Anda di halaman 1dari 133

KUMPULAN 7 LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

I. KASUS ( MASALAH UTAMA )

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Definisi

Harga diri rendah adalah perasaan negatif tentang diri sendiri, hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 2009). Harga diri rendah merupakan
komponen Episode Depresi Mayor, dimana aktifitas merupakan bentuk hukuman
atau punishment (Stuart & Laraia, 2005). Harga diri rendah adalah ketika individu mengalami
atau beresiko mengalami evaluasi diri yang negatif tentang kemampuan atau diri. (Carpenito,
Lynda Juall-Moyet, 2007).

Jadi harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri dan aktivitas merupakan
sebuah hukuman, dan merasa dirinya tidak diterima oleh orang lain.

B. Etiologi

1. Fakor Predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis (Fitria, 2009).

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah karena hilangnya sebagian anggota tubuh,
berubahnya penampilan atau bentuk tubh, mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas
(Fitria, 2009)
C. Tanda dan Gejala

a. Peraasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit.

b. rasa bersalah terhadap diri sendiri.

c. merendahkan martabat.

d. gangguan hubungan sosial seperti menarik diri.

e. percaya diri kurang.

f. menciderai diri

(Stuart dan Sudden ; 1998, hal 230)

Tanda dan gejala harga diri rendah menurut Keliat, 2009 adalah:

a. Mengkritik diri sendiri.

b.Perasaan tidak mampu.

c. Pandangan hidup yang pesimis.

d.Penurunan produkrivitas.

e. Penolakan terhadap kemampuan diri.

Selain tanda dan gejala tersebut, penampilan seseorang dengan harga diri rendah juga
tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun,
tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan bicara lambat dengan nada
suara lemah.

D. Rentang Respon
Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.

Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada
dirinya meliputi cita dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran serta identitas
dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan menjadi individu yang
sukses.

Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, termasuk
kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa.
Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri
dan atau orang lain, penurunan produktifitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain,
gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perassan negatif mengenai
tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta meanarik diri dari
realitas.

Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan


berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
Adapun perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat
kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal eksploitasi, perassan hampa. Perasaan
mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati
terhadap orang lain.

Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak dapat
membedakan stimulus dari alam atau luar dirinya. Individu mengalami kesulitan untuk
membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing
baginya.

Secara umum gangguan konsep diri Harga Diri Rendah dapat terjadi secara situasional
dan kronik (Iyus Yosep, 2010).

a. Situasional
yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya kecelakaan, putus sekolah, perceraian, PHK,
perasaan malu karena terjadi pada dirinya (perkosaan atau pernah dipenjara), termasuk dirawat
dirumah sakit yang dapat terjadi karena :

a). Privacy klien kurang diperhatikan


b). harapan akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh tidak sesuai harapan karena penyakit
yang dialami
c). perilaku petugas kesehatan yang tidak menghargai privacy klien misalnya : berbagai
pemeriksaan dilakuka tanpa penjelasan sebelumnya
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung sebelum sakit/dirawat, dimana
klien mempunyai cara berfikir yang negatif.

E. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul

1. Harga diri rendah

2. Isolasi sosial

3. Koping individu tidak efektif

(Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa , penerbit : Salemba medika, 2015, jl. Raya lempeng
agung no. 101 jagakarsa,jak-sel , Ah. Yusuf, Rizky vitriasari, Hanik endang nihayati)

F. Akibat Yang Sering Muncul

Harga diri rendah dapat membuat klien menjadi tidak mau maupun tidak mampu bergaul
dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial yaitu menarik diri. Isolasi sosial menarik diri
adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel dan tingkah laku yang maladaptive.
Mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).

Tanda dan gejala :

Data subjektif :

a. mengungkapkan untuk memulai hubungan/pembicaraan

b. mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain

c. mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain

Data objektif :
a. kurang spontan ketika diajak bicara

b. apatis

c. ekspresi wajah kosong

d. menurun atau tidak adanya komunikasi verbal

e. bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara

G. Mekanisme Koping

Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dilakukan klien harga diri rendah adalah
kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian obat-obatan, kerja
keras, nonton TV terus menerus. Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut
kelompok sosial, keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti
mengikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas. Kegiatan mencoba menghilangkan anti
identitas sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan.

Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang diharapkan individu
akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang, antara lain adalah menutup identitas,
dimana klien terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-orang yang berarti
tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Identitas negatif, dimana asumsi
yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat. Sedangkan mekanisme pertahanan ego
yang sering digunakan adalah fantasi, regresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah
berbalik pada diri sendiri dan orang lain.

III. POHON MASALAH

RESIKO TINGGI PERILAKU KEKERASAN

PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

ISOLASI SOSIAL

HARGA DIRI RENDAH KRONIS

KOPING INDIVIDU TIDAK

TRAUMA TUMBUH KEMBANG


IV. DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Subyektif :

a) Mengeluh hidup tidak bermakna


b) Tidak memiliki kelebihan apapun
c) Merasa jelek

Obyektif :

a) Kontak mata kurang


b) Tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang lain

2. Isolasi Sosial : Menarik diri

Subyektif :

a) Mengatakan malas berinteraksi


b) Mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
c) Merasa orang lain tidak selevel

Obyektif :

a) Menyendiri, Mengurung diri, Tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain

3. Resiko perubahan persepsi – sensori : halusinasi

Subyektif :

a) Mengatakan mendengar suara bisikan/melihat bayangan

Obyektif :

a) Bicara sendiri
b) Tertawa sendiri
c) Marah tanpa sebab
4. Resiko tinggi perilaku kekerasan

Subyektif :

a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang


b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah

Obyektif :

a) Mata merah, wajah agak merah


b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam
d) Merusak dan melempar barang-barang

5. Koping tidak efektif

Subyektif :

1) Klien mengatakan saya tidak berguna, tidak sanggup mengatasi masalahnya dan mulai
putus asa

Obyektif :

1) Klien terlihat sering menyendiri, diam, menangis tanpa sebab

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji Data yang perlu


ditambahkan
Harga Diri Rendah Status Mental Subyektif :
1) Penampilan 1) Mengeluh hidup tidak
bermakna
2) Tidak memiliki
kelebihan apapun
3) Merasa jelek
Obyektif :
1) Kontak mata kurang
2) Tidakberinisiatif
berinteraksi dengan
orang lain

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah


VI. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tgl No. Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Perencanaan Intervensi


Dx Keperawatan
Gg. Konsep TUM : Klien 1. setelah 1 kai 1. Bina hubungan saling
Diri : harga memiliki Konsep interaksi, klien percaya dengan
diri rendah diri yan positif menunjukkan menggunakan komunikasi
ekspresi wajah terapeutik :
TUK : bersahabat, rasa a) Sapa klien dg
1. Klien dapat senang, ada kontak ramah, baik verbal
membina mata, mau brjabat maupun non verbal
hubungan saling tangan, mau b) Perkenalkan diri
percaya dengan menyebutkan nama, dengan sopan
perawat mau menjawab c) Tanyakan nama
salam, klienmau lengkap dan nama
duduk pangilan yang disukai
berdampingan d) Jelaskan tujuan
dengan perawat, pertemaun
mau mengutarakan e) Jujur dan menepati
masalah yang janji
dihadapi. f)Tunjukan sikap empati
dan mau menerima klien
apa adanya
g) Beri perhatian dan
perhatikan kebutuhan
2. klien dapat 2. setelah satu kali dasar klien
mengidentifikasi interaksi klien
aspek positif dan menyebutkan :
kemampuan a) Aspek positif dan 2.1 Diskusikan dengan klien
yang dimiliki kemampuan yang tentang :
dimiliki klien a) Aspek positif yang
b) Aspek positif dimiliki klien, keluarga,
keluarga lingkungan
c) Aspek positif b) Kemampuan yang
lingkungan klien. dimiliki klien
2.2 Bersama klien buat daftar
tentang :
a) Aspek positif klien,
keluarga, lingkungan
b) Kemampuan yang
dimiliki klien
2.3 Beri pujian yang relistis,
hindarkan member penilaian
3. klien dapat 3. setelah 1 kali negatif
menilai interaksi klien
kemampuan menyebutkan
yang dimiliki kemampuan yang 3.1 diskusikan dengan klien
untuk dapat dilaksanakan . kemampuan yang dapat
dilaksanakan. dilaksanakan
3.2 diskusikan kemampuan
yang dapat dilanjutkan
4. klien dapat 4. setelah 1 kali pelaksanaan
merencanakan interaksi klien
kegiatan sesuai membuat rencana 4.1 rencanakan bersama
dengan kegiatan harian klien aktivitas yang dapat
kemampuan dilakukan sesuai kemampuan
yang dimiliki klien :
a) Kegiatan mandiri
b) Kegiatan dengan bantuan
4.2 tingkatkan kegiatan
sesuai kondisi klien
4.3 beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang
dapat klien lakukan
5. klien dapat 5. setelah 1 kali
melakukan interaksi klien
kegiatan sesuai melakukan kegiatan 5.1 anjurkan klien untuk
rencana yang sesuai jadual yang melaksanakan kegiatan yang
dibuat dibuat . telah direncanakan
5.2 pantau kegiatan yang
dilaksanakan klien
5.3 beri pujian atas usaha
yang dilakukan klien
5.4 diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah
6. klien dapat 6. setelah 1 kali pulang
memanfaatkan interaksi klien
system memanfaatkan 6.1 beri pendidikan
pendukung yang system pendukung kesehatan pada keluarga
ada yang ada dikeluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah
6.2 bantu keluarga
memberikan dukungan
selama klien dirawat
6.3 bantu keluarga
menyiapkan lingkungan
dirumah.

STRATEGI PELAKSANAAN

HARGA DIRI RENDAH

STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN 1 (SP I)

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien :

DO :

Klien tampak pasif, terlihat suka menyendiri.

DS :

Klien mengatakan : sering malu dan tak berguna.

2. Diagnosa Keperawatan :

Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah

3. Tujuan

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya.

TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

4. Tindakan Keperawatan

1. Membina hubungan saling percaya


2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan interaksi
4. Menciptakan lingkungan yang tenang
5. Membuat kesepakatan, kontrak dibuat dengan jelas mengenai topik, tempat, waktu
6. Member perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab

5. Strategi Pelaksanaan

1. Orientasi

A. Salam Terapeutik

“Assalamualaikum ibu/bapak, saya perawat yang akan merawat ibu/bapak. Perkenalkan nama
saya Cahya Adinata, biasa dipanggil Cahya, saya dari Fakultas Keperawatan Universitas Pelita
Harapan. Kalau boleh tahu nama lengkap ibu/bapak siapa? Senang dipanggil apa?”

B. Evalusi/Validasi

“ ibu/bapak, bagaimana perasaan ibu/bapak pada pagi ini? Ada apa dirumah sampai ibu/bapak
dibawa kemari?”

2. Kontrak

Topik : “ibu/bapak, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan ibu/bapak atau
hal-hal yang biasa ibu/bapak lakukan?”

Waktu : “ibu/apak, maunya berapa lama kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau 10 menit saja?”

Tempt : “ibu/bapak maunya dimana kita bercakap-cakap? Disini atau didepan?”

3. Fase Kerja

“kebiasaan ibu/bapak dirumah apa? Dari kamar tidur, dapur maupun dihalaman pasti
menyenangkan sekli ya ibu/bapak ya…, sekarang yng biasa ibu/bapak lakukan ditempat kerja
ibu/bapak apa? Terus apa saja yang disenangi dari keluarga ibu/bapak? Bagaimana dengan anak
ibu/bapak?”

4. Fase Terminasi

a. Evaluasi Subyektif

“ bagaimana perasaan ibu/bapak setelah kita bercakap-cakap tadi?”

b. Evaluasi Obyektif

“apa saja kemampuan atau kebiasaan ibu/bapak lakukan? Terus apa saja yang disenangi dirumah
ibu/bapak?”
5. Rencana Tindak Lanjut

“baiklah ibu/bapak selanjutya coba ibu/bapak ingat kemampuan ibu/bapak yang lain, yang belum
kita bicarakan, nanti cerita-cerita pada saya ibu/bapak ya..”

6. Kontrak

Topik ; “ibu/bapak, nanti saya akan melihat kemampuan ibu/bapak mana yang masih dapa
dilakukan dirumah sakit maupun dirumah”

Waktu : “ibu/bapak, bagaimana kalau jam 10.00 nanti kita bertemu? Sampai nanti ibu/bapak
ya..”

Tempat : “untuk tempat ibu/bapak maunya dimana? Bagaimana kalau disini saja..”

STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP II)

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien

Klien telah mengetahui beberapa kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

2. Diagnosa Keperawatan

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3. Tujuan

TUK 3 : Klien dapat memilih kemampuan yang akan digunakan

TUK 4 : Klien mencoba kemampuan yang dipilih

TUK 5 : Klien menyusun jadual kegiatan harian untuk kemampuan yang telah dicoba

4. Tindakan Keperawatan

1. mendiskusikan dengan klien kemampuan yang akan digunakan


2. mendiskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang kerumah
3. merencanakan bersama aktivitas yang klien dapat lakukan setiap hari sesuai
kemampuan
4. meningkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ selamat pagi ibu/bapak..masih ingat dengan saya?”
b. Evaluasi/Validasi
“ibu/bapak, bagaimana perasaan ibu/bapak hari ini? Masih ada kemampuan ibu/bapak
yang belum diceritakan pada saya?”
2. Kontrak
Topik : “ibu/bapak, masih ingat apa yang akan kita bicarakan sekarang? Kita akan
melihat kembali daftar kemampuan ibu/bapak untuk menilai mana yang dapat dikerjakan
dirumah sakit, bagaimana ibu/bapak?”
3. Fase Kerja
“ ibu/bapak, ini daftar kemampuan yang ibu/bapak miliki yang telah dibicarakan, baiklah
ibu/bapak apa masih ada tambahannya? Sekarang ibu/bapak coba lihat satu persatu
apakah dapat dilakukan dirumah sakit? Coba ibu/bapak pilih yang mana yang bisa kita
latih sekarang, sesuai dengan kondisi ibu/bapak bagaimana kalau disini saja.. nah
sekarang sudah selesai mari kita istirahat ibu/bapak”

4. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“bagaimana perasaan ibu/bapak setelah melakukan kegiatan tadi?”
b. Evaluasi Obyektif
“ibu/bapak, coba sebut ulang cara mengerjakannya dan nanti saya akan membantu
ibu/bapak”

5. Rencana Tinak Lanjut


“bagaimana kalau ibu/bapak melakukan terus selama dirumah sakit agar nanti ibu/bapak
bisa melakukan dirumah”

6. Kontrak
Topik : “Baiklah, waktu kita sudah habis, besok kita coba kemampuan yang lain”
Waktu : “ ibu/bapak maunya jam berapa? Bagaimana kalau jam 09.00 pagi? Baiklah
ibu/bapak, sampai ketemu besok ya”
Tempat : “untuk tempat ibu/bapak maunya dimana? Bagaimana kalau disini saja”

STRATEGI PELAKSANAAN (SP III)

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien
Klien telah mengetahui kemampuan yang dapat dilakukan di RS dan telah melatih satu
kemampuan yang telah masuk jadual kegiatan harian (ADL).

