Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE

IRIGASI TETES

Oleh:
Rohmad
NIM A1H014005

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengelolaan sumber daya air dan pemanfaatan yang tepat merupakan faktor

yang paling penting dalam menentukan keberhasilanusaha untuk meningkatkan

produksi tanaman, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Kandungan air

dalam tanahmerupakan salah satu hal yang penting pada produksi tanaman.

Keberhasilan sistem penanaman akan tercapai apabila diatur jumlah dan waktu

pemberian airnya. Kelebihan dan kekurangan air juga akan menghambat

pertumbuhan dan mempengaruhi produksi tanaman.Air di dalam pertumbuhan

tanaman diperlukan sebagai media transportasi hara dari dalam tanah ke seluruh

bagian tanaman.

Irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk

keperluan penyediaan cairan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman

(Hansen, Israelsen, dan Stringham, 1992). Salah satu sistem irigasi yang

memungkinkan untuk mengatur jumlah air sesuai dengan kebutuhan tanaman

adalah sistem irigasi tetes (drip irrigation). Irigasi tetes sebagaimana didefinisikan

oleh Sumarna (1998), merupakan metode pemberian air dengan debit yang

rendah. Sistem irigasi tetes dapat menghemat pemakaian air karena dapat

meminimumkan kehilangan air yang mungkin terjadi, seperti kehilangan karena

perkolasi, evaporasi, dan aliran permukaan, sehingg irigasi tetes cocok digunakan

untuk tanaman yang bernilai ekonomi tinggi yang dibutuhkan pasar.


Secara umum pengelolaan irigasi bertujuan untuk memaksimumkan

produksi hasil tanaman dalam hubungannya dengan efisiensi, biaya operasi dan

kemudahan operasional. Irigasi tetes menjadi salah satu pilihan dalam metode

pemberian air irigasi, karena memiliki efisiensi yang paling tinggi. Sistem irigasi

tetes bisa digunakan untuk hampir semua jenis tanaman seperti tanaman sayur-

sayuran, buah-buahan, tanaman merambat dan tanaman lain yang mempunyai

nilai ekonomis yang tinggi.

Instalasi irigasi tetes sistem gravitasi memerlukan tangki sebagai

penampung air, menara penopang tangki, kran, saringan (filter), pipa PVC,

sambungan pipa, dan pipa tetes (drip line) tempat air menetes ke setiap akar

tanaman, yang lebih sederhana bisa memanfaatkan ember yang digantung setinggi

1 m. Akibat beda ketinggian ini, air akan mengalir dari tangki melalui pipa PVC,

dari pipa PVC air kemudian mengalir ke drip lines yang memiliki lubang-lubang

untuk meneteskan air ke setiap tanaman.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu diketahui bagian-bagian dari

irigasi tetes beserta fungsinya dan pengaruh tekanan terhadap keseragaman

persebaran debit.

B. Tujuan

1. Mengetahui bagian-bagian dari system irigasi tetes.

2. Mengetahui pengaruh tekanan terhadap keseragaman debit.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Irigasi tetes (trickle irrigation) merupakan sistem irigasi yang pemberian

airnya melalui jalur pipa ekstensif biasanya dengan diameter kecil ke tanah dekat

tanaman. Pada sistem irigasi tetes, pemberian air dilakukan dengan menggunakan

beberapa nozel yang diletakkan di permukaan tanah dekat dengan perakaran

tanaman. Alat pengeluaran air pada pipa disebut emitter (penetes) yang

mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari penetes, air menyebar secara

horizontal dan vertikal oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan

vertikal oleh gravitasi. Luas daerah yang terbasahi oleh penetes tergantung pada

besarnya aliran, jenis tanah, kelembaban tanah, dan permeabilitas tanah vertikal

dan horizontal (Hansen et al., 1986).

Secara teoritis efisiensi irigasi tetes relatif lebih tinggi dari irigasi yang lain,

karena sistem irigasi tetes hanya memberikan air pada daerah perakaran, sehingga

mengurangi kehilangan air irigasi pada bagian lahan yang tidak efektif untuk

pertumbuhan tanaman. Namun demikian dalam aplikasinya di lapangan, nilai

efisiensi irigasi tetes yang relatif tinggi ini dapat tercapai bila memenuhi dua

persyaratan (Prastowo dan Liyantono, 2002), yaitu :

1. Jaringan irigasi tetes yang dibangun dapat memberikan air secara seragam.

2. Pengoperasian jaringan irigasi dilakukan dengan jadwal yang tepat.

Tujuan dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman

tanpa harus membasahi keseluruhan lahan, sehingga dapat mereduksi kehilangan


air akibat penguapan yang berlebihan, pemakaian air lebih efisien, mengurangi

limpasan, serta menekan atau mengurangi pertumbuhan gulma (Hansen, 1986).

Sistem irigasi tetes ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan sistem

irigasi lainnya antara lainnya (Keller dan Bliesner, 1990):

1. Efisiensi irigasi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sistem irigasi lain,

karena pemberian air dilakukan dengan kecepatan lambat dan hanya

dilakukan di daerah perakaran tanaman sehingga mengurangi penetrasi air

berlebihan, evaporasi dan limpasan permukaan.

2. Mencegah timbulnya penyakit leaf burn (daun terbakar) pada tanaman

tertentu, karena hanya daerah perakaran yang terbasahi sedangkan bagian

tanaman lain dibiarkan dalam kondisi kering.

3. Mengurangi terjadinya hama penyakit tanaman dan timbulnya gulma yang

disebabkan kondisi terlalu basah. Hal ini karena pada sistem irigasi tetes

hanya membasahi daerah perakaran tanaman.

4. Pemberian pupuk ataupun pestisida dapat dilakukan secara efektif dan efisien,

karena pemberian pestisida ataupun pupuk dapat dilakukan bersamaan

dengan pemberian air irigasi.

5. Menghemat kebutuhan akan tenaga kerja untuk kegiatan pemberian air irigasi

dan pemupukan, karena sistem irigasi tetes bisa dioperasikan secara otomatis.

Selain mempunyai kelebihan, sistem irigasi tetes juga mempunyai

kekurangan dalam penerapannya, antara lain :

1. Terjadinya penyumbatan yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia, dan

biologi yang dapat mengurangi efisiensi dan kinerja irigasi tetes.


2. Terjadinya penumpukan garam di daerah yang tidak terbasahi.

3. Pemberian air yang tidak memenuhi kebutuhan air tanaman karena kurangnya

kontrol terhadap pengoperasian jaringan irigasi, menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan tanaman.

4. Membutuhkan investasi yang relatif tinggi dan membutuhkan penguasaan

teknik yang tinggi dalam desain, instalasi, dan pengoperasian.

Menurut Keller dan Bleisner (1990) terdapat empat tipe dalam sistem irigasi

tetes, yaitu :

1. Drip System : memberikan air perlahan-lahan ke permukaan tanah terus

menerus melalui penetes (emitter). Penetes dapat berupa single outlet emitter,

mutiple outlet emitter atau line source emitter type. Tipe dan pengaturannya

tergantung pada tanaman yang diirigasi.

2. Sub Surface System : sama dengan drip system tetapi lateral dan penetes

diletakkan di bawah permukaan tanah. Selama pemberian air, air mengalir

dari penetes ke daerah perakaran melalui gaya kapiler.

3. Bubbler system : memberikan air ke permukaan tanah berupa arus kecil. Laju

keluaran penetes dibatasi dengan laju tanah mengabsorbsi air.

4. Spray System : memberikan air melalui curahan kecil atau kabut ke

permukaan tanah. Angin lebih mempengaruhi distribusi air daripada tanah.

Komponen pada sistem irigasi tetes, yaitu:

1. Emitter atau penetes, merupakan komponen yang menyalurkan air dari pipa

lateral ke tanah di sekitar tanaman secara sinambung dengan debit yang


rendah dan tekanan yang mendekati tekanan atmosfir. Kinerja beberapa

macam emitter disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kinerja Beberapa Macam Emitter

Jenis Kapasitas (1/jam) Tekanan Kerja (psi)


Button Dripper 2,4,8 10
Pot Dripper 2,4,8 10
Wood Pecker Dripper 1,2,3,4 10
Pot Line Dripper 1,2 10
Pressure Compensating Dripper 2,4,8 20 - 45
Regulating stick 0.5, 2 20
Micro Spray 69 20
Sumber: PT Daya Sentosa Rekayasa (1992), dalam Cahyadi (1997)

2. Lateral, merupakan pipa dimana emitter ditempatkan. Bahan yang

diguanakan untuk lateral biasanya terbuat dari pipa PVC (Polyvinil Chlorida)

atau PE (Polyetilen) dengan diameter antara 12.7 mm ( ½ inch) – 38.1 mm ( 1

½ inch).

3. Pipa sub-utama atau manifold, merupakan pipa yang mendistribusikan air ke

pipa-pipa lateral. Pipa sub utama atau manifold biasanya dari bahan pipa PVC

dengan diameter 50.8 mm (2 inch) – 76.2 mm (3 inch).

4. Pipa utama, merupakan komponen yang menyalurkan air dari sumber air ke

pipa-pipa distribusi dalam jaringan. Bahan pipa utama biasanya dipilih dari

pipa PVC atau paduan antara semen dan asbes.

5. Pompa atau tenaga penggerak, berfungsi mengangkat air dari sumber,

selanjutnya dialirkan ke lahan melalui jaringan-jaringan perpipaan.


6. Komponen pendukung terdiri dari katub-katub, pengukur tekanan, pengatur

debit, tangki bahan kimia, sistem pengontrol dan lain-lain.

Gambar 1. Komponen-komponen penyusun sistem irigasi tetes dan tata letaknya


dalam jaringan (Jensen dan Malter (1995), dalam Prastowo (2002))

Efisiensi distribusi air ditentukan oleh keseragaman penyebaran air dari tiap

penetes. Efisiensi irigasi tergolong sangat tinggi jika keseragaman atau nilai EU

lebih besar 98%. Nilai keseragaman penyebaran irigasi tetes dapat diketahui

dengan persamaan berikut (Keller dan Bleisner,1990) :


EU = 100 [1.0 - 1.27(v /N-0.5 )(qn /qa )]

dimana:

EU : Keseragaman penyebaran penetes (%).

v : Koefisien variasi penetes.

qn : Debit penetes minimum (liter/jam).

qa : Debit penetes rata-rata (liter/jam).

N : Jumlah minimum penetes tiap tanaman.

√ ((q12 + q22 +q32 ...+ qn2 ) − (n.qa^2 ))/(n−1)


v=
𝑞𝑎

dimana:

v : Koefisien variasi penetes.

q1, q2, q3..qn : Debit pada tiap penetes.

qa : Debit rata-rata penetes.

n : Jumlah sampel penetes.

Tabel 2. Klasifikasi Koefisien Variasi Penetes (v) Berdasarkan Jenis Penetes

Kualitas Drip dan Spray Line Source Turbing


Baik V < 0.005 V < 0.1
Cukup baik 0.05 < v < 0.097 0.1 < v < 0.2
Kurang baik 0.07 < v < 0.11 -
Buruk 0.11 < v < 0.15 0.2 < v < 0.3
Sangat buruk 0.15 < v 0.3 < v
Sumber : Keller dan Bleisner,1990

Koefisien keseragaman penyebaran irigasi tetes (EU) adalah evaluasi

kualitatif dari variasi aliran penetes. Nilai koefisien keseragaman diatas 98%

(perbandingan debit maksimum dan debit minimum kurang dari 1.1) adalah
sangat baik. Jika nilai berkisar 95% - 98% (perbandingan debit maksimum dan

debit minimum antara 1.1 – 1.2) maka masih dapat diterima. Jika nilai koefisien

kesergaman dibawah 95% (perbandingan debit maksimum dan debit minimum

lebih dari 1.2) maka desain harus diubah, misalnya dengan cara memperpendek

panjang pipa atau memperbesar diameter pipa (Nakayama dan Bucks, 1986).
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Pompa air.

2. Satu set peralatan irigasi tetes.

3. Gelas penampung dan gelas ukur.

4. Stopwatch.

5. Bak penampung.

6. Air.

B. Prosedur Kerja

1. Air dimasukan kedalam bak penampung.

2. Pompa dinyalakan.

3. Pompa dimatikan.

4. Tempatkan gelas penampung dibawah emiter.

5. Pompa dinyalakan lagi sampai beberapa detik (± 30 detik).

6. Air yang telah tertampung diamati dan diukur pada gelas penampung.

7. Hitung koefisien keseragaman emiter.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1
2

6 3

Gambar 1. Instalasi Irigasi Tetes

Keterangan :

1. Bak penampung : menampung air atau nutrisi.

2. Kran : untuk menutup dan membuka jalur air.

3. Pipa utama : menyalurkan air dai bak ke pipa sekunder.

4. Pipa sekunder : menyakurkan air dari pipa utama ke pipa lateral.

5. Pipa lateral : menyalurkan air pipa sekunder menuju emiter.

6. Emiter : menyalurkan air dari pipa lateral menuju tanaman atau

gelas.

7. Gelas : sebagai wadah.


Tabel 1. Data perhitungan kelompok 6 - 10
Gelas ke- Tinggi air (cm)
1 4,2
2 5,1
3 3,6
4 4,9
5 2,2
6 3,2
7 3,7
8 3,5
9 4
10 5
11 3,7
12 2,7
13 3,5
14 2,1
15 3,4
16 0,001

Perhitungan koefisien keseragaman aliran :

𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑥̅ =
𝑛

54,801
𝑥̅ =
16

𝑥̅ = 3,425 𝑐𝑚

∑(xi−𝑥̅ )
Cu = 100x (1 - )
∑xi
0
= 100 (1 - )
54,801

= 100 (1 – 0,738)
= 100 (1-0)
= 100 %
B. Pembahasan

Irigasi tetes (trickle irrigation) merupakan sistem irigasi yang pemberian

airnya melalui jalur pipa ekstensif biasanya dengan diameter kecil ke tanah dekat

tanaman. Pada sistem irigasi tetes, pemberian air dilakukan dengan menggunakan

beberapa nozel yang diletakkan di permukaan tanah dekat dengan perakaran

tanaman. Alat pengeluaran air pada pipa disebut emitter (penetes) yang

mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari penetes, air menyebar secara

horizontal dan vertikal oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan

vertikal oleh gravitasi. Luas daerah yang terbasahi oleh penetes tergantung pada

besarnya aliran, jenis tanah, kelembaban tanah, dan permeabilitas tanah vertikal

dan horizontal (Hansen et al., 1986).

Irigasi tetes adalah suatu metode irigasi baru yang menjadi semakin disukai

dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. Irigasi tetes

merupakan metode pemberian air tanaman secara kontiniu dan penggunaan air

yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian kehilangan air seperti

perkolasi, run off, dan evapotranspirasi bisa diminimalkan. Sehingga efisiensinya

tinggi. Sistem irigasi tetes mengalirkan air secara lambat untuk menjaga

kelembaban tanah dalam rentang waktu yang diinginkan bagi tanaman (Michael,

1978).

Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air

melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan

tanaman. Hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi, tetapi seluruh air

yang ditambahkan dapat diserap dengan cepat pada keadaan kelembaban tanah
yang rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang efisien

(Hakim, dkk, 1986).

Irigasi tetes adalah suatu sistem untuk memasok air (dan pupuk) tersaring ke

dalam tanah melalui suatu pemancar (emitter). Irigasi tetes menggunakan debit

kecil dan konstan serta tekanan rendah. Air akan menyebar di tanah baik ke

samping maupun ke bawah karena adanya gaya kapiler dan gravitasi. Bentuk

sebarannya tergntung jenis tanah, kelembaban, permeabilitas tanah, dan jenis

tanaman (Keller dan Bliesner, 1990).

Irigasi tetes mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya:

1. Meningkatkan nilai guna air Secara umum, air yang digunakan pada irigasi

tetes lebih sedikit dibandingkan dengan metode lain.

2. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil Dengan irigasi tetes,

kelembaban tanah dapat dipertahankan pada tingkat yang optimal bagi

pertumbuhan tanaman.

3. Meningkatkan efisiensi dan pemberian Pemberian pupuk dan bahan kimia

pada metode ini dicampur denagn air irigasi, sehingga pupuk atau bahan

kimia yang digunakan menjadi lebih sedikit, fekuensi pemberian dan

distribusinya hanya di sekitar daerah perakaran.

4. Menekan resiko penumpukan garam Pemberian air secara terus-menerus akan

melarutkan dan menjauhkan garam dari daerah perakaran.

5. Menekan pertumbuhan gulma Pemberian air pada irigasi tetes hanya terbatas

di daerah sekitar tanaman, sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan.


6. Menghemat tenaga kerja Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah

dioperasikan secara otomatis, sehingga tenaga kerja hanya diperlukan lebih

sedikit (James, 1982).

Sedangkan Kelemahan atau kekurangan dari metode irigasi tetes adalah

sebagai berikut:

1. Memerlukan perawatan yang intensif Penyumbatan pada penetes merupakan

masalah yang sering terjadi pada irigasi tetes, karena akan mempengaruhi

debit dan keseragaman pemberian air. Untuk itu diperlukan perawatan yang

intesif dari jaringan irigasi tetes agar resiko penyumbatan dapat diperkecil.

2. Penumpukan garam Bila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi

dan pada derah yang kering, resiko penumpukan garam menjadi tinggi.

3. Membatasi pertumbuhan tanaman Pemberian air yang terbatas pada irigasi

tetes menimbulkan resiko kekurangan air bila perhitungan kebutuhan air

kurang cermat.

4. Keterbatasan biaya dan teknik Sistem irigasi tetes memerlukan investasi yang

tinggi dalam pembangunannya. Selain itu, diperlukan teknik yang tinggi

untuk merancang, mengoperasikan dan memeliharanya.

Manfaat irigasi tetes antara lain ialah penghematan air, waktu, tenaga kerja,

dan biaya tenaga kerja. Penghematan air karena diberikan ke tanaman sesuai

dengan kebutuhan tanaman. Penyiraman dengan irigasi tetes menghemat waktu

karena penyiraman dilakukan secara otomatis dengan hanya membuka kran.

Penggunaan tenaga kerja menjadi berkurang karena penyiraman dilakukan secara

serentak. Pada irigasi tradisional (kocor), petani membutuhkan banyak air dan
banyak alokasi tenaga kerja karena dilakukan secara manual dan satu per satu

tanaman.

Penggunaan irigasi tetes mampu menekan penggunaan tenaga kerja

penyiraman. Oleh karena itu untuk pekarangan yang luas dibutuhkan tenaga kerja

cukup banyak. Setelah menggunakan irigasi tetes, waktu yang diperlukan untuk

menyiram relatif singkat dan petani bisa melakukan kegiatan pemeliharaan atau

cabang usaha lainnya. Sedangkan bila penyiraman dilakukan secara manual

memakan waktu lama tergantung dari luas pertanaman. Dengan demikian

menurunkan tenaga kerja penyiraman berarti menurunkan biaya usahatani.

Manfaat irigasi tetes lainya adalah :

1. Untuk meng-handle perairan yang dibutuhkan lahan pertanian, sistem irigasi

ternyata juga mencerminkan peradaban suatu bangsa. Ini bisa dilihat dari

catatan sejarah yang menunjukkan bahwa kebudayaan dan peradaban besar

biasanya muncul tak jauh dari sumber air yang dikelola dengan baik dan

menghasilkan sistem irigasi yang baik pula.

2. Kreasi-kreasi yang diciptakan untuk sistem irigasi ternyata juga memiliki

fungsi lain, semisal bendungan air yang memiliki fungsi lain sebagai

pembangkit listrik. Irigasi yang tertata dengan baik juga menjadi solusi atas

problem kekurangan pangan lokal yang tak jarang menimpa banyak negara.

3. Sistem irigasi yang diatur dan berfungsi dengan baik juga berbanding lurus

dengan kesehatan masyakarat secara umum maupun kesejahterannya.

4. Tanaman yang dihasilkan dari lahan subur dan bebas hama penyakit sangat

penting dalam menunjang kesehatan masyarakat dan menjauhkan mereka dari


berbagai macam penyakit. Begitu juga, hasil pertanian yang berkualitas dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini bahkan juga sangat berperan

dalam mendukung program daulat pangan sehingga produksi pangan dalam

negeri bisa diandalkan kualitas maupun kuantitasnya minimal untuk

konsumsi sendiri sehingga tidak perlu mengimpor bahan pangan dari negara

lain.

Menurut Keller dan Bliesner (1990), komponen sistem irigasi tetes terdiri

atas:

1. Penetes, merupakan komponen yang menyalurkan air dari pipa lateral ke

tanah sekitar tanaman dengan debit yang rendah dan tekanan yang mendekati

tekanan atmosfer. Air yang keluar dari penetes meresap ke dalam profil tanah

akibat gaya kapilaritas dan gravitasi. Aliran air yang keluar dari penetes dapat

diatur secara manual ataupun otomatis untuk mendapatkan debit air sesuai

kebutuhan dalam waktu tertentu.

2. Pipa lateral, merupakan tempat terpasangnya penetes. Biasanya pipa lateral

terbuat dari PVC atau PE dengan diameter antara 12,7 mm (1/2 inchi) – 38,1

mm (1 ½ inchi).

3. Pipa manifold atau sub utama, merupakan pipa yang menyalurkan air ke pipa-

pipa lateral. Pipa manifold biasanya terbuat dari pipa PVC dengan diameter

50,8 mm (2 inchi) –76,2 mm (3 inchi).

4. Pipa utama, pipa ini merupakan komponen yang menyalurkan air ke pipapipa

manifold. Biasanya pipa utama terbuat dari pipa PVC atau paduan antara

asbes dan semen.


5. Pompa dan tenaga penggerak, berfungsi mengangkat air dari sumber air

menuju ke jaringan perpipaan untuk irigasi tanaman.

6. Komponen pendukung terdiri dari katup, pengatur tekanan, pengatur debit,

tangki, dan sistem pengontrol.

Gambar 3. Komponen-komponen penyusun sistem irigasi tetes dan tata letaknya


dalam jaringan (Jensen dan Malter (1995), dalam Prastowo (2002))

Sistem irigasi tetes mempunyai cara pengontrolan yang baik sejak air

dialirkan sampai diserap tanaman. Di samping itu sistem irigasi tetes mengurangi

proses penguapan (evaporasi), di mana nutrisi dapat langsung diberikan ke

tanaman melalui irigasi. Sistem irigasi cocok digunakan untuk komoditas tanaman

yang ditanam secara berderet yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, sehingga

dapat menutupi biaya penyusutan perangkat irigasi tetes. Kandungan air tanah
merupakan salah satu hal penting pada produksi tanaman. Pengaturan jumlah dan

waktu pemberian air akan mendukung keberhasilan penanaman. Air menjadi

media pengangkut nutrisi atau hara dari tanah ke seluruh bagian tanaman. Namun

kelebihan dan kekurangan air mengganggu tanaman karena dapat menghambat

pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta memengaruhi produksi tanaman.

Kelebihan irigasi jenis ini di antaranya adalah efisiensi dan penghematan air,

menghindari akibat penguapan dan inflitrasi serta sangat cocok untuk tanaman di

masa-masa awal pertumbuhannya karena dapat memaksimalkan fungsi hara bagi

tanaman. Selain itu, jenis ini juga mempercepat proses penyesuaian bibit dengan

tanah sehingga dapat menyuburkan tanaman dan menunjang keberhasilan proses

penanamannya.

Irigasi tetes menggunakan debit kecil dan konstan serta tekanan rendah. Air

akan menyebar di tanah baik ke samping maupun ke bawah karena adanya gaya

kapiler dan gravitasi. Bentuk sebarannya tergntung jenis tanah, kelembaban,

permeabilitas tanah, dan jenis tanaman (Keller dan Bliesner, 1990).

Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat

aplikasi yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang

tinggi (hampir terus menerus) disekitar perakaran tanaman. Tekanan air yang

masuk ke alat aplikasi sekitar 1,0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati

nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah.

Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah.

Sistem irigasi tetes didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per

hari) dan tingkat kelembaban tanaman dapat diatur.


Menurut Erizal (2003) keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan

variasi debit yang dihasilkan emiter. Karena debit merupakan fungsi dari tekanan

operasi, maka variasi tekanan operasi merupakan faktor keseragaman aliran. Oleh

karena tekanan berpengaruh pada debit emiter maka semakin besar tinggi air

tangki penampungan akan semakin tinggi pula tekanan. Sehingga debit akan

semakin besar.

Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk memenuhi

evapotranspirasi tanaman (ETc) agar dapat tumbuh normal. ETc merupakan

kebutuhan air tanaman yang dinyatakan dalam kedalaman air yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan tanaman yang optimal, bebas penyakit, didukung oleh

lingkungan yang baik (tumbuh tanpa stagnasi dari kadar air tanah dan kondisi

media tumbuh yang subur). ETc dipengaruhi oleh iklim, karakteristik tanaman

(jenis dan tingkat pertumbuhan), dan kondisi media tumbuh.

Menurut Cumulus (1992), nilai kebutuhan air tanaman meningkat dari

periode vegetatif diikuti periode pembungaan dan periode pembentukan buah.

Pada periode pematangan kebutuhan air menurun kembali.

Jadi irigasi tetes ini sanfat cocok pada awal masa pertunasan atau

pertumbuhan tanaman dikarena kebutuhan air tanaman masih sangat sedikit.

Langkah praktikum irigasi tetes ini adalah yang pertama menyiapkan alat

dan bahan berupa instalasi irigasi tetes dan wadah botol gelas untuk menampung

air yang keluar dari emiiter. Setelah itu masukan air ke dalam bak penampung dan

buka kran selama 5 menit dan biarkan air mengalir ke wadah gelas plastik.

Kemudian ukur tinggi air dimasing-masing gelas plastik tersebut dan hitung juga
tinggi rata-rata tinggi air digelas plastik tersebut. Setelah tinggi rata-rata terhitung

kemudian dicari nilai koefisien keseragaman (CU). Pengukuran keseragaman

menggunakan rumus CU = 100 x (1-(∑xi- 𝑥̅ /∑xi)).

Hasil penelitian Umar et al. (2008), pemberian air dengan debit 20 L/jam

selama 2 jam/hari mampu mempertahankan pertumbuhan tanaman jeruk fase

vegetatif, dan selama berlangsungnya penelitian kadar lengas tanahnya mencapai

33,61 % walau nilai ini masih lebih rendah dari kandungan lengas tanah yang

dikehendaki oleh tanaman jeruk 55-65 % dari kapasitas lapang (Rais dan

Murhadi, 1996). Berdasarkan indeks panen (IP) 100 % hasil panen cabai di tanah

latosol Serpong (BBP Mektan) 4,73 t/ha (Prabowo dan Wiyono, 2006).

Selanjutnya hasil cabai pada tanah sulfat masam melalui irigasi tetes dengan

pemupukan NPK 112,5 + 72 + 37,5 kg/ha memberikan hasil tertinggi yakni 7,59

t/ha meningkat 142,49 % dibanding kontrol pada waktu pemberian 1, 4 dan 8

minggu setelah tanam (Supriyo et al., 2008). Hasil cabai yang dihasilkan pada

lahan sulfat masam dengan irigasi tetes umunya belum optimal (relatif rendah)

antara 2,99-7,59 t/ha, hal ini diduga juga dipengaruhi oleh pH tanah yang rendah,

pH tanah yang diperlukan tanaman cabai untuk pertumbuhan optimum adalah >

5,5 (Dierolf et al., 2001). Debit yang akan disalurkan pada masing-masing lateral

tergantung waktu penyiraman. Waktu penyiraman juga berbeda-beda pada setiap

fase. Pada fase awal lamanya penyiraman selama 0,085 jam/hari, pada fase tengah

0,195 jam/hari dan pada fase akhir 0,181 jam/hari. Debit didapat dari hasil

perkalian debit rata-rata dengan waktu penyiraman sehingga setiap fase tanaman

akan berbeda-beda mendapatkan debit air. Adanya perbedaan debit air yang
disalurkan kepada setiap tanaman dikarenakan lubang pipa lateral dan jarak letak

emiter tempat pengeluaran air setiap tanaman berbeda-beda. Umumnya untuk

mendistribusikan air pada tanaman secara merata perlu diketahui tingkat

keseragamannya. Idealnya keseragaman distribusi tetesan dari sistim irigasi

mencapai 100 %, sehingga setiap tanaman akan memperoleh jumlah air yang

sama agar pertumbuhannya menjadi lebih baik. Hasil pengujian sekaligus

pengamatan yang dilakukan terhadap tanaman cabai di lokasi sulfat masam aktual

di Desa Kolam Kiri Kecamatan Barambai menunjukkan bahwa keseragaman

distribusi tetesan air irigasi dengan pemberian pupuk mencapai 77,78 %. Menurut

ASAE nilai distribusi tetesan cukup baik (75-80 %) sesuai Tabel 1 kriteria tingkat

keseragaman tetes sistim irigasi tetes (Lamm et al., 2003). Dari 3 ulangan dengan

6 debit emiter ternyata debit yang dihasilkan dengan menggunakan irigasi

sederhana sebesar 13,12 L/jam (Supriyo et al., 2008).

Berdasarkan hasil praktikum irigasi tetes didapatkan bahwa semakin lama

waktu yang digunakan untuk menghitung irigasi tetes atau debit maka nilai

koefisien keseragamanya akan semakin besar. Debit air dihitung dengan

menampung air yang mengalir melalui emitter pada suatu wadah per satuan waktu

(1 jam) pada tiap emitternya, kemudian dihitung debit air rata-rata dari seluruh

emitter. Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Pada

irigasi tetes debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Umumnya debit

rata-rata dari emiter tersedia dari suplier peralatan. Debit untuk irigasi tetes

bergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes yang umum

digunakan 4 ltr/jam, namun ada beberapa pengelolaan pertanian menggunakan


debit 2, 6, 8 ltr/jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi

(Keller dan Bliesner, 1990).

Keseragaman irigasi tetes bisa dikatakan seragam karena nilainya sebesar

100%. Keseragaman irigasi tetes dapat dikatakan seragam atau layak apabila nilai

Cu lebih besar dari 90% (>90%). Nilai Cu yang rendah dapat dijadikan indikator

kehilangan air melalui perkolasi sangat tinggi (Sapei, 2003).


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Bagian-bagian dari irigasi tetes adalah bak penampung, kran air, pipa utama,

pipa sekunder, pipa lateral dan emitter.

2. Pengaruh tekanan terhadap keseragaman irigasi tetes adalah semakin kecil

tekanan pada sistem atau instalasi irigasi tetes atau dikeluarkan dengan

tekanan mendekati nol maka akan mendapatkan tetesan yang terus menerus

dan debit yang rendah.

B. Saran

Praktikum irigasi tetes sudah berjala dengan lancar. Kendala yang dihadapi

saat praktikum adlah ada emiiter yang tersumbat dan mengakibatkan air tidak

menetes.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, R. 1997. Analisis Kinerja Jaringan Irigasi Tetes untuk Budidaya


Tanaman Tomat dan Melon dalam Rumah Kaca dengan Sistem Hidroponik.
Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor.

Cumulus, A.R. 1992. Perencanaan Sistem Irigasi Tetes untuk Tanaman Melon
(Cucumis melo L.) di PT Hortitek Tropika Sari Bogor. Skripsi. Jurusan
Teknik Pertanian, IPB, Bogor

Dierolf T, Fairhust T, Mutert E .2001.Soil fertility Kit-A toolkit or acid, upland


soil fertility management in South-east Asia. GTZ, FAO, PT Jasa Katom
dan PPI/PPIC, Singapore.

Erizal, 2003. Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler dan Drip. Lembaga Penelitian
IPB. Bogo

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong,


dan H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung,
Lampung.

Hansen, V.E. Israelsen, O.W. Glen, E.S. Endang, P.T dan Soetjipto., 1986. Dasar-
Dasar dan Praktek Irigasi. Erlangga, Jakarta.

Hansen, V.E., O.W. Israelsen dan G.E. Stringham. 1992. Dasar-dasar dan
Praktek Irigasi Edisi ke-IV. Penerjemah Endang P. Tachyan. Erlangga:
Jakarta

James, D.W; O.W. Israelsen and G.E. Stringham, 1982. Modern Irrigated Soils,
Departemen of Soil Science and Meteorology. Utah State University. Utah

Keller, J. dan Ron D. Bliesner. 1990. Sprinkle and Trickle Irrigation. New York.
Van Nostrand Reinhold.

Lamm FR, Rogers DH, Spurgeon WE .2003. Design management consideration


subsurface drip irrigation system. KSU Northwest Research-Extension
Center 105 Experiment Farm Road, Calby, Kansas.

Michael, A.M., 1978. Irrigation Theory and Practice. Vikas Publishing House
PVT LTD

Nakayama FS, DA Bucks .1986. Trickle Irrigation for Crop Production Design,
Operation and Management. Development in Agricultural Engineering 9.
Elsevier Science Publishers B.V. Amsterdam.
Prabowo A, Wiyono J (2006) Pengelolaan sistem irigasi mikro untuk tanaman
hortikultura dan palawija. Jurnal Engineering Pertanian 4(2): 83-92.

Prastowo. 2002. Pedoman Teknis Pengembanan Irigasi Sprinkler untuk


Menunjang Komoditas Hortikultura, Perkebunan dan Peternakan. Bogor.
Bagian Teknik Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Prastowo dan Liyantono. 2002. Prosedur Desain Irigasi Curah. Bogor.


Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor

Rais M, Murhadi (1996) Peningkatan efisiensi teknologi usahatani jeruk.


Monograf Jeruk. Balai Penelitian Tanaman Buah Solok, Sumatera Barat.

Sapei, A., 2003. Uniformity dan Efisiensi Irigasi Sprinkler dan Drip. Pelatihan
Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler dan Drip. Lembaga Penelitian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Sumarna, A. 1998. Irigasi Tetes pada Budidaya Cabai. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran: Bandung. 31 hlm

Supriyo A, Noor I, Indrayati L, Hairani A .2008. Efisiensi pemupukan melalui


irigasi tetes pada tanaman cabai di tanah Sulfat Masam Aktual. Laporan
Rencana Kegiatan Operasional Terinci. Balai Penelitian Pertanian Lahan
Rawa. BBSDLP, Badan Litbang Pertanian, Deptan, Jakarta.

Umar S, Prabowo A, Wiyono J .2008. Sistem irigasi mikro menggunakan octa-


mitter pada tanaman jeruk di lahan lebak musim kemarau. Jurnal
Engineering Pertanian 6(2): 69-76.

Anda mungkin juga menyukai