Anda di halaman 1dari 36

1

TRAINING PENGETAHUAN BATIK


PT. BATIK DANAR HADI

PENGETAHUAN TENTANG PROSES BATIK

1. Pengetahuan Bahan
a. Bahan tekstil untuk batik
Bahan tekstil untuk batik harus dapat diwarnai dalam keadaan dingin
karena dalam proses batik digunakan lilin batik untuk membuat polanya
pada tekstil, dan lilin batik ini tidak tahan panas, sehingga bahan yang
dapat digunakan adalah:
- bahan dari kapas : mori, berkolin, syantung dll.
- bahan dari sutera : macam-macam sutera (Thai silk, sutera
super, sutera ATBM).
b. Bahan lilin batik
Lilin batik terdiri dari 7 macam bahan penyusun yang masing-masing
mempunyai sifat berbeda-beda. Ke-tujuh bahan ini dipanasi hingga
meleleh guna memperoleh lilin batik.
Bahan tersebut adalah:

1) Mata Kucing
- mempercepat pembekuan;
- agak tahan terhadap kostik soda.
2) Gondorukem
- mempertinggi daya lekat lilin;
- sukar meleleh dan membeku;
- tidak tahan kostik soda.
3) Microwax
- mempermudah lepasnya lilin pada proses
penghilangan lilin;
- sukar meleleh dan membeku;
2

- mudah patah;
- tahan kostik soda.
4) Parafin
- mudah meleleh dan membeku;
- mudah putus (Jawa = getas);
- tahan terhadap kostik soda.
5) Kote (lilin lebah)
- mudah meleleh seperti parafin;
- berbau asam;
- membuat lilin batik ulet (pliable) dan mudah lepas
dalam rendaman air;
- tidak tahan kostik.
6) Kendal (lemak binatang)
- sangat mudah meleleh;
- mempercepat melelehnya lilin;
- mempermudah lepasnya lilin dari tekstil pada saat
proses penghilangan lilin.
7) Lilin bekas (gladagan)

Dari ketujuh bahan penyusun tersebut dibuat jenis lilin batik yang
digunakan dalam proses batik. Jenis-jenis lilin yang dikenal merupakan
jenis lilin batik untuk tahapan-tahapan proses batik. Dengan demikian
komposisi bahan penyusun tersebut dalam masing-masing jenis lilin
batik selalu berbeda dan masing-masing perusahaan batik mempunyai
resepnya sendiri-sendiri.

Jenis-jenis lilin batik yang ada ialah : lilin klowong, lilin tembokan, lilin
biron dan lilin tutupan.
- Lilin Klowong:
Jenis lilin yang dipakai untuk membatik / mencap bagian pola
yang akan diberi warna soga dan isen pola;
- Lilin Tembokan:
3

Jenis lilin yang dipakai untuk membatik / mencap bagian pola


yang akan tetap putih;
- Lilin Biron:
Jenis lilin yang dipakai untuk menutup bagian pola yang akan
tetap berwarna biru dan bagian-bagian cecek;
- Lilin Tutupan:
Jenis lilin yang digunakan intuk menutup bagian-bagian pola
yang telah diberi warna.

Cara Pembuatan Lilin Batik


Masing-masing bahan penyusun dipanaskan hingga meleleh sambil
diaduk dalam tempat yang terbuat dari tembaga, dimulai dari bahan yang
mempunyai titik leleh tertinggi hingga diperoleh urutan sebagai berikut:
1) Mata kucing;
2) Gondorukem;
3) Lilin bekas (gladagan);
4) Parafin;
5) Microwax;
6) lilin lebah (lilin kote);
7) Lemak binatang (kendal).

Pembuatan lilin batik disebut menjebor, selama memanasi selalu


harus diaduk untuk menjaga agar campuran tidak meluap. Proses
pembuatan / penjeboran lilin ini berakhir setelah pengadukan terasa
ringan dan campuran tidak lagi berbuih. Campuran dituangkan ke dalam
cetakan malam melalui saringan dan didinginkan.

2. Pengetahuan tentang zat warna batik


a. Teknik-teknik pewarnaan.
Pewarnaan pada tekstil dapat dilakukan dengan:
a.1. Teknik Printing;
4

a.2. Teknik Celup Rintang;


a.3. Teknik Coletan.

a.1. Teknik Printing


Dikerjakan dengan menempelkan pasta warna dengan
pertolongan screen ataupun rol, langsung diperoleh pola
tekstilnya.
Contoh : pembuatan tekstil motif batik.

a.2. Teknik Celup Rintang


Dikerjakan dengan menutup bagian yang tidak diwarnai dengan
bahan perintang yang dapat berupa lilin batik (batik), jahitan
benang (tritik), maupun ikatan benang (tenun ikat, tie dyeng dan
jumput).

a.3. Teknik Coletan


Dikerjakan dengan menguaskan langsung pada bagian tekstil
yang akan diberi warna dengan larutan zat warna menggunakan
kuas.

Pada pembuatan batik diterapkan baik teknik celup rintang maupun


teknik coletan, tergantung jenis dan pola batik yang akan dibuat.

b. Jenis-jenis zat warna untuk batik


Menurut asalnya ada dua macam zat warna batik:
1) Zat warna alam, yaitu zat warna yang diperoleh dari bahan-bahan
alami. Sebagian besar berasal dari bahan nabati;
2) Zat warna sintetis atau kimia, yaitu zat warna yang diperoleh dari
hasil sintesa kimia.

Tidak semua zat warna dapat digunakan dalam proses batik, karena
dalam proses batik melibatkan lilin batik yang tidak tahan panas. Oleh
5

karena itu proses pencelupan dalam proses batik harus dikerjakan dalam
suhu larutan pencelup yang tidak menyebabkan lelehnya lilin batik
(kurang lebih 25 derajat celcius). Persyaratan ini menyebabkan dari tujuh
jenis zat warna yang ada, hanya beberapa yang dapat digunakan dalam
proses batik yaitu.
1) Golongan zat warna langsung atau zat warna direk
Hanya zat warna langsung jenis reaktif saja dan beberapa zat
warna langsung untuk mendapatkan warna coklat pada batik (warna
soga) yang dapat dipakai pada proses batik. Sifatnya mudah larut
dalam air, diantaranya ada yang memerlukan obat pembantu untuk
melarutkannya (Na2 CO3 atau Soda Kostik). Zat warna direk
sebagian besar luntur, tidak tahan gosokan dan sinar matahari. Dalam
pemakaiannya hampir semuanya menggunakan suhu antara 50
derajat celcius sampai mendidih. Sifat yang terakhir tersebut memacu
diadakannya penelitian dan pengembangan agar zat warna langsung
dapat dipakai untuk pembuatan batik mengingat warnanya yang
sangat bervariasi dan sangat cerah.
Hasil penelitian dan pengembangan ini menghasilkan zat warna
langsung yang dapat digunakan baik dengan cara panas maupun
dingin, zat warna ini disebut zat warna reaktif, sehingga dapat
dipakai pada pembuatan batik. Pabrik-pabrik zat warna memproduksi
zat warna reaktif yang dalam perdagangan mempunyai nama-nama
yang berbeda dengan kualitas yang beragam pula. Dari Inggris
disebut Procion (.I.C.I), Remazol (Hoechst, Jerman), Cibacron (Ciba,
Swis), Levafix (Bayer, Jerman) dan sebagainya. Yang termudah
diperoleh di pasaran adalah Procion dan Remazol, sehingga jenis
inilah yang paling banyak digunakan.
a) Zat warna reaktif (Procion / Remazol):
- Teknik celupannya dapat dengan celupan maupun coletan;
- Memerlukan obat-obat pembantu khusus selain soda abu, garam
dapur, yaitu pembasah (Matexil Wa – Hs), Fixanol PN dan
Lissapol NW;
6

- Procion cara dingin selalu menggunakan nama dengan kode MX ,


sebagai contoh Procion Red MX – 8B. Artinya Procion merah,
cara dingin (MX) dan warna merah Kearah biru (8 B = 8 blue);
- Cara pencelupan Procion untuk batik ada dua macam yaitu
celupan dan coletan.
Procion untuk Celupan:
Resep Umum : warna muda = 3 – 5 gram / liter
warna tua = 20 – 25 gram / liter
pembasah = 3 – 5 cc / liter
garam dapur = 50 gram / liter
satu potong kain= 3 liter larutan pencelup
Cara pembuatan:
- Zat warna dipasta dengan air dingin;
- Masukkan ke tempat pencelupan dengan jumlah larutan sesuai
resep;
- Tambah pembasah kemudian diaduk;
- Kain dimasukkan. (Dapat dimasukkan dalam keadaan basah
ataupun kering);
- Setelah 10 menit, kain diambil dan diatuskan di atas bak celup;
- Tambah garam dapur, aduk;
- Setelah 10 – 15 menit tambah soda abu;
- Rendam kurang lebih 1 jam;
- Cuci bersih.