2. Diagnosa Keperawatan

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3. Tujuan

TUK6 : Klien memasukkan kemampuan kedua dalam jadual kegiatan harian (ADL)

4. Tindakan Keperawatan

a. member kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan

b. member pujian atas keberhasilan klien

c. mendiskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan

B. Strategi Pelaksanaan

1. Orientasi

a. Salam Terapeutik

“selamat pagi ibu/bapak, masih ingat dengan saya?”

b. evaluasi/validasi

“bagaimana perasaan ibu/bapak pada padi ini, apa ibu/bapak baik-baik saja? Apakah kegiatan
yang kita latih kemarin sudah dilakukan ibu/bapak? Coba sekarang kita lihat jadualnya”

2. Kontrak

Topik : “nah..sekarang kita akan latih lagi kemampuan ibu/bapak yang lain, bagaimana
ibu/bapak?”

Waktu :”untuk waktunya ibu/bapak maunya berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit saja?
Seperti waktu kemarin yang kita lakukan”

Tempat : “untuk tempat ibu/bapak maunya dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalai tempat
kemarin? Mari ibu/bapak”

3. Fase Kerja
“Nah, ini daftar kemampuan ibu/bapak yang kemarin, sekarang ibu/bapak pilih yang mana? Mari
kita praktekkan lagi, sekarang coba ibu/bapak lakukan sendiri sambil saya bantu”

4. Fase Terminasi

a. Evaluasi Subyektif

“bagaimana perasaan ibu/bapak setelah kita mencobanya”

b. Evaluasi Obyektif

“ibu/bapak, sudah berapa kegiatan yang sudah dilakukan? Coba diulangi lagi ibu/bapak ya”

5. Rencana Tindak Lanjut

“bagaimana kegiatan barusan dilakukan dengan teratur, mari kita masukkan jadual kegiatan
harian ibu/bapak ya”

6. Kontrak

Topik : “Nah, ibu/bapak sudah melakukan 2 kegiatan, bagaimana kalau kita latih lagi kegiatan
ketiga?”

Waktu : “ibu/bapak maunya sampai jam berapa? Bagaimana kalau seperti biasa saja jam 10?
Baiklah bu sampai nanti ibu/bapak ya”

Tempat : “untuk tempatnya ibu/bapak maunya dimana? Bagaimana kalau disini saja?”

STRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA (SP I)

Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan menjadi
sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
a. Tujuan :
1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki pasien
3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih dan memberikan
pujian atas keberhasilan pasien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien
b. Tindakan keperawatan :
1)  Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2)  Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada pasien
3)  Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan memuji
pasien atas kemampuannya
4)  Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah
5)  Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
6)  Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat pasien dengan
harga diri rendah seperti yang telah perawat demonstrasikan sebelumnya
7)  Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah
SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien di
rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah, menjelaskan
cara merawat pasien dengan harga diri rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien
dengan harga diri rendah, dan memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktekkan cara merawat.

1. Orientasi :
“Assalammu’alaikum ibu/bapak, saya Cahya Adinata, perawat yang merawat Tn. A”
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”
“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat Tn. A? Berapa lama waktu
Bp/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!”
2. Kerja :
“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Tn. A”
“Ya memang benar sekali Pak/Bu, Tn. A itu memang terlihat tidak percaya diri dan sering
menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada Tn. A, sering menyalahkan dirinya dan mengatakan
dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki masalah
harga diri rendah yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap
diri sendiri. Bila keadaan Tn. A ini terus menerus seperti itu, Tn. A bisa mengalami masalah
yang lebih berat lagi, misalnya Tn. A jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih
mengurung diri”
“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?”
“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”
“Setelah kita mengerti bahwa masalah Tn. A dapat menjadi masalah serius, maka kita perlu
memberikan perawatan yang baik untuk Tn. A”
”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Tn. A? Ya benar, dia juga mengatakan hal yang
sama(kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan Tn. A)
” Tn. A itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Serta telah
dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan Tn. A untuk
melakukan kegiatan tersebut sesuai jadual. Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu.
Dan jangan lupa memberikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda cek
list pada jadual yang kegiatannya”.
”Selain itu, bila Tn. A sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu tetap perlu memantau
perkembangan Tn. A. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak tertangani lagi,
bapak/Ibu dapat membawa Tn. A ke puskesmas”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian kepada Tn. A”
”Temui Tn. A dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian yang yang
mengatakan: Bagus sekali Tn. A, kamu sudah semakin terampil mencuci piring”
”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”
Terminasi :
”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”
“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi Tn. A dan bagaimana cara
merawatnya?”
“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali Bapak/Ibu kemari
lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara memberi pujian
langsung kepada Tn. A”
“Jam berapa Bp/Ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah  


harga diri rendah langsung kepada pasien.

Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
”Bapak/IBu masih ingat latihan merawat anak BapakIbu seperti yang kita pelajari dua hari yang
lalu?”
“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada Tn. A”
”Waktunya 20 menit”.
”Sekarang mari kita temui Tn. A”
Kerja:
”Assalamu’alaikum Tn. A. Bagaimana perasaan Tn. A hari ini?”
”Hari ini saya datang bersama orang tua Tn. A Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya,
orang tua Tn. A juga ingin merawat Tn. A agar Tn. A cepat pulih.”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa
hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan anak Bapak/Ibu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan Tn. A setelah berbincang-bincang dengan Orang tua Tn. A?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua Tn. A ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”
“Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada Tn. A’’
‘’Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu melakukan cara
merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak/Bu’’
‘’Assalamu’alaikum’’

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Karena hari ini Tn. A sudah boleh pulang, maka kita akan membicarakan jadwal Tn. A selama
di rumah”
”Berapa lama Bpk/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor
Kerja:
”Pak/Bu ini jadwal kegiatan Tn. A selama di rumah sakit. Coba diperhatikan, apakah semua
dapat dilaksanakan di rumah?”Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama Tn. A dirawat dirumah
sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh Tn. A
selama di rumah. Misalnya kalau Tn. A terus menerus menyalahkan diri sendiri dan berpikiran
negatif terhadap diri sendiri, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K di puskemas Indara Puri, Puskesmas
terdekat dari rumah Bapak/Ibu, ini nomor telepon puskesmasnya: (0651) 554xxx
”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan Tn. A selama di rumah
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang.
Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat
habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA

1. Shanti. 2009. Penatalaksanaan Keperawatan Pada Pasien Harga Diri Rendah.


http://shanti.staff.umy.ac.id/?p=9, 08 desember 2009
2. Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
3. Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan dari Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Penatalaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika
4. http://www.academia.edu/29612868/LP_SP_HDR_NEW
5. LAPORAN_PENDAHULUAN_KLIEN_DENGAN_HARGA_DIRI_RENDAH&
hl=id-ID
6. https://dokumen.tips/documents/harga-diri-rendah-sp.html
LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Perubahan Proses Pikir : Waham

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Definisi

Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan
dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien
yang sudah kehilangan kontrol (Depkes RI,2000). Yosep (2010) mengartikan waham sebagai
suatu keyakinan seseorang berdasarkan penilaian realistis yang salah dan yang tidak konsisten
dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya. Individu menjadi tidak mampu merespons
stimulus internal dan eksternal dengan proses interaksi dan informasi yang akurat. Waham
adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan. (Keliat, 2006).

Jadi Waham adalah keyakinan seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi tetap
dipertahankan karena pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol.

B. Etiologi

Faktor Terjadinya Prediposisi WAHAM


1) Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan system saraf yg berhubungan
dengan respon biologis yg maladaptif.
2) Neurobiologis : adanya gangguan terhadap korteks pre frontal & korteks limbic
3) Neurotransmitter : abnormalitas terhadap dopamine, serotonin & glutamat.
4) Virus : paparan virus influensa pada trimester III.
5) Psikologis : ibu yang selalu cemas, terlalu melindungi, namun ayah tidak
memperdulikannya
Faktor Terjadinya Presipitasi WAHAM
1) Proses pengolahan informasi yg berlebihan
2) Prosedur penghantaran listrik yg abnormal.
3) Adanya gejala pemicu

Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri :
harga diri rendah. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan persepsi
sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss berat yang mengancam ego yang lemah,
dan isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C, 1998).

C. Tanda dan Gejala

a. Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan.


b. Ekspresi muka sedih, gembira atau ketakutan. 
c. Berbicara kasar.
d. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan. 
e. Mudah tersinggung.
f. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan. 
g. Menolak makan. Tidak ada perhatian terhadap perawatan diri.
h. Menghindar dari orang lain. 
i. Mendominasi pembicaraan. 
j. Gerakan tidak terkontrol.

Jenis-jenis waham :

a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan berulangkali tetapi
tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “Saya punya tambang emas”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/mecederai dirinya,
diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya tahu..seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri
dengan kesuksesan saya”

c.    Waham agama


Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang kali tetapi
tidak sesuai kenyataan
Contoh: “Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari”

d.   Waham somatik


Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya sakit kanker”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda
kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.

e.    Waham nihilistik


Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,diucapkan berulangkali tetapi tidak
sesuai kenyataan.
Contoh: “Ini khan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”

D. Rentang Respon

adaptif maladatif

a) Pikiran logis a) Terkadang a) Gangguan


b) Persepsi akurat proses berpikir isi pikir waham
c) Emosi konsisten terganggu b) Perubaha
dengan pengalaman b) Ilusi n proses emosi
d) Perilaku yang sesuai c) Emosi c) Perilaku
e) Hubungan sosial. berlebihan tidak
d) Perilaku terorganisasi
yang tidak biasa d) Isolasi
e) Menarik diri. sosial.
E. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham
2. Perubahan proses piker : waham berhubungan dengan harga diri rendah.

F. Akibat Yang Sering Muncul

Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan
pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar
dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

1. Status mental

Berdandan dengan baik dan berpakaian rapi, tetapi mungkin terlihat ekstrinsik dan aneh. Tidak
jarang bersikap curiga atau bermusuhan terhadap orang lain. Klien biasanya cerdik ketika
dilakukan pemeriksaan sehingga dapat memanipulasi data. Selain itu perasaan hatiya konsisten
dengan isi waham.

1. Sensori dan kognisi

Tidak memiliki kelainan dalam orientasi kecuali klien waham spesifik terhadap orang, tempat,
dan waktu. Daya ingat atau kognisi lainnya biasanya akurat. Pengendalian impuls pada klien
waham perlu diperhatikan bila terlihat adanya rencana untuk bunuh diri, membunuh, atau
melakukan kekerasan pada orang lain.

Gangguan proses pikir waham biasanya diawali dengan adanya riwayat penyakit berupa
kerusakan pada bagian korteks dan limbik otak. Bisa dikarenakan terjatuh atau didapat ketika
lahir. Hal ini menunjukkan terjadinya perubah emosional seseorang yang tidak stabil. Bila
kepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, kemudian mengisolasi diri dari orang lain
dan lingkungan. Waham curiga akan timbul sebagai manifestasi ketidakmampuan seseorang
dalam memenuhi kebutuhannya. Bila respons lingkungan kurang mendukung terhadap
perilakunya dimungkinkan akan timbul resiko perilaku kekerasan pada dirinya, orang lain dan
lingkungan. Dan kerusakan komunikasi kepada orang lain.

G. Mekanisme Koping
Menurut Hernawati (2008), perilaku yang mewakili upaya untuk melindungiklien dari
pengalaman yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang maladaptif meliputi:
1. Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi
ansietas.
2. Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan persepsi yang rancu
3. Menarik diri.
4. Pada keluarga : mengingkari

III. POHON MASALAH

Kerusakan Resiko menyakiti diri, orang


Komunikasi Verbal lain dan lingkungan

Perubahan isi
pikir: waham

Gangguan konsep diri:


harga diri rendah
rendah

IV. DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Masalah keperawatan:Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan


2. Perubahan proses pikir : waham
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
4.
a. Data yang perlu dikaji : Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
b. Data subjektif : Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, dan ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
c. Data objektif : Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Perubahan proses berpikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah

VI. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan meningkat hargadirinya.

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.


Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan
tujuaninteraksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat
dantopik pembicaraan)
b) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
c) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
d) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

Tindakan :

a) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat mengetahui aspek positif yang dimiliki.
b) Diskusikan kemampuan dan aspek positifyang dimiliki.
c) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi
pujianyang realistis.
d) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
b) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
STRATEGI PELAKSANAAN

WAHAM

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP I)

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien :

DO :

Klien tampak tidak menyendiri, curiga, bermusuhan, merusak (diri,orang lain, lingkungan),
takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilailingkungan/ realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung.

DS :

Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,kecurigaan, keadaan


dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuaikenyataan.

2. Diagnosa Keperawatan :

Perubahan proses berpikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah

3. Tujuan :

1. Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi kebutuhan yang tidakterpenuhi


2. cara memenuhi kebutuhan, mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yangtidak terpenuhi.

