babon angrem ( lambang kasih sayang dan kesabaran ).
- Sidomukti.
- Sidoasih.
- Sidoluhur.
- Semen Rama
- Semen Gendhong ( mengandung harapan agar sibayi lahir dengan
selamat dan si ibu jadi menggendong putranya.
- Satu potong lurik dengan pola “Yuyu Sekandhang”.
sedangkan yang pergi mendapat jalan yang longgar atau lapang menuju
tempatnya di sisi Allah SWT. Di Puro Mangkunegaran terdapat pola batik
“Buket Pakis”, kain inipun dipergunakan dalam upacara melayat.
Masih banyak pola – pola batik yang sering dipakai dalam upacara – upacara
adat Jawa yang tidak mungkin disebutkan semuanya dalam kesempatan ini.
F. PEMELIHARAAN BATIK
Pembuatan batik menggunakan dua macam zat warna, yaitu zat warna alam dan
zat warna sintetis atau zat warna kimia. Oleh karenanya, ada dua juga cara
pemeliharaannya.
b. Penyimpanan
Dapat dalam bentuk kain yang sudah diwiru atau dilipat biasa. Untuk kain
dengan zat warna alam ini jangan digunakan kamper untuk mengusir ngengat
ataupun sebagai pewanginya. Hal tersebut disebabkan karena uap dari kamper akan
mempengaruhi warna soga (warna coklat dari kain-kain yang disimpan).
Di gunakan akar wangi atau Rara Setu yang di Yogya / Solo banyak dijual
ditepi-tepi jalan Malioboro, kayu / bubukan cendana, dan butiran-butiran merica
putih yang dimasukkan dalam kantung kain kasa. Cara lain adalah dengan
menggunakan irisan halus daun kecubung yang dijemur hingga layu. Daun
kecubung tersebut sifatnya beracun sehingga akan mematikan ngengat atau
binatang-binatang kecil lainnya. Setelah layu, irisan-irisan daun kecubung itu ditata
didalam almari dengan sketsanya sebagi berikut :
Kain Batik
Papan almari
CATATAN
Jangan sekali-kali membuat wiron dengan dengan disetrika karena akan kusam
warna-warna batiknya. Hal ini disebabkan karena sisa-sisa lilin yang meleleh.
bagian leher atau kerah kemeja hendaknya diberi alas saputangan agar tidak cepat
belel. Hal ini disebabkan karena naphtol tidak tahan gosok.
Untuk mencuci batik dengan zat warna sintetis ini dapat digunakan sabun
detergen biasa yang tidak mengandung pemutih dengan pewangi seperti Molto,
Soft & Fresh dan sebagainya. Apabila saat pencucian sebelum dipakai (misalnya
baru saja dibeli dari toko), air tidak dapat jernih, berarti zat warna yang dipakai
bukan napthol melainkan jenis zat warna yang tidak tahan luntur, sehingga
mencucinya harus dipisah.
b. Penyimpanan
Dapat disimpan dengan menggunakan kamper. Untuk batik-batik dengan
bahan dari sutra, sekarang sudah dijual obat khusus untuk mencuci batik sutra.
= = = DHDHDHDHDHDHDHDH= = =