Procion untuk Coletan:


Resep umum : 5 gram / 100 ml atau 2,5 gram / 50 ml
5 tetes / 50 ml Pembasah
Difiksasi dengan waterglass
Cara pembuatan:
- zat warna dipasta dengan sedikit air dingin;
- Untuk pembuatan lukisan batik dengan direct brushing
technique dapat digunakan pengental Manutex RS;
7

- Tambah air dingin yang diperlukan sambil diaduk;


- Setelah campuran rata, baru ditambah pembasah (Matexil WA –
HS);
- Dicoletkan
- Dikeringkan, sebaiknya diinapkan semalam;
- Difiksasi dengan waterglass dengan cara coletan juga;
- Didiamkan minimal 5 menit;
- Dicuci.

Pencucian (cara celupan atau coletan) dilakukan sebagai


berikut:
- Setelah waktu untuk pencelupan habis atau coletan sudah
difiksasi selama 30 menit, hasil celupan / coletan dicuci;
- Mula-mula dengan air dingin, lebih cepat dengan air yang
mengalir, sampai tidak bleeding;
- Dilanjutkan pencucian dalam air yang ditambah Lissapol NW
( 2 cc / liter) agar diperoleh warna yang mengkilap;
- Terakhir, hasil celupan / coletan direndam dalam larutan dingin
yang mengandung Matexil FC – PN, kurang lebih 5 menit, kain
dibilas dengan air dingin. Maksud dari pengerjaan ini adalah
guna menambah daya tahan cuci dan mempercepat pencucian
setelah pengerjaan dengan Lissapol.

b) Zat Warna Langsung Untuk Soga


Biasanya digunakan dalam larutan hangat (suhu 40  C lilin
masih dapat tahan), dengan kadar yang cukup pekat. Baik zat
warna langsung untuk soga yang berasal dari alam maupun
sintetis, keduanya memerlukan pekerjaan iring (after treatment)
yang istilah bahasa Jawanya “Nyareni”, yang bahan-bahannya
untuk masing-masing golongan soga berbeda. Maksud “after
treatment” ini adalah guna memperoleh warna yang tebal dan
8

kuat. Zat-zat warna langsung untuk soga ada 2 macam, yaitu


yang berasal dari alam dan yang sintetis.

1. Zat – zat Warna Langsung untuk Soga Alam


Bahan – bahannya diperoleh dari kulit kayu pohon “Tingi”
(warna coklat kemerahan), kulit kayu pohon “Jambal”
( warna coklat), dan kayu pohon “Tegeran” (warna kuning).
Soga dari ketiga bahan ini disebut “Soga Jawa” / “Soga
kayu”, namun sebenarnya tadinya yang disebut soga Jawa
adalah “Soga Jambal”. Daya tahannya sangat tinggi. Dalam
penyimpanan cenderung menjadi lebih tua warnanya

Cara Pemakaiannya:
- Kayu dan kulit kayu tersebut dibersihkan dengan disikat
setelah sebelumnya direndam dalam air;
- Kemudian dipotong kecil-kecil, lalu diekstrak dengan air.
Hasil ekstraksinya inilah yang dipakai untuk menyoga;
- Pencelupan dengan soga alam memerlukan waktu yang
sangat lama karena jumlah celupannya ada yang sampai
50 (limapuluh) kali dan setiap akan dicelup lagi harus
dalam keadaan kering, sehingga pada malam hari kain-
kain tersebut harus disimpan.
- Menyimpannya ditumpuk dalam keadaan basah. Dan
paginya bila akan dicelup , dikeringkan di tempat yang
teduh.
- After treatment di dalam pencelupoan soga alam disebut
“Nyareni”, dan terdiri dari dua tingkatan:
a). Nyareni dengan Saren Kapur
Kain yang sudah selesai disoga dimasukkan dalam
larutan kapur. Yang dipakai hanya bagian jernihannya
saja. Agar cepat pengendapannya sering ditambahkan
9

gula jawa. Lama pencelupannya kurang lebih ¼ - ½


jam, diangin anginkan agar rata.
b) Nyareni dengan saren sari Kuning
Saren ini dibuat dengan merebus kayu Tegeran, Tawas
dan sari Kuning. Kemudian kain – kain dimasukkan
ke dalam air rebusan selama kurang lebih ¼ jam dan
dicuci bersih.

2. Zat – zat Warna Langsung untuk Soga Sintetis


Ada tiga macam:
a). Soga Ergan
- Banyak dipakai karena caranya mudah dan
prosesnya cepat, disamping jenis arah warnanya
sangat banyak. Pemakaian maksimum 15 gram /
liter;
- Jumlah celupannya rata – rata 6 sampai 7 kali;
- Untuk mencelup dengan soga ini diperlukan zat
pembantu yang disebut “obat hijau” (Chroom
farbesalz), yang dimasukkan ke dalam larutan
pencelupnya;
- Kesulitannya pencelupan dengan Soga Ergan
biasanya menyebabkan kesulitan dalam pelepasan
lilinnya sewaktu dilorod, sehingga harus dibantu
dengan diinjak – injak;
- Bedanya dengan soga alam / soga Jawa adalah saat
akan mencelup, kain harus dalam keadaan lembab
(Jawa = malem) agar hasil celupannya dapat rata;
- Memerlukan after treatment / pekerjaan iringan
dengan saren kapur.
b). Soga Chroom
- Pada pokoknya sama dengan pemakaian soga Ergan;
- Tidak diperlukan obat hijau sebagai obat pembantu;
10

- Pencelupannya juga dalam keadaan lembab;


- Pekerjaan iringnya /after treatment dengan obat
yang disebut air hijau, 20 cc / liter;
- Jenis soga ini hampir tidak pernah dipakai karena
jarang ada di pasaran.
c). Soga Koppel
- Disebut juga soga garam, karena pekerjaan iringnya
menggunakan larutan garam Diazo seperti garam
yang dipakai pada pencelupan dengan zat warna
Naphtol;
- Arah warna soga Koppel sangat terbatas, antara lain
yang dari Jerman : soga kuning R, Kuning N, Merah
R Typ dan Orange 29391. Dari Inggris : Brenta soga
kuning 34787, Brenta soga Red TR dan Brenta soga
kuning new;
- Obat pembantu yang diperlukan adalah soda abu
(soda ash), untuk melarutkan zat warnanya dalam air
mendidih;
- Pencelupannya cukup empat kali, jadi lebih cepat
dari soga Ergan;
- Pekerjaan iring hanya 1 kali celupan dalam larutan
garam Diazo. Jumlah garam sebanyak 1 ½ kali zat
warna.