4. Tindakan Keperawatan
1. Membantu orientasi realita
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
3. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

5. Strategi Pelaksanaan

1. Orientasi/Perkenalan
“selamat pagi, perkenalkan nama saya Cahya Adinata, saya perawat yang dinas pagi ini di
Ruang melati. Saya dinas dari jam 07.00–14.00, saya yang akan membantu perawatan
 bapak hari ini. Nama bapak siapa? senangnya dipanggil apa?”
 “Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak A rasakan sekarang?”
 “Berapa lama bapak A mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?”
2. Kerja
“Saya mengerti pak A merasa bahwa pak A adalah seorang Nabi, tapi sulit bagi saya
untuk mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak hidup didunia ini, bisa
kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?”
“Tampaknya pak A gelisah sekali, bias pak A ceritakan kepada saya apa yang pak
Rrasakan?”
 “Oooo, jadi pak A merasa takut nanti diatur -atur oleh orang lain dan tidak punya hak
untuk mengatur diri pak A sendiri?”
“Siapa menurut pak A yang sering mengatur-atur diri pak R?”
 “Jadi teman pak A yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga adik pak A yang lain?”
 “Kalau pak A sendiri inginnya seperti apa?”
 “Ooo, Bagus pak A sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
 “Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak A.”
 “Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak A ingin ada kegiatan di luar rumah sakitkarena
bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
3. Terminasi
“Bagimana perasaan pak A setelah berbincang-bincang dengan saya?”
 “Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
 “Bagaimana kalau jadwal ini pak A coba lakukan, setuju pak?”
 “Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
 “Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
 “Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah pak A miliki?”
 “Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja pak A?”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP II)

1. Tujuan

Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktekannya

2. Tindakan Keperawatan

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
3. Melatih kemampuan yang dimiliki
1) Orientasi
“selamat pagi pak A, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
 “Apakah pak R sudah mengingat-ingat apa saja hobi atau kegemaran pak A?”
 “Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
 “Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak A tersebut?”
 “Berapa lama pak A mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”
2) Kerja
“Apa saja hobi pak A? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
 “Wah, rupanya pak A pandai main suling ya.”
 “Bisa pak A ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main Suling, siapa yang
dulu mengajarkannya kepada pak A, dimana?”
 “Bisa pak A peragakan kepada saya bagaiman bermain suling yang baik itu.”
 “Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan pak A ini.
Berapa kali sehari/seminggu pak A mau bermain suling?”
“Apa yang pak A harapkan dari kemampuan bermain suling ini?”
 “Ada tidak hobi atau kemampuan pak A yang lain selain bermain suling?”
3) Terminasi :
“Bagaimana perasaan pak A setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan kemampuan
pak A?”
 “Setelah ini coba pak A lakukan latihan bermain suling sesuai dengan jadwal yang telah
kita buat ya?”
 “Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
 “Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di taman saja, setuju
pak?”
 “Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak A minimum, setuju?”

STRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA (SP I)

1. Tujuan

Membina hubungan saling percaya dengan keluarga; mengidentifikasi masalah menjelaskan


proses terjadinya masalah; dan obat pasien.2. Tindakan

1) ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, perkenalkan nama saya Cahya Adinata, saya perawat yang dinas di
ruang melati ini. Saya yang merawat bapak A selama ini. Nama bapak dan ibu siapa, senangnya
dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah bapak A dan cara merawat A di
rumah?”
“Dimana kita mau berbicara? Bagaimana kalau di ruang wawancara?”
“Berapa lama waktu bapak dan ibu? Bagaimana kalau 30 menit”
2) KERJA
“Pak, bu, apa masalah yang Bpk/Ibu rasakan dalam merawat bapak A? Apa yang sudah
dilakukan di rumah?Dalam menghadapi sikap anak ibu dan bapak yang selalu mengaku-ngaku
sebagai seorang nabi tetapi nyatanya bukan nabi merupakan salah satu gangguan proses berpikir.
Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara menghadapinya. Setiap kali anak bapak dan ibu
berkata bahwa ia seorang nabi bapak/ ibu dengan mengatakan pertama:
‘Bapak/Ibu mengerti A merasa seorang nabi, tapi sulit bagi bapak/ibu untuk mempercayainya
karena setahu kami semua nabi sudah meninggal.”
“Kedua: bapak dan ibu harus lebih sering memuji A jika ia melakukan hal-hal yang baik.”
“Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yang berinteraksi dengan A”
“Bapak/Ibu dapat bercakap-cakap dengan A tentang kebutuhan yang diinginkan A, misalnya:
“Bapak/Ibu percaya A punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada bapak/ibu.
bahkan punya kemampuan ............ “ (kemampuan yang pernahdimiliki oleh anak)
“Keempat: Bagaimana kalau dicoba lagi sekarang?”(Jika anak mau mencoba berikan pujian)
“Pak, bu, A perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang”
“Obatnya ada tiga macam, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar bias tidur, yang
putih ini namanya THP guanya supaya rilek dan tidak kaku, dan yang merah jambu/ping ini
namanya HDL gunanya agar pikiran tenang suara-suaraatau halusinasi hilang, semuanya ini
harus diminum secara teratur 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangan
dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat menyebabkan A kambuh
kembali”(Libatkan keluarga saat memberikan penjelasan tentang obat kepada klien). A sudah
mempunyai jadwal minum obat. Jika dia minta obat sesuai jamnya, segera beri pujian.

3) TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat A di
rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali berkunjung
ke rumah sakit.”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba melakukan langsung cara merawat A sesuai dengan pembicaraan kita tadi”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”

STRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA II (SP II)

1. Tujuan

Melatih keluarga cara merawat pasien

1) ORIENTASI

“Selamat pagi pak, bu, sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi”

“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan dua hari yang
lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke A ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu?”
2) KERJA
“Sekarang anggap saya A yang sedang mengaku-aku sebagai nabi, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila A sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada kemampuan yang dimiliki A.
Bagus.”
“Sekarang coba cara memotivasi A minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai
jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat A”
3) TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat A?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu
membesuk A”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba lagi cara merawat A sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”

SRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA III (SP III)

1. Tujuan

Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

1) ORIENTASI

“selamat pagi pak, bu, karena A sudah boleh pulang, maka kita bicarakan jadual A selama
dirumah”
“Bagaimana pak, bu, selama bapak dan ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara merawat A?”
“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadual di rumah? Mari Bpk/Ibu duduk di sini”
“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu? Baik 30 menit saja, sebelum Bpk/Ibu menyelesaikan
administrasi di depan.”
2) KERJA
“Pak/Bu, ini jadwal A selama di rumah sakit. Coba diperhatikan. Apakah kira-kira dapat
dilaksanakan semua di rumah? Jangan lupa memperhatikan A, agar ia tetap menjalankan di
rumah, dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri), B (bantuan), atau T (tidak mau
melaksanakan).”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak ibu dan
bapak selama di rumah. Kalau misalnya A mengaku sebagai seorang nabi terus menerus dan
tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi Puskesmas terdekat dari rumah
ibu dan bapak, yang akan membantu memantau perkembangan A selama di rumah”
3) TERMINASI

“Apa yang ingin Bapak/Ibu tanyakan?Bagaimana perasaan Bpk/Ibu? Sudah siap melanjutkan di
rumah?”
“Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk puskesmas tempat ibu dan bapak tinggal guna
mempermudah dalam merawat anak ibu dan bapak. Kalau ada apa-apaBpk/Ibu boleh juga
menghubungi kami. Silakan

DAFTAR PUSTAKA

1. Adiansyah alfian. 2016. Waham. https://www.academia.edu/5463697/WAHAM,


2016
2. Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan  Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta
: FIK,Universitas Indonesia
3. Yosep, I. (2010). Keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama.
4. https://dwikurniawati117.wordpress.com/2014/04/15/lpspdan-api/
5. http://www.academia.edu/9323126/MAKALAH_ASKEP_KEPERAWATAN_JIWA_DENGA
N_MASALAH_WAHAM
LAPORAN PENDAHULUAN

RISIKO BUNUH DIRI

I. KASUS ( MASALAH UTAMA )

Risiko Bunuh Diri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Definisi

Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stress
yang tinggi dan menggunakan koping maladaptif. Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang
dengan sengaja yang tahu akan akibatnya dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu
singkat (Marismis, 1998:431). Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. (Ade Herman, 2011). Bunuh diri adalah suatu keadaan
dimana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang
dapat mengancam nyawa. (Nita Fitria, 2009).
Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan kultural.
Durkheim membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada tiga subkategori bunuh diri
berdasarkan motivasi seseorang, yaitu sebagai berikut.
1) Bunuh diri egoistik. Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
2) Bunuh diri altruistik. Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3) Bunuh diri anomik. Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi
individu
Jadi, bunuh diri adalah tindakan yang berisiko menyakiti diri sendiri dan atau menyakiti
yang dilakukan secara sadar untuk mengakhiri hidupnya.

B. Etiologi

1. Faktor predisposisi:
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang
siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai
riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk
melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b.   Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan,
atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi
yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam
menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
c. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati,
impulsif, dan depresi.
d.  Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat
menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia
yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut
dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph(EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu.
Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi
pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh
diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.

A. Faktor genetik dan teori biologi faktor genetik mempengaruhi terjadinya risiko
bunuh diri pada keturunanna. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan
depresi yang berkontribusi terjadinya risiko buuh diri.

 B. Teori sosiologi Emile Durkheim membagi suicide dalam 1 kategori yaitu : Egoistik (orang
yang tidak terintegrasi pada kelompok social), atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan
masyarakat) dan anomic (suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan
beradaptasi dengan stressor).

C. Teori psikologi Sigmund Freud dan Karl Menninger m eyakini bahwa bunuh diri
merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala risiko bunuh diri menurut Fitria, Nita (2009) :

a.       Mempunyai ide untuk bunuh diri.


b.      Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d.      Impulsif.
e.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f.       Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g.      Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h.      Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan
diri).
i.        Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
j.        Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k.      Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam
karier).
l.        Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m.    Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n.      Pekerjaan.
o.      Konflik interpersonal.
p.      Latar belakang keluarga.
q.      Orientasi seksual.
r.        Sumber-sumber personal.
s.       Sumber-sumber social.
t.        Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

D. Rentang Respon

Menurut Fitria (2012) mengemukakan rentang harapan-putus harapan merupakan rentang


adaptif-maladaptif.

ADAPTIF MALADAPTIF

Peningkatan Berisiko Destruktif diri Pencederaan Bunuh


Diri Destruktif Tidak Langsung Diri Diri

Keterangan:

a. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.  

b. Berisiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami  perilaku


destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan
diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.

c. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telahmengambil sikap yang kurang tepat terhadap
situasi yangmembutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.

d. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.

e. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.

D. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul

1. Risiko bunuh diri berulang


2. Perilaku merusak diri sendiri
3. Alam perasaan depresi
4. Mekanisme koping tidak efektif
5. Isolasi sosial
6. Perubahan konsep diri

E. Akibat Yang Sering Muncul

Risiko bunuh diri dapat mengakibatkan sebagai berikut :

1. Keputusasaan
2. Menyalahkan diri sendiri
3. Perasaan gagal dan tidak berharga
4. Perasaan tertekan
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan berat badan
7. Berbicara lamban, keletihan
8. Menarik diri dari lingkungan social
F. Mekanisme Koping

Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku pengerusakan diri tak
langsung adalah pengingkaran (denial). Sementara, mekanisme koping yang paling menonjol
adalah rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi
masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri
seseorang.

III. POHON MASALAH

Risiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Rsiko Bunuh Diri

Harga Diri Rendah

IV. DATA YANG PERLU DIKAJI

Data Fokus :

Masalah Keperawatan : Risiko bunuh diri

DS :

1) Mengungkapkan keinginan bunuh diri


2) Mengungkapkan keinginan untuk mati
3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4) Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.
5) Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan.
6) Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
7)   Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekeasan saat kecil.

DO :

1) Impulsif.
2) Menunujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
3) Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol).
4) Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal).
5) Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
6) Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
7) Status perkawinan yang tidak harmonis.

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Risiko Bunuh Diri

VI. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Risiko Bunuh Diri


A.    Rencana Keperawatan
TUM :

Klien tidak mencederai diri sendiri

TUK 1

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria Evaluasi :

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi

Rencana Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :

a.       Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.

b.      Perkenalkan diri dengan sopan.

c.       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

d.      Jelaskan tujuan pertemuan.

e.       Jujur dan menepati janji.

f.       Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

g.      Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar

TUK 2

Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

Rencana Tindakan :

1.      Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.

2.      Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.

3.      Awasi klien secara ketat setiap saat

TUK 3

Klien dapat mengekspresikan perasaannya,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat mengekspresikan perasaannya


Rencana Tindakan :

1.      Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.

2.      Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.

3.      Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.

4.      Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.

TUK 4

Klien dapat meningkatkan harga diri,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat meningkatkan harga dirinya

Rencana Tindakan :

1.      Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

2.      Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

3.      Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama,


keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

TUK 5

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

Rencana Tindakan :

1.      Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.


2.      Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya terhadap
kehidupan orang lain.

3.      Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.

TUK 6

Klien dapat menggunakan dukungan sosial,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan dukungan sosial.

Rencana Tindakan :

1.      Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.

2.      Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.

3.      Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).

TUK 7

Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan obat dengan tepat

Rencana Tindakan :

1.      Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

2.      Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

3.      Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
4.      Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

Tindakan Keperawatan

A.    Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Resiko Bunuh Diri

1.      Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri


a.       Tujuan             : Pasien tetap aman dan selamat
b.      Tindakan         : Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut :
1)      Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2)      Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3)      Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak
ada keinginan bunuh diri.
STRATEGI PELAKSANAAN
RISIKO BUNUH DIRI

STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN I (SP I)


A. Proses Keperawatan

1.      Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri


a.       Tujuan             : Pasien tetap aman dan selamat
b.      Tindakan         : Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut :
1)      Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2)      Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3)      Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak
ada keinginan bunuh diri.
SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak A kenalkan saya adalah perawat Cahya Adinata yang bertugas di ruang
Mawar ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”
“Bagaimana perasaan pak A hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini. Dimana dan
berapa lama kita bicara?”

