Anda di halaman 1dari 24

RESUME KESULITAN BELAJAR SPESIFIK ASD

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

Asesmen dan Intervensi Pendidikan

Dosen Pengampu :

Imam Setyawan., S.Psi., M.A.

Disusun Oleh :

Hilwa Aulia Rahmah 15000117120010

Lilyana Budi Anggraini 15000117120026

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 3
BAB II PEMBAHASAN 5
KESULITAN BELAJAR SPESIFK 5
A. Pengertian Kesulitan Belajar Spesifik 5
B. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Spesifik 6
C. Karakteristik Kesulitan Belajar 8
D. Kesulitan Belajar Akademik 9
E. Assesment Formal dan Identifikasi Kesulitan Belajar 10

AUTISM SPECTRUM DISORDER 10

A. Pengertian Autism Spectrum Disorder 10


B. Prevalensi Autism Spectrum Disorder 12
C. Karakteristik Autism Spectrum Disorder 13
D. Penyebab Autism Spectrum Disorder 14
E. Klasifikasi Autism Spectrum Disorder 16
F. DSM-5 Kriteria untuk Gangguan Spektrum Autisme 18
G. Hambatan Belajar Gangguan Spektrum Autisme 19

KESIMPULAN 22

DAFTAR PUSTAKA 23

KONTRIBUSI 24

2
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kesulitan belajar umum dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Belum banyak


yang memahami secara tepat apa yang disebut dengan kesulitan belajar spesifik
dan kesulitan belajar secara umum. Minimnya pengetahuan perbedaan mengenai
kesulitan belajar tersebut menyebabkan kerugian pada anak yang mempunyai
kesulitan belajar spesifik, karena mereka tidak mendapatkan hak untuk belajar
dengan cara yang sesuai dengan kebutuhannya.

Kesulitan belajar sendiri adalah kesulitan yang ditemui pada individu yang
memang mengalami gangguan neurologis,misalnya tuna grahita, Autism Spectrum
Disorder, Down Syndrome, Rett Syndrome, Childhood Disintegrative Disorder dan
lain-lain. Kesulitan belajar dapat ditemukan pada anak dengan IQ dibawah rata-rata
(Skor IQ<90). Karena IQ nya yang rendah maka akan berdampak kepada kesulitan
untuk menerima dan menguasai materi pelajaran dan materi keterampilan
kehidupan dasar pun mungkin juga mengalami kesulitan. Kesulitan Kesulitan
belajar dapat terjadi karena beberapa faktor. Dapat disebabkan karena faktor
perilaku, atau karena faktor akademisnya, dapat juga karena faktor kesehatan, dan
juga dapat terjadi karena gabungan faktor perilaku, akademis dan kesehatan dalam
waktu yang bersamaan.

Kesulitan belajar spesifik menunjukkan kondisi dimana anak mempunyai


tingkat kecerdasan normal, bahkan tidak sedikit pula yang mempunyai kecerdasan
diatas rata-rata. Perkembangan yang mengalami kesulitan dalam hal ini adalah
spesifik meliputi bidang-bidang akademis seperti kemampuan membaca, tulis,
berhitung. Kesulitan belajar spesifik ini yang disebut dengan disleksia, diskalkulia,
grafia. Selain mengalami kesulitan belajar spesifik juga menunjukkan kesulitan
dalam hal mengingat sesuatu, fokus, sulit dalam menjalankan instruksi yang
panjang, sulit dalam pengorganisasian, sulit dalam pengelolaan waktu dan lain-lain.
Tidak jarang kesulitan belajar spesifik ditemukan engan gangguan perilaku ADHD,
ODD dan CD. Harus dicermati juga gangguan belajar spesifik ini disertai dengan
gangguan perilaku lain atau tidak, sehingga penangan anak dapat di kelola dengan
efektif dan komprehensif.

3
2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari kesulitan belajar secara spesifik ?


2. Apa saja faktor penyebab kesulitan belajar spesifik ?
3. Apa pengertian dari Autism Spectrum Disorder ?
4. Bagaimana intervensi kesulitan belajar spesifik ?

3. Tujuan

1. Mampu menjelaskan dan memahami pengertian dari kesulitan belajar


spesifik
2. Mampu menjelaskan dan memahami macam-macam faktor penyebab dari
kesulitan belajar spesifik
3. Mampu menjelaskan dan mengetahui bagaimana cara mengintervensi
kesulitan belajar spesifik

4. Mampu mengetahui karakteristik dari kesulitan belajar

5. Mampu menjelaskan dan memahami pengertian Autism Spectrum


Disorder
6. Mampu mengetahui factor-faktor penyebab Autism Spectrum Disorder
7. Mampu mengetahui prevalensi Autism Spectrum Disorder
8. Mampu mengetahui mengenai pedoman DSM-V mengenai Autism
Spectrum Disorder.

4.Manfaat

1. Mengerti mengenai pengertian dari kesulitan belajar spesifik

2. Mengetahui mengenai factor-faktor peyebab kesulitan belajar spesifik

3. Mengetahui bagaimana cara mengintervensi kesulitan

4. Memahami karakteristik dari kesulitan belajar

5. Mengerti mengenai Autism Spectrum Disorder

6. Memahami penyebab dari Autism Spectrum Disorder


7. Mengetahui prevalenis Autism Spectrum Disorder

4
8. Memahami dan mampu menjelaskan pedoman Autism Spectrum Disorder
menurut DSM.

BAB 2

PEMBAHASAN

1. Kesulitan Belajar Spesifik

A. Pengertian Kesulitan Belajar Spesifik

Menurut Suharmini, Tin (2009), kesulitan belajar spesifik merupakan suatu


keadaan pada seorang anak yang mengalami ketidakmampuan dalam belajar,
keadaan ini disebabkan oleh proses belajar dalam otak, yang dapat berupa
gangguan persepsi (visual atau auditoris), gangguan dalam proses integratif atau
gangguan ekspresif.

ACCALD (Association Committee for Children and Adult Learning


Disabilities) dalam Lovitt (1989), mengatakan bahwa kesulitan belajar spesifik
adalah suatu kondisi kronis yang kemungkinan bersumber dari masalah neurologis
yang mengganggu perkembangan kemampuan mengintegrasikan dan kemampuan
bahasa verbal ataupun nonverbal. Individu yang memiliki kesulitan belajar spesifik
mempunyai intelegensi yang tergolong rata-rata atau bahkan diatas rata-rata serta
memiliki kesempatan untuk belajar.

Kesulitan belajar merupakan istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan


dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis dan berhitung. Kondisi tersebut
bukan disebabkan oleh faktor fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh faktor
lingkungan, tetapi karena faktor kesulitan dari dalam individu sendiri saat
mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap suatu objek yang
diidentifikasikan olehnya (NJCLD dalam Lemer, 2000).

Kesulitan belajar adalah kondisi dimana seorang anak dengan


kemampuanintegensi rata-rata atau diatas rata-rata namun memiliki
ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan
dalam proses persepsi, konseptualisme, berbahasa, memori, serta pemusatan
perhatian, penguasaan diri dan fungsi integrasi sensori motorik. Berdasarkan
pandangan tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi sindrom

5
multidimensional yang bermanifestasikan sebagai kesulitan belajar (Clement,
dalam Weiner, 2003).

Kesulitan belajar spesifik sering disamakan artinya dengan anak dengan


kesulitan belajar, yaitu sama-sama mengalami kesulitan dalam menerima materi
pembelajaran (menurut Solek, 2013 :18). Padahal anak dengan kesulitan belajar
memiliki tingkat intelegensi dibawah rata-rata dibanding orang normal. Sedangkan
kesulitan belajar spesifik ditemukan pada anak yang memiliki tingkat intelegensi
norma atau rata-rata, bahkan pula memiliki tingkat intelegensi diatas rata-rata
(Kilrk dan James, 1979 :281). Terkadang kesulitan atau hambatan ini tidak disadari
oleh orang tua atau guru, akibatnya anak yang mengalami kesulitan belajar sering
diidentifikasikan sebagai anak yang pemalas atau aneh. Anak-anak dengan
kesulitan belajar kemungkinan juga dapat mengalami perasaan frustasi, marah,
depresi, cemas dan merasa tidak diperlakukan (Harwell, 2001).

Dapat disimpulkan dari pengertian-pengertian diatas mengenai kesulitan


belajar, yaitu suatu kondisi dimana anak yang memiliki tingkat IQ yang normal
atau bahkan diatas rata-rata tetapi memiliki hambatan dalam proses belajar spesifik
seperti dalam hal membaca, menulis dan berhitung, yang bukan disebabkan oleh
faktor lingkungan, fisik atau mental tetapi dikarenakan oleh faktor internal.

B. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Spesifik

Terdapat beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat dalam literatur dan
hasil riset (Harwell, 2001), yaitu :

1. Faktor keturunan/bawaan

2. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau prematur

3. Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi atau ibu
yang merokok, menggunakanobat-obatan, atau meminum alkohol selama
kehamilan

4. Trauma paska kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma


kepala. Atau pernah tenggelam

5. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan masa balita. Anak
denga kesulitan belajar biasanya mempunyai sistem imun yang lemah

6
6. Awal masa anak-anak yang sering berhubungan dengan alumunium,
arsenik, merkuri/raksa dan neutoksin lainnya.

Faktor penyebab kesulitan belajar menurut Krik & Ghallager (1986) adalah sebagai
berikut :

1. Faktor Disfungsi Otak

Menurut Wittrock dan Gordon, hemisfer kiri otak berhubungan dengan


kemampuan verbal dan hemisfer kanan otak berhubungan dengan tugas-tugas yang
berhubungan dengan audiotori termasuk melodi, suara yang tidak berarti, tugas
visual-spasial dan aktivitas non verbal. Anak dengan kesulitan belajar mempunyai
kinerja yang lebih baik yang berhubungan dengan otak kanan dan buruk ketika
melakukan kegiatan yang berhubungan dengan otak kirinya.

2. Faktor Genetik

Peneliti bernama Hallgren yang melakukan penelitian di Swedia menemukan


bahwa faktor herediter atau genetik menentukan ketidakmampuan dalam membaca
menulis dan mengeja diantara orang-orang yang didiagnosa disleksia. Penelitian
disleksia pada kembar identik dan kembar tidak identik, menunjukkan bahwa pada
kembar identik frekuensi disleksia lebih banyak dibandingkan kembar tidak
identik, sehingga disimpulkan ketidakmampuan membaca, mengeja dan menulis
adalah sesuatu yang diturunkan (herman, dalam Krik & Ghallager, 1986).

3. Faktor Lingkungan dan Malnutrisi

Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang terjadi di usia awal
kehidupan merupakan hal yang berkaitan satu sama lain yang dapat menyebabkan
timbulnya kesulitan belajar. Meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara
malnutrisi dan kesulitan belajar, malnutrisi yang berat pada usia awal akan
memengaruhi sistem syaraf pusat dan kemampuan belajar serta perkembangan
anak ( Cruickshank dan Hallahan dalam Krik & Ghallager, 1989).

4. Faktor Biokimia

Penemuan oleh feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa da pewarna buatan


hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar.
Kemudian ia merekomendasikan diet salsilat dan bahan makanan buatan kepada

7
anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada sebagian anak diet tersebut berhasil
namun ada juga yang tidak cukup berhasil.

C. Karakteristik Kesulitan Belajar

1. Gangguan Internal

Anak mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga


kemampuan perseptual anak terhambat. Kemampuan perseptuan
yang terhambat tersebut antara lain persepsi visual (proses
pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi auditoris
(proses pemahaman terhadap apa yang didengar) maupun persepsi
taktil kinestetis (proses pemahaman terhadap objek yang diraba
dan digerakkan).

2. Kesenjangan Antara Potensi dan Prestasi

Anak dengan kesulitan belajar spesifik memiliki potensi


kecerdasan rata-rata atau bahkan diatas rata-rata, namun mereka
memiliki prestasi akademik rendah dikarenakan kesulitan belajar
yang mereka alami. kesenjangan yang dialami biasanya pada
kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Dengan demikian,
mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan
prestasi yang ditampilkannya.

D. Kesulitan Belajar Akademik

1. Disleksia atau kesulitan membaca

Merupakan kesulitan untuk memaknai simbol, huruf dan angka


melalui persepsi visual dan audiotorisnya. Hal tersebut berdampak
pada kemampuan membaca pemahaman.

2. Disgrafis atau kesulitan menulis

8
Merupakan kesulitan yang melibatkan proses menggambar simbol-
simbol bunyi menjadi simbol huruf atau angka. Kesulitan menulis
tersebut terjadi pada beberapa tahap aktivitas yaitu :

3. Diskalkulia atau kesulitan berhitung

Adalah kesulitan dalam hal menggunakan bahasa simbol untuk


berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang
berkaitan dengan kuantitas jumlah. Kemampuan berhitung dapat
dikelompokan menurut tingkatan, yaitu kemampuan dalam
menentukan dasar berhitung, kemampuan melakukan operasi
penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam, kemampuan
untuk memahami konsep perkalian dan pembagian.

E. Assesment Formal dan Identifikasi Kesulitan Belajar

Dalam hal ini identifikasi merupakan proses untuk menemukan dan


mengenali individu untuk memperoleh informasi mengenai jenis-jenis kesulitan
belajar yang dialami, yang bertujuan untuk dapat diberikannya layanan pendidikan
pada anak tersebut.

Harwell (2001) mengungkapkan sebaiknya assesmen dan identifikasi siswa


yang kesulitan belajar dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu :

1. Psikolog sekolah, memperoleh informasi mengenai kondisi


keluarga, sosial dan budaya serta mengukur intelegensi dan
perilaku melalui alat ukur.

2. Guru kelas dan orang tua, memberikan informasi mengenai


perkembangan anak, keterampilan yang diperoleh, motivasinya,
rentang perhatiannya, penerimaan sosial dan penyesuaian
emosional anak.

3. Ahli pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, melakukan


penilaian akademik dengan menggunakan berbagai tes individual
dan mengobservasi siswa dalam situasi belajar.

9
4. Perawat sekolah, memperoleh data perkembangan kesehatan
siswa, yang dapat berupa meminta siswa untuk menunjukkan
aktivitas motorik sederhana, melakukan tes pendengaran.

Terdapat beberapa aspek penilaian yang harus dilakukan pada saat


asesmen :

1. Intelectual assesment, mengukur IQ dengan alat tes intelegensi


terstandar, penilaian terhadap persepsi visual untuk melihat
interpretasi otak terhadap apa yang dilihat, penilaian terhadap
persepsi audiotori untuk melihat kemampuan proses menerima
informasi melalui stimulus audiotori dan penilaian terhadap
ingatan untuk melihat kemampuan anak dalam mengingat
informasi.

2. Academic assesment, penilaian untuk menilai kemampuan


membaca/mengeja, menulis dan berhitung

3. Language assesment, untuk mengetahui kemapuan bahasa anak


yang meliputi pengetahuan terhadap arti kata.

4. Health assesment, penilaian untuk mengetahui riwayat kesehatan


siswa

5. Behavior assesment, penilaian perilaku dilakukan untuk melihat


dampak perilaku anak terhadap keberhasilan disekolah.

2. Autism Spectrum Disorder (ASD)

A. Pengertian Autism Spectrum Disorder

Gangguan spektrum autism atau yang biasa disebut dengan


autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang melibatkan
luasnya berbagai perilaku bermasalah termasuk defisit dalam bahasa
dan perkembangan perseptual dan motor, cacat pengujian realitas dan
gangguan dalam komunikasi sosial. Menurut Scheribman (2006),
Autism Spectrum Disorder merupakan gangguan neurodevelopmental

10
yang memiliki karakteristik gangguan utama pada kemampuan
interaksi dan komunikasi sosial dan menunjukkan perilaku repetitive
(berulang-ulang) dan restricted (gangguan minat).

Breeton (2002) mengatakan bahwa Autism Spectrum Disorder


adalah suatu kondisi abnormalitas nyata, yaitu gangguan
perkembangan pada interaksi sosial dan komunikasi serta terbatasnya
aktifitas dan minat.

Umumnya anak dengan ASD menunjukkan karakteristiknya yaitu


kesulitan bersosialisasi dengan teman sebayanya atau dengan orang
lain, tidak mampu merespon suatu aktivitas yang sedang berlangsung
disekitarnya. ASD terbagi menjadi tiga klasifikasi yaitu autistik
disorder, sindrom asperger dan PDD-NOS (pervasive development
disorder) (kaufman :2013). Anak dengan ASD dapat terdeteksi sejak
usia 3 tahun, karena pada usia tersebut anak dengan ASD tidak
menunjukkan perkembangan kemampuan komunikasi dan interaksi
sosial. Autisme merupakan gangguan perkembangan yang kompleks,
yang mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan
komunikasi, hubungan sosial dengan orang lain sehingga sulit untuk
mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai
masyarakat (Greenspan, 2006). Keterlambatan perkembangan pada
autisme biasanya ditemukan pada anak-anak dan mempunyai dampak
yang berlanjut hingga dewasa. salah satu gangguan perkembangan
yang dialami adalah kesehatan dalam memahami apa yang dilihatnya,
didengar dan apa yang dirasakan. gangguan tersebut dapat
menyebabkan keterlambatan perkembangan antara lain kemampuan
komunikasi, berbicara, bersosialisasi, perilaku dan keterampilan
motoriknya.

Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai ASD (Autism


Spectrum Disorder) tersebut dapat disimpulkan bahwa Autism
Spectrum Disorder merupakan gangguan perkembangan yang
mempengaruhi interaksi sosial, keterbatasan bersosialisasi dengan
orang lain dan juga komunikasi yang terhambat.

11
B. Prevalensi Autism Spectrum Disorder

Autisme pertama kali dideskripsikan pada tahun 1943 (Kanner).


Autisme menimpa puluhan ribu anak di Amerika dari semua tingkat
sosioekonomi dan diperkirakan kenaikannya berkisar antara 30 dan 60
anak pada 10.000 anak (Fambonne, 2005). Tahun 2011 UNESCO
menyebutkan penyandang autisme mencapai 35 juta jiwa di dunia
yaitu 6 diantara 1000 orang (Sumaja, 2014). Berdasarkan data dari
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa terjadi
peningkatan penderita autisme di Indonesia, yaitu 1:1000 penduduk
menjadi 8:1000 penduduk dan telah melampaui rata-rata dunia yaitu 6
per 1000 penduduk. Pada tahun 2013, diperkirakan penyandang
autisme di Indonesia mencapai 112 ribu pada anak usia 5-19 tahun
(Hazliansyah, 2013). Saat ini belum ada data khusus terkait angka
autisme, namun kementrian kesehatan menyebutkan anak autisme
cukup tinggi di Indonesia (Syarifah, 2014). Diperkirakan menurut
Kogja Autism Care bahwa di provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta
jumlah penderita autisme meningkat 4-6 orang setiap tahunnya, dari
mulai tahun 2001 sampai 2010.

Autisme biasanya diidentifikasikan sebelum anak berumur 30


bulan, saat usia dan stabilitas diagnostik masa kanak-kanak cukup
tinggi. Anak-anak yang didiagnosis autisme pada usia 2 tahun
cenderung didiagnosis sama pada usia 9 tahun (Lord dan rekan, 2006).
Penelitian terbaru menyebutkan bahwa tanda awal masalah komunikasi
sosial dapat dideteksi pada usia 6 bulan (Jones dan Klin, 2014). Bayi
mulai melihat dunia sekitarnya, biasanya berkembang dari usia 2
sampai 6 bulan. Mereka semakin dapat fokus pada wajah terutama
mata orang lain. Fokus tersebut memungkinkan bayi untuk lebih
memahami orang yang merawatnya dan membantu memfasilitasi
interaksi sosial selanjutnya. Anak dengan autisme menunjukkan
penurunan yang signifikan pada fokusnya terhadap mata orang lain
pada usia 2 sampai 6 bulan ( Jones dan Klin, 2014).

12
C. Karakteristik Autism Spectrum Disorder

Terdapat beberapa kemungkinan indikasi karakteristik anak dengan


ASD menurut National Institute of Mental Health(2007), yaitu :

a. Tidak adanya babbling (mengoceh) sebagai bentuk awal dari


kemampuan berbicara pada usia 1 tahun.

b. Belum mampu berbicara satu kata pun pada usia 16 bulan

c. Tidak mampu mengkombinasikan 2 kata pada usia 2 tahun

d. Tidak merespon apabila dipanggil

e. Tidak memiliki kemampuan berbahasa verbal dan non


verbal

f. Tidak terdapat kontak mata saat berinteraksi dengan orang


lain

g. Tampak berbeda ketika menggunakan permainan


(menggunakannya tidak sesuai fungsi)

h. Terlihat selalu fokus pada satu objek tertentu pada bidang


benda

i. Tidak bisa dalam mengkondisikan emosi

j. Terlihat seperti memiliki gangguan pendengaran

Terdapat bebrapa gangguan pada anak yang menyandang


autism (Veskarisyanti, 2018:18) :

1. Komunikasi
Anak dengan autism mempunyai komunikasi yang tidak
normal disbanding anak lainnya, hal tersebut ditunjukkan
dengan kemampuan wicara yang tidak berkembang

13
ataumengalami keterlambatan, pada anak autism tidak
terlihat usaha untuk berkomunikasi dengan lingkungan
sekitarnya, tidak mampu untuk memulai pembicaraan dan
bahasa yang tidak biasa digunakam yang selalu diulang-
ulang atau stereotipik.
2. Interaksi Sosial
Gangguan interaksi social pada anak autism yaitu anak
mengalami kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan
wajah yang tidak berekspresi, ketidakmampuannya untuk
secar spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan
dan melakukan sesuatu bersama-sama, ketidakmampuan
anak autism untuk dapat berempati dan mencoba
memahami emosi yang ditampilkan oleh orang lain.
3. Perilaku
Anak autisme mempunyai perilaku, aktivitas dan
ketertarikan yang terbatas. Banyak melakukan
pengulangan seperti adanya suatu kelekatan pada rutinitas
atauu ritual yang tidak berguna, misalnya adalah rutinitas
mencuci kaki, menyikat gigi dan menggunakan piyama
sebelum tidur. Apabila terdapat aktivitas tersebut yang
terlewat atau terbalik urutannya, maka anak dengan autism
akan sangat terganggu dan menangis bahkan berteriak-
teriak.
4. Gangguan Sensori
Anak autisme sangat sensitive dengan sentuhan, misalnya
pelukan. Apabila mendengar suara keras akan menutup
telinganya, senang mencium-cium, mnejilat mainan atau
benda dan tidak sensitive terhadap rasa sakit dan rasa
takut.

D. Penyebab Autism Spectrum Disorder

Menurut Sari (2009) autisme merupakan penyakit yang bersifat


multifaktor. Terdapat beberapa teori yang mendukung timbulnya gangguan
autisme, diantaranya yaitu :

14
1. Faktor Genetika

Dalam gen neuroxin yang ditemukan pada kromosom manusia


nomor 11 merupakan salah satu gen yang berperan penting dalam
terjadinya autisme. Menurut laporan Journal Nature Genetics, neutoxin
merupakan protein yang berperan dalam membantu komunikasi sel saraf.
Pada saat dalam kandungan, ketika sempel darah janin diambil dan
dianalisis, anak autisme mengalami peningkatan protein dalam darah, yaitu
berkisar tiga kali lebih tinggi dibanding dengan anak normal (Winarno,
2013).

2. Kelainan anatomis otak

Kelainan anatomis otak yang ditemukan pada anak autisme adalah


kelainan stimulus otak, yang ditemukan di lobus parietalis dan serebelum
dan pada sistem limbiknya. Terdapat sebanyak 43% autisme mempunyai
kelainan pada lobus perietalis otaknya, yang menyebabkan anak menjadi
acuh terhadap lingkungan sekitarnya. Kelainan lainnya ditemukan juga
pada otak kecil. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya
ingat, berfikir, belajar, berbahasa dan proses atensi (perhatian). Kelainan
khas juga ditemukan di sistem limbik yang dusebut juga hipokampus dan
amigala. Kelainan tersebut menyababkan gangguan pada fungsi kontrol
terhadap agresi dan emosi.

3. Disfungsi metabolik

Amino phenolik dapat ditemukan diberbagai makanan, contohnya


adalah terigu, jagung, gula, coklat, pisang dan apel. Komponen utama dari
amino phenolik dapat menyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada
pasien autis. Sebuah publikasi dari lembaga psikiatri biologi menemukan
bahwa anak autis mempunyai kapasitas yang rendah untuk mneggunakan
berbagai komponen sulfat sehingga anak-anak tersebut tidak mampu
memetabolismekan komponen phenolik, jika komponen tresebut tidak
dimetabolismekan dengan baik maka akan terjadi akumulasi katekolamin
yang menjadi toksik bagi syaraf (Mujiati, 2011).

4. Infeksi Kandidiasis

15
Beberapa riset mengidentifikasikan bahwa beberapa spesies
Candida dan jamur lainnya dapat menjadi penyebab utama dari banyak
tingkah laku yang tidak pantas dan menjadi masalah kesehatan yang
terlihat pada pasiem autisme (McCandless, 2003). Infeksi Candida
Albicams berat dapat dijumpai pada anak yang banyak mengkonsumsi
makanan yang mengandung yeast dan karbohidrat, karena dengan
mengkonsumsi tersebut Candida dapat tumbuh dengan subur. Penelitian
sebelumbya menemukan adanya hubungan antara beratnya infeksi
Candida Albicans dengan gejala-gejala menyerupai autis seperti gangguan
berbahasa, gangguan tingkah laku dan penurunan kontak mata
(Mujiyanti,2011).

Menurut Bi-Monthly Newsletter (2017) terdapat beberapa factor


penyebab autisme. Sampai saat kini penelitian mengenai penyebab primer
dari autism masih terus dilakukan. Bukti ilmiah mengatakan bahwa
penyebab autis berkaitan dengan factor genetic dan lingkungan.

1) Faktor Genetik
Penelitian yang dilakukan di Inggris tahun 2009 menyebutkan
bahwa genetic merupakan factor terbesar penyebab dari autisme.
2) Faktor lingkungan adalah factor yang menentukan tingkat
keparahan gangguan autisme, yang merupakan factor lingkungan
tresebut adalah :
 Zat toksin ( zat yang mengandung toksin banyak
ditemukan di pestisida, plastic dan lain-lain)
 Obat-obatan (seperti Terbutaline/obat asma, asam
valproate/obat epilepsy, antioksidan dan mood stabilizer/
obat gangguan jiwa)
 Nutrisi ibu pada saat hamil
 Usia ibu dan bapak pada saat kehamilan
 Infeksi selama kehamilan (toksoplasma, infeksi virus dsb)

E. Klasifikasi Autism Spectrum Disorder

16
Berdasarkan gejalanya autism dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa bagian. Klasifikasi dapat diberikan melalui Chilhood Autism
Rating Scale (CARS).

1) Autis Ringan
Dalam kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak
mata dengan orang lain walaupun tidak berlangsung lama. Anak
autis dapat memberikan sedikit respon apabila dipanggil namanya,
menunjukkan ekspresi muka dan dapat berkomunikasi dua arah
meskipun hanya terjadi sesekali.
2) Autis Sedang
Kondisi ini anak masih dapat melakukan kontak mata walaupun
tidak merespon apabila namanya dipanggil. Tindakan agresif atau
hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh dan gangguanm motorik
yang streopik cenderung agak sulit untuk dikendalikan.
3) Autis Berat
Anak autis yang berada pada kondisi berat menunjukkan tindakan-
tindakan yang tidak trekendali. Biasanya anak autis dapat
memukul kepalanya sendiri ke tembok secara berulang-ulang
secara terus menerus. Apabila dicegah, anak akan tetap melakukan
hal tersebut dan tidak meresponnya. Anak akan berhenti setelah
merasa kelelahan (Mujiyanti, 2011).

F. DSM-5 Kriteria untuk Gangguan Spektrum Autisme

A. Defisit yang berkelanjutan dalam komunikasi sosial dan interaksi


sosial di berbagai konteks, sebagaimana ditunjukkan berikut ini,
saat ini atau berdasarkan pada sejarah (contohnya, ilustratif;tidak
lengkap; lihat teks).
1. Defisit dalam hubungan timbal balik sosial-emosional,
mulai, misalnya, dari pendekatan sosial yang abnormal
dan kegagalan normal percakapan bolak-balik;
mengurangi berbagai minat, emosi, atau pengaruh;
kegagalan untuk memulai atau merespons interaksi sosial.
2. Defisit dalam perilaku komunikatif nonverbal yang
digunakan untuk interaksi sosial, misalnya mulai dari

17
komunikasi verbal dan nonverbal terpadu yang buruk;
kelainan pada konteks mata dan bahasa tubuh atau defisit
dalam memahami dan menggunakan gerak tubuh; serta
kurangnya total ekspresi wajah dan komunkasi nonverbal.
3. Defisit dalam pengembangan, pemeloiharaan dan
pemahaman hubungan, mulai, misalnya, dari kesulitan
menyesuaikan perilaku agar sesuai dengan berbagai
konteks sosial; kesulitan dalam berbagai permainan
imajinatif atau berteman; dan tidak adanya minat pada
teman sebaya.
B. Pola, perilaku, minat atau kegiatan yang dibatasi, berulang, yang
ditunjukkab paling sedikit dua hal berikut, saat ini atau menurut
sejarah (contohnya ilustrasi, tidak lengkap; lihat teks)
1. Gerakan motor stereotip atau berulang, penggunaan benda
atau ucapan (misalnya, stereotip motorik sederhana,
mengantre mainan atau membalik benda, echolalia, dan
idiosyncratic phrases)
2. Ketegasan pada kesamaan, kepatuhan yang tidak fleksibel
terhadap rutinitas, atau pola ritual perilaku verbal dan
nonverbal (misalnya, ketgangan ekstrem pada perubahan
kecil, kesuloitan dengan transisi, pola berpikir yang kaku
dan ritual salam perlu dilakukan rute yang sama atau
makan makanan yang sama setiap hari)
3. Sangat terbatas, minat yang tetap, dengan intensitas atau
fokus tidak normal (misalnya, keterikatan atau keasyikan
yang kuat dengan objek yang tidak biasa, terlalu terbata,
atau minat teguh).
4. Hiperaktif atau hiporeaktivitas terhadap masukan sensorik
atau minat yang tidak biasa dalam aspek sensorik
lingkungann (misalnya, ketidakpedulian terhadap rasa
sakit/suhu, respons negatif terhadap rasa suara atau tekstur
tertentu, membaui secara berlebihan atau menyentuk
benda, atau tertarik secara visual terhadap lampu atau
gerakan).

18
C. Simtom harus ada pada periode perkembangan awal (tetapi
mungkin tidak sepenuhnya terwujud sampai tuntutan sosial
melebihi kapatisas yang terbatas atau ditutupi oleh strategi belajar
pada kemudian hari).
D. Simtom menyebabkan kerusakan kklinis yang signifikan secara
sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya dan fungsi saat ini.
E. Gangguan ini tidak lebih baik dijelaskan oleh kecacatan,
intelektuan (intellectual devepmental disorder) atau keterlambatan
perkembangan global. Kecacatan intelektual dan gangguan
spektrum autisme sering terjadi bersamaan; untuk membuat
diagnosis komorbid dari gangguan spektrum autisme dan
kecacatan intelektual, sehingga komunikasi sosial harus dibawah
tingkat perkembangan yang diharapkan untuk umum.

Catatan :Individu dengan diagnosis DSM-IV yang mapan untuk


gangguan autistik, gangguan Asperger, atau gangguan
perkembangan pervasif (meluas); dan gangguan yang tidak
ditentukan lainnya harus diberikan diagnosis gangguan spektrum
autisme. Individu yang memiliki defisit yang ditandai dalam
komunikasi sosial tapi simtomnya tidak memenuhi kriteria untuk
gangguan spektrum autisme harus dievaluasi untuk gangguan
komunikasi sosial (pragmatik).

G.Hambatan Belajar Gangguan Spektrum Autisme


Anak autis termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus,
memiliki resiko tinggi terhadap hambatan dalam berbagai aspek
perkembangannya, seperti fisik, psikologis, social atau totalitas
perkembangan kepribadiannya. Kondisi tersebut menimbulkan
permasalahan yang akan mengakibatkan anak mengalami
hambatan belajar.

Terdapat beberapa dimensi dalam hambatan belajar, yaitu :

a) Dimensi proses, menunjukkan pada ketidakmampuan, kesulitan


atau kegagalan untuk menangkap informasi dan menafsirkan
sesuatu. Anak autis dengan hambatan yang dialaminya mengalami
masalah untuk menerima informasi da menafsirkannya. Hambatan

19
dalam interaksi social dan memfokuskan perhatian kepada objek
belajar mengakibatkan anak tidak dapat menyerap dan merespon
scara tepat dan benar terhadap bebagai stimulus atau perintah
dalam mengikuti kegiatan belajar.
b) Dimensi produk, yaitu kegagalan untuk mencapai prestasi sesuai
harapan atau tujuan. Proses belajar sangat dipengaruhi oleh
kemampuan menrima dan menyerap informasi. Selain itu,
diperlukan adanya keterampilan untuk merespon, anak yang tidak
dapat melakukan proses tersebut akan mengalami kesulitan untuk
mencapai prestasi belajar yang diharapkan. Perlu diperhatikan
kesesuaian antara tujuan belajar dengan kebutuhan dan hambatan
yang dialami anak autis, akrena anak sering gagal untuk mencapai
prestasi belajar seperti anak normal lainnya
c) Dimensi akademik, menunjuk kesulitan dalam mengikuti
pelajaran. Hambatan pada bidang akademik ini merupakan dampak
dari hambatan yang menyertai anak autis.

Terdapat empat hal yang menjadi kaitan dengan hambatan belajar anak
autis, yaitu :

a. Memproses informasi, anak dengan autis sulit memfokuskan


perhatiannya. Anak autisme mempunyai hambatan dalam
perkembangan modalitas sensori, hambatan perkembangan
seperti hyper sensitivities (sangat sensitive terhadap berbagai
rangsangan yang diterima) atau hypo sensitivities (sangat
rendah atau bahkan tidak terangsang sama sekali oleh berbagai
rangsangan yang diterima). Hal tersebut mengakibatkan
kesulitan untuk melakukan seleksi terhadap input yang
diterimanya dan selanjutnya informasi tersebut tidak dapat
diproses sebagaimana mestinya.
b. Pemahaman, proses informasi yang terganggu akan berdampak
pada pemahaman anak.
c. Pengungkapan, kemampuan pengungkapan pada anak autis
sulit dilakukan, jika instruksi disampaikan anak tidak mudah
untuk melakukan respon atau jika anak ingin sesuatu sulit
untuk mengungkapkan keinginannya. Dari keadaan tersebut,

20
anak autis sering dianggap tidak mempunyai kemampuan.
Akibatnya kebutuhan belajar anak tidak treakomodasi dan
terhambat belajarnya.
d. Penyesuaian, penyesuaian diri pada anak autis menjadi salah
satu masalah yang menonjol. Interaksi social, komunikasi dan
perilaku yang ditampilkan seringkali mengakibatkan anak sulit
untuk menyesuaikan dri dengan lingkungannya. Sehingga
berbagai kegiata pembelajaran seringkali sulit diikuti oleh
anak autis.

Pengelolaan dan pembelajaran anak autis membutuhkan


persiapan dan strategi yang natang agar pembelajaran
berlangsung efektif, terdapat beberapa hal yang dapat menjadi
perhatian belajar anak autis :
a. Anak mempunyai daya ingat yang sangat kuat terutama
dengan hal yang berkaitan dengan objek visual (gambar),
oleh karenanya dalam proses pembelajaran sebaiknya
lebih banyak menggunakan alat-alat visual, misalnya
gambar-gambar.
b. Mempunyai kemampuan yang tinggi pada bidang yang
berkaitan dengan angka, misalnya mengingat nomor untuk
digit yang banyak.
Namun perlu digaris bawahi bahwa tidak semua anak autis
memiliki kemampuan tersebut. Pada anak autis yang low
functioning, kemampuan tersebut kemungkinan tidak
dimiliki, namun anak autis yang high functioning mereka
kemungkinan memiliki kemampuan tersebut.

21
Kesimpulan

Dapat disimpulkan mengenai kesulitan belajar, yaitu suatu kondisi dimana


anak yang memiliki tingkat IQ yang normal atau bahkan diatas rata-rata tetapi
memiliki hambatan dalam proses belajar spesifik seperti dalam hal membaca,
menulis dan berhitung, yang bukan disebabkan oleh faktor lingkungan, fisik atau
mental tetapi dikarenakan oleh faktor internal. anak dengan kesulitan belajar
memiliki tingkat intelegensi dibawah rata-rata dibanding orang normal. Sedangkan
kesulitan belajar spesifik ditemukan pada anak yang memiliki tingkat intelegensi
norma atau rata-rata, bahkan pula memiliki tingkat intelegensi diatas rata-rata

Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai ASD (Autism Spectrum


Disorder), dapat disimpulkan bahwa Autism Spectrum Disorder merupakan
gangguan perkembangan yang mempengaruhi interaksi sosial, keterbatasan
bersosialisasi dengan orang lain dan juga komunikasi yang terhambat. Indonesia
mempunyai prevalensi anak autis diatas rata-rata di dunia, sehingga dapat
disimpulkan anak autis di Indonesia tinggi jumlahnya. Anak penderita autis
mempunyai ingatan yang timggi mengenai gambar-gamba yang dilihatnya,
sehingga sebaiknya media yang digunakan untuk pembelajaran adalah yang
berkaitan dengan gambar-gambar. Anak autis juga mempunyai kemampuan untuk
mengingat numerik atau angka. Walaupun tidak semua anak autis memiliki
kemampuan tersebut, tetapi sangat pentng untuk menekankan media pembelajaran
yang sesuai agar anak mampu dioptimalkan kemampuannya walaupun tidak seperti
anak normal.

22
DAFTAR PUSTAKA

Purboyo solek. Tanpa Tahun. Mengenali Kesulitan Belajar Dan Kesulitan Belajar
Spesifik dalam Proseding seminar Nasional PGSD UPY dengan Tema Strategi
Mengatasi Kesulitan Belajar ketika Murid Anda seorang Disleksia

Nurul Hidayati. Tanpa Tahun. Metode Pembelajaran Untuk Anak Berkesulitan


Belajar Spesifik Tipe Disleksia Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca.
Program Studi PGSD FKIP UAD.

Yulinda Erma Suryani. 2010. Kesulitan Belajar. Magistra No. 73 Th. XXII
September.

Muchamad Irvan. 2017. Gangguan Sensory Integrasi Pada Anak Dengam Autism
Spectrum Disorder. Program studi PG-PAUD. Unversitas PGRI Adi Buana
Surabaya.

Jill M. Hooley, James N. Butcher, Matthew K.Nock, Susan Mineka. 2018.


Psikologi Abnormal Edisi 17. Salemba Humanika. Jakarta Selatan

BI-MONTHLY NEWSPAPER. 2017. Mengenal Autism Spectrum Disorder.


Integra. November

Sugirman, M. 2005. Bahan Ajar Anak Autis. PLB UPI.

23
Kontribusi
Hilwa aulia R : Meresume mengenai kesulitan belajar spesifik, Bab 1
Lilyana Budi : Meresume mengenai Autism Spectrum Disorder, Bab 1

24

Anda mungkin juga menyukai