2) Golongan zat warna bejana jenis Indigosol (atau zat warna


bejana larut).
(soluble vat dyes = zat warna bejana larut)
- zat warna ini merupakan jenis zat warna yang sangat banyak
dipakai pada proses batik. Kecuali jenis arah warnanya yang
sangat banyak, tidak memerlukan zat pelarut tertentu dan larut
dalam air.
11

- Obat pembantunya terdiri dari Na N0 (Natrium Nitrit) dan


larutan asam (HCL). Dapat juga digunakan soda abu untuk
membantu melarutkannya
Pencelupan dengan zat warna Indigosol
Pencelupannya meliputi dua tahap, yaitu:
a) Pencelupan dalam larutan zat warna;
b) Pembangkitan warna dalam larutan asam, Na N0, yang
digunakan sebanyak dua kali berat zat warnanya.
Caranya:
- Zat warna dan Na No dilarutkan dalam air panas
(kurang lebih 70 C), diaduk sampai larutan menjadi
jernih (kuning jernih) baru ditambah air dingin
sejumlah yang diperlukan, selanjutnya baru dipakai
untuk mencelup;
- Sebelum dicelup kain-kain dibersihkan dari sisa-sisa
kanji yang mungkin masih ada dengan disikat
perlahan-lahan, diatuskan baru dicelup. Kemudian
diatuskan lagi baru dijemur pada sinar matahari
langsung selama lebih kurang 2 menit, sambil
dibolak-balik agar diperoleh warna yang rata.
Perhatikan cara memegang kainnya!!. Warna
sesungguhnya baru diperoleh setelah mengerjakan
pembangkitan warna;
- kain yang telah dijemur selama 2 menit tadi dicelup
ke dalam larutan asam. Pada tahap ini terjadi
perubahan kimiawi yang disebut “Oksidasi”. Asam
yang banyak dipakai, karena mudah didapat adalah
Asam Chlorida (HCL) teknis (kadar kurang lebih 35
%), 10 cc / liter air;
- Setelah proses pembangkitan warna, kain – kain
dicuci bersih agar terbilas dari asam chlorida yang
dapat merusak serat.
12

Coletan dengan zat warna Indigosol


- Untuk cara coletan, diperlukan larutan Indigosol
yang pekat, kurang lebih 2 gram / 50 cc, dengan
kuas lukis biasa atau dapat dengan rotan yang
diruncingkan ujungnya;
- Kain yang telah selesai dibatik dapat langsung
dicolet;
- Pewarnaan dengan teknik coletan dikerjakan bolak
balik, dan setelah kering dapat dibangkitkan
warnanya dalam larutan asam, kemudian dicuci
bersih.

3) Golongan zat warna pigment, jenis Naphtol


Dari berbagai macam zat warna pigment yang dapat digunakan pada
proses pembuatan batik hanya terbatas pada zat-zat warna naphtol.
- Zat warna ini tidak larut dalam air. Cara melarutkannya
menggunakan larutan kostik soda pekat;
- Pada umumnya tahan pencucian;
- Tidak begitu tahan terhadap gosokan karena zat warna ini
mewarnai serat dengan cara menempel dan mengendap pada
tekstil;
- Keuntungannya adalah cara pemakaiannya mudah, karenanya
sangat banyak dipakai pada proses batik;
- Dua macam pewarnaan cara lama pada batik tradisional (medel
dan menyoga) banyak digantikan dengan penggunaan zat warna
naphtol.
Pencelupan dengan zat warna naphtol
Pencelupan ini meliputi 2 tahap yaitu
a) Pencelupan dalam larutan naphtol
b) Pembangkitan warna dalam larutan garam Diazo
13

- Obat pembantu yang digunakan: TRO (Turkish Red Oil)


sebanyak 1,5 kali berat naphtol)
- Loog 38 Be (larutan 441 gram Kostik Soda dalam 1 liter air)
sebanyak kurang lebih 1,5 – 2 kali berat naphtol).

Cara melarutkan zat warnanya:


- Zat warna naphtol terdiri dari 2 komponen yaitu: naphtol dan
garam diazo yang masing – masing tidak dapat mewarnai
tekstil. Bila keduanya digabung baru terjadi warna.
- Naphtol dengan pembasah TRO diaduk rata hingga
membentuk pasta;
- Tambah dengan air mendidih dan diaduk hingga diperoleh
larutan yang keruh;
- Kemudian dimasukkan loog 38 Be sedikit demi sedikit
sambil diaduk pelan-pelan hingga diperoleh larutan yang
jernih;
- Akhirnya tambahkan air hingga diperoleh jumlah larutan
pencelup yang diperlukan.
- Kain yang akan dicelup terlebih dahulu direndam dalam
larutan yang mengandung detergent 5 gram/liter atau kaustik
soda 2,5 gram/liter sambil disikat guna menghilangkan
kotoran-kotoran dan kanji kemudian diatuskan;
- Setelah atus dimasukkan dalam larutan naphtol, diratakan
kemudian diangkat di atas bak celup untuk diatuskan.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan garam diazo, disini
akan timbul warna yang diinginkan;
- Pencelupan dalam zat warna naphtol ini biasanya dilakukan 3
kali dengan pencucian setiap kali selesai pencelupan dalam
larutan garam diazo.
14

Resep Naphtol:
- Biasa dipakai 3 gram naphtol / liter air untuk satu
potong kain ukuran panjang 2,5 meter, dengan
larutan pencelup sebanyak 3 liter.
- Loog : 1,5 x berat naphtol = 1,5 x 3 = 4,5 cc
- TRO : 1,5 x 3 = 4,5 cc
- Garam diazo yang dipakai sebanyak 3 (tiga) kali
berat naphtolnya dilarutkan dalam air dingin dengan
ditambah sedikit detergent.
Catatan:
- Larutan naphtol dapat tahan kurang lebih 3 jam;
- Larutan garam diazo lekas rusak.

3. Pengetahuan proses-proses batik


Proses pembuatan batik yang saat ini masih diterapkan ada empat macam
yakni:
a. Proses Tradisional;
b. Proses Kesikan;
c. Proses Pekalongan / Pesisiran;
d. Proses - proses produk baru.

Keterangan:
a. Proses Tradisional
1) Mbathik : membuat pola pada mori dengan menempelkan
lilin batik menggunakan canthing tulis / canthing
cap;
2) Nembok : Menutup bagian-bagian pola yang akan dibiarkan
tetap berwarna putih dengan lilin bathik;
3) Medel : Mencelup dalam warna biru;
4) Ngerok dan : Menghilangkan lilin dari bagian – bagian yang
akan diberi warna coklat (soga);
Nggirah
15

5) Mbironi : Menutup bagian – bagian yang akan tetap


berwarna biru dan bagian – bagian dimana
terdapat cecek;
6) Nyoga : Mencelup dalam warna soga (coklat);
7) Nglorod : Menghilangkan lilin batik dalam air mendidih.
(tahap akhir)

b. Proses Kesikan /Lorodan


Dalam proses ini tahap ngerok diganti dengan cara nglorod atau
memasukkan kain yang sudah diwedel ke dalam air mendidih.
Tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:

1) Mbathik
2) Nembok
3) Medel
4) Nglorod : Menghilangkan semua lilin yang menempel pada mori
menjadi kelengan;
5) Ngesik : Menutup bagian pola yang akan dibiarkan tetap berwarna
biru serta bagian yang akan tetap berwarna putih dan cecek.
6) Nyoga
7) Nglorod

c. Proses Pekalongan / Pesisiran


Dalam proses ini pewarnaannya tidak seluruhnya dilaksanakan dengan cara
pencelupan. Pada bagian-bagian tertentu pola pewarnaannya dikerjakan
dengan “menyapukan” larutan pewarna langsung dengan kuas (coletan).
Dengan demikian dapat dilakukan pewarnaan secara serentak dengan
berbagai macam warna.
Tahapan – tahapannya adalah sebagai berikut:
1) Mbathik
2) Nembok
16

3) Nyolet : Memberi warna pada bagian – bagian tertentu pola


dengan menyapukan larutan zat warna pada
bagian- bagian tersebut;
4) Nutup : Menutup bagian – bagian yang telah dicolet
dengan coletan lilin batik;
5) Ndhasari : Mencelup latar pola dengan zat warna yang
dikehendaki;
6) Menutup dhasaran : Menutup bagian-bagian latar pola yang sudah
diwarnai;
7) Medel
8) Nglorod
9) Nutup dan granitan : Menutup bagian-bagian yang telah diwarnai dan
bagian yang akan tetap berwarna putih serta
membuat titik - titik putih (yang disebut granit)
pada garis luar pola (outline dan pola) dengan lilin
batik.
10) Nyoga
11) Nglorod

Teknik celup yang diterapkan pada pembuatan batik disebut teknik celup
rintang, yaitu menutup atau merintangi bagian – bagian yang tidak akan
diberi warna, zat perintang disini adalah lilin batik.
Contoh teknik celup rintang yang lain adalah pembuatan kain tenun ikat,
tritik dan plangi.

d. Proses - Proses Produk Baru


1) Batik Kloke (Jeglog), Batik Kerut
Batik ini dibuat dengan menempelkan lagi lilin pada kain batik yang
sudah jadi. Langkah -langkah prosesnya adalah sebagai berikut:
- Penempelan lilin dilakukan dengan menggunakan canting cap yang
berpola sesuai dengan bentuk jeglokan yang dikehendaki, misalnya
17

bujur sangkar, empat persegi panjang, lingkaran, atau gabungan dari


bentuk-bentuk tersebut.
- Kemudian kain batik yang sudah dicap direndam dalam larutan yang
mengandung kaustik soda 330 gram - 370 gram / liter dengan
ditumpuk selama paling cepat 1 jam. Setelah itu dicuci dimulai dari
kain yang pertama kali dimasukkan.
- Melorod :
Sebelum dilorod direndam terlebih dahulu dalam larutan kanji
mentah 10 gram / liter, kain dimasukkan dalam air mendidih.
- Netralisasi :
Tahap ini adalah untuk menghilangkan soda - soda kaustik yang
masih ada dalam larutan yang mengandung asam cuka 80 %
sebanyak 2 cc / liter.
- Tahap terakhir adalah mencuci lagi.

2) Batik Radioan (Batik Proses Balik)


Dinamakan batik Probal karena prosesnya dibalik, yaitu menyoga dulu
baru warna lain.
Urutan prosesnya adalah:
- Bahan yang akan siap pakai dicelup dalam larutan soga. Warna
soganya biasanya menggunakan zat warna yang dapat mudah
diputihkan antara lain jenis zat warna langsung untuk soga batik
yaitu Soga Koppel;
- Setelah disoga kain-kain tersebut dikanji dan dihaluskan;
- Langkah berikutnya adalah mencap dengan cap klowong untuk
mendapatkan warna soga pada kain;
- Pemutihan dilakukan setelah pencapan, dengan larutan pemutih yang
mengandung Hydrosulfit dan kemudian dinetralkan dengan air keras
(HCl);
- Menutup bagian-bagian yang akan tetap putih yaitu bagian tembokan
dan cecek;
18

- memberi warna dasaran yang dapat berupa warna biru (wedelan) atau
warna-warna lain;
- kemudian dilorod.

3) Perpaduan dari beberapa proses


Yang dimaksud disini contohnya adalah proses ad.4 . 1 ( batik yang
sudah jadi diproses lagi dengan proses Jeglog), pencelupan lanjutan dari
produk yang sudah jadi untuk mendapatkan laseman, membatikkan lagi
ragam-ragam hias lain pada bagian-bagian tertentu dari pola kain batik
yang sudah jadi dan menutup bagian- bagian lain yang dikehendaki
berwarna seperti semula kemudian mencelup dalam warna lain. Proses
ini banyak terdapat pada batik-batik sutra produk Danar Hadi, oleh
karena itu dapat dimengerti kalau harga jualnya sangat tinggi.
▪ Batik Cabut :
Perpaduan antara printing dan batik dengan proses pemutihan pada
printingnya.
▪ Batik Kombinasi Printing :
Pada bagian hitam dengan printing, bagian putih dan soga dengan
poses batik.

B. PENGETAHUAN POLA BATIK

1. Definisi Batik
Batik adalah sehelai wastra – yakni sehelai kain yang dibuat secara
tradisional – beragam hias pola – pola tertentu yang pembuatannya
menggunakan teknik celup rintang dengan malam ‘lilin batik’ sebagai bahan
perintang warna. Dengan demikian, suatu wastra dapat disebut batik bila
mengandung dua unsur pokok : teknik celup rintang yang menggunakan lilin
sebagai perintang warna dan pola yang beragam hias khas batik.
Yang dimaksud secara tradisional artinya tahap-tahap pembuatannya dari
dulu sampai sekarang sama, perbedaannya pada zat warnanya / pola-pola
batiknya.
19

2. Penggolongan Pola Batik


2.1. Bentuk
Berdasar bentuknya, pola batik terbagi atas dua kelompok besar, yakni
pola geometri atau pola berulang dan pola non geometri.

2.1.1. Pola Geometri


Ragam hias yang termasuk ke dalam pola geometri secara umum
adalah ragam hias yang mengandung unsur-unsur garis dan
bangun seperti garis miring, bujur sangkar, empat persegi
panjang, trapesium, belah ketupat, jajaran genjang, lingkaran, dan
bintang serta disusun secara berulang-ulang sehingga
membentuk suatu kesatuan pola. Pola Geometri terdiri atas pola
ceplok atau ceplokan dan pola garis miring, Parang dan Lereng.
- Pola Ceplok
Contoh pola ceplok : Kawung, Tambal, Sekar Jagad, Nitik Banji.
(Contoh I)
- Pola Garis Miring
Terdiri atas 2 kelompok yaitu Pola Parang dan Pola Lereng:

a. Pola Parang
Pola Parang merupakan salah satu pola yang sangat terkenal
dalam kelompok pola garis miring. Pola ini terdiri atas satu
atau lebih ragam hias yang tersusun membentuk “garis –
garis” sejajar dengan sudut miring 45 . terdapat ragam hias
berbentuk belah ketupat sejajar dengan ragam hias utama pola
parang. Ragam hias ini disebut mlinjon.
Contoh : Parang Barong, Parang Rusak seling Nitik, Parang
Curiga. (Contoh II)

b. Pola Lereng
Pola lereng pada dasarnya sama dengan pola parang.
Perbedaan pokoknya terletak pada tidak adanya ragam hias
20

mlinjon dalam pola lereng. Contoh pola lereng antara lain


Winarnan dan Catur Karsa. (Contoh III)

2.1.2. Pola non-geometri


Pola non-geometri terbagi atas 4 kelompok, yakni pola Semen,
pola Lung-lungan, Buketan dan Pinggiran.

a. Pola Semen
Ragam hias utama yang merupakan ciri pola semen adalah
meru, suatu gubahan menyerupai gunung. Meru berasal dari
nama gunung Mahameru, titik tertinggi di muka bumi dan
merupakan persemayaman para dewa menurut kepercayaan
agama Hindu. Hakikat meru adalah lambang gunung atau
tempat tumbuh –tumbuhan bertunas (Jawa = semi), sehingga
pola ini disebut dengan semen, yang berasal dari kata dasar
semi.
Ragam hias utama semen adalah garuda baik sawat, lar
maupun mirong. pohon hayat, lidah api, meru, satwa atau
hewan, taru atau tumbuhan, bangunan dan pusaka.
Contoh pola semen antara lain: Semen Gajah Birawa, Semen
Rama, Semen Gendhong. (Contoh IV)

b. Pola Lung –lungan


Sebagian besar pola lung-lungan mempunyai ragam hias
utama serupa dengan ragam hias pola utama semen. Berbeda
dengan pola semen, ragam hias utama pola lung-lungan tidak
selalu lengkap dan tidak mengandung ragam hias meru.
Contoh pola lung-lungan antara lain : Peksi Dabyang, ,
Bondhet, dan beberapa pola dari batik Belanda serta batik
Cina. (Contoh V)
21

c. Pola Buketan
Pola buketan mudah dikenali lewat rangkaian bunga atau
kelopak bunga dengan kupu – kupu, burung atau berbagai
satwa kecil mengelilinginya. Pelbagai unsur tersebut tampil
dalam susunan yang membentuk suatu kesatuan yang selaras.
Sehelai wastra pola buketan biasanya mengandung lima atau
enam susunan ragam hias cantik tersebut.
Sangat sedikit pola batik kraton yang masuk ke dalam
kelompok buketan. Hal ini mungkin karena pola buketan
merupakan pengaruh dari batik pesisiran. Meski demikian
pola buketan dapat ditemukan juga di daerah pedalaman,
yakni pada “batik Pedesaan” dan “batik Sudagaran”.
(Contoh VI)

d. Pola Pinggiran
Pola ini disebut dengan pola pinggiran karena unsur
hiasannya terdiri atas ragam hias yang biasa digunakan untuk
“hiasan pinggir” wastra atau “hiasan pembatas” antara
bidang yang memiliki hiasan dan bidang yang kosong pada
dodot, kemben, dan udheng. Contoh : Modhang. (Contoh
VII)

e. Pola – pola Khusus


Sebagai catatan penting patut dikemukakan bahwa pola Paksi
Naga Liman, Kereta Kasepuhan dan pola – pola lain dalam
batik Cirebon tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu
kategori tersebut di atas. Selain penataan ragam hiasnya yang
horizontal mengikuti pengaruh dari Cina, pola – pola itu
selalu mengandung ragam hias mega dan wadasan. Oleh
karena bentuknya yang khas, batik tersebut dikelompokkan
secara tersendiri, yakni batik Kraton Cirebon. (Contoh VIII)
22

2.2. Gaya
Berdasarkan gayanya, ada dua jenis pola batik, yakni batik
pedalaman dan batik pesisiran.

a. Batik Pedalaman
Batik pedalaman adalah batik yang berasal dari kraton dan batik
yang mendapat pengaruh sangat kuat dari kraton, baik ragam hias
maupun warnanya, contohnya : Banyumasan, Garut, Yogya, Solo.

b. Batik Pesisiran
Batik pesisiran berbeda dengan batik pedalaman. Karena dibuat
di daerah pesisir yang sarat pengaruh dari luar. Batik pesisiran
mempunyai ragam hias dan warna yang mengandung unsur –
unsur budaya luar, yaitu warna-warna yang sangat beragam.

C. JENIS-JENIS BATIK

1. Menurut teknik penempelan lilinnya ada 3 jenis batik:


- Batik Cap;
- Batik Tulis;
- Batik Kombinasi.
2. Menurut Perkembangannya:
Batik dengan segala seluk-beluknya telah menempuh perjalanan panjang
sejak beberapa abad silam dalam kebudayaan Indonesia. Sehelai wastra batik
dapat mengungkapkan berbagai hal, antara lain dari lingkungan mana
berasal, siapa yang mengenakan, dalam kesempatan apa dikenakan dan
makna apa yang terkandung di balik pola serta ragam hiasnya. Sehelai
wastra batik bahkan berkemungkinan menyiratkan dinamika budaya melalui
pola dan ragam hiasnya ; tumbuh dan berkembangnya seirama dengan
perjalanan zaman dan lingkungan. Pengaruh zaman dan lingkungan pada
pertumbuhan dan perkembangan batik melahirkan berbagai jenis batik.
Mulai dari batik Kraton pada zaman kerajaan Mataram sampai era setelah
23

Indonesia merdeka, yang disebut batik Indonesia, telah ada 9 macam jenis
batik, yaitu:
a. Batik Kraton
Batik kraton yaitu jenis batik dengan pola tradisional, yang semula
tumbuh dan berkembang di kraton Jawa. Mula-mula merupakan karya
seni putri-putri kraton dan seniman-seniman dalam lingkungan kraton.
Pola-polanya mencerminkan pengaruh Hindu, Jawa (tercermin secara
jelas dalam pola semen).
Batik kraton terdapat di kraton Surakarta (Kasunanan Surakarta), Pura
Mangkunegaran (Surakarta), kraton Yogyakarta (Kasultanan
Yogyakarta), Pura Pakualaman (Yogyakarta), kraton Cirebon dan
kraton Sumenep (Madura).
Penampilannya masing-masing tentunya berbeda, sesuai dengan
pengaruh lingkungannya.
Yang perlu diketahui dari batik kraton ini adalah adanya “pola
larangan”, yaitu pola-pola batik kraton yang hanya boleh dikenakan
oleh raja dan anggota keluarga raja. Hanya kraton Surakarta dan
Yogyakarta yang memiliki pola larangan, dan masing-masing berbeda
polanya.
Pola larangan dari kraton Surakarta adalah semua pola Parang
terutama Parang Rusak Barong, Cemukiran, Udan Riris dan berbagai
Semen yang menggunakan Sawat Ageng ; dari Yogyakarta terutama
Parang Rusak Barong, Semen Ageng, pola-pola yang menggunakan
Sawat Gurdha dan pola yang menampilkan ragam hias Huk (lingkaran
dengan sosok menyerupai burung phoenix di dalamnya).
Pola-pola batik dari kedua kraton ini banyak persamaannya. Hal
tersebut dapat dimengerti, karena pola-polanya berasal dari satu
sumber yaitu kraton Mataram, pada saat kerajaan berpusat di Kotagede.
Menjelang kraton Mataram Surakarta dipecah oleh Belanda menjadi
Surakarta dan Yogyakarta yaitu pada akhir masa pemerintahan Pakoe
Boewono ke II, beliau berpesan kepada Pakoe Boewono ke III yang
menggantikannya, agar bila nantinya adiknya yang akan menjadi raja
24

di kraton Yogyakarta (Pangeran Mangkubumi; Hamengku Boewono ke


I) meminta benda- benda pusaka dan busana-busana dari kraton
Mataram, maka permintaan tersebut agar dilaksanakan.
Dengan demikian semua pola batik yang asli dari kraton Mataram
berpindah ke kraton Yogyakarta setelah tahun 1755. Sehingga dengan
kejadian tersebut maka pihak kraton Surakarta terpaksa harus
menciptakan pola-pola batik baru yang ternyata lebih indah dari pola-
pola yang terdahlu yang berasal dari kerajaan Mataram Kotagede.
Dengan demikian pola-pola batik Yogyakarta merupakan pola-pola
batik dan pewarnaan asli dari Mataram.

b. Batik Pengaruh Kraton


Batik Pengaruh Kraton adalah jenis batik yang memadukan ragam hias
utama batik kraton Mataram dengan ragam hias khas daerah setempat
sebagai penyusun pola dan kemudian dikembangkan sedemikian rupa
sesuai selera masyarakat tempat batik tersebut berkembang.
Batik pengaruh kraton berkembang di daerah-daerah yang terutama
bersentuhan atau terlibat dalam sejarah kerajaan Mataram abad ke – 17,
antara lain Banyumas, Garut, Indramayu, dan Cirebon. Khusus di
Cirebon, selain terdapat batik pengaruh kraton juga terdapat jenis batik
kraton Cirebon.
Batik yang muncul di daerah-daerah itu merupakan paduan antara
ragam hias batik kraton dan ragam hias daerah dengan warna-warna
sesuai selera masyarakatnya. Batik – batik tersebut merupakan batik
pengaruh kraton yang masing-masing mempunyai ciri-ciri khas sesuai
selera masyarakat tempat batik tersebut berkembang.

c. Batik Sudagaran
Batik Sudagaran adalah wastra batik yang dihasilkan oleh kalangan
saudagar batik, polanya bersumber pada pola-pola batik kraton, baik
pola larangan maupun pola batik kraton lainnya, yang ragam hias
utama serta isen polanya digubah sedemikian rupa sesuai dengan selera
25

kaum saudagar. Mereka juga menciptakan pola-pola baru, baik ragam


hias utama maupun isennya.
Dengan perubahan selera masyarakat di luar tembok kraton yang
mulanya menggunakan wastra tenun sebagai bahan pakaian sehari-hari
dan kemudian beralih ke batik, mengakibatkan adanya peningkatan
kebutuhan masyarakat akan batik.
Permintaan terhadap kain batik yang kian hari kian meningkat memacu
para saudagar di luar kraton untuk mengembangkan usaha membuat
batik. Sejak saat itu pembatikan mulai berkembang di luar tembok
kraton dalam bentuk usaha rumah tangga yang dikelola oleh para
saudagar. Usaha ini berkembang pesat. Bahkan kebutuhan wastra batik
bagi kalangan keluarga raja yang sebelumnya dibuat sendiri di dalam
kraton mulai dipesan kepada para saudagar batik di luar kraton.
Akhirnya sekitar tahun 1850 tumbuhlah industri batik yang dikelola
oleh para saudagar. Merekapun kemudian menciptakan canthing cap
untuk menggantikan canthing tulis dalam proses pembatikan dengan
maksud untuk memperpendek waktu produksi.
Zaman dan lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan batik
sudagaran yang pada awalnya hanya mengubah batik kraton dengan
mengubah isen, ragam hias, menambah dan atau mengurangi/
menghilangkan bagian-bagian tertentu pola larangan, pada kurang
lebih akhir abad ke – 19 terlihat pengaruh batik pesisiran mewarnai
wajah batik sudagaran, contohnya : batik tiga negeri, batik dengan
bereman, buketan dan keong (paisley) serta warna-warna cerah dari
batik pesisiran.
Ciri khas batik sudagaran dari era ini adalah memiliki keindahan dari
segi cara pembuatannya, tingkat kehalusan batikan serta penataan
polanya.
Perkembangan batik sudagaran memperlihatkan bahwa setiap bentuk
dan pengaruh yang mengilhami perkembangannya selalu tampil lebih
halus dan merupakan karya yang sangat mengagumkan. Cita rasa kaum
saudagar dalam menampilkan batik ciptaannya sangat berbeda dengan
26

penampilan batik anggun yang berasal dari batik kraton. Sebagai


contoh: pola Alas – alasan, batik Stopres, dan Gedhong Kosong.
Batik sudagaran tumbuh dan berkembang antara lain karena adanya
pola larangan dari kraton, karenanya jenis batik ini hanya berkembang
di daerah-daerah kawasan kraton terutama di daerah Kasunanan
Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

d. Batik Petani /Pedesaan


Batik petani atau batik pedesaan adalah batik yang digunakan oleh
kaum petani setelah pemakaian batik sebagai bahan busana menembus
tembok kraton dan merambah masyarakat pedesaan. Pola-pola batik
petani bersumber pada pola-pola batik kraton dan digubah oleh para
pembatik dari daerah pedesaan, dengan ragam hias yang berasal dari
alam sekitar berupa tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan bahkan
burung-burung kecil. Batik petani di daerah pesisir menampilkan pola-
pola yang tersusun dari ragam hias yang berasal dari lingkungan
kehidupan bahari, antara lain ganggang, ikan, dan satwa laut lainnya.
Batik petani terdapat di daerah Surakarta, Yogyakarta, Banyumas,
Tulungagung, Tuban dan Indramayu.

e. Batik Pengaruh India


Batik pengaruh India adalah wastra batik yang menerapkan ragam hias
wastra dari India, yaitu kain Patola dan Chintz atau sembagi, serta
mulai dibuat oleh pedagang – pedagang Arab dan Cina pada awal abad
ke – 19 di kawasan pantai utara pulau Jawa, terurama Cirebon dan
Lasem. Batik jenis ini di pulau Jawa disebut “batik Sembagi” untuk
yang menggunakan ragam hias kain sembagi dan Jlamprang atau Nitik
untuk yang menampilkan tiruan pola tenun patola.
Tiruan pola-pola tenun patola di tiga daerah yang berbeda, yakni
Pekalongan, Surakarta, dan Yogyakarta ternyata menghasilkan batik
dengan warna berbeda pula. Hal ini terjadi karena pengaruh lingkungan
tempat berkembangnya yang berbeda.
27

Di daerah Pekalongan disebut Jlamprang dengan warna pesisiran, di


Surakarta dan Yogyakarta disebut Nitik dan warnanya mengikuti warna
batik kraton.
Batik Sembagi yang semula dibuat di Cirebon dan Lasem merupakan
asal mula batik-batik Jambi.

f. Batik Belanda
Batik Belanda adalah jenis batik yang tumbuh dan berkembang antara
tahun 1840 sampai dengan tahun 1910, hampir semuanya berbentuk
sarung, pada mulanya hanya dibuat bagi masyarakat Belanda dan Indo
– Belanda, dan kebanyakan dibuat di daerah pesisir (Pekalongan).
Batik Belanda sebagian besar menampilkan paduan aneka bunga yang
dirangkai menjadi buket atau pohon bunga dengan ragam hias burung,
terutama bangau, angsa, dan burung-burung kecil serta kupu-kupu.
Paduan sejenis bunga dibuat dengan ragam hias Cina atau Jawa.
Polanya senantiasa hadir dalam bentuk nyata, dari bunga, satwa sampai
pesawat terbang, bangunan dan sosok manusia. Bahkan ada pula pola
yang mengambil tema dongeng-dongeng seperti Snow White dan Little
Red Riding Hood. Rona warna batik Belanda selalu cerah, sesuai
dengan selera masyarakat Eropa.
Pengaruh lingkungan tampak pula pada batik Belanda yang dibuat di
daerah pedalaman, yakni warna soga batik kraton yang tetap
merupakan pilihan utama. Lingkungan alam yang diliputi suasana
kraton membuat batik Belanda di pedalaman mempunyai nuansa batik
kraton pula, seperti terlihat pada karya-karya Gottlieb, Jonas, dan
Coenraad. Yang berkembang di daerah pesisir didominasi oleh warna
batik pesisir dan ragam hias Eropa.
Pelopor pembuat batik Belanda adalah Franquemont dan Oosterom,
sedangkan pengusaha batik Belanda yang sangat terkenal adalah Van
Zuylen.
Sebagai kota batik, Pekalongan merupakan tempat mulai tumbuhnya
batik Belanda yang sangat dipengaruhi oleh budaya Eropa. Perusahaan
batik Belanda yang tangguh bermunculan di daerah ini dan disusul oleh
28

perusahaan-perusahaan milik pengusaha Cina dan Arab yang kemudian


juga membuat batik Belanda.
Selain di Pekalongan, batik Belanda juga dibuat di Semarang, Ungaran,
Banyumas, Pacitan, Surakarta, dan Yogyakarta.

g. Batik Cina
Batik Cina adalah jenis batik yang dibuat oleh orang-orang Cina atau
peranakan, yang menampilkan pola-pola dengan ragam hias satwa
mitos Cina, seperti naga, singa burung phoenix (burung hong), kura-
kura, kilin (anjing berkepala singa), dewa dan dewi, ragam hias yang
berasal dari keramik Cina kuna, serta ragam hias berbentuk mega
dengan warna merah atau merah dan biru..
Batik Cina yang memadukan pola dan warna batik kraton dengan
buketan Cina yang berwarna khas Cina, merah dibuat di Lasem, biru di
Kudus atau Pekalongan, sedangkan soganya dibuat di Surakarta,
Yogyakarta atau Banyumas disebut batik Tiga Negri.
Pada zaman Jepang orang Cina membuat batik-batik yang disebut batik
Djawa Hokokai, jenis batik yang menampilkan pola dengan selera
Jepang. Jenis batik Cina yang lainnya adalah batik Lasem, Demakan,
Kudusan, dan Kedungwuni.

h. Batik Djawa Hokokai


Batik Djawa Hokokai adalah batik yang diproduksi oleh perusahaan –
perusahaan batik di Pekalongan, terutama para pengusaha batik Cina,
lebih kurang tahun 1942 – 1945, dengan pola dan warna yang sangat
dipengaruhi oleh budaya Jepang, meskipun latar masih menampakkan
pola batik kraton, antara lain parang, kawung, lereng dan ceplokan.
Ragam hias bunga seperti sakura, krisant, mawar, lili dan anggrek
dalam bentuk buketan atau lung-lungan dan disana-sini ditambahkan
ragam hias kupu-kupu ditata di atas latar pola-pola kraton tersebut.
Batik Djawa Hokokai tidak berkembang dan menjangkau daerah yang
luas. Hal tersebut mungkin disebabkan tampilannya yang cenderung
lebih ke arah ragam hias dan warna yang sangat dipengaruhi budaya
29

Jepang, meskipun sebagian latarnya selalu menampilkan pola-pola


tradisional batik kraton. Di samping itu pembuatannya memerlukan
tenaga terampil yang sudah terbiasa membuat isen latar yang sangat
rumit seperti pada batik Belanda dan batik Cina. Oleh karena itu batik
Djawa Hokokai hanya dibuat oleh pengusaha-pengusaha batik di
Pekalongan sampai dengan akhir tahun 1945.
Melalui tampilnya batik Djawa Hokokai inilah mulai dikenal orang
penataan pola dalam format pagi – sore, yaitu penataan dua pola yang
berlainan pada sehelai kain. Hal tersebut disebabkan karena pada saat
perang dunia ke II, sulit diperoleh mori halus, karena terputusnya
hubungan dengan Eropa yang menyebabkan kelangkaan bahan batik.
Pada saat itu tenaga kerja sangat banyak, sementara lapangan kerja
yang tersedia amat sedikit. Ketersediaan tenaga kerja murah
dimanfaatkan para pengusaha batik untuk membuat batik dengan pola-
pola rumit dan halus disertai isen latar dan isen pola yang beraneka
ragam, serta penataan ragam hias yang sangat indah. Salah satu
penataan ragam hias yang sangat jelas menunjukkan pengaruh Jepang
adalah bagian pola yang disebut susomoyo. Susomoyo adalah pola
pinggiran yang terdiri atas ragam hias bunga dan kupu-kupu yang
diatur dari pojok atas ke arah bawah atau pojok bawah kearah samping,
seperti tata susun pola kimono.
Setelah tahun 1945 batik Djawa Hokokai berkembang tetapi
mempunyai penampilan lain, sesuai dengan selera masyarakat
Indonesia, dan dinamakan batik Djawa Baru. Batik Djawa Baru ini
berkembang sampai tahun 1950.
Pola batik Djawa Baru antara lain adalah Jlamprang dan parang-
parang kecil, yang pewarnaannya sesuai selera pada waktu itu.

i. Batik Indonesia
Batik Indonesia yang lahir sekitar tahun 1950 adalah batik yang selain
secara teknis berupa paduan antara pola tradisional batik kraton dan
proses batik pesisiran juga mengandung makna persatuan Indonesia.
Oleh karena itu jenis-jenis batik Indonesia yang berkembang di
30

kemudian hari juga menerapkan ragam-ragam hias dari berbagai


daerah di Indonesia.
Jenis batik ini merupakan perwujudan dari gagasan Bung Karno,
Presiden Republik Indonesia yang pertama. Gagasan beliau mengenai
batik adalah batik yang menampilkan nilai seni budaya sebagai jatidiri
bangsa sekaligus menyuarakan pesan persatuan Indonesia ; sehingga
batik di kemudian hari tidak lagi dikenal sebagai batik dari daerah
penghasil batik, tetapi batik yang mencerminkan persatuan Indonesia,
yang dapat dilihat dari unsur-unsurnya, baik pola maupun warnanya.
Langkah awal dalam usaha mewujudkan gagasan ini, beliau
mempertemukan pola tradisional batik kraton dengan proses batik
pesisiran, kemudian diikuti dengan menggubah pola-pola dari ragam
hias tenun yang berasal dari daerah-daerah lain di Indonesia, misalnya
Bali, Kalimantan, dan Papua. Dengan demikian lahirlah jenis batik
yang beliau namakan “batik Indonesia”, yang sampai saat ini masih
mengilhami para seniman serta pengusaha batik dalam menciptakan
karya-karya mereka. K.P.T. Hardjonagoro seorang budayawan dan
pengusaha batik dari Surakarta, menerima perintah langsung dari Bung
Karno untuk merealisasikan gagasan beliau mengenai batik Indonesia.
Masa ini juga melahirkan batik “terang bulan” ciptaan Ibu Bintang
Soedibjo (Ibu Soed). Penataan pola batik terang bulan sangat khas ;
bagian tengah batikan hanya berupa bidang berwarna, atau secara acak
diisi dengan ragam hias kecil yang merupakan bagian dari pola
pinggirannya, sedang tepi kain dihias dengan pola tradisional atau
rangkaian bunga, baik yang diperindah dengan isen tanahan maupun
tanpa isen.
Pada saat pertama kali muncul, batik Indonesia terutama berkembang
di Surakarta dan Jakarta. Hal itu kemungkinan disebabkan karena di
kedua kota tersebut terdapat seniman-seniman batik seperti K.P.T.
Hardjonagoro dan Ibu Bintang Soedibjo yang potensial. Pada
perkembangan selanjutnya, khasanah batik Indonesia memunculkan
rancangan batik yang memadukan berbagai ragam hias bebas dan
31

naturalis dalam nuansa warna soga batik kraton. Batik yang disebut
batik Wonogiren ini merupakan batik dengan latar “pecahan warna”
soga yang khas dan segera menjadi kegemaran masyarakat.
Setelah menginjak masa batik Wonogiren dengan ragam hias
naturalistik dan ragam hias daerah, daerah-daerah seperti Pekalongan,
Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua pun menciptakan batik-batik
sesuai selera masing-masing daerah. Batik-batik tersebut sudah barang
tentu memperkaya jenis batik di Indonesia.

.
D. BENTUK-BENTUK PRODUK BATIK
1. Konvensional:
▪ Kain;
▪ Selendang;
▪ Sarung;
▪ Ikat kepala;
▪ Kemben;
▪ Dodot.

2. Modern:
▪ Gaun;
▪ Kemeja;
▪ Barang - barang keperluan rumah tangga;
▪ Barang - barang kerajinan dari bahan batik.

E. FILOSOFI BATIK
Batik tidak hanya sekedar wastra, tetapi karya seni budaya yang selalu
dihadirkan pada upacara – upacara tradisi dalam masyarakat Jawa. Batik selalu
menyertai setiap tahapan dalam daur hidup manusia. Filosofi dalam pola batik
yang merupakan harapan-harapan atau doa itulah yang menyebabkan batik
selalu ada pada setiap upacara-upacara masyarakat Jawa, dari saat dilahirkan
hingga maut menjemput.
32

1. Pada saat lahir si bayi diberi alas batik yang sudah tua, yang kemudian
disebut kain “ Kopohan “ , yang disimpan hingga dia dewasa. Setelah bayi
dimandikan lalu diselimuti (Bahasa Jawa : di Gedong) dengan kain milik
orang tua atau neneknya. Semua itu mengandung harapan agar si bayi kelak
dikaruniai umur panjang.

2. Menjelang usia remaja ada upacara khitanan dan pemandian gadis saat haid
pertama. Batik yang digunakan untuk anak laki-laki berpola “ Parang
Pamor “ dengan harapan sebagai pria akan memiliki pamor atau
kepribadian. Sedang untuk gadis setelah dimandikan dengan kain mori
( putih suci ), kemudian mengenakan busana Jawa dengan batik berpola “
Parang Canthel “. Permohonan yang tersirat adalah agar si gadis cepat “
Kecanthel “ ( bahasa Jawa ) atau cepat terkait ( lekas mendapat jodoh).

3. Pernikahan merupakan upacara yang terbesar dalam hidup manusia. Batik


yang terlibatpun sangat banyak, dengan pola-pola yang mengandung arti
filosofi yang indah dan baik-baik. Dimulai saat lamaran, pada waktu
melamar si pemuda mengenakan batik dengan pola “ Satriya Manah “ yang
mempunya arti dia akan memanah hati si gadis. Dalam hal ini gadisnya
mengenakan batik dengan pola “ Semen Rante “ pola ini melambangkan
bahwa si gadis akan dirantai atau diikat dalam pernikahan.

4. Menjelang upacara pernikahan ke dua calon mempelai dimandikan guna


mensucikan dan menghilangkan semua halangan ( upacara siraman ). Ibu
dari pengantin mengenakan kain berpola “ Nitik Cakar “ yang
melambangkan permohonan agar putra putri pengantin kelak diberi
kemudahan dalam mencari nafkah. Calon pengantin pria setelah siraman
berbusana Jawa batiknya berpola “ Ceplok Satriya Wibawa “, yang
melambangkan permohonan kelak dia menjadi pribadi yang bersifat kesatria
dan penuh dengan wibawa. Ada upacara yang disebut Nyantri yaitu: calon
pengantin pria pada malam sebelum akad nikah ketemu calon pengantin
33

putri dan menginap dirumah yang berdekatan . Saat itu dia harus melalui
ujian dalam pengetahuanya agama sebagai seorang Islam ( = nyantri ) dan
mengenakan batik santri.

5. Keesokan harinya pada saat akad nikah batik yang dipakai oleh kedua
mempelai adalah batik berpola “ Wahyu Tumurun “ yang mempunyai makna
agar selalu mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Pada saat upacara
panggih dikenakan batik berpola “Bondhet” yang melambangkan jalinan
cinta kasih. Orang tua pengantin mengenakan batik “Truntum “ yang
melambangkan berkumpulnya ke dua keluarga dan selalu tumbuh cinta.
Sedangkan besan mengenakan batik berpola “ Wirasat “ yang memiliki arti
yang bersamaan dengan pola Wahyu Tumurun. Kedua pengantin
mengenakan busana kebesaran dengan Dodot alas-alasan yang diprada emas.

6. Saat yang paling berbahagia adalah saat menunggu kelahiran putra pertama.
Pada kehamilan yang ketujuh bulan diadakan upacara yang melibatkan batik
– batik dengan pola – pola yang mengandung harapan bagi si ibu maupun
bayinya pada peristiwa ini dipakai 7 macam kain dan satu potong lurik.
Pola – pola kain yang dipakai antara lain :
- Babon angrem ( lambang kasih sayang dan kesabaran ).
- Sidomukti.
- Sidoasih.
- Sidoluhur.
- Semen Rama
- Semen Gendhong ( mengandung harapan agar sibayi lahir dengan
selamat dan si ibu jadi menggendong putranya.
- Satu potong lurik dengan pola “Yuyu Sekandhang”.

7. Kematian yang tentu akan dialami oleh semua orang, peristiwanyapun


disertai dengan pola tertentu. Untuk melayat dipakai batik dengan pola “
Slobog “ dari kata ini timbul kata Lobok dalam basa Jawa artinya longgar.
Maksudnya agar yang ditinggalkan diberi hati yang longgar atau ikhlas,
34

sedangkan yang pergi mendapat jalan yang longgar atau lapang menuju
tempatnya di sisi Allah SWT. Di Puro Mangkunegaran terdapat pola batik
“Buket Pakis”, kain inipun dipergunakan dalam upacara melayat.

Masih banyak pola – pola batik yang sering dipakai dalam upacara – upacara
adat Jawa yang tidak mungkin disebutkan semuanya dalam kesempatan ini.

F. PEMELIHARAAN BATIK

Pembuatan batik menggunakan dua macam zat warna, yaitu zat warna alam dan
zat warna sintetis atau zat warna kimia. Oleh karenanya, ada dua juga cara
pemeliharaannya.

1. Pemeliharaan Batik dengan Zat Warna Alam


a. Pencucian
Digunakan lerak atau lerak yang siap pakai (lerak instan) yang dapat dibeli
ditoko batik, sebagai contohnya untuk di Yogya adalah di Toko Batik Juwita,
Margaria, RBDH Malioboro dan Adisucipto.
Untuk buah lerak, pertama-tama direndam didalam air dan kemudian
“dikopyok” sampai air terasa licin. Air hasil rendaman tersebut dipakai untuk
mencuci kain dengan dikucek, terutama bagian-bagian yang kemungkinan besar
terkena kotoran misalnya minyak dan sebagainya. Pada air bilasan terakhir,
ditambahkan daun dilem yang sudah diremas-remas sebagai pewanginya.
Harus diingat bahwa jangan sampai potongan-potongan daun dilem tetap
menempel pada kain yang akan dijemur karena akan menyebabkan noda.
Menjemur kain batik dengan zat warna alam harus ditempat yang teduh, jadi
hanya kering karena hembusan angin. Apabila hendak diratus, maka menjemurnya
jangan sampai kering.
Ratus dapat dibeli ditoko-toko seperti Akar Sari Coyudan, showroom Batik
Danar Hadi dan toko-toko kelengkapan perkawinan.
35

b. Penyimpanan
Dapat dalam bentuk kain yang sudah diwiru atau dilipat biasa. Untuk kain
dengan zat warna alam ini jangan digunakan kamper untuk mengusir ngengat
ataupun sebagai pewanginya. Hal tersebut disebabkan karena uap dari kamper akan
mempengaruhi warna soga (warna coklat dari kain-kain yang disimpan).
Di gunakan akar wangi atau Rara Setu yang di Yogya / Solo banyak dijual
ditepi-tepi jalan Malioboro, kayu / bubukan cendana, dan butiran-butiran merica
putih yang dimasukkan dalam kantung kain kasa. Cara lain adalah dengan
menggunakan irisan halus daun kecubung yang dijemur hingga layu. Daun
kecubung tersebut sifatnya beracun sehingga akan mematikan ngengat atau
binatang-binatang kecil lainnya. Setelah layu, irisan-irisan daun kecubung itu ditata
didalam almari dengan sketsanya sebagi berikut :

Kain Batik

Kertas alas kain

Kertas yang dapat menyerap air

Irisan daun kecubung

Papan almari

CATATAN
Jangan sekali-kali membuat wiron dengan dengan disetrika karena akan kusam
warna-warna batiknya. Hal ini disebabkan karena sisa-sisa lilin yang meleleh.

2. Pemeliharaan Batik dengan Zat Warna Sintetis


Zat warna sintetis yang banyak dipakai jenis naphtol yang merupakan zat warna
yang tidak tahan gosok. Untuk zat warna indigosol, dapat dikatakan tidak ada
masalah, karena jenis-jenis warna ini sangat tahan luntur.
a. Pencucian
Sebaiknya sebelum dipakai dicuci terlebih dahulu dengan air biasa sampai
air cucian jernih (tidak bewarna lagi) kmeudian disetrika. Saat menyetrika pada
36

bagian leher atau kerah kemeja hendaknya diberi alas saputangan agar tidak cepat
belel. Hal ini disebabkan karena naphtol tidak tahan gosok.
Untuk mencuci batik dengan zat warna sintetis ini dapat digunakan sabun
detergen biasa yang tidak mengandung pemutih dengan pewangi seperti Molto,
Soft & Fresh dan sebagainya. Apabila saat pencucian sebelum dipakai (misalnya
baru saja dibeli dari toko), air tidak dapat jernih, berarti zat warna yang dipakai
bukan napthol melainkan jenis zat warna yang tidak tahan luntur, sehingga
mencucinya harus dipisah.

b. Penyimpanan
Dapat disimpan dengan menggunakan kamper. Untuk batik-batik dengan
bahan dari sutra, sekarang sudah dijual obat khusus untuk mencuci batik sutra.

= = = DHDHDHDHDHDHDHDH= = =

Surakarta, 5 Februari 2007


Naskah Oleh: Ir. Toetti T. Soerjanto
Kurator Museum Batik Danar Hadi.

Anda mungkin juga menyukai