KERJA
“Bagaimana perasaan pak A setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B merasa
paling menderita di dunia ini? Apakah pak A kehilangan kepercayaan diri? Apakah pak A
merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah pak A merasa
bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah pak A sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah pak A berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau pak A
berharap bahwa pak A mati? Apakah pak A pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya,
bagaimana caranya? Apa yang pak A rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh
dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya
dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya pak A membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup”. “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar pak A ini untuk
memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan pak A.”
“Nah pak A, Karena pak A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup pak A, maka saya tidak akan membiarkan pak A sendiri.”
“Apa yang akan pak A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
maka untuk mengatasinya pak A harus langsung minta bantuan kepada perawat diruangan ini
dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi pak A jangan sendirian ya? Katakan pada
perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”.
“Saya percaya pak A dapat mengatasi masalah, OK pak A?”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan pak A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh
diri?”
“Coba pak A sebutkan lagi cara tersebut?”
“Saya akan menemui pak A terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
(jangan meninggalkan pasien)

1.      Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri


a.       Tujuan:
1)      Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
2)      Pasien dapat mengungkapkan perasaannya.
3)      Pasien dapat meningkatkan harga dirinya.
4)      Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.

b.      Tindakan keperawatan:


1)      Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman.
2)      Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
(1)   Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
(2)   Berikan oujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang posittif.
(3)   Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
(4)   Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan.

3)      Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:


(1)   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya.
(2)   Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah.
(3)   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.

SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak A!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan pak A hari ini?
O.. jadi pak A merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah pak A ada perasaan ingin
bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi
keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja yah!”

KERJA
“Baiklah, tampaknya pak A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar pak A ini untuk memastikan tidak
ada benda-benda yang membahayakan pak A.”
“Nah pak A, karena pak A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup pak A, maka saya tidak akan membiarkan pak A sendiri.”
“Apa yang pak A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
maka untuk mengatasinya pak A harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga
dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan pak A jangan pernah sendirian ya..?”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah kita
bicarakan tadi? Bagus pak A. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih
ada perasaan/dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau
sudah tidak ada keinginan bunuh diri, saya akan ketemu pak A lagi, untuk membicarakan cara
meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”

SP 3 Pasien: Untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak A! Bagaiman perasaan pak A saat ini? Masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita akan membahas
tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih pak A miliki. Mau berapa lama?
Dimana?”
KERJA
“Apa saja dalam hidup pak A yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau
pak A meninggal. Coba pak A ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan pak A. Keadaan
yang bagaimana yang membuat pak A merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan pak A masih
ada yang baik yang patut pak A syukuri. Coba pak A sebutkan kegiatan apa yang masih dapat
pak A lakukan selam ini?.” “Bagaimana kalau pak A mencoba melakukan kegiatan tersebut,
mari kita latih.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan pak A setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja
yang pak A patut syukuri dalam hidup pak A? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam
kehidupan pak A jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus pak A. Coba pak
A ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih pak A miliki dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita
bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada
perasaan-perasaan yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”

2.      Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri
a.       Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
b.      Tindakan:
1)      Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan
pasien sendirian.
2)      Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya
disekitar pasien.
3)      Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri.
4)      Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.

SP 1 keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba


bunuh diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu, kenalkan saya Cahya Adinata yang merawat putra bapak dan ibu
dirumah sakit ini”.
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar pak A tetap selamat dan
tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-bincangnya Pak/Bu?”
Sambil kita awasi terus pak A.

KERJA
“Bapak/Ibu, pak A sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan pekerjaan dan
ditinggal istrinya, sehingga sekarang pak A selalu ingin mengakhiri hidupnya. Karena kondisi
Bpak Ayang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi pak A
terus-menerus. Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi ya.. pokoknya kalau dalam kondisi serius seperti
ini pak A tidak boleh ditinggal sendirian sedikitpun”
“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan pak A
untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang. Semua barang-barang tersebut
tidak boleh ada disikitar pak A.” “Selain itu, jika bicara dengan pak A fokus pada hal-hal positif,
hindarkan pernyataan negatif”.
“Selain itu sebaiknya pak A punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya bermain sepak
bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita temani pak A, sampai
keinginan bunuh dirinya hilang.”

SP Keluarga II
1.      Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.
a.       Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada
pasien.
b.      Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umunya muncul pada pasien beresiko bunuh
diri.
2.      Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a.       Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan
tanda dan gejala bunuh diri.
b.      Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
1)      Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah diawasi,
jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien
sendirian dirumah.
2)      Menjauhkan barang-barang yang bisa untuk bunuh diri. Jauhkan psien dari barang-barang
yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau
atau benda tajam lainnya zat yang berbahaya seperti obat nyamukatau racun serangga.
3)      Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan gejala
bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak
menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c.       Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut diatas.

3.      Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan
percobaan bunuh diri, antara lain:
a.       Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan
upaya bunuh diri tersebut.
b.      Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis.

4.      Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
a.       Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
b.      Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk
mengatasi masalah bunuh dirinya.
c.       Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip 5 benar yaitu
benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunaannya, dan benar
waktu penggunaannya.
SP 2 Keluarga: percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat anggota keluarga
beresiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara melindungi dari
bunuh diri.”
“Dimana kita akan diskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama Bapak/Ibu
punya waktu untuk diskusi?”

KERJA
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan pak A?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunu diri. Pada
umunya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui percakapan misalnya
“Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.” Apakah pak A pernah
mengatakannya?”
“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari pak A secara serius. Pengawasan terhadap pak A
ditingkatkan, jangan biarkan dia sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri di
kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan
digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan meningkatkan pengawasan dan memberi
dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu sayang pada B.
Katakan juga kebaikan-kebaikan pak A.”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak/Ibu memuji pak A dengan tulus.”
“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang
lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk
mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah, Bapak/Ibu perlu
membantu agar pak A terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”

TERMINASI
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-cara
merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri segera
hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang cara-cara
meningkatkan harga diri pak A dan penyelesaian masalah.”

SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke pak A ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”

KERJA
“Sekarang anggap saya pak A yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila pak A sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada pak A”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi pak A minum obat dan melakukan kegiatan positifnya
sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat pak A”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada pak A?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat pak A di rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu
membesuk pak A”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba lagi cara merawat pak A sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”

DAFTAR PUSTAKA

1. Direja, Ade Hermawan Surya. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
2. Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan dari Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Penatalaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika
https://edoc.site/lp-sp-resiko-bunuh-diri-pdf-free.html

https://www.academia.edu/22085787/LAPORAN_PENDAHULUAN_Risiko_Bunuh_Diri

https://www.academia.edu/23897284/Resiko_bunuh_diri

https://erwandoni.blogspot.com/2014/02/asuhan-keperawatan-resiko-bunuh-diri.html
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI

I. KASUS ( MASALAH UTAMA )

Gangguan Persepsi Sensorik : Halusinasi

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Definisi

Hausinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
kenyataan seperti melihat bayangan atau suara-suara yang sebenarnya tidak ada. (Yudi
hartono;2012;107). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa ketika pasien mengalami perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, dan
penghiduan (penciuman). Stimulus yang dirasakan oleh pasien ini sebetulnya tidak nyata (Yosep,
2010).
Jadi, halusinasi adalah gejala gangguan jiwa ketika pasien mengalami kesan, respon dan
perubahan persepsi sensori yang salah atau palsu, dan hal tersebut dapat berupa suara,
penglihatan,pengecapan, perabaan, penciuman dan lain-lain.

B. Etiologi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:


1. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian
individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stres lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumberkoping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

2. Faktor predisposisi:
1. Biologis: Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian
yangberikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-
masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala halusinasi menurut Budi Anna Keliat (2005):


1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2) Menarik diri dan menghindar dari oran lain
3) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4) Tidak dapat memusatkan perhatian
5) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
6) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung

Tanda dan gejala bagi klien yang mengalami halusinasi adalah sebagai berikut (Yudi
Hartono;2012;109) :
1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2) Mengatakan mendengar suara
3) Merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan
4) Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan yang mistis
5) Tidak dapat memusatkan konsentrasi
6) Pembicaraan kacau terkadang tidak masuk akal
7) Sikap curiga dan bermusuhan
8) Menarik diri, menghindar dari orang lain,
9) Sulit membuat keputusan
10) Ketakutan
11) Mudah tersinggung
12) Menyalahkan diri sendiri/orang lain
13) Tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri
14) Muka merah kadang pucat
15) Ekspresi wjah tegang
16) Tekanan darah meningkat
17) Nadi cepat
18) Benyak keringat

Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara sendiri, pergerakan mata cepat, diam, asyik
dengan pengalaman sensori, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realitas,
rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit, sulit berhubungan dengan
orang lain, dan tidak mampu merawat diri.

D. Rentang Respon
Rentang respon halusinasi (Yudi hartono;2012;107) :

ADAPTIF MALADAPTIF

Menyendiri Kesendirian Manipulasi


Otonomi Menarik Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narsisme
Keadaan Saling tergantung

E. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul

Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi
adalah:

1) Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

2) Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.

3) Isolasi sosial : menarik diri.

4) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

5) Intoleransi aktifitas.

6) Defisit perawatan diri.

F. Akibat Yang Sering Muncul

Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan lingkungan.ini
diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan
sesuatu hal diluar kesadarannya.(Iskandar;2012;56)

G. Mekanisme Koping

Mekanisme Koping penderita gangguan halusinasi Sumber koping mempengaruhi respon


individu dalam menanggapi stressor: pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu :

a). With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman internalnya

b). Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang membingungkan


c). Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses masalah dan mengeluarkan
sejumlah energi dalam mengatasi cemas(Iskandar;2012;58)

III. POHON MASALAH

Risiko mencederai diri sendiri dan orang lain

Perubahan persepsi sensori halusinasi

Isolasi sosial (menarik diri)

IV. DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Masalah keperawatan:
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

2. Data yang perlu dikaji:

Data subyektif :
1) Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam.
2) Mengungkapkan perasaan cemas, takut dan khawatir.

Data obyektif:

1) Wajah tegang dan merah


2) Mondar-mandir
3) Mata melotot dan rahang mengatup
4) Tangan mengepal
5) Keluar banyak beringat
6) Mata merah
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan Persepsi Sensorik : Halusinasi

VI. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu
tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan pada
klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai
berikut:
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau
duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik
yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama
perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan,
jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal halusinasinya.
2.1 Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.
Intervensi:
2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat.
Rasional:
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan
halusinasi.
Rasional:
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat.
Rasional:
Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien.
2.2Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi.
2.2.1 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.
Rasional:
Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.
2.2.2 Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.
Rasional :
Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi.
TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasi.
3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya timbul.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan suara itu
dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat
secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.
3.2.1 Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
3.2.2 Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
Rasional:
hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
3.2.3 Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara
memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
4.1Klien mau minum obat dengan teratur.
Intervensi :
4.1.1 Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat
secara teratur.
TUK 5:
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.1 Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
Intervensi:
5.1.1 Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila
halusinasinya timbul.
Rasional :
Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
5.1.2 Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien
menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat,
setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.
STRATEGI PELAKSANAAN

HALUSINASI

1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien


A. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1)        Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2)        Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3)        Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

B. Tindakan Keperawatan
1) Membantu pasien mengenali halusinasi.Untuk membantu pasien mengenali halusinasi
Saudara dapat melakukannya dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa
yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul
2)   Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol
halusinasi Saudara dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan
halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi:
a)         Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi
yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi
tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada
dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
  Menjelaskan cara menghardik halusinasi
  Memperagakan cara menghardik
  Meminta pasien memperagakan ulang
  Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien
b)        Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika
pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan
beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah
satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang
lain.
c)         Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan
aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak
waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami
halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur
dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu
Tahapan intervensinya sebagai berikut:
   Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
   Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
   Melatih pasien melakukan aktivitas
   Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan
pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
   Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang
positif.
d)        Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara
teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali
mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan
terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu
dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
  Jelaskan guna obat
  Jelaskan akibat bila putus obat
  Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
  Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara,
benar waktu, benar dosis)

SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol


halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama:
menghardik halusinasi.

Orientasi:
”Assalamualaikum pak Saya perawat yang akan merawat bapak. Nama Saya Cahya Adinata,
senang dipanggil Cahya. Nama bapak siapa? Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak A hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak A dengar
tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana
kalau 30 menit”

Kerja:
”Apakah bapak A mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering bapak A
dengar suara? Berapa kali sehari bapak A alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah
pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak A rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak A lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu
hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
” bapak A , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga,
melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak A bilang, pergi saya
tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak A peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya
bagus pak A sudah bisa”

Terminasi:
”Bagaimana perasaan bapak A setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul
lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa
saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa bapak A?Bagaimana kalau dua
jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
“Baiklah, sampai jumpa,Assalamu’alaikum”
SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap
dengan orang lain

Orientasi:
“Assalammu’alaikum bapak A. Bagaimana perasaan bapak A hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya
Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini
saja?

Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Jadi kalau bapak A mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman
untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak A. Contohnya begini; … tolong,
saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah
misalnya Kakak bapak A katakan: Kak, ayo ngobrol dengan bapak A. bapak A sedang dengar
suara-suara. Begitu bapak A. Coba bapak A lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu.
Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak A!”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak A setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak A
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak A
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak
A. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-
waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang
ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau
di mana/ Di sini lagi? Sampai besok ya. Assalamualaikum”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:

melaksanakan aktivitas terjadwal

Orientasi:
“Assalamu’alaikum bapak A. Bagaimana perasaan bapak A hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ?
Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi
yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu.
Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

Kerja:
“Apa saja yang biasa bapak A lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya (terus
ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari kita
latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak A bisa lakukan. Kegiatan
ini dapat bapak A lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita
latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak A setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah
suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-
suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak A. Coba lakukan
sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai
terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang
nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa. Wassalammualaikum.

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

Orientasi:
“Assalammualaikum bapak A. Bagaimana perasaan bapak A hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal
kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak A minum. Kita akan diskusi selama 20 menit
sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak A?”
Kerja:
“bapak A adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak A dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak A minum ? (Perawat
menyiapkan obatpasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan
jam 7 malam.Agar bisa tidur dan supaya pikiran jadi tenang. Ini yang putih (THP)3 kali sehari
jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang ping (HDL) 3 kali sehari
jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau halusinasi/suara-suara sudah hilang
obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat,
bapak A akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis
bapak A bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. bapak A juga harus teliti saat
menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak A harus memastikan bahwa
itu obat yang benar-benar punya bapak A. Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca
nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu
diminum sesudah makan dan tepat jamnya. bapak A juga harus perhatikan berapa jumlah obat
sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak A setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara yang
kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita
masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak A. Jangan lupa pada waktunya
minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok
kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau
jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa. Wassalammu’alaikum.
Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga
A.          Tujuan:
1. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit
maupun di rumah
2. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.

B. Tindakan Keperawatan
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada
pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di rawat di rumah sakit sangat
dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi
dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah).Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten
akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun
demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk
memulihkannya lagi akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien
dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di rumah.

Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah:
1)        Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2)        Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien
halusinasi.
3)      Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi langsung di hadapan pasien
4)        Buat perencanaan pulang dengan keluarga

SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi


yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara
merawat pasien halusinasi.

Orientasi:
“Assalammualaikum Bapak/Ibu!”“Saya Cahya Adinata, perawat yang merawat anak Bapak/Ibu.”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? Apa pendapat Bapak/Ibu tentang anak Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang anak Bapak/Ibu alami dan bantuan apa
yang Bapak/Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama waktu Bpk/Ibu?
Bagaimana kalau 30 menit”

Kerja:
“Apa yang Bpk/Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak A. Apa yang Bpk/Ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Bapak/Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar atau
melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu tidak ada.”
“Kalau anak Bapak/Ibu mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu tidak
ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa cara untuk
membantu anak Bapak/Ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut antara lain:
Pertama, dihadapan anak Bapak/Ibu, jangan membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan
saja Bapak/Ibu percaya bahwa anak tersebut memang mendengar suara atau melihat bayangan,
tetapi Bapak/Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan anak Bapak/Ibu melamun dan sendiri, karena kalau melamun halusinasi
akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga
seperti makan bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih anak
Bapak/Ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak/Ibu pantau
pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu anak Bapak/Ibu minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa
konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak Bapak/Ibu untuk minum obat
secara teratur. Jadi bapak/Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang
orange namanya CPZ gunanya agar bisa tidur. Di minum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang
dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP gunanya membuat rileks agar tidak kaku, jam
minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang warna ping namanya HDL gunanya menenangkan cara
berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ.bila halusinasi atau suara-suara sudah hilang obatnya
tidak boleh di berhentikan. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi anak Bapak/Ibu
dengan cara menepuk punggung anak Bapak/Ibu. Kemudian suruhlah anak Bapak/Ibu
menghardik suara tersebut. Anak Bapak/Ibu sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi anak Bapak/Ibu. Sambil menepuk punggung
anak Bapak/Ibu, katakan: bapak A, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang diajarkan
perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, bapak A. Tutup telinga kamu dan
katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, bapak A”
”Sekarang coba Bapak/Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Pak/Bu”

Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan halusinasi anak
Bapak/Ibu?”
“Sekarang coba Bapak/Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat anak bapak/Ibu”
”Bagus sekali Pak/Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktekkan cara
memutus halusinasi langsung dihadapan anak Bapak/Ibu”
”Jam berapa kita bertemu?”
Baik, sampai Jumpa. Assalamu’alaikum
SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi langsung dihadapan pasien.

Orientasi:
“Assalammualaikum”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu pagi ini?”
”Apakah Bapak/Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi anak Bapak/Ibu yang
sedang mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan cara memutus
halusinasi langsung dihadapan anak Bapak/Ibu”.
”mari kita datangi Anak bapak/Ibu”
Kerja:”Assalamu’alaikum bapak A” ”orang tua bapak A sangat ingin membantu bapak A
mengendalikan suara-suara yang sering bapak A dengar. Untuk itu pagi ini Bapak/Ibu bapak A
datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang bapak A dengar. Bapakn A nanti
kalau sedang dengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum sendiri, maka Bapak/Ibu akan
mengingatkan seperti ini” ”Sekarang, coba Bapak/Ibu peragakan cara memutus halusinasi yang
sedang bapak A alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung bapak A
lalu suruh bapak A mengusir suara dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut”
(saudara mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana
bapak A? Senang dibantu Bapak/Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian bapak A.
(Pasien memperlihatkan dan dorong orang tua memberikan pujian) Baiklah, sekarang saya dan
orang tua bapak A ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk
melakukan terminasi dengan keluarga

Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung
dihadapan anak Bapak/Ibu”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Pak/Bu. Bapak/Ibu dapat melakukan cara itu bila anak
Bapak/Ibu mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang jadwal kegiatan harian
anak Bapak/Ibu untuk persiapan di rumah. Jam berapa Bapak/Ibu bisa datang?Tempatnya di sini
ya. Sampai jumpa.”

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

Orientasi :

“Assalamualaikum Pak/Bu, karena besok bapak A sudah boleh pulang, maka sesuai janji kita
sekarang ketemu untuk membicarakan jadual bapak A selama dirumah”

“Bagaimana pak/Bu selama Bapak/Ibu membesuk apakah sudah terus dilatih cara merawat
bapak A?”
“Nah sekarang kita bicarakan jadual bapak A di rumah? Mari kita duduk di ruang perawat!”

“Berapa lama Bapak/Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”

Kerja

“Ini jadwal kegiatan bapak A di rumah sakit. Jadwal ini dapat dilanjutkan di rumah. Coba
Bapak/Ibu lihat mungkinkah dilakukan di rumah. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan
mengingatkan?”Pak/Bu jadwal yang telah dibuat selama bapak A di rumah sakit tolong
dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak ibu dan
bapak selama di rumah.Misalnya kalau bapak A terus menerus mendengar suara-suara yang
mengganggu dan tidak memperlihatkan

perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika
hal ini terjadi segera hubungi Suster B di Puskesmas terdekat dari rumahBapak/Ibu, ini nomor
telepon puskesmasnya: (0651) 554xxx

Selanjutnya suster B yang akan membantu memantau perkembangan bapak A selama di rumah

Terminasi“

Bagaimana Bapak/Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara merawat bapak
A di rumah! Bagus(jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini jadwalnya untuk
dibawa pulang. Selanjutnya silakan ibu menyelesaikan administrasi yang dibutuhkan. Kami akan
siapkan bapak A untuk pulang”.

DAFTAR PUSTAKA

1) Yudi Hartono Dkk;2012;Buku ajar keperawatan jiwa;Jakarta;salemba medika


2) Iskandar Dkk;2012;Asuhan Keperawatan Jiwa;Bandung;Refika aditama
3) Budi ana dkk;2011;Keperawatan kesehatan jiwa;jakarta;EGC
4) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-mohamadagu-6271-2-babii.pdf
5) Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
6) Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
7) Yosep, I. (2010). Keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama.
8) Stuart dan Laraia. (2007). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St.
Louis: Mosby Year Book.

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

I. KASUS ( MASALAH UTAMA )

Perilaku Kekerasan

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Definisi

Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan


bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain (Carpenito, 2000). Perilaku kekerasan
adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain
yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan
Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara fisik dapat membahayakan bagi
diri sendiri atau pun orang lain (Sheila L. Videbeck, 2008).

Jadi, perilaku kekerasan atau disebut juga amuk, adalah suatu tindakan yang beresiko
bahkan dapat membahayakan fisik, baik diri sendiri maupun orang lain, dan merupakan respon
dari rasa marah seseorang.

B. Etiologi

1. Faktor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya adalah sebagai berikut:


a.    Teori Biologik
Berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang  melakukan
perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut:
a) Pengaruh Neurofisiologik, beragam komponen neurologis mempunyai implikasi dalam
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik sengat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh Biokimia, menurut Goldsten dalam Townsend menyatakan bahwa berbagai
neurotransmiter (epinefrin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin dan serotonin) sangat berperan
dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon androgen dan
norepinefrin serta penurunan serotinin danGABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan
faktor predisposisi penting yang dapat menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c)   Pengaruh Genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan
genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara
pelaku tindak kriminal (narapidana).
d)   Gangguan Otak, sindrom otak organik berhubungan dengan bernagai gangguan serebral,
tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis,
epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
b. Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra
diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif
dan tindak kekerasan merupakan  pengeungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b) Teori Pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari, individu
yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk
dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi
biologik.
c. Teori Sosiokultural
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara
penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan.
2. Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi faktor eksternal dan internal:
a) Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan, menurunnya percaya
diri, rasa takut sakit, hilang kontrol dan lain-lain.
b)   Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yng dicintai, krisis dan lain-lain.
Hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai
berikut:
1) kesulitan kondisi sosial ekonomi.
2)   kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
3)   Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya danketidakmampuannya dalam
menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.
4) Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan alkohol
serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menhadapi rasa frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan perubahan tahap
perkembangan keluarga.
C. Tanda dan Gejala

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
 
1.Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir

2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus

3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif

4. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan  jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
 
5. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

D. Rentang Respon
E. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul

1.      Perilaku Kekerasan.


2.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
3.      Perubahan persepsi sensori.
4.      Harga diri rendah kronis.
5.      Isolasi sosial.
6.      Berduka fungsional.
7.      Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
8.      Koping keluarga inefektif. (Nita Fitria, 2009. hal 146)

G. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego, seperti
displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formasi.

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari
seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila
kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri
rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan
orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau bayangan yang
meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut akan berdampak pada
keselamatan dirinya dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik
dalam menghadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga
tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan
kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).

III. POHON MASALAH

IV. DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah keperawatan:
Perilaku kekerasan

Data yang perlu dikaji:

Data subyektif :

1) Klien mengancam
2) Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
3) Klien mengatakan dendam dan jengkel
4) Klien mengatakan ingin berkelahi
5) Klien menyalahkan dan menuntut
6) Klien meremehkan

Data obyektif:
1) Mata melotot
2) Tangan mengepal
3) Rahang mengatup
4) Wajah memerah dan tegang
5) Postur tubuh kaku
6) Suara keras

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Perilaku Kekerasan

VI. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

a. Tujuan Umum
Klien tidak melakukan tindakan kekerasan baik kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
b. Tujuan Khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi:
1) Klien mau membalas salam
2) Klien mau berjabat tangan
3) Klien mau menyebut nama
4) Klien mau tersenyum
5) Klien ada kontak mata
6) Klien mau mengetahui nama perawat
7) Klien mau menyediakan waktu untuk perawat

Intervensi Keperawatan :

1) Beri salam dan panggil nama klien


2) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
3) Jelaskan maksud hubungan interaksi
4) Jelaskan kontrak yang akan dibuat
5) Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
6) Lakukan kontak singkat tetapi sering

Rasionalisasi :

Hubungan  saling percaya merupakan dasar untuk hubungan selanjutnya.


2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi :
a) Klien mengungkapkan perasaannya
b)  Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah, jengkel/ kesal ( diri sendiri,
orang lain dan lingkungan)
Intervensi keperawatan :
a) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya
b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan marah, jengkel/ kesal
Rasionalisasi :
c) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu mengurangi stress
dan penyebab marah, jengkel/ kesal dapat diketahui.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi :
a) Klien dapt mengungkapkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal
b) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal yang dialami
Intervensi keperawatan :
1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami soal marah, jengkel/ kesal.
2) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
3) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami klien.
Rasionalisasi :
1) Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel
2) Untuk mengetahui tanda-tanda klien jengkel/ kesal
3) Menarik kesimpulan bersama klien supaya kllien mengetahui secara garis
besar tanda- tanda marah / kesal.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Kriteria evaluasi:
1) Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien.
2) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
3) Klien mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan  masalah/ tidak
Intervensi:
1) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien
2) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang    biasa dilakukan
3) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasionalisasi:
1) Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
2) Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan dan dengan bantuan
perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dengan destruktif
3) Dapat membantu klien, dapat menggunakan cara yang dapat menyelesaikan masalah.
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi:
1) Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi keperawatan:
1) Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien
2) Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
3) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
Rasionalisasi:
1) Membantu klien menilai perilaku kekerasan yang dilakukan.
2) Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien dapat mengubah perilaku
destruktidf menjadi konstruktif.
3) Agar klien dapat mempelajari perilaku konstruktif yang lain.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Kriteria evaluasi:
1) Klien dapat melakukan cara berespon terhdap kemarahan secara konstruktif.
Intervensi:
1) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
2) Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang sehat.
3) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
k. Secara fisik: tarik nafas dalam saat kesal, memukul kasur/ bantal, olah raga, melakukan
pekerjaan yang penuh tenaga.
l. Secara verbal: katakan pada perawat atau orang lain
m. Secara sosial: latihan asertif, manajemen PK.
n. Secara spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa,/ ibadah lain
Rasionalisasi:
1) Dengan mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan
dapat membantu klien menemukan cara yang baik untuk mengurangi kekesalannya
sehingga klien tidak stress lagi.
2) Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan meningkatkan harga dirinya.
3) Berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang lain dan sesuai dengan kemampuan
klien.
7. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi:
1) Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
2) Fisik: tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman.
3) Verbal: mengatakan langsung denhan tidak menyakiti.
4) Spiritual : sembahyang, berdoa, ibadah lain
Intervensi keperawatan:
1) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
2) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
3) Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play).
4) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
5) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah.
Rasionalisasi:
1) Memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku kekerasan secara tepat.
2) Membantu klien dalam membuat keputusan untuk cara yang telah dipilihnya dengan
melihat manfaatnya.
3) Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif
4) Pujian dapat meningkatkan motifasi dan harga diri klien.
5) Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilihnya jika sedang kesal.
8. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi:
1) Keluarga klien dapat:
2) Menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan
3) Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien
Intervensi keperawatan:
1) Identifikasi kemampuan keluarga klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga
terhadap klien selama ini.
2) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3) Jelaskan cara-cara merawat klien.
4) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasionalisasi:
1) Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan memungkinkan keluarga untuk
melakukan penilaian terhadap perilaku kekerasan
2) Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien sehingga keluarga
terlibat dalam perawatan klien
3) Agar keluarga dapat klien dengan perilaku kekerasannya
4) Agar keluarga mengetahui cara merawat klien melalui demonstrasi yang dilihat keluarga
secara langsung.
5) Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan demonstrasi.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program pengobatan)
Kriteria evaluasi:
1) Klien dapat menyebutkan obat- obatan yang diminum dan kegunaan (jenis, waktu, dosis,
dan efek)
2) Klien dapat minum obat sesuai program terapi
Intervensi keperawatan:
1) Jelaskan jenis- jenis obat yang diminum klien (pada klien dan keluarga)
2) Diskusikan menfaat minum obat dan kerugian jika berhenti minum obat tanpa seizin
dokter
3) Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara minum).
4) Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
5) Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
6) Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.
Rasionalisasi:
1) Klien dan keluarga dapat mengetahui mana-mana obat yang diminum oleh klien.
2) Klien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat yang dikonsumsi oleh klien.
3) Klien dan keluarga dapat mengetahui prinsip benar agartidak terjadi kesalahan dalam
mengkonsumsi obat.
4) Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan bersedia minum obat dengan
kesadaran sendiri.
5) Mengetahui efek samping obat sedini mungkin sehingga tindakan dapat dilakukan
sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi.
6) Reinforcement positif dapat memotivasi keluarga dan klien serta meningkatkan harga
diri.

STRATEGI PELAKSANAAN

PERILAKU KEKERASAN

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP I)

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien :

DO : Mata merah, wajah agak merah.

Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.


Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

Merusak dan melempar barang-barang.

DS : Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah.

2. Diagnosa Keperawatan :

Perilaku Kekerasan

3. Tujuan :

1)      Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


2)      Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3)     Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
4)     Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
5)      Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
6)      Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial,
dan dengan terapi psikofarmaka.

4. Tindakan Keperawatan

1)      Bina hubungan saling percaya


Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan
nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka
membina hubungan saling percaya adalah:
a)      Mengucapkan salam terapeutik
b)      Berjabat tangan
c)      Menjelaskan tujuan interaksi
d)     Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien

2)      Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan  yang lalu

3)      Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan


a)      Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b)      Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c)      Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d)     Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e)      Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual

4)      Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat  marah  
secara:
a)      verbal
b)      terhadap orang lain
c)      terhadap diri sendiri
d)     terhadap lingkungan

5)      Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya

6)      Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:


a)      Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
b)      Obat
c)      Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
d)     Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

7)      Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:


a)      Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
b)      Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal

8)      Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal


a)      Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan
baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
b)      Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.

9)      Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:


a)      Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
b)      Buat jadwal latihan sholat, berdoa

10)  Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:


a)      Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar
nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat
b)      Susun jadwal minum obat secara teratur

11)  Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok  Stimulasi Persepsi mengontrol
Perilaku Kekerasan

SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah,


tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara
mengontrol secara fisik I

ORIENTASI:
“Selamat pagi  pak, perkenalkan nama saya Cahya Adinata, panggil saya Cahya, saya perawat
yang dinas di ruangan 9 ini, Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat  ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang  tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang tamu?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab lain yang
membuat bapak  marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau masalah
uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting pintu dan
memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya, tentu tidak. Apa
kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah. Menurut bapak
adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan
dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah dengan cara
fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”

”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu tarik
napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak  sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah
itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”


”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan ........ (sebutkan)
dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat  lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa yang bapak
lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak.
‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan napas dalam?,
jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Selamat pagi” 

SP 2  Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2


a.    Evaluasi latihan nafas dalam
b.    Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c.    Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya tiga jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk
cara yang kedua”
“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan tempatnya disini di
ruang tamu,bagaimana bapak setuju?”

KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata
melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
 “Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan
memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali
bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidurnya

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
 “Mari kita masukkan  kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau jam
berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur?  Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00
sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang
kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan bantal serta
tarik nafas dalam ini?”
 “Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara
yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa&istirahat y pak”

SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:


a.       Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b.      Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan
baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c.       Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

ORIENTASI

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”

“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”

“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri; kalau
diingatkan suster  baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak
dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan

“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

KERJA

“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita
perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:

1.      Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya larena minta uang
sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk
membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba
bapak praktekkan. Bagus pak.”

2.      Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”

3.      Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak
dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan
bicara yang baik?”

“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”

“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak mau latihan
bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba  masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus nanti
dicoba ya Pak!”

 “Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”

“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara
ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti ya”

SP 4  Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual  


a.  Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
      dan sosial/verbal
b.  Latihan sholat/berdoa
c.  Buat jadual latihan sholat/berdoa

ORIENTASI

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam  yang lalu sekarang saya datang lagi” Baik,
yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan
ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

KERJA

“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang mana mau
dicoba?

“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak
reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian
sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan caranya
(untuk yang muslim).”

TERMINASI

Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali bapak sholat.
Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa marah”
 “Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat  sesuai jadual yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa marah, yaitu
dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”
 “Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa marah
bapak, setuju pak?”

SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat   


a.       Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah dilatih.
b.      Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien,
benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis
obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c.       Susun jadual minum obat secara teratur
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi” “Bagaimana pak,
sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal,  bicara yang baik serta sholat?,
apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”
FASEKERJA (perawat membawa obat pasien)
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak minum?
Bagus!
 “Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye  namanya CPZ gunanya agar pikiran
tenang,  yang putih ini namanya THP agar rileks, dan yang  merah jambu ini namanya HLP agar
pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak   minum 3 kali sehari jam 7
pagi, jam 1 sian g, dan jam 7  malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering,  untuk membantu mengatasinya bapak
bisa minum air putih yang tersedia di ruangan”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat  apakah benar
nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum.
Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek
lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena
dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum obat yang
benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang kita
tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan
teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan kegiatan
dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”

1.      Tindakan keperawatan untuk keluarga


a.       Tujuan
 Keluarga dapat merawat pasien di rumah
b.      Tindakan
1)      Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2)      Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
    tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada
perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain
4)      Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
a)      Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh
perawat
b)      Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapt melakukan
kegiatan tersebut secara tepat
c)      Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan
gejala-gejala perilaku kekerasan
5)      Buat perencanaan pulang bersama keluarga

SP1 Keluarga:   Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien
perilaku kekerasan di rumah   
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
    tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku  
    tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada
perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain

ORIENTASI

“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Cahya Adinata, saya perawat dari ruang Soka ini, saya
yang akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang  tentang masalah yang Ibu hadapi?”
“Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di ruang tamu?”
KERJA
“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/ dalam merawat Bapak? Apa yang Ibu lakukan? Baik Bu,
Saya akan coba jelaskantentang marah Bapak dan hal-hal yang perlu diperhatikan.”
“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan dengan benar akan
membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa direndahkan,
keinginan tidak terpenuhi. Kalau Bapak apa penyebabnya Bu?”
“Kalau nanti wajah suami ibu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu artinya suami
ibu sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya dengan membanting-
banting perabot rumah tangga atau memukul atau bicara kasar? Kalau apa perubahan terjadi?
Lalu apa yang biasa dia lakukan?””
“Nah bu, ibu sudah lihat khan apa yang saya ajarkan kepada bapak bila tanda-tanda kemarahan
itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara mengingatkan jadual latihan cara mengontrol
marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat teratur”. Kalau bapak bisa
melakukanya jangan lupa di puji ya bu”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat bapak?”
“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak”
“Setelah ini coba ibu ingatkan jadual yang telah dibuat untuk bapak ya bu”
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang telah kita bicarakan tadi
langsung kepada bapak?”
“Tempatnya disini saja lagi ya bu?”

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol   


                           Kemarahan
a) Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah
b)            Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan
oleh perawat
c)            Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan
kegiatan tersebut secara tepat
d)           Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan
gejala-gejala perilaku kekerasan

ORIENTASI

“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu, sekarang kita ketemu lagi untuk
latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak”.

“Bagaimana bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau ibu tanyakan?”

“Berapa lama ibu mau kita latihan? Bagaimana kalau kita latihan disini saja?, sebentar saya
panggilkan bapak supaya bisa berlatih bersama”

KERJA

“Nah pak, coba ceritakan kepada ibu, latihan yang sudah bapak lakukan. Bagus sekali. Coba
perlihatkan kepada ibu jadwal harian bapak, bagus”.

“Nanti dirumah ibu bisa membantu bapak latihan mengontrol kemarahan bapak”
“Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya pak”

“Masih ingat pak, bu kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan maka yang harus dilakukan
bapak adalah..”

“Ya.. betul, bapak berdiri, lalu tarik nafas dari hdung, tahan sebentar lalu keluarkan/tiup
perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo cobalagi, tarik dari hidung,
bagus.. tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba ibu temani dan bantu bapak
menghitung latihan ini sampai 5 kali”

“ Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”

“cara yang kedua masih ingat pak, bu?”

“Ya, benar kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”

“ sekarang coba kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan marah, langsung kekamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul
kasur dan bantal. Nah coba bapak lakukan sambil didampingi ibu, berikan bapak semangat ya
bu. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”

“Cara yang ketiga adalah bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga caranya pak, coba
praktekkan langsung kepada ibu cara bicara ini :

1. meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan
kata-kata kasar, misalnya: “Bu, saya perlu uang untuk beli rokok, coba bapak praktekkan. Bagus
pak”

2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya, katakan:
“Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan”, coba bapak praktekkan
,baguskan.

3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak
dapat mengatakan : “Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu” coba praktekkan, baguskan

“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang marah apa yang harus dilakukan?”

‘baik sekali, bapak coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga, ambil air
wudhu kemudian sholat”

“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur dengan diampingi ibu untuk meredakan kemarahan”

“cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, bu agar pikiran bapak jadi tenang, tidurnya juga
tenang, tidak ada rasa marah”
“ Bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus.. jam berapa minum obat? Bagus. Apa
guna obat? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat? Wah bagus sekali.”

“dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak daptkan, ibu tolong
selama dirumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara teatur dan jangan dihentikan tanpa
sepengetahuan dokter”

TERMINASI

“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah kita latiihan cara-cara
mengontrol marah langsung kepada bapak?”

“Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”

“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi bapak melaksanakan jadwal latihan yang telah dibuat
selama dirumah nanti. Jangan lupa berikan pujian untuk bapak bila dapat melakukan dengan
benar ya bu”

“Karena bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi ibu bertemu saya
untuk membicarakan jadwal aktivitas bapak selama dirumah nanti.”

“Jam 10 seperti hari ini ya Bu. Diruang ini juga”

SP 3 Keluarga: Menjelaskan perawatan lanjutan bersama keluarga


           Buat perencanaan pulang bersama keluarga

ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, karena ibu dan keluarga sudah menetahui cara-cara yang sebelumnya
telah kita bicarakanya. Sekarang Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perawatan
lanjutan untuk keluarga Bapak/Ibu. Apakah sudah dipuji keberhasilannya?”

“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadual kegiatan dan perawatan lanjutan di rumah,
disini saja?”

“Berapa lama bapak dan ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

KERJA

“Pak, bu, jadual yang telah dibuat  tolong dilanjutkan, baik jadual aktivitas maupun jadual
minum obatnya. Mari kita lihat jadwal Bapak!”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh bapak
selama di rumah. Kalau misalnya Bapak   menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain, maka bapak konsul kan ke dokter atau di bawa kerumah sakit ini
untuk dilakukan pemeriksaan ulang pada bapak.”

TERMINASI
“ Bagaimana Bu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan apa saja yang perlu
diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala, kontrol; ke rumah sakit). Saya rasa mungkin
cukup sampai disini dan untuk persiapan pulang pasien lainya akan segera saya siapkan”
DAFTAR PUSTAKA

1. Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi S-1 Keperawatan. Jakarta: Salemba

2. Yosep, I. (2010). Keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama.


3. Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :EGC
4. Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Defisit Perawatan Diri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Definisi

Perawatan diri adalah salah satu kemapuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan
kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri (Depkes, 2000). Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar
manusia dalam memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan, dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu jika tidak dapat
melakukan perawatan diri (Arsyat, 2015). Defisit perawatan diri merupakan suatu keadaan
dimana individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif yang
menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing – masing dari kelima aktifitas
perawatan diri (Carpenito, 2000). Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang
timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami
ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan
pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, PK, & Nihayati, 2014).

Jadi, defisit perawatan diri adalah suatu keadaan yang dialami oleh pasien gangguan jiwa
dimana, individu tersebut tidak mampu untuk melakukan aktifitas sehari-hari yang
mengakibatkan individu tersebut dapat dikucilkan oleh keluarga maupun lingkungan.

B. Etiologi

Menurut (Tarwoto dan Wartonah, 2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik 
2. Penurunan kesadaran

  Menurut (Depkes, 2000: ) penyebab  kurang perawatan diri adalah :

1. Faktor prediposisi
a) Perkembangan:
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c) Kemampuan
Realitas turun klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi
atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Faktor - faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah: 
a) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhikebersihan diri misalnya
dengan adanya perubahan fisiksehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. 
b) Praktik Sosial
Pada anak - anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.
c) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, 
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya. 
d) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada  pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
e) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain - lain.
g) Kondisi fisik atau psikis 
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawatdiri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
h) Dampak fisik  
Banyak gangguan kesehatanyang diderita seseorang karenatidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik,gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguanintegritas kulit,
gangguan membran mukosa mulut, infeksi padamata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
i) Dampak psikososial 
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygieneadalah gangguan kebutuhanrasa
nyaman, kebutuhandicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diridan gangguan
interaksi sosial.

C. Tanda dan Gejala


Untuk mengetahui apakah pasien mengalami masalah kurang perawatan diri maka tanda
dan gejala dapat diperoleh melalui observasi pada pasien menurut (Yusuf, PK, & Nihayati, 2014)
yaitu sebagai berikut.
1) Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan
bau, serta kuku panjang dan kotor.
2) Ketidakmampuan berhias/berdandan ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor
dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, serta pada
pasien wanita tidak berdandan.
3) Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil
makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4) Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri ditandai dengan BAB atau BAK tidak.
5) pada tempatnya, serta tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.

D. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan Tidak melakukan


seimbang, saat klien diri kadang tidak, perawatan diri,
mendapatkan stressor saat klien klien
dan mampu berperilaku mendapatkan menyatakan dia
adaptif, maka pola stress atau kadang tidak peduli dan
perawatan yang klien tidak tidak biasa
dilakukan klien memperhatikan melakukan
seimbang, klien masih perawatan dirinya perawatan saat
melakukan perawatan stressor
diri

E. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang biasa digunakan oleh klien menurut (Arsyat, 2015) yaitu :

1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi : alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang
mengganggu perasaannya.
III. POHON MASALAH

IV. MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Defisit Perawatan Diri

Data Subyektif :
1) Adanya ungkapan dari klien tentang ketidakmampuan, kurang minat atau motivasi, malas
untuk berhias / merawat diri.

Data Obyektif :

1) Badan tampak kotor dan bau


2) Baju tidak diganti
3) Klien tamapak sering mengantuk
4) Rambut kusust, kotor dan bau
5) Kuku panjang , hitam dan kotor
6) Tidak rapi
7) Klien tampak menarik diri
8) Mulut dan gigi kotor.

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit Perawatan Diri

VI. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tujuan dan tindakan pada pasien dengan defisit keperawatan jiwa menurut (Yusuf, PK, &
Nihayati, 2014) yaitu :

1. Tujuan
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik.
3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
2. Tindakan keperawatan
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri.
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, Anda dapat melakukan
tahapan tindakan berikut.
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
2) Melatih pasien berdandan/ berhias.
Anda sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu
harus dibedakan dengan wanita:
1. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:
a)berpakaian,
2. Menyisir rambut,
c) bercukur.
3. Untuk pasien wanita, latihannya meliputi:
a) berpakaian,
b) menyisir rambut,
c) berhias.
3) Melatih pasien makan secara mandiri.
Untuk melatih makan pasien, Anda dapat melakukan tahapan sebagai berikut.
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
2) Menjelaskan cara makan yang tertib.
3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan.
4) Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.
Pasien melakukan BAB/ BAK secara mandiri.
Anda dapat melatih pasien untuk BAB/ BAK mandiri sesuai tahapan berikut.
1) Menjelaskan tempat BAB/ BAK yang sesuai.
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.
STRATEGI PELAKSANAAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

SP1 Pasien: Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara diri dan melatih pasien
tentang cara-cara perawatan kebersihan diri

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini

ORIENTASI

“Selamat pagi, kenalkan saya perawat Cahya Adinata”

”Namanya siapa, senang dipanggil siapa?”

”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini saya yang akan
merawat T?”

“Dari tadi suster lihat T menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”

” Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri ? ”

” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja ya. ”

KERJA

“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini? Menurut T apa
kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut T apa manfaatnya
kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan
baik seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau, apa lagi...? Kalau kita tidak teratur menjaga
kebersihan diri masalah apa menurut T yang bisa muncul ?” Betul ada kudis, kutu...dsb.

“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T menyisir rambut?
Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan berdandan?”

(Contoh untuk pasien laki-laki)

“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir? Apa gunanya cukuran?
Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran 2x perminggu, dan ada alat
cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat ya.
“Berapa kali T makan sehari?

”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi setelah makan.”

“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya... kita kencing dan
berak harus di WC, Nach... itu WC di ruangan ini, lalu jangan lupa membersihkan pakai air dan
sabun”.

“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi apa yang perlu kita
persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sikat gigi, shampo dan
sabun serta sisir”.

”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan membimbing T melakukannya.
Sekarang T siram seluruh tubuh T termasuk rambut lalu ambil shampoo gosokkan pada kepala T
sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.. bagus sekali.. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di
seluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai
odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi T mulai dari depan
sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh T
sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. T bagus sekali melakukannya. Selanjutnya T pakai
baju dan sisir rambutnya dengan baik.”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba T

sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi ?”. ”Bagaimana
perasaan Tina setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan diri tadi ? Sekarang
coba Tina ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi”

”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan sore, Mari...kita
masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya T..., dan beri tanda kalau sudah
dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa disuruh, B ( bantuan ) kalau diingatkan baru
dilakukan dan T ( tidak ) tidak melakukani? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” Pagi-
pagi sehabis makan.
SP 2 Pasien : Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan:

a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Bercukur

ORIENTASI

“Selamat pagi Pak T?

“Bagaimana perasaan bpk hari ini? Bagaimana mandinya?”sudah dilakukan? Sudah ditandai di
jadual hariannya?

“Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau di ruang tamu ?
lebih kurang setengah jam”.

KERJA

“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?

“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang bersih
2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.

“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita praktekkan, lihat ke cermin,
bagus…sekali!

“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali perminggu

“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan ! Ya, Bagus !”
(catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut)

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan”.

“Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”..

“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti tadi ya! Mari kita
masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore jam berap ?
“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien yang lain.

SP 3 Pasien: Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita

a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Berhias

ORIENTASI

“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini ?Bagaimana mandinya?”Sudah di tandai dijadual
harian ?

“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik. Mari T kita dekat cermin
dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )

KERJA

“ Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nach…sekarang disisir rambutnya
yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai bedak?” coba dibedakin mukanyaT, yang rata dan
tipis. Bagus sekali.” “ T, punya lipstik mari dioles tipis. Nach…coba lihat dikaca!

TERMINASI

“Bagaimana perasaan T belajar berdandan”

“T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadualnya. Kegiatan harian, sama jamnya
dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan yang baik di ruang makan bersama pasien yang
lain”.

SP 4 Pasien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri

a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan

b) Menjelaskan cara makan yang tertib

c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan

d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik


Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini

ORIENTASI

“Selamat siang T,”

” Wow...masih rapi dech T”.

“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di ruang
makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“

KERJA

“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana T makan?”

“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan! “Bagus!
Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silakan T yang
pimpin!. Bagus..

“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya,
Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan kita bereskan piring,dan gelas yang kotor. Ya betul..
dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus!” Itu Suster Ani sedang bagi obat, coba...T minta
sendiri obatnya.”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan T setelah kita makan bersama-sama”.

”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, ( cuci tangan, duduk yang baik, ambil
makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dan gelas, lalu cuci tangan.)”

” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam jadual?.Besok kita
ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang baik, bagaiman kalau jam 10.00 disini saja ya...!”

SP 5 Pasien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri

a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK

c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK


Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini

Orientasi

“Selamat pagi T ? Bagaimana perasaan T hari ini ?” Baik..! sudah dijalankan jadual
kegiatannya..?”

“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?

“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Baik disana dech...!

Kerja

Untuk pasien pria:

Dimana biasanya Tono berak dan kencing?” “Benar Tono, berak atau kencing yang baik itu di
WC/kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan
kotorannya. Jadi kita tidak berak/kencing di sembarang tempat ya.....”

“Sekarang, coba Tono jelaskan kepada saya bagaimana cara Tono cebok?”

“Sudah bagus ya Tono, yang perlu diingat saat Tono cebok adalah Tono membersihkan anus
atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada tinja/air kencing yang masih
tersisa di tubuh Tono”. “Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di
kakus/WC dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai
tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing
seperti ini, berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada
kotoran/ air kencing”

“Setelah selesai membersihan tinja/air kencing, Tono perlu merapihkan kembali pakaian
sebelum keluar dari WC/kakus/kamar mandi. Pastikan resleting celana telah tertutup rapi , lalu
cuci tangan dengan menggunakan sabun.”

Untuk pasien wanita:

“Cara cebok yang bersih setelah T berak yaitu dengan menyiramkan air dari arah depan ke
belakang. Jangan terbalik ya, …… Cara seperti ini berguna untuk mencegah masuknya
kotoran/tinja yang ada di anus ke bagian kemaluan kita”

“Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC dibersihkan.
Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak
tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing seperti ini, berarti Tono ikut
mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/ air kencing”

“Jangan lupa merapikan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus, lalu cuci tangan
dengan menggunakan sabun.”

Terminasi

“Bagaimana perasaan T setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing yang baik?”

“Coba T jelaskan ulang tentang cara BAB?BAK yang baik.” Bagus...!

“Untuk selanjutnya T bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi ”.

“ Nach...besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauhmana T bisa melakukan jadual
kegiatannya.”

Tindakan keperawatan pada keluarga

a. Tujuan

1) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah

kurang perawatan diri.

b. Tindakan keperawatan

Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang baik maka
Saudara harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat meneruskan melatih
pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam perawatan dirinya meningkat. Tindakan
yang dapat Saudara lakukan:

1) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien

2) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma

3) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang

dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.


4) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan

membantu mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadual

yang telah disepakati).

5) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan

pasien dalam merawat diri.

6) Latih keluarga cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri


DAFTAR PUSTAKA
1. Arsyad Muh Rusdi. 2015. Laporan Pendahuluan Defisit Perawatan Diri.
https://www.scribd.com/document/294046491/Lp-Defisit-Perawatan-Diri, 2015
2. Depkes.2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa Kaplan Sadoch 1998
Sinopsis  Psikiatri Edisi 7. Jakarta : EGC
3. Neri Silvia. (2017). Strategi Pelaksaanaan Tindakan Keperawatan SP.
http://www.academia.edu/6822348/STRATEGI_PELAKSANAAN_TINDAKAN_
KEPERAWATAN_SP-1_Pasien_Defisit_Perawatan_Diri_Pertemuan_Ke-1, 2017
4. Tarwoto dan Wartonah.(2000).  Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EKG.
5. Yusuf, A., PK, R. F., & Nihayati, H. E. (2014).Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa.Jakarta : Salemba Medika.
6. Carpenito, L. J, 2000, Buku saku diagnosa keperawatan Edisi Delapan,
(Penerjemah Ester, M), Phildephia : Lippincott.
7. Depkes 2000 Keperawaatan Jiwa : Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Depkes RI
8. Nurjanah. Intansari. S.Kep, 2001, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa,
Yogyakarta : Momedia.
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Isolasi Sosial

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

A. Definisi

Isolasi sosial adalah tindakan orang yang menghindari diri dari interaksi dengan orang
lain. Individu yang mengisolasi diri akan merasa kehilangan hubungan yang akrab dantidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi pikiran, perasaan, prestasi atau kegagalan dan sulit
berhubungan dengan orang lain secara spontan, yang dimanifestasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang
lain (Balitbang, 2007).   Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang klien mengalami
penuruanan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya (Keliat,
2010). Yosep (2010) mendefinisikan isolasi sosial sebagai keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian
yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menilai, menyatakan, serta
memperlihatkan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya (Townsend, 2009).
Isolasi sosial sebagai suatu pengalaman mnyendiri dari seseorang dan perasaan segan
terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negative atau keadaan yang mengancam (Herdman,
2012). Dengan kata lain kita dapat katakana bahwa isolasi sosial adalah kegagalan individu
dalam melakukan interaksi dengan orang lain yang disebabkan oleh pikiran negatif atau
mengancam.

B. Etiologi

   Proses terjadinya isolasi sosia dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan


psikodinamika model Stuart (2009) dimana pada mode ini masalah keperawatan dimulai dengan
menganalisa faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber kopingdan
mekanisme kong yang digunakan oleh seorang klien sehingga menghasilkan respon baik yang
bersifat konstruktif maupun destruktif dalam rentang adaptif samapi maladaptif. Menurut Stuart
(2009), masalah isolasi sosial dapat dijelaskan dengan menggunakan psikodinamika masalah
keperawatan jiwa seperti skema di bawah ini:

1.      Faktor Predisposisi


Stuart (2009), mengatakan faktor predisposisi adalah factor resiko timbulnya stress yang akan
mempengaruhi tipe dan sumber-sumber yang dimiliki klien untuk menghadapi stress.
Stuart( 2009) membagi factor predisposisi dalam tiga dominan yaitu biologis, psikososial dan
sosio kultural

a)      Biologis
Faktor biologis berhubungan dengan kondisi fisiologis yang mempengaruhi timbulnya gangguan
jiwa. Isolasi sosial merupakan gejala negatif dari skizofrenia menurut berbagai penelitian
kejadian skizofrenia disebabkan beberapa factor seperti kerusakan pada area otak, peningkatan
aktivitas neurotransmitter, serta factor genetka.

1.      Kerusakan pada area otak


Kejadian skizofrenia sering dihubungkan dengan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu,
namun hingga kini belum dapat diketahui dengan pasti area yang dapat mengakibatkan
skizofrenia. Menurut penelitian beberapa  area dalam otak yang berperan dalam timbulnya
kejadian skizofrenia antara ain sisitem limbic, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis.
Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area akan
mengakibatkan gangguan pada area yang lain (Arief, 2006).

2.      Peningkatan aktivitas neurotransmitter


Selain kerusakan anatomis pada area di otak, skizofrenia juga disebabkan karena peningkatan
aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Videback (2006) mengatakan bahwa ada keterkaitan
anatara neoanatomi dengan neurokimia otak, pada klien skizofreniaditemukan adanya struktur
abnormal pada otak seperti atropi otak, perubahan ukuran serta bentuk sel pada system limbic
dan daerah frontal selain itu adanya factor imunovirologi dan respon tubuh terhadap paparan
virus.

3.      Faktor genetika


Penelitian tentang fakor genetic telah membuktikan bahwa skizofrenia diturunkan secara gentika.
Menurut Saddock (2003) Prevalensi seseorang menderita skizofrenia bila salah satu saudara
kandung menderita skizofrenia sebesar 8%, sedangkan bila salah satu orang tua menderita
skizofrenia sebesar 12% dan bila kedua orang tua menderita skizorenia sebesar 47%.

b)     Psikologis
Teori Psikoanalitik, perilaku dan interpersonal menjadi dasar pola pikir predisposisi psikologis.

1.      Teori psikoanalitik


Sigmund Freud melalui teori psiko analisa menjelaskan bahwa skizofrenia merupakan hasil dari
ketidakmampuan menyelesaikan masalah dan konflik yang tidak disadari antara impuls agresif
aau kepuasan libido serta pengakuan terhadap ego. Sebagai contoh konflik yang tidak disadari
pada saat masa kanak-kanak, seperti kehlangan cinta atau perhatian orang tua, menimbulkan
perasaan tidak nyaman pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa awal (Reorig, 1999).

2.      Teori Perilaku


Selain teori psikoanalisa, teori prilaku juga mendasari factor predisposisi psikologis. Teor
perlikaku berasumsi bahwa perilaku merupakan hasil pengalaman yang dipelajari oleh klien
sepanjang daur kehidupanya, dimana setiap pengalaman yang dialami akan mempengaruhi
prilaku klien baik yang bersifat adaptif maupun maladaptif.

3.      Teori interpersonal


Teori interpersonal berasumsi bahwa skizofrenia terjadi karena klien mengalami ketakutan akan
peolakan interpersonal atau trauma dan kegagalan perkembangan yang dialami pada masa
pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang mengakibatkan seseorang menjadi tidak
beraya, tidak percaya diri, tidak mampu membina hubungan saling percaya pada orang lain,
timbulnya sikap ragu-ragu dan takut salah. Selain itu klien akan menampilkan perilaku muah
putus asa terhadap hubungan dengan orang lain serta menghindar dari orang lain. Selain itu
sistem keluarga yang kurang harmonis seperti adanya penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, kurang mempunyai tanggung jawab personal juga menjadi actor pencetus
timbulnya gangguan dalam hubungan interpersonal.

c)      Sosial budaya


Faktor sosial budaya meyakini bahwa penyebab skizofrenia adalah pengalaman seseorang yang
mengalami  kesulitan beradaptasi terhadap tuntutan sosial budaya karena klien memiliki harga
diri rendah dan mekanisme koping maladaptive. Stressor ini merupakan salah satu ancaman yang
dapat mempengaruhi berkembangnya gangguan dalam interaksi sosial terutama dalam menjalin
hubungan interpersonal.
Gangguan dalam membina hubungan interpersonal biasanya mudah dikenali pada saat masa
remaja atau pada masa yang lebih awal dan berlanjut sepanjang tahap perkembangan masa
dewasa yang ditandai dengan adanya respon maladaptive yaitu ketidakmampuan klien untuk
beradaptasi dengan lingkungan sekitar serta ketidakmampuan membina hubungan interpersonal
atau penyimpangan perilaku lain. Penelitian yang dilakukan di amerika menyimpulkan sekitar
10% sampai 18% penduduknya mengalami gangguan kepribadian (Stuart, 2009).
Townsend, M.C (2009) mengatakan pada umumnya isolasi sosial disebabkan karena kurangnya
rasa percaya diri, perasaan panik, adanya gangguan dalam proses pikir, sukar berinteraksi dimasa
lampau, perkembangan ego yang lemah serta represi dari rasa takut. Sedangkan menurut Stuart
(2009) Isolasi sosial disebabkan oleh harga diri rendah bila tidak segera ditangani perilaku isolasi
sosial dapat beresiko terjadinya halusinasi.
  
   2.      Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi adalah stimulus internal atau eksternal yang mengancam klien antara lain
dikarenakan adanya ketegangan peran, konflik peran, peran yang tidak jelas, peran berlebihan,
perkembangan transisi, situasi transisi peran dan transisi peran sehat-sakit (Stuart, 2009). Stuart
(2009) membagi factor presipitasi dalam psikososial.

a)      Psikologis
Faktor presipitasi psikologis klien isolasi berasal dari internal dan eksternal. Stuart & Laria
(2005) yang menyatakan bahwa isolasi sosial disebabkan karena adanya factor presipitasi yang
berasal dari dalam diri sendiri ataupun dari luar.

1.)    Internal
Stressor internal terdiri dari pengalaman yang tidak menyenangkan, perasaan ditolak dan
kehilangan orang yang berarti. Penelitian yang dilakukan oleh Canadian Assosiation Psychiatric
(2004), menunjukan bahwa prevalensi ketakutan berhubungan sosial pada klien yang memiliki
harga diri rendah 14.9% lebih tinggi dibandingkan dengan klien yang  memiliki harga diri tinggi
sebesar 6.6%

2.)    Eksternal
Stressor eksternal adalah kurangnya dukungan dari lingkungan serta penolakan dari lingkungan
atau keluarga. Stressor dari luar klien tersebut dapat berupa ketegangan peran, konflik peran,
peran yang tidak jelas, peran berlebihan, perkembangan transisi, situasi  transisi peran dan peran
sehat-sakit. Stuart (2000) yang menyatakan bahwa seseorang dengan tipe keperibadian
introvert,menutup diri dari orang yang berarti dalam hidup nya.

b)     Sosial budaya


Sosial budaya merupakan ancaman terhadap system diri .ancaman terhadap system dari
merupakan ancaman terhadap identitas diri,harga diri,dan fungsi integeritas .ancaman terhadap
system diri berasal dari dua sumber yaitu ekternal dan internal. Sumber ekternal dapat di
sebabkan karena kehilanga orang yang sangat di cintai karena
kematian,perceraian,perubahan,setatus pekerjaan,dilemma etik,ataupun tekanan sosialdan
budaya.sedangkan sumber internaldi sebabkan karena kesulitan membangun hubungan
interpersonal di linkungan sekiar seperti di lingkungan rumah atau di tempat krjadan ketidak
mampuan menjalan kan peran baru sebagai orang tua,pelajar atau pekerja.penelitian tentang
faktor lingkungan sebagai salah satu penyebab isolasi sosial menyimpulkan bahwa lingkungan
memiliki adil yang cukup besar terhadap timbul nya harga diri rendah pada klien seperti
lingkungan yang tidak kondusif dan selalu memojokan klien dan pada akhir nya akan
mempengaruhi aktifitas kelien termasuk hubungan dengan orang lain

C. Tanda dan Gejala


Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial:

1) Kurang spontan
2) Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
3) Ekspresi wajah kurang berseri
4) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
5) Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
6) Mengisolasi diri
7) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
8) Asupan makanan dan minuman terganggu
9) Retensi urine dan feces
10) Aktivitas menurun
11) Kurang energi ( tenaga )
12) Rendah diri
13) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus / janin (khususnya pada posisi tidur)

D. Rentang Respon

E. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang bisa di gunakan adalah pertahanan koping dalam


jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego,Stuart (2009) mengatakan
pertahanan jangka pendek yang bisa di lakukan klien isolasi sosial adalah lari sementara dari
krisis,missal nya dengan bekerja keras,nonton televisi secara terus menerus,melakukan kegiatan
untuk mengganti identitas sementara,missal nya ikut kelompok sosisal,keagamaan dan
politik,kegiatan yang member dukungan sementara,seperti mengikuti sesuatu kompetensi atau
kontes popularitas, kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti
penyalagunakan obat obatan.

Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu
kesepian nyata yang mengancam dirinya.
Mekanisme koping yang sering digunakan pada menarik diri adalah proyeksi, regresi dan
represi:
a. Proyeksi adalah keinginan yang tidak dapat ditoleransi ,mencurahkan emosi
kepada orang lain, Karena kesalahan yang dilakukan sendiri.
b. Regresi adalah menghindari setres, kecemasan dengan menampilkan prilaku
kembali seperti pada perkembangan anak.
c. Represi adalah menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan atau
konflik atau ingatan dari kesadaran yang cendrung memperkuat mekanisme ego lainya.

III. POHON MASALAH

IV. MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

1.      Masalah keperawatan:


Dignosa keperawatan primer untuk respon sosial maladiftif ( NANDA),Stuar, (2009)
a.       Coping defensifve
b.      Self-Eateem,chrome low
c.       Self –Mutilation,risk for
d.      Social intraction, impiaried
e.       Violancie risk for self – directed or other-directed
f.        Anxiety
g.      Family processes, interrupted
h.      Role performance,ineffecitive
i.        Social isolation

2.      Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan isolisasi sosial
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan pasien dan dukung dengan hasil
observasi.
a.       Data subyektif , pasien mengungkapkan tentang
·         Perasaan sepi
·         Perasaan tidak aman
·         Perasaan bosan dan waktu terasa lambat
·         Ketidakmampuan berkonsenterasi
·         Perasaan ditolak
b.      Data obyektif
·         Banyak diam
·         Tidak mau bicara
·         Menyendiri
·         Tidak mau berinteraksi
·         Tanpak sedih
·         Ekpersi datar dan dangkal
·         Kontak mata kurang

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi Sosial

VI. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Menurut Direja (2011), tujuan dan tindakan/ intervensi pada pasien isolasi sosial adalah :
a.   Isolasi sosial
Tujuan
Pasien mampu :
1.    Menyadari penyebab isolasi sosial
2.    Berinteraksi dengan orang lain
Kriteria hasil SP (Strategi Pelaksanaan) 1 :
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, pasien mampu :
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Menyadari penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang
lain.
c. Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap
SP 1:
1. Identifikasi penyebab:
a. Siapa yang satu rumah dengan pasien
b. Siapa yang dekat dengan pasien
c. Siapa yang tidak dekat dengan pasien

2. Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain


a. Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
b. Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
c. Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan
mereka
d. Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang
lain
e. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien

3. Latih berkenalan
a. Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
b. Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain
c. Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan dihadapan perawat
d. Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga
e. Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan 2, 3, 4
orang dan seterusnya
f. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien
g. Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain,
mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan terus
menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya
4. Masukan jadwal kegiatan pasien
SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
2. Latih berhubungan sosial secara bertahap
3. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2)
2. Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
STRATEGI PELAKSANAAN
ISOLASI SOSIAL

B. Pengkajian

Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

Untuk mengkaji pasien isolasi sosial Saudara dapat menggunakan wawancara dan observasi
kepada pasien dan keluarga.

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:

a) Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain


b) Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c) Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
d) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f) Pasien merasa tidak berguna
g) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat Saudara tanyakan pada waktu wawancara untuk
mendapatkan data subyektif:

a) Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga atau tetangga)?


b) Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya siapa teman dekat itu?
c) Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?
d) Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya?
e) Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
f) Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dengan orang sekitarnya?
g) Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?
h) Apakah pernah ada perasaan ragu untuk bisa melanjutkan kehidupan?
i) Tidak memiliki teman dekat

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi:

a) Menarik diri
b) Tidak komunikatif
c) Tindakan berulang dan tidak bermakna
d) Asyik dengan pikirannya sendiri
e) Tak ada kontak mata
f) Tampak sedih, afek tumpul

Tindakan keperawatan untuk pasien.

a. Tujuan: Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu


1) Membina hubungan saling percaya
2) Menyadari penyebab isolasi sosial
3) Berinteraksi dengan orang lain

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal

penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan

berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,

dan mengajarkan pasien berkenalan

Orientasi (Perkenalan):

“Assalammu’alaikum ”

“Saya Cahya Adinata Saya senang dipanggil Cahya, Saya perawat di Ruang Mawar ini… yang
akan merawat Ibu.”

“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”


“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-
teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama,
S? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja:

(Jika pasien baru)

”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”

(Jika pasien sudah lama dirawat)

”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal di
ruangan ini”

“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”

“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”

”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman
bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya
tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien

dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu
inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?

“ Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”

“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama
panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si. Asal
saya dari Bireun, hobi memasak”

“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama
Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”

“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”

“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”


“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang
menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan
dan sebagainya.”

Terminasi:

”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”

”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”

”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga
S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam
berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”

”Besok pagi jam 10 saya akan

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap

(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-)

Orientasi :

“Assalammualaikum S! ”

“Bagaimana perasaan S hari ini?

“ Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan Coba sebutkan lagi sambil
bersalaman dengan Suster ! “

“ Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba berkenalan
dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit “

“ Ayo kita temui perawat N disana “

Kerja :

( Bersama-sama S saudara mendekati perawat N)


“ Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N “

“ Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin “

(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam, menyebutkan


nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)

“ Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga perawat N“

“ Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji
bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti “

“ Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S.
Selamat pagi “

(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan S di


tempat lain)

Terminasi:

“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N”

”S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”

”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain
supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya.
Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa
kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau
jam berapa? Jam 10? Sampai besok.”

SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang


kedua-seorang pasien)

Orientasi:

“Assalammu’alaikum S! Bagaimana perasaan hari ini?

”Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”

(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain

”Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”

”Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi”


”Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”

”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”

”seperti biasa kira-kira 10 menit”

”Mari kita temui dia di ruang makan”

Kerja:

( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )

“Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. “

“Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya. “

(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama


panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama).”

“Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O”

“ Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji
bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti”

(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)

“Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat
pagi”

(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan S di


tempat lain)

Terminasi:

“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O”

”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O” ”pertahankan apa
yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita
tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang lain
sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan
tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi
secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”

”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama dan
tempat yang sama ya. Sampai besok.. Assalamu’alaikum”

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

a. Tujuan: setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi


sosial

b. Tindakan: Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial

Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien
mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien
sepanjang hari.

Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah meliputi:
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2) Menjelaskan tentang:
Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
Penyebab isolasi sosial.
Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak
ingkar janji.
b. Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan kegiatan
bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan
pujian yang wajar.
c. Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
d. Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
3) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
4) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan
yang dihadapi.
5) Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga
SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi
sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial

Peragakan kepada pasangan saudara komunikasi dibawah ini


Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak”
”Perkenalkan saya perawat Cahya, saya yang merawat, anak bapak, S, di ruang Mawar ini”
”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak S sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara perawatannya”
”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau setengah
jam?”
Kerja:
”Apa masalah yang Bp/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit
yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.
” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun
berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat
berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan
orang–orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami halusinasi,
yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar
menghadapi S. Dan untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga
harus membina hubungan saling percaya dengan S yang caranya adalah bersikap peduli dengan
S dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada S
untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan
jangan mencela kondisi pasien.”
« Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S.
Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga
bersama.”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”
” Begini contoh komunikasinya, Pak: S, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap
dengan orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat
perkembangan kamu, Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu
bagaimana kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat
di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama keluarga atau di mushola kampung.
Bagiamana S, kamu mau coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”
”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”

Terminasi:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang
mengalami isolasi sosial”
“Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami
masalah isolasi sosial”
“ Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut”
“Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar
mereka juga melakukan hal yang sama.”
“Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ?”
“Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama”
“Assalamu’alaikum”

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah


isolasi sosial langsung dihadapan pasien
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa hari yang
lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke S! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.”
”Sekarang mari kita temui S”

Kerja:
”Assalamu’alaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?”
”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan Orang tua S?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
« «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S »
« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara
merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak »
« Assalamu’alaikum »

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan di rumah.”
”Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja”
”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di rumah?
Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal
kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak Bapak
selama di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak
minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera
hubungi perawat K di puskemas Indara Puri, Puskesmas terdekat dari rumah Bapak, ini nomor
telepon puskesmasnya: (0651) 554xxx
”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan S selama di rumah

Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang.
Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat
habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA
1. Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EG.
2. Stuart, G.W> & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of  Psychiatrich Nursing, 8
ed. Missouri: Mosby, Inc
3. Townsend, M.C (2009) Psychiatrich Mental Health Nursing Concepts Of Care in
Evidence-Based Practice. 6 ed. Philadelphia: F.A Davis Company
4. Yosep, I. (2010). Keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama.
5. Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
6. S. N. Ade Herma Direja. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
7. Stuart & Sudart. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa.(Edisi 5). Alih Bahasa: Ramona P,
Kapoh. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai