Anda di halaman 1dari 34

EVALUASI KURIKULUM

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Kurikulum dan Pembelajaran yang


Diampu Oleh Dr. H. Dadang Hidayat, M.Pd.

Disusun Oleh :

Aisyah Trihandayani 1807867


Fida Aulia Azizah 1807386
Ibnu Nur Akhsan 1802322
Nolan Gita Sari 1800379
Muhammad Zaki 1807403

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesehatan sehingga


penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan
baik.

Makalah evaluasi dan pembelajaran ini disusun agar pembaca dapat


mengetahui lebih detail tentang bisnis yang akan kami jalani. Makalah ini disusun
oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Dadang


Hidayat, M.Pd., Yang membantu membimbing kami dalam penyusunan makalah
ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Dengan demikian penyusun mengucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum wr.wb

Bandung, 28 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan............................................................................ 1
A.    Latar belakang Masalah............................................................... 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................... 1
C.     Tujuan ........................................................................................ 1
Bab II Pembahasan............................................................................ 2
A. Pengertian Evaluasi dan Kurikulum..........................................
B. Prinsip-prinsip Evaluasi Kurikulum...........................................
C. Tujuan Evaluasi Kurikulum......................................................
D.     Fungsi Evaluasi Kurikulum......................................................
E.     Kriteria Evaluasi Kurikulum ...................................................
F.      Ruang lingkup Evaluasi Kurikulum.........................................
G.   Jenis Evaluasi Kurikulum...........................................................
H. Pendekatan Evaluasi Kurikulum..............................................
I. Model Evaluasi Kurikulum......................................................
J. Standar Pelaksanaan Evaluasi Kurikulum...............................
Bab III Penutup................................................................................
Kesimpulan.........................................................................................
Daftar Pustaka..................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu
komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk
mengetahui keefektifan kurikulum. Evaluasi menjadi bagian integral dari
kurikulum. Evaluasi menjadi bagian dari sistem manajemen, yaitu
perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum
juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan
akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka kita tidak akan bisa
mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan,
pelaksanaan serta hasilnya. Tapi, dengan adanya evaluasi, kita dapat
menjadikan hasil yang diperoleh sebagai balikan (feed-back) dalam
memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum. Hasil-hasil kurikulum dapat
digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para
pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang
digunakan. Tulisan ini akan membahas mengenai pengertian evaluasi
kurikulum, pentingnya evaluasi kurikulum dan masalah yang dihadapi dalam
melaksanakan evaluasi kurikulum
Selama ini model kurikulum yang berlaku adalah model kurikulum yang
bersifat akademik. Kurikulum yang demikian kurang mampu meningkatkan
kemampuan peserta didik secara optimal. Hal ini terbukti dari rendahnya
kualitas pendidikan kita dibandingkan dengan negara lain. Selain itu,
implementasi kurikulum akademik tidak mampu memberikan nilai etika,
moral, dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan. Maka dengan adanya
evaluasi diharapkan dapat memperbaiki aspek-aspek tersebut sehingga model
kurikulum yang diterapkan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan.
Evaluasi pembelajaran dilakukan di proses belajar mengajar secara
sistematis yang di perlukan untuk memperbaikin komponen – komponen
yang ada di dalamnya yang mencangkup pembelajaran, siswa, tenaga
pendidik / guru, dan kurikulum atau mata pelajaran.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka kami
akan mengkaji mengenai pengertian evaluasi kurikulum, peranan evaluasi
kurikulum dan model-model evaluasi kurikulum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian evaluasi dan kurikulum ?
2. Apa yang dimaksud dengan prinsip evaluasi kurikulum ?
3. Apa yang dimaksud ruang lingkup evaluasi kurikulum
4. Apa perbedaan pendekatan dan model evaluasi kurikulum

C. Tujuan
1. Dapat menyimpulkan konsep kurikulum dari berbagai ahli
2. Memahami prinsip dan ruang lingkup evaluasi kurikulum
3. Memahami beragam model dan pendekatan evaluasi kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi dan Kurikulum


Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan
kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan
keputusan dalam kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi
merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh
guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum. Hasil yang diperoleh dapat
dijadikan balikan (feed-back) Pemahaman mengenai pengertian evaluasi
kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian kurikulum yang
bervariasi menurut para pakar kurikulum. Oleh karena itu penulis mencoba
menjabarkan definisi dari evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata
sehingga lebih mudah untuk memahami evaluasi kurikulum.bagi guru dalam
memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum.
Adapun pemahaman tentang evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda
sesuai dengan pengertian kurikulum yang beragam menurut para pakar
kurikulum. Hamid Hasan (2009:41) mengartikan evaluasi sebagai usaha
sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu kurikulum untuk
digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari kurikulum
dalam suatu konteks tertentu. Menurut Tyler (dalam Muhammad Zaini, 2009:
143) menyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengetahui apakah
tujuan pendidikan sudah tercapai atau terealisasikan.
Sedangkan pengertian evaluasi menurut Rutman and Mowbray (1983)
ialah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan outcomes
suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky
(1989) mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang
sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektivitas suatu
program. Menurut Sukmadinata (2009:173), “Evaluasi merupakan kegiatan
yang luas, kompleks dan terus menerus untuk mengetahui proses dan hasil
pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi juga meliputi rentangan yang cukup luas, mulai dari yang bersifat
sangat informal sampai dengan yang sangat formal.”
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai
rancangan, implementasi dan efektivitas suatu program. Evaluasi adalah suatu
tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi
dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses dalam usaha untuk
mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk membuat keputusan akan perlu tidaknya memperbaiki sistem
pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ditetapkan (Muhammad Zaini,
2009:142).
Sedangkan pengertian kurikulum adalah sebagai berikut:
a. Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
b. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran
serta metode yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan
kegiatan pembelajaran(Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di
bidang Kesehatan.).
c. Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian
dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6
Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).
d. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk
mendapatkan keluaran (outcomes) yang diharapkan dari suatu
pembelajaran.
e. Menurut Hilda Taba (dalam Muhammad Zaini, 2009: 6), kurikulum adalah
rencana pembelajaran yang berkaitan dengan proses dan pengembangan
individu anak didik. Kurikulum merupakan seperangkat rencana yang
menjadi pedoman dan pegangan dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, pengertian evaluasi kurikulum adalah penerapan
prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk
membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah
dijalankan. Atau, evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian,
penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan
kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas pengembang kurikulum dalam
rangka menentukan keefektifan kurikulum.
Pada dasarnya, evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang
memiliki hubungan sebab akibat. Hubungan antara evaluasi dan kurikulum
bersifat organis, dan prosesnya secara evalusioner. Menurut Tyler (dalam
Muhammad Zaini, 2009:144) berpendapat bahwa evaluasi kurikulum pada
dasarnya adalah suatu proses untuk mengecek keberlakuan kurikulum yang
harus diterapkan dalam empat tahap. Tahap pertama adalah evaluasi terhadap
tujuan pembelajaran, tahap kedua adalah evaluasi terhadap pelaksanaan
kurikulum atau proses pembelajaran yang meliputi metode, media, dan
evaluasi pembelajaran, tahap ketiga adalah evaluasi terhadap efektivitas baik
efektivitas terhadap waktu, tenaga, dan biaya, serta tahap keempat adalah
evaluasi terhadap hasil yang telah dicapai.

B. Prinsip-prinsip Evaluasi Kurikulum


Program evaluasi kurikulum didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Evaluasi kurikulum didasarkan atas tujuan tertentu : setiap program
evaluasi kurikulum terarah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara jelas dan spesifik. Tujuan-tujuan itu pula yang
mengarah kegitan-kegiatan sepanjang proses evaluasi kurikulum itu
dilaksanakan.
2. Evaluasi kurikulum harus bersifat objektif : pelaksanaan dan hasil
evaluasi kurikulum harus bersifat objektif , berpijak pada pada apa
adanya dan bersumber dari data yang nyata dan akurat yang
diperoleh melalui instrument yang terandalkan.
3. Evaluasi kurikulum bersifat komprehensif : pelaksanaan evaluasi
mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang
lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus
mendapatkan perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum
pengambilan keputusan.
4. Evaluasi kurikulum dilaksanakan secara kooperatif : tanggung
jawab dalam perencanaan, pelaksanaan, dan keberhasilan suatu
program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab bersama
pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan seperti guru,
kepala sekolah, penilik, orang tua, bahkan siswa sendiri di samping
menjadi tanggung jawab utama lembaga penelitian dan
pengembangan.
5. Evaluasi kurikulum harus dilaksanakan secara efisien : pelaksanaan
evaluasi kurikulum harus memperhatikan factor efisiensi,
khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, peralatan yang
menjadi unsur penunjang, dan oleh karenanya harus diupayakan
agar hasil evaluasi lebih tinggi atau paling tidak berimbang dengan
material yang digunakan.
6. Evaluasi kurikulum dilaksanakan secara berkesinambungan : hal
ini perlu mengingat tuntutan di dalam dan diluar system sekolah
yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. Untuk itu peran
guru dan kepala sekolah sangat penting karena merekalah yang
paling mengetahui tentang keterlaksanaan dan keberhasilan
kurikulum serta permasalahan yang dihadapi.

C. Tujuan Evaluasi Kurikulum


Tujuan evaluasi kurikulum mecakup dua hal yaitu : pertama, evaluasi
digunakan untuk menilai efektifitas program. Kedua, evaluasi dapat
digunakan sebagai alat bantu dalam pelaksanaan kurikulum (pembelajaran).
Tujuan dari evaluasi kurikulum adalah penyempurnaan kurikulum
dengan jalan mengungkapkan proses plaksanaan kurikulum yang telah
berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum
secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang
dievaluasi adalah efektivitas, efesinsi, relavansi, dan kelayakan (feasibility)
program. Diadakanya evaluasi kurikulum , menurut Ibrahim (2006)
dimaksudkan untuk keperluan.
a. Perbaikan Program
Yaitu peranan evaluasilebih bersifat konstruktif, karena informasi hasil
evaluasi dijadikan masukan bagi perbaikan yang diperlukan didalam program
kurikulum yang sedang dikembangkan. Disini evaluasi kurikulum lebih
merupakan kebutuhan yang datang dari dalma sistem itu sendiri karena
evaluasi itu dipandang sebagai faktor yang memungkinkan dicapainya hasil
pengembangan yang optimal dari sistem yang bersangkutan.
b. Pertanggungjawaban Kepada Berbagai Pihak
Setelah pengembangan kurikulum dilakukan, perlu adanya semacam
pertanggungjawaban dari pihak pengembang kurikulum kepada pihak yang
berkepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud mencakup pihak yang
mensenposori kegiatan pengembangan kurikulum tersebut maupun pihak
yang akan menjadi konsumen dari kurikulum yang telah dikembangkan.
Dengan kata lain, pihak-pihak tersebut mencakup pemerintah, masyarakat,
orang tua, pelaksana pendidikan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut
mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum yang bersangkutan.
Bagi pihak pengembang kurikulum, tujuan yang kedua ini tidak
dipandang sebagai suatu kebutuhan dari dalam melainkan lebih merupakan
suatu keharuasan dari luar. Sekalipun demikian hal ini tidak biasa kita hindari
karena persoaln ini mencakup pertanggungjawaban sosial, ekonomi dan
moral, yang sudah merupakan suatu konsekuensi logis dalam kegiatan
pembharuan pendidikan. Dalam mempertanggungjawabkan hasil yang telah
dicapainya, pihak pengembang kurikulum perlu mengemukakan kekuatan dan
kelemahan dari kurikulum yang sedang dikembangkan serta usaha lanjt yang
diperlukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan jik ada, yang masih
terdapat. Untuk menghasilkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan
tersebut di atas itulah diperlukan kegiatan evaluasi.

c. Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembangan


Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban
atas dua kemungkinan pertanyaan : pertama, apakah kurikulum baru tersebut
akan atau tidak akan disebar luaskan kedalam sistem yang ada? Kedua, dalam
kondisi yang bagaimana dan denga cara yang bagaimana pula kurikulum baru
tersebut akan disebarluasakan kedalam sistem yang ada? Ditinjau dari proses
pengembangan kurikulum yang sudah berjalan, pertanyaan
pertama,dipandang tidak tepat untuk diajukan apada akhir fase
perkembanagn. Pertanyaan tersebut hanya memungkinkan memiliki dua
jawaban yang diberikan itu adalah tidak. Jika hal ini terjadi, kita akan
dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan : biaya, tenaga, dan
waktu yang telah dikerahkan selama ini ternyata terbuang dengan percuma,
peserta didik telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama fase
pengembanagan telah terlanjur dirugikan ; sekolah-sekolah dimana proses
pengembangan itu berlangsug harus kembali menyesuaikan diri lagi kepda
cara lama, dana kan timbul sikap skeptis dikalangan orang tua dan
masyarakat terhadap perubahan pendidikan dalam bentuk apapun.
Pertanyaan kedua, dipandang lebih tepat untuk diajukan pada akhir
fase penegmbangan kurikulum. Pertanyaan tersebut mengimplikasikan
sekurang-kurangnya tiga anak pertanyaan, aspek-aspek mana dari kurikulum
tersebut yang masih perlu diperbaiki ataupun disesuaikan, strategi penyebaran
yang bagaimana sebaiknya ditempuh, dan persyarata- persyaratan apa yang
perlu dipersiapkan terlebbih dahulu didalam sistem yang ada. Pertanyaan –
pertanyaan ini lebih bersifat konstruktif dan lebih dapat diterima ditinjau dari
segi sosial, ekonomi, moral maupun tekhnis. Untuk menghasilkan informasi
yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan yang kedua itulah diperlukan
adanya kegiatan evaluasi.
D. Fungsi Evaluasi Kurikulum
Fungsi Evaluasi kurikulum adalah :
 Menurut Tyler untuk memperbaiki kurikulum (melalui hasil belajar
evaluasi produk)
 Menurut Cronbach untuk memperbaiki kurikulum dan memberi
penghargaan
 Menurut Scriven untuk mengurangi kekurangan-kekurangan yang
ada.
Scriven membedakan evaluasi kurikulum dalam 2 fungsi yakni Fungsi
Formatif dan Fungsi Sumatif
 Fungsi Formatif : dilaksanakan apabila kegiatan evaluasi diarahkan
untuk memperbaiki bagian tertentu dari kurikulum yang sedang
dikembangkan.
 · Fungsi Sumatif : dilaksanakan apabila kurikulum telah dianggap
selesai
pengembangannya (evaluasi terhadap hasil kurikulum).
Evaluasi memiliki beberapa fungsi :
 Fungsi Formatif, berfungsi untuk perbaikan sistem pembelajaran
 Fungsi Diagnostik, berfungsi untuk mengetahui faktir kesulitan
belajar
siswa dalam proses pembelajaran.
Fungsi Sumatif, berfungsi untuk mengetahui tingkat kemampuan
peserta didik
Fungsi Penempatan penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah
mempersalahkan bagaimana pengajar dapat mengetahui hasil pembelajaran
yang telah di lakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pembelajaran
telah mengerti bahan yang telah di ajarkan atau sejauh mana tujuan dari
kegiatan pembelajaran yang di kelola dapat di capai.
E. Kriteria Evaluasi Kurikulum
Hubungan antara kurikulum dengan evaluasi. Hal ini dapat diartikan
sebagai posisi sumber kriteria terhadap kurikulum. Dengan kata lain apakah
kriteria itu berasal dari kurikulum ataukah berada diluar kurikkulum ataukah
berada diantaranya.
Waktu pada saat kriteria untuk evaluasi tersebut dikembangkan. Hal ini
berkaitan dengan situasi dan kondisi terhadap kegiatan pelaksanaan evaluasi
kurikulum. Oleh karena itu penetapan waktu dengan penetapan kriteria
haruslah disesuaikan.Berdasarkan landasan tersebut diatas, maka Fullan dan
Pomfret mengklasifikasikan empat pengembangan kelompok kriteria evaluasi
kurikulum, yakni :
1. Pendekatan kriteria Pre-ordinate
Karakteristik pendekatan Pre-ordinate ada dua, yakni :
1. Kriteria ditetapkan pada waktu kegiatan evaluasi kurikulum belum
dilaksanakan yang masih dalam bentuk rancangan.
2. Kriteria tidak dikembangkan dari karakteristik kurikulum yang
dievaluasi melainkan dikembangkan dari sesuatu yang sudah dianggap
baku (standar). Pada umumnya kriteria pre-ordinate juga sudah
dikembangkan dalam bentuk instrumen evaluasi. Kebanyakan
instrumen evaluasi tersebut berhubungan dengan dimensi kurikulum
sebagai hasil belajar, yakni kegiatan pemusatan perhatian terhadap
pencapaian hasil belajar. Alat evaluasi yang digunakan juga bersifat
baku, seperti validitas dan reabilitas yang dilakukan menurut prosedur
tradisi psikometrik (evaluator tetap menguji kedua atribut penting
psikometrik tersebut berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Keleluasaan dalam pengembangan kriteria menyebabkan
pendekatan pre-ordinate memberikan kesempatan untuk mengevaluasi
kurikulum diberbagai perspektif. Demikian juga dengan adanya kriteria
yang jelas dalam mengevaluasi kurikulum merupakan kekuatan
mpendekatan pre-ordinate. Dengan menggunakan kriteria yang berlaku
umum, setiap kurikulum diharapkan memenuhi standar yang sama.
Pertimbangan yang akan diberikan evaluasi terhadap kurikulum yang
dievaluasi pun tidak terpengaruh oleh karakteristik kurikulum ataupun
keadaan setempat. Perbandingan mengenai kekuatan dan kelemahan
berbagai kurikulum yang dievaluasi dapat dilakukan apabila evaluasi
kurikulum menggunakan pendekatan pre-ordinate.
Keuntungan dan kekurangan :
 Keuntungan yang dimiliki pendekatan pre-ordinate adalah sekaligus
merupakan kekurangannya juga, karakteristik kurikulum tidak sepenuhnya
dievaluasi, hanya unsur –unsur yang bersifat umum saja.
 Maka kekurangannya terletak pada : siswa tidak mendapat penghargaan
sebagai mana mestinya, evaluan tidak diperlakukan secara adil, usaha para
pengembang kurikulum untuk memberikan ciri- ciri tertentu dalam
kurikulum yang dikembangkannya tidak mendapat pengakuan.
2. Pendekatan Kriteria Fidelity
` Pendekatan pengembangan kriteria fidelity menggunakan kriteria yang
dikembangkan sebelum evaluator turun kelapangan untuk mengumpulkan data.
Pendekatan fidelity tidak menggunakan kriteria yang bersifat umum tetapi dengan
kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum itu sendiri. Pendekatan
pengembangan kriteria fidelity juga mengandung pengertian, apabila evaluator
mengembangkan kriterianya berdasarkan persepsi para pengembang kurikulum.
Mengapa kriteria fidelity diperlukan?
1. Untuk mendeterminasi apakah ketidaksuksesan outcomenya merupakan
refleksi dari kegagalan implementasi penggunaan model yang sudah
diterapkan.
2. Untuk mengetahui seberapa besar komponen kurikulum yang telah
terlaksana.
3. Untuk mendeterminasi bagaimana suatu program dijalankan dan
bagaimana implementasinya.
4. Untuk menetukan perlakuan nyata yang mengantarkan pada
perkembangan yang original
5. Untuk memberikan judgment apakah hasil belajar yang diperoleh peserta
didik adalah hasil belajar dari kurikulum yang sedang dilaksanakan atau
bukan.
6. Untuk melakukan evaluasi kurikulum yang sama tetapi dilaksanakan
dalam berbagai lingkungan yang berbeda.
7. Untuk membandingkan pelaksanaan kurikulum yang sama dalam bentuk
implementasi atau kegiatan di dua tempat atau lebih tempat yang berbeda.
Kelemahan dan kekuatan pendekatan fidelity adalah :
 Kelemahan terletak pada evaluator yang tidak dapat membandingkan dua
kurikulum atau lebih. Mereka hanya dapat mengevaluasi pada satu
kurikulum saja, masalah akan timbul dari validitas alat tes (evaluasi) yang
digunakan mungkin alat tersebut sahih untuk salah sattu kurikulum tetapi
tidak untuk kurikulum yang lainnya. Keadaan ini menyebabkan hasil
bandingan yang dibuat evaluator merupakan hasil semu.
 Kekuatan terletak pada pertanyaan sampai seberapa jauh tujuan dan
karakteristik utama suatu kurikulum tercapai. Kekuatan yang dimiliki
pendekatan fidelity ini menyebabkan evaluasi yang menggunakan
pendekatan ini disebut sebagai evaluasi instrinsik.

3. Kriteria Mutually Adaptive (menggunakan sumber gabungan)


Pendekatan mutually adaptive adalah pendekatan yang menggunakan
criteria baik yang dikembangkn dari karakteristik kurikulum yang dijadikan
evaluan maupun dari luar. Pendekatan ini merupakan gabungan dari pendekatan
gabungan antara pre-ordinate, fidelity, dan proses. Untuk evaluasi kurikulum,
kriteria gabungan itu untuk suatu dimensi kurikulum, evaluasi dengan pendekatan
pengembangan kriteria gabungan menggunakan berbagai sumber kriteria untuk
mengukur berbagai dimensi kurikulum terjadi untuk suatau sttudi evaluasi, tetapi
masing – masing kriteria digunakan untuk mengukur dimensi kurikulum yang
berbeda. Berdasarkan pendekatan ini, maka Berman dan McLaughlin (1976 : 350)
menyebutkan bahwa keberhasilan dari suatu implementasi kurilulum diukur
menurut kondisi – kondisi berikut ini:
1. Keberhasilan yang dihayati mereka yang terlibat dalam pengembangan
kurikulum (perceived success)
2. Perubahan perilaku baik dalam jenis maupun dalam dalam besarnya
yang terjadi pada para guru dan pelaksana administratif sebagaimana
dinyatakan oleh para pengembang kurikulum.
4. Fidelity implementasi yang menyatakan seberapa jauh kurikulum sebagai
rencana telah dilaksanakan dalam benttuk kurikulum sebagai kegiatan.
Sedangkan menurut Leinhardt (1977 : 227), karakteristik kurikulum adalah :
1. Menyediakan lingkungan yang adaptif bagi kebutuhan pendidikan
siswa
2. Kurikulum tersebut diorganisasikan dan dikemukakan sedemikian
rupa untuk mengajarkan dan memperkuat (reinforcement)
keterampilah dasar kognitif
3. Siswa melakukan kontrol dan pengaturan sendiri untuk apa yang
dipelajarinya asalkan masih dalam konteks kurikulum.
Ketiga karakteristik kurikulum ini, melahirkan enam dimensi utama
masalah dalam kurikulum yaitu : suasana belajar dikelas, pembagian waktu,
prosedur pemberian tugas dalam matematika, monitoring kemajuan siswa,
pemberian kesempatan bagi siswa untuk mengatur diri sendiri, dan kehadiran
siswa. Enam criteria umum yang diggunakan dalam mengidentifikasi kurikulum
menurut Levin (1986) adalah : efisiensi, relevansi, validitas, kemungkinan
perubahan (modifiability), dan kegunaan (usability).
Adapun keuntungan dan kerugian dari pendekatan gabungan ini adalah :
Keuntungan :
1. Evaluator diberikan kesempatan untuk menggunakan berbagai
kesempatan untuk mendapatkan sumber – sumber kriteria. Dengan
adanya kemungkinan ini, evaluator mendapatkan gambaran yang
lebih lengkap tentang evaluan sehingga pertimbangan yang
diberikannya terhadap kurikulum menjadi lebih baik.
2. Kurikulum yang dipelajari betul – betul mendapatkan penghargaan
yang tidak hanya berdasarkan pada apa yang dimilikinya tetapi
juga mempunyai arti tentang apa yang dimilikinya tersebut
terhadap sesuatu diluar dirinya sendiri.
3. Evaluator dituntut memiliki pengetahuan yang luas mengenai
berbagai kriteria yang ada serta teori yang menjadi dasar kiteria
tersebut.
Kekurangan : belum adanya rumus mengenai keluasan pengetahuan yang harus
dimiliki oleh seorang evaluator. Syarat – syarat yang perlu diperhatikan dalam
membandingkan dua buah kurikulum atau lebih dalam pendekatan gabungan ini
adalah :
1. Kriteria yang digunakan untuk perbandingan bersifat umum.
2. Kriteria yang bersifat umunm tersebut haruslah diberlakukan
sedemikian rupa sehingga informasi yang ada tidak dipakai untuk
memberikan pertimbangan mengenai nilai masing – masing
kurikulum.
3. Kriteria umum itu baru memperoleh makna yang sebaik – baiknya
apabila diperhitungkan dengan fakta mengenai keadaan masing –
masing kurikulum, baik persamaan maupun perbedaan.
4. Kriteria dari Lapangan (Proses)
Pendekatan proses bertumbuh dan berkembang menjadi suatu pendekatan
penting dalam evaluasi kurikulum dan merupakan suatu konsekuensi dari
pandangan baru terhadap evaluasi evaluasi dan penggunaan metode yang
dikembangkan dari naturalistic inquiry, atau kualitatif dari pandangan aliran
filsafat fenomenologi. Karakteristik pendekatan proses adalah :
1. Kriteria yang digunakan untuk tidak dikembangkan sebelum
evaluator berada dilapangan tetapi dikembangkan selam evaluator
berada dilapangan.
2. Berhubungan erat dengan kenyataan yang ada dilapangan
3. Kurikulum yang ada dipelajari dan dijadikan kerangka berpikir
kasar ketika evaluator akan mengunjungi lapangannya.
4. Evaluator sangat perduli terhadap dengan masalah yang dihadapi
oleh para pelaksana kurikulum dilapangan.
5. Pada waktu mengembangkan criteria evaluator secara langsung
harus berhubungan dengan masalah – masalah lapangan yang
dihadapi oleh para pelaksana kurikulum.
6. Model pendekatan proses berhubungan erat dengan
pemakaian/aplikasi pendekatan kualitatif.
F. RUANG LINGKUP EVALUASI KURIKULUM
Evaluasi kurikulum merupakan bagian integral dari proses pengembangan
kurikulum, dimana perlu ditentukan ruang lingkup pelaksanaan evaluasi itu sendiri.
Proses mengidentifikasi permasalahan yang hadir ditengah masyarakat merupakan
pekerjaan dari evaluasi kurikulum (Hasan, 2008:104). Berikut akan diuraikan
mengenai ruang lingkup yang perlu menjadi fokus bagi evaluasi kurikulum.
a. Evaluasi Kurikulum Pada Tingkat Nasional
Pada tingkat nasional pengembangan kurikulum memuat Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI), artinya setiap satuan
pendidikan dalam melakukan pengembangan kurikulum harus
memperhatikan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang
ditetapkan oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam Permen
Dikbud Nomor 20 dan 21 tahun 2016.
Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang digunakan sebagai acuan utama pengembangan
standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Evaluasi kurikulum
dalam tahap ini berperan untuk mengetahui ketercapaian dan
kesesuaian antara Standar Kompetensi Lulusan dan lulusan dari
masing-masing satuan pendidikan.
Selain itu Standar Isi juga penting menjadi dasar evaluasi terhadap
kurikulum, kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu tertuang dalam Standar Isi. Peran evaluasi
kurikulum dalam tahap ini adalah mengkaji kesesuaiannya dengan
perkembangan masyarakat, berbagai teori pendidikan dan kurikulum.
Hasan (2008:112) mengungkapka bahwa evaluasi terhadap Standar Isi
harus mampu mengungkapkan konsistensi internal antara berbagai
ketetapan seperti pengelompokan mata pelajaran, beban belajar dan
kalender akademik.
b. Evaluasi Kurikulum Pada Tingkat Satuan Pendidikan
Pada tingkat ini para pengembang kurikulum harus memperhatikan
kepentingan masyarakat dan lingkungan disekitarnya serta tetap
berpedoman kepada SKL dan SI yang telah ditetapkan secara nasional
dalam mengkontruksi kurikulum.
Dalam mengkontruksi kurikulum para pengembang memulainya
dari pembuatan ide kurikulum, yang merupakan rumusan dari posisi
filosofis pendidikan yang dianut, pandangan teoritik tentang konsep
kurikulum model kurikulum yang digunakan, konsep tentang konten,
organisasi kurikulum dan posisi peserta didik dalam belajar.
Pengembangan kurikulum sebagai dokumen menjadi langkah
selanjutnya setelah pembuatan ide kurikulum. Pada tahap ini ide
diperjelas melalui komponen proses, komponen asesmen hasil belajar
dan komponen pendukung yang harus dilakukan dalam pelaksanaan
pendidikan. Dokumen kurikulum selanjutnya akan diperjelas lagi
dengan pembuatan silabus yang dilakukan oleh guru berkenaan dengan
mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Setelah dokumen kurikulum siap, pengembangan proses menjadi
tahap selanjutnya. Tahap ini sering disebut “curriculum in action”,
dimana harus terciptanya kesesuaian antara apa-apa yang tercantum
dalam dokumen dengan pelaksanaan dilapangan.
Keseluruhan tahap pengembangan kurikulum pada tingkat satuan
pendidikan akan berakhir pada hasil belajar. Dalam model
pengembangan kurikulum yang digagas oleh Tyler (1949) mengatakan
bahwa kurikulum sebagai rencana dan sebagai proses tidak menjadi
fokus utama, hasil belajarlah yang perlu dijadikan fokus. Namun
dewasa ini model seperti itu tidak bisa diterapkan, tetap saja bahwa
rencana dan proses harus tetap mendapatkan evaluasi. Karena walau
bagaimana pun rencana dan proses itu sendiri yang akan
mempengaruhi hasil.
Evaluasi hasil belajar juga harus memperhitungkan faktor-faktor
peserta didik seperti minat, perhatian, cita-cita serta kebiasaan yang
dikenal dengan istilah “aptitude”. Proses evaluasi harus mampu
memberikan solusi agar kurikulum yang dikembangkan dapat
memanfaatkan aptitude sehingga dapat berpengaruh positif bagi hasil
belajar.
G. JENIS EVALUASI KURIKULUM
Cronholm dan Godkuhl (2003:65) membagi evaluasi kurikulum menjadi tiga
jenis, yaitu goal-based evaluation, goal-free evaluation dan criteria-based
evaluation. Sedangkan pembagian jenis evaluasi yang lebih tua dikemukakan oleh
Worthen dan Sanders (1987) yang mengelompokan evaluasi kurikulum menjadi
enam jenis, yaitu objectives-oriented, management-oriented, consumer-oriented,
expertise-oriented, adversary-oriented, naturalistic & participant oriented.
Sedangkan Hasan (2008:135) mengelompokan evaluasi kurikulum
berdasarkan tiga faktor yaitu berdasarkan evaluan,berdasarkan posisi evaluator
dan berdasarkan metodologi. Pada makalah ini akan dibahas jenis evaluasi
kurikulum menurut Hasan (2008).
a. Evaluasi Kurikulum Berdasarkan Bentuk Evaluan
Jenis evaluasi kurikulum yang dikelompokan berdasarkan evaluan terdiri
atas evaluasi konteks, dokumen, proses dan hasil yang merupakan kegiatan
proses pengembangan suatu kurikulum.
Pertama,evaluasi konten. Evaluasi ini berkaitan dengan berbagai aspek
yang melahirkan dokumen kurikulum yaitu tuntutan masyarakat terhadap
dunia pendidikan berkaita dengan kesesuaian kurikulum terhadap keadaan
lingkungan sosial, ekonomi, budaya, seni, politik, agama, teknologi dan
sebagainya.
Kedua, evaluasi dokumen. Dokumen yang dievaluasi terdiri dari
dokumen yang dihasilkan oleh pemerintah berupa ketetapan peraturan
pemerintah, peraturan menteri, keputusan direktur jendral dan sebagainya.
Sedangkan evaluasi dokumen kurikulum pada tingkat satuan pendidikan
lebih berfokus kepada apakah dokumen tersebut sesuai dengan standar isi
dan standar kompetensi lulusan yang diamanatkan oleh pusat? Serta apakan
kurikulum satuan pendidikan mempunyai kesinambungan dengan silabus
yang dikembangkan oleh guru.
Ketiga, evaluasi proses. Dimana kegiatan utama pendidikan yang
ditandai dengan adanya interaksi dan komunikasi antar dua komponen
pendidikan yaitu guru dan peserta didik dengan sumber belajar. Selain itu
fokus yang mulai dilirik pada evaluasi proses adalah suasana kelas, fasilitas
belajar dan mengajar, jadwal, pekerjaan yang harus dilakukan guru dan
peserta didik diluar kelas, suasana kerja di sekolah dan juga dukungan
masyarakat.
Keempat, evaluasi hasil. Hasil belajar merupakan fokus dari evaluasi
jenis ini, Benjamin Bloom dan kawan-kawannya telah membuat kategori
hasil belajar (Taxonomy Bloom) yang banyak digunakan sampai masa kini.
Dimana hasil belajar dikategorikan menjadi kognitif, afektif dan
psikomotor.
Hasil belajar kognitif berkenaan dengan kemampuan otak dalam
menerima, mengolah dan menggunakan informasi. Hasil belajar afektif
berkenaan dengan kemampuan untuk menginternalisasi nilai, sikap, moral
dan nurani yang tercipta selama proses pembelajaran sehingga
menghasilkan kebiasaan. Sedangkan hasil belajar psikomotor berkenaan
dengan kemampuan menggerakan otot tangan, kaki, muka dan anggota
tubuh lainnya yang terpadu dengan kemampuan kognitif dan afektif.
Sebagai contoh, peserta didik yang mempelajari penyusunan laporan
keuangan dalam akuntansi. Secaa kognitif dia akan mampu mengetahui
konsep laporan keuangan dan cara-cara penyusunannya, selanjutnya secara
afektif dia mengenal bagian-bagian laporan keuangan tanpa harus membuka
contoh dalam buku dan terakhir dia mampu membuat laporan keuangan
tersebut secara mandiri dengan tepat.

b. Evaluasi Kurikulum Berdasarkan Posisi Evaluator


Jenis evaluasi ini dikelompokkan menjadi evaluasi internal dan
eksternal. Evaluasi internal dilakukan oleh guru dan kepala sekolah disatuan
pendidikan masing-masing dengan berfokus kepada penyempurnaan
dokumen kurikulum dan penyempurnaan proses implementasi kurikulum.
Evaluasi yang disebut juga monitoring ini, akan memudahkan evaluator
dalam menyampaikan hasilnya karena dia sudah membangun komunikasi
sejak kurikulum itu dibuat.
Evaluasi eksternal dilakukan oleh orang yang tidak terlibat dalam
proses pengembangan kurikulum, keuntungan menggunakan evaluator dari
luar adalah mudahnya mengembangkan objektivitas karena tidak adanya
keterkaitan secara emosional dengan evaluan. Sedangkan kelemahannya
sendiri ialah dalam hal pemahaman mengenai karakteristik evaluan, dimana
evaluator hanya membaca karakteristik evaluan dari dokumen yang ada saja
dan tidak mendalami proses pengembangan kurikulum. Sehingga evaluator
perlu waspada ketika memaknai apa-apa yang dibaca, dilihat dan diolah
olehnya. Wawancara intensif dengan para pengembang kurikulum perlu
dilakukan untuk meminimalisir kekeliruan pemahaman terhadap evaluan.

c. Evaluasi Kurikulum Berdasarkan Metodologi


Dalam evaluasi jenis ini terbagi menjadi dua kelompok, yang pertama
adalah evaluasi kuantitatif dan yang kedua adalah evaluasi kualitatif.
Penggunaan metode experimen sangat khas digunakan dalam evaluasi
kuantitatif, yang pada dasarnya menghendaki adanya manipulasi dari keadaan
sehari-hari menjadi keadaan yang diinginkan oleh kurikulum yang sedang
dikembangkan. Pada dasarnya evaluasi jenis ini memiliki kesamaan dengan
prosedur penelitian kuantitatif.
Pada akhir tahun 60-an pandangan filosofi fenomenologi melahirkan
apa yang kemudian deikenal dengan pendekatan kualitatif. Fokus dari
evaluasi jenis ini adalah perolehan data secara mendalam atau down to earth
dari responden yang terlibat dalam pengembangan kurikulum.
H. PENDEKATAN EVALUASI KURIKULUM
Pendekatan dalam evaluasi kurikulum menyediakan cara memutuskan
perhatian pada pertanyaan evaluasi. Cronbach (1982) menyebutkan ada dua
pendekatan dasar yaitu saintis ideal dan humanistis ideal.
Pendekatan saintis ideal memusatkan perhatian pada sisa dalam skor hasil
tes. Kebanyakan informasi yang dikumpulkan melalui pendekatan ini adalah data
kuantitatif yang bisa dianalisis secara statistik.
Sedangkan pendekatan humanistis ideal tidak menerima penemuan
eksperimen, observasi menjadi sangat penting guna mengamati program secara
langsung dan dapat dianalisis secara mendalam.

I. MODEL EVALUASI KURIKULUM


Mulai tahun 60-an merupakan dekade dimana pemikiran mengenai model
evaluasi kurikulum berkembang dengan pesat. Sehingga pada masa kini kemudian
dikenal ada dua kelompok model evaluasi kurikulum, yaitu model kuantitatif dan
model kualitatif.
a) Model Evaluasi Kuantitatif
Fokua dari model kuantitatif adalah dimensi kurikulum sebagai hasil
belajar, karena dianggap sangat penting bahkan dapat dikatakan bahwa hasil
belajar merupakan kriteria pokok bagi model-model kuantitatif.

1) Measurement
Evaluasi pada dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk
mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok. Hasil evaluasi
digunakan terutama untuk seleksi siswa, bimbingan pendidikan, dan
perbandingan eveftivitas antara dua atau lebih program/metode pendidikan.
Objek evaluasi dititikberatkan pada hasil belajar terutama dalam aspek
kognitif dan khususnya yang dapat diukur dengan alat evaluasi yang objektif
dan dapat dibakukan. Jenis data yang dikumpulkan dalam evaluasi adalah
data objektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung
ditempuh pendekatan/cara-cara berikut:
1) Menempatkan “kedudukan” setiap siswa dalam kelompoknya melalui
pengembangan norma kelompok dalam evaluasi hasil belajar.
2) Membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang
menggunakan program/metode pengajaran yang berbeda-beda
melalui analisis secara kuantitatif.
3) Teknik evaluasi yang digunakan terutama tes yang disusun dalam
bentuk objektif, yang terus dikembangkan untuk menghasilkan alat
evaluasi yang reliable dan valid.

2) Model Black Box Tyler


Menurut model ini evaluasi kurikulum hanya berhubungan dengan
dimensi hasil belajar yang dilandasi oleh evaluasi yang ditujukan kepada
tingkah laku awal peserta didik dan evaluasi yang dilakukan pada saat peserta
didik telah melaksanakan kurikulum. Evaluator harus dapat menentukan
perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil belajar yang diperoleh dari
kurikulum. Informasi mengenai perubahan tersebut dapat diperoleh dengan
mengadakan tes awal (pre-rest) yang merupakan gambaran mengenai
kemampuan awal peserta didik dan tes akhir (post-test) yang menggambarkan
kemampuan peserta didik setelah melaksanakan kurikulum.
Model ini pernah diberlakukan di Indonesia pada Kurikulum 1975
dimana guru diwajibkan mengembangkan satuan belajar instruksional dengan
melakukan tiga prosedur yaitu:
a. Menentukan tujuan kurikulum yang akan dievaluasi
b. Menentukan situasi dimana peserta didik mendapatkan kesempatan
untuk memperlihatkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan.
c. Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur tingkah
laku peserta didik
Keunggulan dari model ini adalah dari kesederhanaannya yang hanya
memfokuskan kajian evaluasinya hanya kepada hasil belajar. Sedangkan
kekurangannya adalah pengabaian proses belajar, mengingat proses belajar
merupakan komponen penting yang akan mempengaruhi hasil belajar.

3) Model Teoritik Taylor dan Maguire


Pertimbangan teoritik menjadi sangat dominan dalam model ini, dimana
terdapat dua kegiatan utama yang harus dilakukan evaluator. Pertama,
mengumpulkan data objektif yang dihasilkan dari berbagai sumber mengenai
komponen tujuan, lingkungan, personalia, metode dan konten serta hasil
belajar. Kedua, hasil dari pengumpulan data dimasukan kedalam matriks
tujuan, penafsiran, strategi dan hasil belajar.
Cara kerja model ini dimulai dengan keinginan dari masyarakat
terhadap pendidikan yang kemudian dijadikan tujuan dari kurikulum yang
selanjutnya dirinci lebih khusus. Eluvator kemudian memberikan
pertimbangan mengenai relevansi antara tujuan kurikulum (umum) dan tujuan
mata pelajaran (khusus) yang dilihat dari hasil belajar peserta didik. Pesera
didik harus mampu menggunakan hasil belajarnya kedalam kehidupan
bermasyarakat.

4) Model Pendekatan Alkin


Pendekatan ini memiliki keunikan dimana selalu dimasukannya unsur
ekonomi mikro dalam pekerjaan evaluasi. Pengaruh ekonometrik sangat
terasa dalam model ini, dimana pengukuran dan kontrol variabel merupakan
dua hal penting yang harus diperhatikan evaluator. Model ini dikembangkan
berdasarkan enam komponen, yaitu:
a. Sistem luar
Merupakan lingkungan sosial, politik, budaya dan ekonomi.
b. Masukan peserta didik
Merupakan semua informasi yang berhubungan dengan karakteristik
peserta didik (kemampuan intelektual, hasil belajar sebelumnya, kepribadian,
kebiasaan, latar belakang keluarga, latar belakang lingkungan sosial dan
sebagainya.
c. Masukan keuangan
Merupakan dana bantuan yang diterima oleh sekolah yang berasal dari
komite sekolah, dinas, departemen maupun dari masyarakat.
d. Faktor perantara
Merupakan komponen yang akan menentukan keluaran, mencakup
rasio guru dan peserta didik, jumlah peserta didik dalam satu kelas,
pengaturan administrasi akademis, penyediaan buku, prosedur pengajaran dan
bantuan profesional.

e. Keluaran peserta didik


Merupakan setiap perubahan yang terjadi pada peserta didik sebagai
akibat dari pengalaman belajar yang diperolehnya.
f. Keluaran bukan peserta didik
Perubahan yang terjadi akibat pengalaman belajar membawa perubahan
juga kedalam masyarakat dimana mereka tinggal.
Kelebihan dari model ini adalah keterikatannya dengan sistem,
sehingga kegiatan sekolah dapat diikuti dengan seksama. Sedangkan
kelemahannya adalah bahwa model ini hanya dapat mengevaluasi kurikulum
yang sudah siap dilaksanakan di sekolah.

5) Model Countenance Stake


Evaluasi pada dasarnya merupakan pemeriksaan kesesuaian atau
congruence antara tujuan pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk
melihat sejauhmana perubahan hasil perubahan pendidikan telah terjadi. Hasil
evaluasi diperlukan dalam rangka penyempurnaan program, bimbingan
pendidikan, dan pemberian informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan.
Objek evaluasi dititikberatkan pada hasil belajar dalam bentuk kognitif,
psikomotorik maupun nilai dan sikap. Jenis data yang dikumpulkan adalah
data objektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung
ditempuh pendekatan/cara-cara berikut:
1. Menggunakan prosedur pre-and post-assessment dengan menempuh
langkah-langkah pokok sebagai berikut: penegasan tujuan,
pengembangan alat evaluasi, dan penggunaan evaluasi.
2. Analisis hasil evaluasi dilakukan secara bagian demi bagian.
3. Teknik evaluasi mencakup tes dan teknik-teknik evaluasi lainnya
yang cocok untuk menilai berbagai jenis perilaku yang terkandung
dalam tujuan.
4. Kurang menyetujui diadakannya evaluasi perbandingan antara dua
atau lebih program.

6) Model CIPP
Model ini menitikberatkan pada pandangan bahwa keberhasilan
program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai factor, di antaranya:
karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program, dan peralatan
yang digunakan, serta prosedur, dan mekanisme pelaksanaan program itu
sendiri. Evaluasi kurikulum pada model ini dimaksudkan untuk
membandingkan performance atau kinerja dari berbagai dimensi program
dengan sejumlah kriteria tertentu untuk menghasilkan judgment atau
pertimbangan-pertimbangan mengenai kekuatan dan kelemahan dari
kurikulum tersebut.
Dalam buku Educational Evaluation and Decision Making, dari
Stufflebema (1972), CIPP merupakan model evaluasi dengan fokus pada
content, input, process, serta product. Keempat aspek tersebut menjadi bagian
penting dalam kegiatan evaluasi kurikulum yang dianggap mencakup
keseluruhan dimensi kurikulum.

b) Model Evaluasi Kualitatif


Dalam model ini proses pelaksanaan kurikulum menjadi fokus utama
yang kaya akan deskripsi dan dianggap lebih memberikan makna
dibandingkan model kuantitatif. Kejadian dilapangan akan lebih
tergambarkan dengan model ini. Karakteristik selanjutnya adalah bahwa
model ini mengakui adanya kenyataan yang banyak (Patton, 1980).

1) Model Studi Kasus


Dalam model ini, tindakan pertama yang harus dilakukan evaluator
adalah familiarisasi dirinya terhadap kurikulum yang dikaji (Walker, 1974).
Hal ini sangat penting, evaluator harus mempelajari dasar-dasar pemikiran
yang melahirkan kurikulum. Penguasaan terhadap lapangan juga harus
dikuasai oleh evaluator dalam usaha familiarisasi.

2) Illumination
Evaluasi pada dasarnya merupakan studi mengenai pelaksanaan
program, pengaruh faktor lingkungan, kebaikan-kebaikan dan kelemahan
program, serta pengaruh program terhadap perkembangan hasil belajar.
Evaluasi lebih didasarkan pada judgment (pertimbangan) yang hasilnya
diperlukan untukpenyempurnaan program. Objek evaluasi mencakup latar
belakang dan perkembangan program, proses pelaksanaan, hasil belajar, dan
kesulitan–kesulitan yang dialami. Jenis data yang dikumpulkan padda
umumnya data subjektif (judgment data) dalam kegiatan evaluasi, cenderung
ditempuh pendekatan/cara-cara berikut:
1. Menggunakan prosedur yang disebut Progressive focussing dengan
langkah-langkah pokok: orientasi, pengamatan yang lebih terarah,
dan analisis sebab akibat.
2. Bersifat kualitatif-terbuka, dan fleksibel-efektif.
3. Teknik evaluasi mencakup: observasi, wawancara, angket, analisis
dokumen dan bila perlu mencakup pula tes.

3) Educational system evaluation


Evaluasi pada dasarnya adalah perbandingan antara performance setiap
dimensi program dan kriteria, yang akan berakhir dengan suatu deskripsi dan
judgment. Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan program dan
penyimpulan hasil program secara keseluruhan. Objek evaluasi mencakup
input (bahan, rencana, peralatan), proses, dan hasil yang dicapai dalam arti
yang lebih luas. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data objektif maupun
data subjektif (judgment data). Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh
pendekatan/cara-cara berikut:
1. Membandingka performance setiap dimendi program dengan criteria
internal.
2. Membandingkan performance program dengan menggunakan kriteria
eksternal yaitu performance program yang lain.
3. Teknik evaluasi mencakup: tes, observasi, wawancara, angket dan
analisis dokumen.

4) Model Responsive
Model ini merupakan pengembangan lebih lanjut model countenance
Stake, meskipun beberapa hal terdapat perbedaan yang prinsipil. Pertama,
model countenance mempunyai fokus yang lebih luas dibanding model
responsive. Model countenance memberikan perhatian terhadap kurikulum
sebagai suatu rencana, dalam model responsive, fokus yang demikian sudah
ditinggalkan. Perbedaan kedua ialah dalam pendekatan pengembangan
kriteria. Model countenance berdasarkan pengembangan kriteria fidelity,
model responsive mengembangkan kriterianya berdasarkan pendekatan
proses. Model responsive tidak berbicara tentang pemakaian instrumen
standar, tetapi memberikan perhatian yang besar interaksi antara evaluator
dengan pelaksana kurikulum. Tanpa interaksi tidak satupun  “isu” yang dapat
diungkapkan.

J. STANDAR PELAKSANAAN EVALUASI KURIKULUM


Standar merupakan prinsip yang disetujui bersama antara evaluator dengan
pemakai jasa evaluasi dan menjadi patokan yang digunakan sebagai dasar pemberian
pertimbangan. Kesepakatan biasanya didasari oleh aspek filosofis, teoritik maupun
empirik yang dikenal oleh para evaluator dan pemakai.
Jika sebelumnya evaluan berfokus pada kurikulum sebagai objek evaluasi,
pada bagian ini evaluan yang dijadikan objek evaluasi adalahh proses evaluasi itu
sendiri. Terdapat empat standar yang digunakan untuk menilai pekerjaan evaluasi
yang telah disetujui oleh 16 organisasi profesi yang berkenaan dengan pekerjaan
evaluasi (Hasan, 2008).
a. Utility Standards
Terdapat tujuh aspek yang membangun utility yaitu steakholder
identification yang merupakan kegiatan mengidentifikasi orang-orang
yang terlibat didalam kegiatan evaluasi serta akan terkena dampak dari
kegiatan evaluasi. Kegiatan ini bertujuan mengetahui apa yang diperlukan.
Evaluation credibility merupakan kemampuan yang dimiliki oleh
evaluator dalam melaksanakan tugasnya. Information scope and selection,
berkenaan dengan ruang lingkup informasi dan seleksi informasi yang
disesuaikan dengan kebutuhan.
Value identification berkenaan dengan persfektif, prosedur dan rasional
yang digunakan evaluator dalam memaknai temuannya. Report clarity
berkenaan dengan laporan hasil evaluasi, dimana bahasa yang digunakan
dalam laporan tidak hanya dimengerti namun harus mampu
mengungkapkan secara jelas mengenai karakteristik kurikulum, konteks
yang di evaluasi, prosedur yang digunakan dan hasil dari evaluasi.
Report timeless and dissemination berkenaan dengan kejelasan
rancangan waktu pelaksanaan evaluasi sehingga hasil dari evaluasi
tersebut dapat digunakan untuk pengembangan kurikulum sesuai dengan
harapan. Terakhir adalah evaluation impect yaitu penggunaan hasil
kurikulum yang dapat ditindak lanjuti oleh pengguna jasa evaluasi.

b. Feasibility Standards
Standar ini menghendaki pekerjaan evaluasi yang dilakukan itu
realistik, prudent, diplomatik dan frugar. Hal itu dapa terlaksana dengan
pemenuhan tiga aspek berikut ini:
1. Pratical procedures
Prosedur evaluasi yang dilakukan harus praktis yang memperhitungkan
hambatan-hambatan yang akan dihadapi serta menemukan cara untuk
mengatasinya.
2. Political viability
Memperhitungkan permasalahan kepentingan politis dan kekuatan
sosial-budaya yang ada di masyarakat. Artinya hasil evaluasi jangan sampai
menguntungkan salah satu pihak dibidang tersebut, evaluasi harus bisa
memberikan alternatif keuntungan bagi keduanya. Sehingga tidak ada hal
yang membuat mereka tersinggung dan tetap berpartisipasi dalam
pengembangan kurikulum.
3. Cost effectiveness
Dana untuk kegiatan harus diperhitungkan dengan baik, dana harus bisa
membantu pengumpulan informasi secara efisien.

c. Propriety Standards
Standar ini memberikan keyakinan bahwa evaluasi yang dilakukan
memperhatikan hukum, etika, dan kenyamanan dari orang yang terlibat
dalam pelaksanaan evaluasi maupun orang yang terlibat dalam
pelaksanaan evaluasi maupun orang yang terkena dampak dari proses
evaluasi tersebut.

d. Accuracy Standards
Pelaksanaan evaluasi harus mengungkapkan dan melaporkan
informasi yang diperoleh secara teknis dapat dipertanggungjawabkan
ketika evaluator menentukan nilai dan arti suatu kurikulum yang
dievaluasi.
Semua standar yang telah disebutkan diatas perlu dijaga dan
dilaksanakan oleh setiap evaluator dalam melaksnakan pekerjaan evaluasi,
karena standar tersebut sangat berguna dalam proses penilaian terhadap
pekerjaan evaluator itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu
komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui
keefektifan kurikulum. Evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian,
penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan
kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas pengembang kurikulum dalam
rangka menentukan keefektifan kurikulum.
Adanya perbedaan penekanan dalam kurikulum mengakibatkan perbedaan
dalam pola rancangan dan dalam pengembangannya. Perbedaan-perbedaan
dalam rancangan tersebut mempengaruhi langkah-langkah implementasi
selanjutnya.
Adapun peranan evaluasi kurikulum khususnya dalam penentuan
kebijaksanaan pendidikan itu berkenaan dengan tiga hal, yaitu: evaluasi sebagai
moral judgment, evaluasi dan penentuan keputusan, serta evaluasi dan konpansus
nilai.
Ujian memberikan dasar evaluasi dan penilaian terhadap perkembangan
belajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang
penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa.
Menurut Zainal Arifin, terdapat sepuluh model evaluasi kurikulum, yaitu:
model Tyler, model yang berorientasi pada tujuan, model pengukuran
(R.Thorndike dan R.L.Ebel), model Kesesuaian (Ralph W.Tyler, John B.Carrol,
Lee J.Cronbach), model Evaluasi Sitem Pendidikan (Educational System
Evaluation Model), Model Alkin, model Brinkerhoff, model Illuminatif, Model
Responsif, dan model Studi Kasus.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Zaini, Muhammad. 2009. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: TERAS.
http://www.slideshare.net/AhmadWahyudinRocknRoll/evaluasi-kurikulum-9593798,
diakses pada 11 November 2014 pukul 02.00

http://arahpembelajaranbiologi.blogspot.com/2010/09/peranan-evaluasi-kurikulum-
dalam-ujian.html, diakses pada 11 November 2014 pukul 02.00

Silver, H. (2004).Evaluation Research in Education. [Online].


Sumber: www.outh.ac.uk/resined/evaluation/index.html. [ 3 Maret 2010].

Trochim, W.M.K. (2006).Introduction to Evaluation. [Online].


Sumber: http://www.socialresearchmethods.net/kb/intreval.php. [ 3 Maret
2010].

Anda mungkin juga menyukai