Anda di halaman 1dari 12

ISOLASI BASAH

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun untuk memenuhi matakuliah Ekologi yang dibimbing oleh:


Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si dan Bagus Priambodo, S,Si, M.Si, M.Sc

Disusun Oleh :
Annisa’ Ihda Fajriyati 180341617589
Farah Fatimatuzzahro’ 180341617530
Muhamad Arjuna Salim 180341617565
Reza Nur Anisa 180341617557

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
Februari 2020
A. Topik
Isolasi Basah
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui spesies hewan infauna yang ditemukan di kebun Biologi
Universitas Negeri Malang.
2. Untuk mengetahui indeks keragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis
hewan infauna di kebun Biologi Universitas Negeri Malang.
3. Untuk mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap nilai H, E, R jenis
hewan tanah yang ditemukan di kebun Biologi Universitas Negeri Malang.
C. Dasar Teori
Tanah merupakan medium atau tempat tumbuhnya tanaman dengan sifat-
sifat tertentu, yang terjadi karena pengaruh kombinasi faktor- faktor iklim, bahan
induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan rentang waktu pembentukan (Yuliprianto,
2010). Di dalam tanah terdapat berbagai macam organisme yang disebut sebagai
bidiversitas tanah yang berperan dalam mempertahankan dan meningkatkan
fungsi tanah dalam menopang kehisupan baik di dalam tanah maupun diatasnya
(Hagvar, 1998).
Fauna tanah merupakan fauna yang hidup di tanah baik yang hidup di
permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. Fauna tanah dapat
dikelompokkan pada beberapa kelompok berdsarkan ukuran tubuhnya, kehadiran
di tanah, habitat dan kegiatan pemerolehan makanan. Fauna tanah berdasarkan
ukuran tubuhnya, dibagi menjadi mikrofauna, mesofauna dan makrofauna
(Hanafiah, 2007). Mikrofauna berukuran 20-200 mikron, mesofauna berukuran
200 mikron- 1 sentimeter dan makrofauna berukuran lebih dari 1 sentimeter.
Makrofauna tanah mempunyai peran yang sangat beragam di dalam habitatnya,
antara lain berperan menjaga kesuburan tanah melalui perombakan bahan organik,
distribusi hara, peningkatan aeresi tanah dan sebagainya (Hilwan, 2013). Namun,
makrofauna juga dapat berperan sebagai hama berbagai jenis tanaman.
Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dapat dibagi menjadi kelompok transien,
temporer, periodic dan permanen. Berdasarkan habitatnya, fauna tanah dapat
dibagi menjadi epigeon, hemiedafon dan eudafon, sedangkan berdasarkan
pemerolehan makan, fauna tanah dapat dibagi menjadi herbivore, saprovora,
fungifora dan predator (Suin, 2012).
Menurut Junaidah (2001), keanekaragaman jenis adalah suatu keragaman
atau perbedaan antara satu anggota dengan anggota lain dalam suatu kelompok
spesies. Keanekaragaman jenis dapat dikatakan tinggi apabila dihuni banyak
spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies yang hamper sama. Hal ini berlaku
sebaliknya, apabila hanya dihuni oleh sedikit spesies maka dapat dikatakan suatu
wilayah tersebut memilki keanekaragaman jenis yang rendah.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat berperan penting yang
mempengaruhi keanekaragaman dan pola penyebaran fauna tanah. Faktor-faktor
yang mempengaruhi keanekargaman fauna tanah dapat dibagi menjadi dua yaitu
faktor biotik dan abiotik (Andayani, 2001). Faktor biotik yang mempengaruhi
terdiri atas pertumbuhan populasi, interaksi antar spesies yang dapat berupa
predator dan kompetisi. Faktor abiotik dapat terbagi menjadi kelembaban tanah,
suhu tanah dan pH tanah (Andayani, 2001). Menurut Suwondo (2007), cahaya
juga memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan hidup hewan
tanah karena merupakan faktor yang sangat vital berhubungan dengan perilaku
untuk memberikan variasi morfologi dan fisiologi pada hewan tanah.
Ada dua faktor penting yang mempengaruhi keanekaragaman hewan tanah,
yaitu kekayaan jenis (Indeks Richness) dan kemerataan spesies (Indeks Evennes).
Pada komunitas yang stabil Indeks Richness dan Indeks Evenes tinggi, sedangkan
pada komuntas yang terganggu karena adanya campur tangan manusia
kemungkinan Indeks Richness dan Indeks Evennes rendah Menurut Junaidah
(2001) komponen utama dari keanekaragaman adalah kesamarataan atau
equibiitas dalam pembagian individu yang merata di antara jenis, fungsi Shanon
atau indeks H, menggabungkan komponen keanekaragaman (Variety) dan
komponen kemerataan (evenness) sebagai indeks keanekaragaman keseluruhan.
Pengambilan infauna tanah dapat dilakukan dengan metode barles dan
isolasi basah (Rahmawati, 2006). Isolasi basah adalah salah satu metode koleksi
hewan tanah dengan cara pencucian (washing). Cara kerja dari metode ini adalah
menggunakan saringan bertingkat atau saringan pipa yang akan menyaring
infauna tanah berdasarkan ukuran tubuhnya. Fauna tanah salah satunya dapat
dibedakan berdasarkan ukuran tubuhnya, yang dibagi menjadi mikrofauna,
mesofauna dan makrofauna. Mikrofauna berukuran 20- 200 mikron, mesofauna
berukuran 200 mikron- 1 sentimeter dan makrofauna berukuran lebih dari 1
sentimeter (Suin, 2012). Hal ini merupakan salah satu keuntungan menggunakan
isolasi basah karena dapat mengetahui jenis infauna berdasarkan ukuran tubuhnya.
Selain itu, metode ini memerlukan waktu yang singkat.

D. Alat Dan Bahan


Alat : Bahan :
- Soil survey instrument - Plastik
- Termometer tanah - Alkohol 90%
- Saringan bertingkat - Kertas label
- Nampan tinggi
- Bak plastik/ember
- Cetok
- Mikroskop stereo
- Botol plakon
- Animal chamber
- Jarum pentul
- Kuas
- Sprayer

E. Prosedur Kerja
Diambil sampel tanah sebanyak 1 gelas/tanah

Dimasukkan tanah ke dalam nampan

Dimasukkan air kedalam ember dengan perlahan-lahan

Diaduk air yang berada didalam ember perlahan-lahan

Ditunggu sampai tenang

Disaring air dengan saringan bertingkat (endapan jangan sampai ikut)


Dibilas hasil sarungan menggunakan semprotan sprayer dan ditadahi dengan
nampan

Ulangi prosedur saring dan bilas sesuai kondisi

Dipindahkan sampel kedala botol plakon

Dituangkan sampel kedalam animal chamber

Diletakkan animal chamber dibawah mikroskop

Diidentifikasi hewan yang ditemukan

Dihitung jumlah hewan yang didapatkan

F. Data Pengamatan dan Analisis


Tabel spesies isolasi basah
Nama spesies T1 T2 T3 T4 T5
A 2 - - 1 -
B - 1 - - -
C - - 2 - 1
D - - 2 2 1
E - - 5 3 -
Jumlah Spesies 2 1 9 6 2

Tabel analisis tanah 1


Nama
Pi ln.Pi Pi.ln.Pi H’ E R
Spesies
A 1 0 0 0 0 0

Tabel analisis tanah 2


Nama
Pi ln.Pi Pi.ln.Pi H’ E R
Spesies
B 1 0 0 0 0 0

Tabel analisis tanah 3


Nama
Pi ln.Pi Pi.ln.Pi H’ E R
Spesies
C 0,23 -1,46 -0,335 0,989 0,907 0,910
D 0,23 -1,46 -0,335
E 0,56 -0,57 -0,319

Tabel analisis tanah 4


Nama
Pi ln.Pi Pi.ln.Pi H’ E R
Spesies
A 0,16 -1,83 -0,292
D 0,34 -1,07 -0,363 1 0,917 1,166
E 0,5 -0,69 -0,345

Tabel analisis tanah 5


Nama
Pi ln.Pi Pi.ln.Pi H’ E R
Spesies
C 0,5 -0,69 -0,345
0,69 0,995 1,443
D 0,5 -0,69 -0,345

1.6

1.4

1.2

1
H'
0.8
E
0.6 R

0.4

0.2

0
1 2 3 4 5
Grafik indeks keragaman, kemerataan dan kekayaan

Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan metode pencucian atau isolasi


basah yang telah kami lakukan, didapatkan 5 spesies hewan yaitu spesies A (Seira
sp.), B (Isotomiella sp.), C (Pheidole pallidula), D (Hyposgastura sp.), dan E
(Folsomia candida). Pada praktikum ini, teknik analisis yang digunakan adalah
analisis Shannon-Wiener, dengan mencari indeks keragaman (H’), indeks
kemerataan (E) dan indeks kekayaan (R). Pada sampel tanah 1, hanya didapatkan
1 spesies hewan, yaitu Seira sp. sebanyak 2 hewan, memiliki nilai indeks
keragaman, kemerataan dan kekayaan 0. Seperti halnya sampel tanah 1, sampel
tanah 2 juga hanya mendapatkan 1 spesies hewan, yaitu Isotomiella sps dan juga
memiliki nilai indeks keragaman, kemerataan dan kekayaan 0. Pada sampel tanah
3, didapatkan 3 spesies hewan, yaitu Pheidole pallidula sebanyak 2, Colembola
sp. sebanyak 2 dan Folsomia candida sebanyak 5, memiliki indeks keragaman
sebesar 0,989 dengan indeks kemerataan sebesar 0,907 dan indeks kekayaan
sebesar 0,910. Pada sampel tanah 4, juga didapatkan 3 spesies hewan yaitu Seira
sp. sebanyak 1, Isotomiella sps sebanyak 2 dan Pheidole pallidula sebanyak 3,
memiliki indeks kekayaan sebesar 1 dengan indeks kemerataan sebesar 0,917 dan
indeks kekayaan sebesar 1,166. Sedangkan pada sampel tanah 5 didapatkan 2
spesies hewan, yaitu Pheidole pallidula dan Colembola sp. masing-masing hanya
1, memiliki indeks keragaman sebesar 0,69 dengan indeks kemerataan 0,995 dan
indeks kekayaan sebsar 1,443.
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa indeks keragaman (H’) tertinggi
terdapat pada sampel tanah keempat dengan nilai 1 yang menunjukkan
keanekaragaman jenis sedang serta pada tanah pertama dan kedua tidak memiliki
indeks keragaman karena hanya terdapat satu spesies saja. Sedangkan pada tanah
ketiga dan kelima menunjukkan keanekaragaman jenis rendah. Indeks kemerataan
(E) tertinggi terdapat pada tanah kelima dengan nilai 0,995 yang menunjukkan
indeks kemerataan tinggi. Begitupula dengan indeks kemerataan pada tanah ketiga
dan keempat yang tinggi. Sedangkan pada tanah pertama dan kedua memiiki
indeks kemerataan yang rendah. Indeks kekayaan (R) tertinggi juga terdapat pada
tanah kelima dengan nilai 1,443 yang menunjukkan tingkat kekayaan jenis
rendah. Begitupula dengan keempat tanah lainnya yang memiliki tingkat
kekayaan yang rendah terutama pada tanah pertama dan kedua.

G. Pembahasan
Pada praktikum isolasi basah, kami mengambil lima sampel tanah yang ada
di sekitar Kebun Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang. Sampel tanah
pertama diambil dari kebun Biologi, tanah kedua diambil dari kebun Biologi dekat
pohon, tanah ketiga diambil dari tanah yang bercampur kotoran kelinci, tanah
keempat diambil dari tanah yang bercampur kotoran kambing dan tanah kelima
diambil dari tanah di dekat sungai. Dari data yang didapatkan dapat diketahui
bahwa dari lima sampel tanah yang diambil dapat ditemukan lima spesies hewan
infauna dengan empat spesies dari Ordo Collembola dan satu spesies dari Ordo
Hymnoptera. Dari Ordo Collembola yaitu Seira sp. dari famili Entomobryidae,
Isotomiella sp. dan Folsomia candida dari famili Isotomidae dan Hyposgastura
sp. dari famili Hyposgastruridae. Sedangkan Pheidole pallidula dari famili
Farmicidae, Ordo Hymnoptera.
Nilai indeks keanekaragaman jenis digunakan untuk membandingkan
komposisi jenis dari ekosistem atau komunitas yang berbeda (Husamah, dkk.,
2016). Indeks keragaman (H’) terbanyak terdapat pada tanah keempat yang
diambil dari tanah yang becampur kotoran kambing dengan jumlah 6 hewan dari 3
spesies. Keanekaragaman jenis infauna pada tanah keempat ini memiliki
keanekaragaman yang sedang. Pada tanah ini memiliki tekstur tanah yang lembap
dan sedikit berlumpur dengan intensitas cahaya yang rendah. Menurut Leksono
(2007), keberadaan hewan tanah dipengaruhi oleh keadaan atau tekstur tanahnya.
Dan menurut Prasetyo, dkk. (2016), hewan mesofauna tanah cenderung bertahan
pada lingkungan tanah lembap. Selain itu, keberadaan dan kepadatan populasi
hewan tanah pada suatu daerah sangat bergantung pada faktor lingkungan, yakni
lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Intensitas cahaya matahari yang
diterima ekosistem merupakan faktor penentu penting produktivitas primer, yang
pada gilirannya dapat mempengaruhi keanekaragaman spesies dan siklus hara
(Ikranagara, dkk., 2014).
Data kemerataan menunjukkan tingkat penyebaran individu jenis-jenis yang
ada (Leksono, 2011). Indeks kemerataan (E) tertinggi pada tanah kelima yang
menunjukkan tingkat kemerataan yang tinggi. Tingginya indeks kemerataan
mengindikasikan kelimpahan jenis yang merata. Apabila membandingkan nilai
indeks kemerataan antar sampel tanah yang diamati, dapat dikatakan bahwa
Collembola cenderung mendominasi. Indeks kekayaan (R) tertinggi juga terdapat
pada tanah kelima yang diambil dari tanah dekat sungai. Meskipun begitu, pada
tanah ini memiliki tingkat kekayaan jenis rendah. Pada tanah ini memiliki tekstur
yang sedikit lembap dengan serasah daun di sekitarnya dan memiliki intensitas
cahaya yang sedang. Ekosistem yang stabil umumnya terdapat pada organisme
dengan kelimpahan atau kekayaan yang tinggi (Husamah, dkk., 2016).
Dari praktikum ini, kami banyak menemukan jenis infauna dari Ordo
Collembola sebanyak 4 spesies dari 3 famili (Entomobryidae, Isotomidae, dan
Hyposgastruridae). Menurut Amir (2008), distribusi Collembola sangat luas,
dapat ditemukan di berbagai habitat seperti kutub, gurun, sub tropis, dan tropis.
Distribusi Collembola dapat terjadi dengan bantuan partikel tanah dan bahan
organik, angin, dan air. Beberapa jenis Collembola memiliki sebaran kosmopolit,
meski ada yang endemisme tinggi.
Spesies yang paling banyak ditemukan adalah dari suku Entomobryidae
(Seira sp. dan Isotomiella sp.). Entomobryidae merupakan suku dominan dan
terbesar dari Collembola dengan lebih dari 1625 jenis telah teridentifikasi (Bellini
& Zeppelini, 2008). Entomobryidae mampu berdaptasi dan bertahan hidup,
ditemukan pada lapisan serasah atau dekat permukaan. Jenis makanan
Entomobryidae bervariasi (Indriyati & Wibowo, 2008). Hypogastruridae juga
terdistribusi sangat luas, sedang Isotomidae sering terdapat dalam jumlah banyak
di hutan basah (Noerdjito, 2010). Menurut Suhardjono dkk. (2012), faktor
lingkungan berpengaruh terhadap kehadiran dan pemilihan tempat hidup
Collembola. Setiap habitat mempunyai kombinasi atau perangkat faktor berbeda.
Setiap faktor atau kombinasi faktor mempunyai pengaruh berbeda pada jenis atau
kelompok jenis, baik menguntungkan maupun merugikan. Daerah geografi yang
memiliki pola iklim, vegetasi, dan faktor lain yang berbeda dihuni oleh jenis
berbeda dan dengan komposisi keanekaragaman berbeda pula. Menurut Rahmadi,
dkk. (2004), faktor biotik seperti tumbuhan berpengaruh terhadap keberadaan
Collembola. Keanekaragaman tumbuhan mempengaruhi kondisi tanah sehingga
juga mempengaruhi keberadaan Collembola.
Pada tanah ketiga dan kelima terdapat Pheidole pallidula dari famili
Farmicidae, Ordo Hymnoptera. Pheidole pallidula ini termasuk dalam subfamili
Myrmicinae. Myrmicinae menempati hampir diseluruh dunia kecuali di wilayah
antartika dan artik. Myrmicinae memiliki ukuran tubuh yang bervariasi, ada yang
berukuran kecil 1 mm dan ada yang berukuran besar 10 mm.
H. Kesimpulan
1. Spesies hewan infauna yang ditemukan di kebun biologi Universitas Negeri
Malang adalah Seira sp., Isotomiella sp., Folsomia candida, Hyposgastura
sp. dan Pheidole pallidula.
2. Berikut adalah data indeks keragaman, kemerataan dan kekayaan hewan
infauna yang kami temukan:
Tanah H' E R
3. 1 0 0 0
2 0 0 0
3 0,989 0,907 0,91
4 1 0,917 0,166
5 0,69 0,995 1,443
Keberadaan dan kepadatan populasi hewan tanah pada suatu daerah sangat
bergantung pada faktor lingkungan, yakni lingkungan biotik dan lingkungan
abiotik.
I. Daftar Rujukan
Amir, A. M. 2008. Peranan serangga ekor pegas (Collembola) dalam rangka
meningkatkan kesuburan tanah. Warta, 14(1), 16-17.
Andayani, Lilis. 2001. Studi Keanekaragaman Fauna Tanah Pascaerupsi
Gunung Kelud Kecamatan Ngancar Kediri. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: FMIPA UM
Bellini, B.C. & Zeppelini, D. 2009. A new species of Seira (Collembola:
Entomobryidae) from Northeastern Brazil. Revista Brasileira de
Zoologia, 25(4), 724-727.
Hagvar, S. 1998. The relevance of the Rio-Convention on Biodiversity to
conserving biodiversity of soils. Applied Soil Ecology 9: 1-7
Hanafiah, K. A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Grafindo Persada

Hilwan I, Mulyana D, Pananjung WG. 2013. Keanekaragaman Jenis


Tumbuhan Bawah pada Tegakan Sengon Buto (Enterelobium
cyclocarpum) dan Trembesi (Samanea saman Merr) di lahan pasca
Tambang Batubara PT. Kitadin, Embalut, Kutai Kartanegara, kalimantan
Timur. Jurnal Silvikultur Tropika 4 (1): 6-10.
Husamah, F. Rohman, H. Sutomo. 2016. Struktur Komunitas Collembola pada
Tiga Tipe Habitat Sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas Hulu Kota
Batu. Bioedukasi 9(1)
Ikranagara, R.D.F, dkk. 2014. Map Distribution of Rhinolopus canuti (Canur’s
Horseshoe Bat) in Gunung Sewu Karts Area, Yogyakarta. Asian Journal
of Conservation Biology, December 2014. Vol. 3 No. 2, pp. 149–151
Indriyati & Wibowo, L. (2008). Keragaman dan kemelimpahan Collembola
serta Arthropoda tanah di lahan sawah organik dan konvensional pada
masa bera. J. HPT Tropika, 8(2), 110-116.
Junaidah, 2001. Keanekaragaman Serangga Tanah (Infauna) di Gunung Kelud
Kabupaten Kediri. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.
Leksono, A. S. 2007. Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif. Malang:
Bayumedia.
Leksono, A.S. 2011. Keanekaragaman Hayati. Malang: UB Press.
Noerdjito, W.A. (2010). Dampak kegiatan manusia terhadap keanekaragaman
dan pola distribusi serangga di Gunung Salak. Bogor: Pusat Penelitian
Biologi LIPI.
Prasetyo, A., Ulfah, Y. R., Rini, W., Esa, C. D., & Safina, A. A. 2016. Struktur
Komunitas Mesofauna dan Makrofauna Tanah di Gua Groda,
Gunungkidul. Jurnal Sains Dasar vol 5(2).
Priyono, B. & Abdullah, M. (2013). Keanekaragaman jenis kupu-kupu di
Taman Kehati UNNES. Biosaintifika, 5(2), 76-81.
Rahmadi, C., Suhardjono, Y.R. & Andayani, I. (2004). Collembola lantai hutan
di kawasan hulu Sungai Tabalong Kalimantan Selatan. Biota, IX:179-
185.
Rahmawati, 2006. Study Keanekaragaman Mesofauna Tanah Di Kawasan
Hutan Wisata Alam Sibolangit. Journal Fauna
Suhardjono, Y.R., Deharveng, L. & Bedos, A. (2012). Collembola
(ekorpegas). Bogor: Vegamedia.
Suin, N.N., 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Bandung: Institut
Teknologi Bandung

Suwondo. 2007. Dinamika Kepadatan dan Distribusi Vertikal Arthopoda pada


Kawasan Hutan Tanaman Industri. Jurnal Pilar Sains.

Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengolahannya.


Yogyakarta: Graha.
J. Lampiran
No Gambar Keterangan

1 Seira sp.

2 Isotomiella sps

3 Pheidole pallidula

4 Hyposgastura sp.

5 Folsomia candida

K. Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai