Anda di halaman 1dari 13

Fraktur Collum Femur

Dextra

Anesty Claresta

102011223

a_resta21@yahoo.com

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung


organ tubuh. Tulang juga memungkinkan gerakan dan dapat berfungsi sebagai
tempat penyimpanan garam mineral, tetapi fungsi-fungsi dari tersebut bisa saja hilang dengan
terjatuh, benturan atau kecelakaan yang menyebabkan patah tulang atau fraktur.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan jaringan
lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. 1
Dengan bertambahnya usia, angka kejadian fraktur femur meningkat secara eksponensial.
Meskipun dapat dipulihkan dengan operasi, fraktur femur menyebabkan peningkatan biaya
kesehatan.

Sampai saat ini, fraktur femur makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi
tantangan bagi ahli orthopaedi.1 Walaupun penatalaksanaan di bidang orthopaedi dan geriatri
telah berkembang, akan tetapi mortalitas dalam satu tahun pasca trauma masih tetap tinggi,
berkisar antara 10 sampai 20 persen. Sehingga keinginan untuk mengembangkan penanganan
fraktur ini masih tetap tinggi. Penatalaksanaan fraktur femur harus dilaksanakan secepat dan
sebaik mungkin karena jika ada gangguan suplai darah ke kaput femur yang tidak dikontrol
dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis.1

Skenario

Seorang wanita berusia 60 tahun, dibawa ke UGD RS dengan keluhan sangat nyeri pada
panggul kanan setelah jatuh di kamar mandi 2 jam yang lalu. Pasien tersebut terpeleset
sehingga terjatuh menyamping ke kiri dan pangkal paha kanannya membentur lantai. Setelah
1
terjatuh, pasien tidak dapat bangun untuk berdiri atau berjalan. Pada pemeriksaan fisik,
tanda-tanda vital dalam batas normal, tampak edema pada panggul kanan, ekstremitas
bawah sebelah kanan tampak lebih memendek dan berada pada posisi eksternal rotasi,
sangat nyeri saat dipalpasi, tidak dapat digerakkan baik aktif maupun pasif.

Rumusan masalah pada scenario ini adalah wanita 60 tahun terjatuh dengan pangkal paha
membentur lantai.

Hipotesis dari scenario ini wanita 60 tahun dengan pangkal pahanya membentur lantai diduga
mengalami fraktur collum femur.

Anamnesis

Anamnesis perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis ini meliputi identitas
pasien, usia, pekerjaan, dll. Setelah itu menanyakan keluhan utama pasien. Pada scenario ini
terjadi gangguan system musculoskeletal, biasanya pada system ini keluhan yang terjadi
adalah nyeri hebat yang dirasakan oleh pasien. Perlu ditanyakan lokasi di mana terjadinya
nyeri, onset, durasi, sudah berapa lama mengalami nyeri dan apakah ada factor yang
memperberat. Pasien juga harus menceritakan bagaimana kejadian awal hingga terjadinya
nyeri tersebut. Dokter juga harus menanyakan apakah ada gejala dan keluhan penyerta lain
seperti demam, penurunan BB, mudah lelah, dan gejala sistemik lainnya. Selain itu harus juga
ditanyakan kepada pasien tentang riwayat penyakit sebelumnya, riwayat traum, aktivitas dan
diet sehari-hari.

Pemeriksaan Fisik

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidak mampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi
anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala lain.2

Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan adanya syok, anemia atau
perdarahan. Sangat penting juga untuk diselidiki apakah ada kerusakan pada organ-organ lain,
misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul dan
abdomen.

a. Inspeksi (look)
2
Pada inspeksi perlu dibandingkan ekstremitas yang sakit dengan bagian yang sehat.
Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan dan dilihat adanya tanda-tanda anemia
bila terjadi pendarahan. Harus juga diketahui apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan
lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka. Perhatikan adanya deformitas berupa
angulasi, rotasi dan pemendekan. Lalu perlu dilakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada
trauma pada organ-organ lain.1,2

b. Palpasi (feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

-  Temperatur setempat yang meningkat

-  Nyeri tekan. Nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

-  Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati

-  Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling
(pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit

-  Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya


perbedaan panjang tungkai.

c. Pergerakan (move)

Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan
pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak
seperti pembuluh darah dan saraf.

3
Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pemeriksaan secara radiologi. Proyeksi


anteroposterior dan lateral, kadang-kadang diperlukan axial. Pada proyeksi anteroposterior,
kadang-kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk itu
perlu ditambah dengan pemeriksaan proyeksi axial.

Foto Rontgen

Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang
impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai
melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular
pada kaput femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang
terimpaksi atau tidak bergeser (stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi
internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non union dan nekrosis
avaskular.3

Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama
dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk
menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya
fraktur. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat
menunjukkan tegangan fraktur.3 Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian
leher femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan dari patah
tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada
bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus dilakukan.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu 24
jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul
sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler.
Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien
dengan hasil foto rontgen yang kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100%
sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.3

4
Working diagnosis dan Differential diagnosis

WD : Fraktur Collum Femur

Fraktur collum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal
femur. Yang termasuk collum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femoris
sampai dengan bagian proksimal dari intertrochanter. Fraktur leher femur sering terjadi pada
usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang
akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause

Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan kanan. Jarak antara
trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek karena trokanter terletak lebih
tinggi akibat pergeseran tungkai ke cranial.4

DD : Fraktur dislokasi caput femur, fraktur femur dextra 1/3 proksimal.

Fraktur Dislokasi Caput Femur.


Dislokasi sendi panggul adalah keadaan dimana caput femur keluar dari socket nya pada
tulangpanggul (pelvis). Penyebabnya adalah trauma dengan gaya/tekanan yangbesar seperti
kecelakaan kendaraan bermotor, pejalan kaki yang ditabarak mobil, atau jatuh dari ketinggian.
Pada dislokasi ini sering juga disertai dengan terjadinya fraktur pada acetabulum

Secara khas, pasien dengan dislokasi pinggul posterior traumatik, nampak dengan
pemendekan ekstremitas bawah yang terjadi pada posisi fleksi pinggul, adduksi, dan rotasi
internal. Adanya caput femoris kadang-kadang dapat dipalpasi pada bokong ipsilateral. Hal
ini dapat diandalkan pada pasien dengan dislokasi pinggul sederhana, kehadiran patah tulang
pada femur ipsilateral atau pelvis dapat secara dramatis mengubah posisi pasien yang
ditunjukan pasien.

Fraktur Femur Dextra 1/3 proksimal

Fraktur femur 1/3 proximal adalah fraktur yang terjadi akibat terputusnya jaringan kontinuitas
pada regio seperti 1/3 proximal femur sinistra dan terjadi kerusakan jaringan lunak meliputi
struktur otot dan neurovaskuler. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan pantir mendadak bahkan kontraksi otot ekstrim. Untuk mengetahui fraktur

5
ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti rontgen, karena gejala klinis dari luar tidak
dapat membuktikan secara langsung lokasi fraktur.

Etiologi

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :

 Peristiwa trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,
pemuntiran, atau penarikan.

Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak
juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.5

Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh
dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin
tidak ada.

Kekuatan dapat berupa :

1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral


2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi
disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur
obliq pendek
5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai terpisah

 Tekanan yang berulang – ulang

6
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan
berulang – ulang atau saat bertugas kemiliteran.

 Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor)
atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).5

Epidemiologi

Fraktur collum femur merupakan cedera yang banyak dijumpai pada pasien usia tua dan
menyebabkan morbiditas serta mortalitas.1 Dengan meningkatnya derajat kesehatan dan usia
harapan hidup, angka kejadian fraktur ini juga ikut meningkat. Fraktur ini merupakan
penyebab utama morbiditas pada pasien usia tua akibat keadaan imobilisasi pasien di tempat
tidur. Rehabilitasi membutuhkan waktu berbulan-bulan. Imobilisasi menyebabkan pasien
lebih senang berbaring sehingga mudah mengalami ulkus dekubitus dan infeksi paru. Angka
mortalitas awal fraktur ini adalah sekitar 10%. Bila tidak diobati, fraktur ini akan semakin
memburuk. Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering
pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan
osteoporosis pasca menopause.2

Lebih dari 250.000 fraktur pinggul terjadi di Amerika Serikat setiap tahun (50% termasuk
fraktur collum femur), dan jumlah ini diperkirakan dua kali lipat pada tahun 2040. 80 %
terjadi pada wanita, dan insidensinya menjadi 2 kali lipat setiap 5 hingga 6 tahun pada wanita
usia lebih dari 30 tahun.

Terdapat suatu bimodal insidensi, insiden pada pasien muda sangat rendah dan terutama
dikaitkan dengan trauma energi tinggi. Kebanyakan terjadi pada usia tua dengan umur rata-
rata 72, sebagai hasil terjatuh dengan energi rendah.

Faktor resiko termasuk jenis kelamin wanita, ras kulit putih, peningkatan umur, kesehatan
yang buruk, pengguna tembakau dan alkohol, riwayat fraktur terdahulu, riwayat terjatuh dan
rendahnya kadar estrogen. Angka pasti kasus fraktur collum femur tidak diketahui. Volpin
dkk melaporkan sebanyak 4,7% pada tahun 1946 pada militer Israel.

Patogenesis

7
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum,
pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan
kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-
pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan
menggantikannya.2 Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari
periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut
callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran
kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang. Pada permulaan akan terjadi
pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada
tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi
medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang
menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis
dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa.
Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin
yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk
kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula
tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi
penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus
tulang.

Gejala Klinis

Gejala klinis dari fraktur collum femur ini adalah nyeri terus menerus dan bertambah beratnya
sampai tulang dismobilisasi. Dapat juga terjadi deformitas dimana daya tarik kekuatan otot
menyebbakan fragmen tulang berpindah dari tempatnya. Terjadi perubahan kesimbangan dan
kontur terjadi, seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang


b. Penekanan tulang.

Pemendekan tulang terjadi karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat
fraktur.1,2 Dapat juga ditemukan krepitasi, teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Terjadi pembengkakan lokal dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur. Bengkak muncul secara
cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah dalam  jaringan yang berdekatan dengan

8
fraktur. Selain itu juga terdapat ekimosis dari perdarahan subculaneous, spasme otot
(spasme involunters dekat fraktur), kehilangan sensasi, pergerakan abnormal, dan syok
hipovolemi.2

Penatalaksanaan

1. Terapi konservatif :
 Proteksi
Misalnta mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan
baik.
 Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan baik.1,2
 Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Reposisi dapat dengan anestesi umum atau anestesi local dengan menyuntikkan
obat anestesi dalam hemotoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada
kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam
kedudukan yang stabil dalam gips.1,5
 Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau
dipasang gips setelah tidak sakit lagi . pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi
Hamilton russel / traksi Bryant)
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu
dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitive, bilamana
tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk prang dewasa traksi
definitf harus traksi skeletal berupa balanced traction.5

2. Terapi operatif:
Terapi operatif dengan reposisi secara terttutp dengan bimbingan radiologis :
a. Reposisi tertutup- fiksasi externa
Setelah reposisi baik berdasarkan control radiologi intraoperatif maka dipasang
alat fiksasi externa. Fiksasi externa dapat model sederhana seperti Roger
Anderson, Judet, screw dengan bone cement atau llizarov yang lebih canggih.
b. Reposisi tertutup dengan control radiologis diikut fiksasi interna

9
Misalnya : reposisi tertutup fraktur supra condylair humerus pada anak diikuti
dengan pemasangan parallel pins. Reposisi tertutup fraktur collum pada anak
diikuti planning dan immobilisasi gips. Cara ini sekarang terus diekmbangkan
menjadi “close nailing”: pada fraktur femur dan tibia, yiatu pemasnagan fiksasi
interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya.5
Terapi operatif dengan membuka frakturnya :
a. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Keuntungan cara ini adalah :
- Reposisi anatomis
- Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar
Indikasi ORIF :
 Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
Misalnya : fraktur talus, fraktur collum femur
 Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Misalnya : fraktur avulsi, fraktur dislokasi
 Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
Misalnya : fraktur monteggia, fraktur galeazzi, fraktur antebrachii, fraktur pergelangan
kaki
 Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi
Misalnya : fraktur femur.1
b. Excicional arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi. Misalnya : fraktur caput radii
pada orang dewasa, fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girldlestone.
c. Excisis fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excise caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang lainnya.

Komplikasi

Dapat terjadi komplikasi local pada system vaskuler seperti compartment syndrome
(Volkmann ischemia) dantrauma vaskuler (trauma pembuluh darah. Selain itu dapat juga
terjadi komplikasi pada system neurologis seperti lesi medulla spinalis atau saraf perifer.
Selain komplikasi local dapat juga terjadi komplikasi sistemik yaitu emboli lemak.1

10
Pada fraktur juga sering ditemukan komplikasi lanjut seperti :

a. Delayed union: fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam 4 bulan.

b. Nonunion: apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai adanya
nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft.

c. Malunion: bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka diperlukan
pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi sering ditemukan.  Malunion
juga menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga dieprlukn koreksi berupa
osteotomi.

d. Kaku sendi lutut: setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan pada
sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periartikuler atau adhesi
intrmuskuler. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis
dilakukan lebih awal.

e. Disuse atrofi oto-otot

f. Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)

g. Osteporosis post trauma.2

Prognosis

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti
jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut.
Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai
terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan
memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen
tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga
merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.

Pencegahan

Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur


disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada
11
dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.
 Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma
benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau
mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman
keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.2

 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih serius
dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan
terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak
memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan
pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang
yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui
bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan
dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun
eksternal.5
 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya
komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk
menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan
dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi.
Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat
kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya.2 Penderita fraktur yang telah
mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan fungsional perlahan
untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi
dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi
dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler,
mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas
hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.1

Kesimpulan
12
Pada scenario ini wanita berusia 60 tahun mengalami fraktur pada collum femoris dextra.
Fraktur ini terjadi akibat trauma yang disebabkan saat terjatuh. Fraktur ini ditandai dengan
adanya Pada wanita usia 60 tahun ini juga mungkin terdapat osteoporosis yang dapat
memudahkan terjadinya fraktur.

Daftar Pustaka

1. Staff pengajar bagian ilmu bedah FKUI Jakarta. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2004.p.484-7.
2. Anonim. Fraktur collum femur. In: Mansjoer A,Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita
selekta kedokteran. Edisi ke-3 (2). Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2000.p.355-6.
3. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.p.31.
4. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2004.
5. Anonim. Fraktur. In: Sjamsihidajat, Jong WD, editors. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.p.881.

13

Anda mungkin juga menyukai