KEPERAWATAN JIWA
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan negatif tentang diri sendiri, hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 2009). Harga diri rendah merupakan
komponen Episode Depresi Mayor, dimana aktifitas merupakan bentuk hukuman
atau punishment (Stuart & Laraia, 2005). Harga diri rendah adalah ketika individu mengalami
atau beresiko mengalami evaluasi diri yang negatif tentang kemampuan atau diri. (Carpenito,
Lynda Juall-Moyet, 2007).
Jadi harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri dan aktivitas merupakan
sebuah hukuman, dan merasa dirinya tidak diterima oleh orang lain.
B. Etiologi
1. Fakor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis (Fitria, 2009).
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah karena hilangnya sebagian anggota tubuh,
berubahnya penampilan atau bentuk tubh, mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas
(Fitria, 2009)
C. Tanda dan Gejala
a. Peraasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit.
c. merendahkan martabat.
f. menciderai diri
Tanda dan gejala harga diri rendah menurut Keliat, 2009 adalah:
d.Penurunan produkrivitas.
Selain tanda dan gejala tersebut, penampilan seseorang dengan harga diri rendah juga
tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun,
tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan bicara lambat dengan nada
suara lemah.
D. Rentang Respon
Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada
dirinya meliputi cita dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran serta identitas
dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan menjadi individu yang
sukses.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, termasuk
kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa.
Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri
dan atau orang lain, penurunan produktifitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain,
gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perassan negatif mengenai
tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta meanarik diri dari
realitas.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak dapat
membedakan stimulus dari alam atau luar dirinya. Individu mengalami kesulitan untuk
membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing
baginya.
Secara umum gangguan konsep diri Harga Diri Rendah dapat terjadi secara situasional
dan kronik (Iyus Yosep, 2010).
a. Situasional
yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya kecelakaan, putus sekolah, perceraian, PHK,
perasaan malu karena terjadi pada dirinya (perkosaan atau pernah dipenjara), termasuk dirawat
dirumah sakit yang dapat terjadi karena :
2. Isolasi sosial
(Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa , penerbit : Salemba medika, 2015, jl. Raya lempeng
agung no. 101 jagakarsa,jak-sel , Ah. Yusuf, Rizky vitriasari, Hanik endang nihayati)
Harga diri rendah dapat membuat klien menjadi tidak mau maupun tidak mampu bergaul
dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial yaitu menarik diri. Isolasi sosial menarik diri
adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel dan tingkah laku yang maladaptive.
Mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
Data subjektif :
Data objektif :
a. kurang spontan ketika diajak bicara
b. apatis
e. bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dilakukan klien harga diri rendah adalah
kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian obat-obatan, kerja
keras, nonton TV terus menerus. Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut
kelompok sosial, keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti
mengikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas. Kegiatan mencoba menghilangkan anti
identitas sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan.
Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang diharapkan individu
akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang, antara lain adalah menutup identitas,
dimana klien terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-orang yang berarti
tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Identitas negatif, dimana asumsi
yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat. Sedangkan mekanisme pertahanan ego
yang sering digunakan adalah fantasi, regresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah
berbalik pada diri sendiri dan orang lain.
ISOLASI SOSIAL
Subyektif :
Obyektif :
Subyektif :
Obyektif :
Subyektif :
Obyektif :
a) Bicara sendiri
b) Tertawa sendiri
c) Marah tanpa sebab
4. Resiko tinggi perilaku kekerasan
Subyektif :
Obyektif :
Subyektif :
1) Klien mengatakan saya tidak berguna, tidak sanggup mengatasi masalahnya dan mulai
putus asa
Obyektif :
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
STRATEGI PELAKSANAAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :
DO :
DS :
2. Diagnosa Keperawatan :
3. Tujuan
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya.
TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
4. Tindakan Keperawatan
5. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
A. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum ibu/bapak, saya perawat yang akan merawat ibu/bapak. Perkenalkan nama
saya Cahya Adinata, biasa dipanggil Cahya, saya dari Fakultas Keperawatan Universitas Pelita
Harapan. Kalau boleh tahu nama lengkap ibu/bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
B. Evalusi/Validasi
“ ibu/bapak, bagaimana perasaan ibu/bapak pada pagi ini? Ada apa dirumah sampai ibu/bapak
dibawa kemari?”
2. Kontrak
Topik : “ibu/bapak, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan ibu/bapak atau
hal-hal yang biasa ibu/bapak lakukan?”
Waktu : “ibu/apak, maunya berapa lama kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau 10 menit saja?”
3. Fase Kerja
“kebiasaan ibu/bapak dirumah apa? Dari kamar tidur, dapur maupun dihalaman pasti
menyenangkan sekli ya ibu/bapak ya…, sekarang yng biasa ibu/bapak lakukan ditempat kerja
ibu/bapak apa? Terus apa saja yang disenangi dari keluarga ibu/bapak? Bagaimana dengan anak
ibu/bapak?”
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
b. Evaluasi Obyektif
“apa saja kemampuan atau kebiasaan ibu/bapak lakukan? Terus apa saja yang disenangi dirumah
ibu/bapak?”
5. Rencana Tindak Lanjut
“baiklah ibu/bapak selanjutya coba ibu/bapak ingat kemampuan ibu/bapak yang lain, yang belum
kita bicarakan, nanti cerita-cerita pada saya ibu/bapak ya..”
6. Kontrak
Topik ; “ibu/bapak, nanti saya akan melihat kemampuan ibu/bapak mana yang masih dapa
dilakukan dirumah sakit maupun dirumah”
Waktu : “ibu/bapak, bagaimana kalau jam 10.00 nanti kita bertemu? Sampai nanti ibu/bapak
ya..”
Tempat : “untuk tempat ibu/bapak maunya dimana? Bagaimana kalau disini saja..”
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien telah mengetahui beberapa kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diagnosa Keperawatan
3. Tujuan
TUK 5 : Klien menyusun jadual kegiatan harian untuk kemampuan yang telah dicoba
4. Tindakan Keperawatan
5. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ selamat pagi ibu/bapak..masih ingat dengan saya?”
b. Evaluasi/Validasi
“ibu/bapak, bagaimana perasaan ibu/bapak hari ini? Masih ada kemampuan ibu/bapak
yang belum diceritakan pada saya?”
2. Kontrak
Topik : “ibu/bapak, masih ingat apa yang akan kita bicarakan sekarang? Kita akan
melihat kembali daftar kemampuan ibu/bapak untuk menilai mana yang dapat dikerjakan
dirumah sakit, bagaimana ibu/bapak?”
3. Fase Kerja
“ ibu/bapak, ini daftar kemampuan yang ibu/bapak miliki yang telah dibicarakan, baiklah
ibu/bapak apa masih ada tambahannya? Sekarang ibu/bapak coba lihat satu persatu
apakah dapat dilakukan dirumah sakit? Coba ibu/bapak pilih yang mana yang bisa kita
latih sekarang, sesuai dengan kondisi ibu/bapak bagaimana kalau disini saja.. nah
sekarang sudah selesai mari kita istirahat ibu/bapak”
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“bagaimana perasaan ibu/bapak setelah melakukan kegiatan tadi?”
b. Evaluasi Obyektif
“ibu/bapak, coba sebut ulang cara mengerjakannya dan nanti saya akan membantu
ibu/bapak”
6. Kontrak
Topik : “Baiklah, waktu kita sudah habis, besok kita coba kemampuan yang lain”
Waktu : “ ibu/bapak maunya jam berapa? Bagaimana kalau jam 09.00 pagi? Baiklah
ibu/bapak, sampai ketemu besok ya”
Tempat : “untuk tempat ibu/bapak maunya dimana? Bagaimana kalau disini saja”
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien telah mengetahui kemampuan yang dapat dilakukan di RS dan telah melatih satu
kemampuan yang telah masuk jadual kegiatan harian (ADL).
2. Diagnosa Keperawatan
3. Tujuan
TUK6 : Klien memasukkan kemampuan kedua dalam jadual kegiatan harian (ADL)
4. Tindakan Keperawatan
B. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
b. evaluasi/validasi
“bagaimana perasaan ibu/bapak pada padi ini, apa ibu/bapak baik-baik saja? Apakah kegiatan
yang kita latih kemarin sudah dilakukan ibu/bapak? Coba sekarang kita lihat jadualnya”
2. Kontrak
Topik : “nah..sekarang kita akan latih lagi kemampuan ibu/bapak yang lain, bagaimana
ibu/bapak?”
Waktu :”untuk waktunya ibu/bapak maunya berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit saja?
Seperti waktu kemarin yang kita lakukan”
Tempat : “untuk tempat ibu/bapak maunya dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalai tempat
kemarin? Mari ibu/bapak”
3. Fase Kerja
“Nah, ini daftar kemampuan ibu/bapak yang kemarin, sekarang ibu/bapak pilih yang mana? Mari
kita praktekkan lagi, sekarang coba ibu/bapak lakukan sendiri sambil saya bantu”
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
b. Evaluasi Obyektif
“ibu/bapak, sudah berapa kegiatan yang sudah dilakukan? Coba diulangi lagi ibu/bapak ya”
“bagaimana kegiatan barusan dilakukan dengan teratur, mari kita masukkan jadual kegiatan
harian ibu/bapak ya”
6. Kontrak
Topik : “Nah, ibu/bapak sudah melakukan 2 kegiatan, bagaimana kalau kita latih lagi kegiatan
ketiga?”
Waktu : “ibu/bapak maunya sampai jam berapa? Bagaimana kalau seperti biasa saja jam 10?
Baiklah bu sampai nanti ibu/bapak ya”
Tempat : “untuk tempatnya ibu/bapak maunya dimana? Bagaimana kalau disini saja?”
Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan menjadi
sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
a. Tujuan :
1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki pasien
3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih dan memberikan
pujian atas keberhasilan pasien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien
b. Tindakan keperawatan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada pasien
3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan memuji
pasien atas kemampuannya
4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah
5) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat pasien dengan
harga diri rendah seperti yang telah perawat demonstrasikan sebelumnya
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah
SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien di
rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah, menjelaskan
cara merawat pasien dengan harga diri rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien
dengan harga diri rendah, dan memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktekkan cara merawat.
1. Orientasi :
“Assalammu’alaikum ibu/bapak, saya Cahya Adinata, perawat yang merawat Tn. A”
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”
“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat Tn. A? Berapa lama waktu
Bp/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!”
2. Kerja :
“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Tn. A”
“Ya memang benar sekali Pak/Bu, Tn. A itu memang terlihat tidak percaya diri dan sering
menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada Tn. A, sering menyalahkan dirinya dan mengatakan
dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki masalah
harga diri rendah yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap
diri sendiri. Bila keadaan Tn. A ini terus menerus seperti itu, Tn. A bisa mengalami masalah
yang lebih berat lagi, misalnya Tn. A jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih
mengurung diri”
“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?”
“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”
“Setelah kita mengerti bahwa masalah Tn. A dapat menjadi masalah serius, maka kita perlu
memberikan perawatan yang baik untuk Tn. A”
”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Tn. A? Ya benar, dia juga mengatakan hal yang
sama(kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan Tn. A)
” Tn. A itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Serta telah
dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan Tn. A untuk
melakukan kegiatan tersebut sesuai jadual. Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu.
Dan jangan lupa memberikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda cek
list pada jadual yang kegiatannya”.
”Selain itu, bila Tn. A sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu tetap perlu memantau
perkembangan Tn. A. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak tertangani lagi,
bapak/Ibu dapat membawa Tn. A ke puskesmas”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian kepada Tn. A”
”Temui Tn. A dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian yang yang
mengatakan: Bagus sekali Tn. A, kamu sudah semakin terampil mencuci piring”
”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”
Terminasi :
”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”
“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi Tn. A dan bagaimana cara
merawatnya?”
“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali Bapak/Ibu kemari
lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara memberi pujian
langsung kepada Tn. A”
“Jam berapa Bp/Ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
”Bapak/IBu masih ingat latihan merawat anak BapakIbu seperti yang kita pelajari dua hari yang
lalu?”
“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada Tn. A”
”Waktunya 20 menit”.
”Sekarang mari kita temui Tn. A”
Kerja:
”Assalamu’alaikum Tn. A. Bagaimana perasaan Tn. A hari ini?”
”Hari ini saya datang bersama orang tua Tn. A Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya,
orang tua Tn. A juga ingin merawat Tn. A agar Tn. A cepat pulih.”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa
hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan anak Bapak/Ibu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan Tn. A setelah berbincang-bincang dengan Orang tua Tn. A?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua Tn. A ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”
“Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada Tn. A’’
‘’Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu melakukan cara
merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak/Bu’’
‘’Assalamu’alaikum’’
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Karena hari ini Tn. A sudah boleh pulang, maka kita akan membicarakan jadwal Tn. A selama
di rumah”
”Berapa lama Bpk/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor
Kerja:
”Pak/Bu ini jadwal kegiatan Tn. A selama di rumah sakit. Coba diperhatikan, apakah semua
dapat dilaksanakan di rumah?”Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama Tn. A dirawat dirumah
sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh Tn. A
selama di rumah. Misalnya kalau Tn. A terus menerus menyalahkan diri sendiri dan berpikiran
negatif terhadap diri sendiri, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K di puskemas Indara Puri, Puskesmas
terdekat dari rumah Bapak/Ibu, ini nomor telepon puskesmasnya: (0651) 554xxx
”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan Tn. A selama di rumah
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang.
Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat
habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA
WAHAM
A. Definisi
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan
dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien
yang sudah kehilangan kontrol (Depkes RI,2000). Yosep (2010) mengartikan waham sebagai
suatu keyakinan seseorang berdasarkan penilaian realistis yang salah dan yang tidak konsisten
dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya. Individu menjadi tidak mampu merespons
stimulus internal dan eksternal dengan proses interaksi dan informasi yang akurat. Waham
adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan. (Keliat, 2006).
Jadi Waham adalah keyakinan seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi tetap
dipertahankan karena pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol.
B. Etiologi
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri :
harga diri rendah. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan persepsi
sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss berat yang mengancam ego yang lemah,
dan isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C, 1998).
Jenis-jenis waham :
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan berulangkali tetapi
tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “Saya punya tambang emas”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/mecederai dirinya,
diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya tahu..seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri
dengan kesuksesan saya”
D. Rentang Respon
adaptif maladatif
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan
pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar
dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
1. Status mental
Berdandan dengan baik dan berpakaian rapi, tetapi mungkin terlihat ekstrinsik dan aneh. Tidak
jarang bersikap curiga atau bermusuhan terhadap orang lain. Klien biasanya cerdik ketika
dilakukan pemeriksaan sehingga dapat memanipulasi data. Selain itu perasaan hatiya konsisten
dengan isi waham.
Tidak memiliki kelainan dalam orientasi kecuali klien waham spesifik terhadap orang, tempat,
dan waktu. Daya ingat atau kognisi lainnya biasanya akurat. Pengendalian impuls pada klien
waham perlu diperhatikan bila terlihat adanya rencana untuk bunuh diri, membunuh, atau
melakukan kekerasan pada orang lain.
Gangguan proses pikir waham biasanya diawali dengan adanya riwayat penyakit berupa
kerusakan pada bagian korteks dan limbik otak. Bisa dikarenakan terjatuh atau didapat ketika
lahir. Hal ini menunjukkan terjadinya perubah emosional seseorang yang tidak stabil. Bila
kepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, kemudian mengisolasi diri dari orang lain
dan lingkungan. Waham curiga akan timbul sebagai manifestasi ketidakmampuan seseorang
dalam memenuhi kebutuhannya. Bila respons lingkungan kurang mendukung terhadap
perilakunya dimungkinkan akan timbul resiko perilaku kekerasan pada dirinya, orang lain dan
lingkungan. Dan kerusakan komunikasi kepada orang lain.
G. Mekanisme Koping
Menurut Hernawati (2008), perilaku yang mewakili upaya untuk melindungiklien dari
pengalaman yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang maladaptif meliputi:
1. Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi
ansietas.
2. Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan persepsi yang rancu
3. Menarik diri.
4. Pada keluarga : mengingkari
Perubahan isi
pikir: waham
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan meningkat hargadirinya.
Tujuan khusus :
Tindakan :
a) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat mengetahui aspek positif yang dimiliki.
b) Diskusikan kemampuan dan aspek positifyang dimiliki.
c) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi
pujianyang realistis.
d) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
b) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
STRATEGI PELAKSANAAN
WAHAM
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :
DO :
Klien tampak tidak menyendiri, curiga, bermusuhan, merusak (diri,orang lain, lingkungan),
takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilailingkungan/ realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung.
DS :
2. Diagnosa Keperawatan :
3. Tujuan :
4. Tindakan Keperawatan
1. Membantu orientasi realita
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
3. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
5. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi/Perkenalan
“selamat pagi, perkenalkan nama saya Cahya Adinata, saya perawat yang dinas pagi ini di
Ruang melati. Saya dinas dari jam 07.00–14.00, saya yang akan membantu perawatan
bapak hari ini. Nama bapak siapa? senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak A rasakan sekarang?”
“Berapa lama bapak A mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?”
2. Kerja
“Saya mengerti pak A merasa bahwa pak A adalah seorang Nabi, tapi sulit bagi saya
untuk mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak hidup didunia ini, bisa
kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?”
“Tampaknya pak A gelisah sekali, bias pak A ceritakan kepada saya apa yang pak
Rrasakan?”
“Oooo, jadi pak A merasa takut nanti diatur -atur oleh orang lain dan tidak punya hak
untuk mengatur diri pak A sendiri?”
“Siapa menurut pak A yang sering mengatur-atur diri pak R?”
“Jadi teman pak A yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga adik pak A yang lain?”
“Kalau pak A sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo, Bagus pak A sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak A.”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak A ingin ada kegiatan di luar rumah sakitkarena
bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
3. Terminasi
“Bagimana perasaan pak A setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini pak A coba lakukan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah pak A miliki?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja pak A?”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP II)
1. Tujuan
2. Tindakan Keperawatan
1. Tujuan
1) ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, perkenalkan nama saya Cahya Adinata, saya perawat yang dinas di
ruang melati ini. Saya yang merawat bapak A selama ini. Nama bapak dan ibu siapa, senangnya
dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah bapak A dan cara merawat A di
rumah?”
“Dimana kita mau berbicara? Bagaimana kalau di ruang wawancara?”
“Berapa lama waktu bapak dan ibu? Bagaimana kalau 30 menit”
2) KERJA
“Pak, bu, apa masalah yang Bpk/Ibu rasakan dalam merawat bapak A? Apa yang sudah
dilakukan di rumah?Dalam menghadapi sikap anak ibu dan bapak yang selalu mengaku-ngaku
sebagai seorang nabi tetapi nyatanya bukan nabi merupakan salah satu gangguan proses berpikir.
Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara menghadapinya. Setiap kali anak bapak dan ibu
berkata bahwa ia seorang nabi bapak/ ibu dengan mengatakan pertama:
‘Bapak/Ibu mengerti A merasa seorang nabi, tapi sulit bagi bapak/ibu untuk mempercayainya
karena setahu kami semua nabi sudah meninggal.”
“Kedua: bapak dan ibu harus lebih sering memuji A jika ia melakukan hal-hal yang baik.”
“Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yang berinteraksi dengan A”
“Bapak/Ibu dapat bercakap-cakap dengan A tentang kebutuhan yang diinginkan A, misalnya:
“Bapak/Ibu percaya A punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada bapak/ibu.
bahkan punya kemampuan ............ “ (kemampuan yang pernahdimiliki oleh anak)
“Keempat: Bagaimana kalau dicoba lagi sekarang?”(Jika anak mau mencoba berikan pujian)
“Pak, bu, A perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang”
“Obatnya ada tiga macam, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar bias tidur, yang
putih ini namanya THP guanya supaya rilek dan tidak kaku, dan yang merah jambu/ping ini
namanya HDL gunanya agar pikiran tenang suara-suaraatau halusinasi hilang, semuanya ini
harus diminum secara teratur 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangan
dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat menyebabkan A kambuh
kembali”(Libatkan keluarga saat memberikan penjelasan tentang obat kepada klien). A sudah
mempunyai jadwal minum obat. Jika dia minta obat sesuai jamnya, segera beri pujian.
3) TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat A di
rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali berkunjung
ke rumah sakit.”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba melakukan langsung cara merawat A sesuai dengan pembicaraan kita tadi”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
1. Tujuan
1) ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan dua hari yang
lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke A ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu?”
2) KERJA
“Sekarang anggap saya A yang sedang mengaku-aku sebagai nabi, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila A sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada kemampuan yang dimiliki A.
Bagus.”
“Sekarang coba cara memotivasi A minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai
jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat A”
3) TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat A?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu
membesuk A”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba lagi cara merawat A sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
1. Tujuan
1) ORIENTASI
“selamat pagi pak, bu, karena A sudah boleh pulang, maka kita bicarakan jadual A selama
dirumah”
“Bagaimana pak, bu, selama bapak dan ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara merawat A?”
“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadual di rumah? Mari Bpk/Ibu duduk di sini”
“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu? Baik 30 menit saja, sebelum Bpk/Ibu menyelesaikan
administrasi di depan.”
2) KERJA
“Pak/Bu, ini jadwal A selama di rumah sakit. Coba diperhatikan. Apakah kira-kira dapat
dilaksanakan semua di rumah? Jangan lupa memperhatikan A, agar ia tetap menjalankan di
rumah, dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri), B (bantuan), atau T (tidak mau
melaksanakan).”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak ibu dan
bapak selama di rumah. Kalau misalnya A mengaku sebagai seorang nabi terus menerus dan
tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi Puskesmas terdekat dari rumah
ibu dan bapak, yang akan membantu memantau perkembangan A selama di rumah”
3) TERMINASI
“Apa yang ingin Bapak/Ibu tanyakan?Bagaimana perasaan Bpk/Ibu? Sudah siap melanjutkan di
rumah?”
“Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk puskesmas tempat ibu dan bapak tinggal guna
mempermudah dalam merawat anak ibu dan bapak. Kalau ada apa-apaBpk/Ibu boleh juga
menghubungi kami. Silakan
DAFTAR PUSTAKA
A. Definisi
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stress
yang tinggi dan menggunakan koping maladaptif. Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang
dengan sengaja yang tahu akan akibatnya dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu
singkat (Marismis, 1998:431). Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. (Ade Herman, 2011). Bunuh diri adalah suatu keadaan
dimana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang
dapat mengancam nyawa. (Nita Fitria, 2009).
Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan kultural.
Durkheim membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada tiga subkategori bunuh diri
berdasarkan motivasi seseorang, yaitu sebagai berikut.
1) Bunuh diri egoistik. Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
2) Bunuh diri altruistik. Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3) Bunuh diri anomik. Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi
individu
Jadi, bunuh diri adalah tindakan yang berisiko menyakiti diri sendiri dan atau menyakiti
yang dilakukan secara sadar untuk mengakhiri hidupnya.
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi:
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang
siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai
riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk
melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan,
atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi
yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam
menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
c. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati,
impulsif, dan depresi.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat
menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia
yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut
dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph(EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu.
Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi
pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh
diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.
A. Faktor genetik dan teori biologi faktor genetik mempengaruhi terjadinya risiko
bunuh diri pada keturunanna. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan
depresi yang berkontribusi terjadinya risiko buuh diri.
B. Teori sosiologi Emile Durkheim membagi suicide dalam 1 kategori yaitu : Egoistik (orang
yang tidak terintegrasi pada kelompok social), atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan
masyarakat) dan anomic (suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan
beradaptasi dengan stressor).
C. Teori psikologi Sigmund Freud dan Karl Menninger m eyakini bahwa bunuh diri
merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
Tanda dan gejala risiko bunuh diri menurut Fitria, Nita (2009) :
D. Rentang Respon
ADAPTIF MALADAPTIF
Keterangan:
a. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.
c. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telahmengambil sikap yang kurang tepat terhadap
situasi yangmembutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
d. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.
e. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
1. Keputusasaan
2. Menyalahkan diri sendiri
3. Perasaan gagal dan tidak berharga
4. Perasaan tertekan
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan berat badan
7. Berbicara lamban, keletihan
8. Menarik diri dari lingkungan social
F. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku pengerusakan diri tak
langsung adalah pengingkaran (denial). Sementara, mekanisme koping yang paling menonjol
adalah rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi
masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri
seseorang.
Data Fokus :
DS :
DO :
1) Impulsif.
2) Menunujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
3) Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol).
4) Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal).
5) Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
6) Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
7) Status perkawinan yang tidak harmonis.
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUK 1
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Rencana Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
TUK 2
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
TUK 3
Kriteria evaluasi :
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
TUK 4
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
TUK 5
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
TUK 6
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
TUK 7
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
Tindakan Keperawatan
A. Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Resiko Bunuh Diri
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut :
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2) Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak
ada keinginan bunuh diri.
STRATEGI PELAKSANAAN
RISIKO BUNUH DIRI
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut :
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2) Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak
ada keinginan bunuh diri.
SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak A kenalkan saya adalah perawat Cahya Adinata yang bertugas di ruang
Mawar ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”
“Bagaimana perasaan pak A hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini. Dimana dan
berapa lama kita bicara?”
KERJA
“Bagaimana perasaan pak A setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B merasa
paling menderita di dunia ini? Apakah pak A kehilangan kepercayaan diri? Apakah pak A
merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah pak A merasa
bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah pak A sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah pak A berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau pak A
berharap bahwa pak A mati? Apakah pak A pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya,
bagaimana caranya? Apa yang pak A rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh
dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya
dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya pak A membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup”. “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar pak A ini untuk
memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan pak A.”
“Nah pak A, Karena pak A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup pak A, maka saya tidak akan membiarkan pak A sendiri.”
“Apa yang akan pak A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
maka untuk mengatasinya pak A harus langsung minta bantuan kepada perawat diruangan ini
dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi pak A jangan sendirian ya? Katakan pada
perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”.
“Saya percaya pak A dapat mengatasi masalah, OK pak A?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan pak A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh
diri?”
“Coba pak A sebutkan lagi cara tersebut?”
“Saya akan menemui pak A terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
(jangan meninggalkan pasien)
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak A!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan pak A hari ini?
O.. jadi pak A merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah pak A ada perasaan ingin
bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi
keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja yah!”
KERJA
“Baiklah, tampaknya pak A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar pak A ini untuk memastikan tidak
ada benda-benda yang membahayakan pak A.”
“Nah pak A, karena pak A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup pak A, maka saya tidak akan membiarkan pak A sendiri.”
“Apa yang pak A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
maka untuk mengatasinya pak A harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga
dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan pak A jangan pernah sendirian ya..?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah kita
bicarakan tadi? Bagus pak A. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih
ada perasaan/dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau
sudah tidak ada keinginan bunuh diri, saya akan ketemu pak A lagi, untuk membicarakan cara
meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak A! Bagaiman perasaan pak A saat ini? Masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita akan membahas
tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih pak A miliki. Mau berapa lama?
Dimana?”
KERJA
“Apa saja dalam hidup pak A yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau
pak A meninggal. Coba pak A ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan pak A. Keadaan
yang bagaimana yang membuat pak A merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan pak A masih
ada yang baik yang patut pak A syukuri. Coba pak A sebutkan kegiatan apa yang masih dapat
pak A lakukan selam ini?.” “Bagaimana kalau pak A mencoba melakukan kegiatan tersebut,
mari kita latih.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan pak A setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja
yang pak A patut syukuri dalam hidup pak A? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam
kehidupan pak A jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus pak A. Coba pak
A ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih pak A miliki dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita
bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada
perasaan-perasaan yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
b. Tindakan:
1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan
pasien sendirian.
2) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya
disekitar pasien.
3) Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri.
4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.
KERJA
“Bapak/Ibu, pak A sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan pekerjaan dan
ditinggal istrinya, sehingga sekarang pak A selalu ingin mengakhiri hidupnya. Karena kondisi
Bpak Ayang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi pak A
terus-menerus. Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi ya.. pokoknya kalau dalam kondisi serius seperti
ini pak A tidak boleh ditinggal sendirian sedikitpun”
“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan pak A
untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang. Semua barang-barang tersebut
tidak boleh ada disikitar pak A.” “Selain itu, jika bicara dengan pak A fokus pada hal-hal positif,
hindarkan pernyataan negatif”.
“Selain itu sebaiknya pak A punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya bermain sepak
bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita temani pak A, sampai
keinginan bunuh dirinya hilang.”
SP Keluarga II
1. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.
a. Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada
pasien.
b. Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umunya muncul pada pasien beresiko bunuh
diri.
2. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a. Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan
tanda dan gejala bunuh diri.
b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
1) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah diawasi,
jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien
sendirian dirumah.
2) Menjauhkan barang-barang yang bisa untuk bunuh diri. Jauhkan psien dari barang-barang
yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau
atau benda tajam lainnya zat yang berbahaya seperti obat nyamukatau racun serangga.
3) Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan gejala
bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak
menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c. Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut diatas.
3. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan
percobaan bunuh diri, antara lain:
a. Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan
upaya bunuh diri tersebut.
b. Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis.
4. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
a. Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
b. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk
mengatasi masalah bunuh dirinya.
c. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip 5 benar yaitu
benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunaannya, dan benar
waktu penggunaannya.
SP 2 Keluarga: percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat anggota keluarga
beresiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara melindungi dari
bunuh diri.”
“Dimana kita akan diskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama Bapak/Ibu
punya waktu untuk diskusi?”
KERJA
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan pak A?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunu diri. Pada
umunya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui percakapan misalnya
“Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.” Apakah pak A pernah
mengatakannya?”
“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari pak A secara serius. Pengawasan terhadap pak A
ditingkatkan, jangan biarkan dia sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri di
kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan
digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan meningkatkan pengawasan dan memberi
dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu sayang pada B.
Katakan juga kebaikan-kebaikan pak A.”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak/Ibu memuji pak A dengan tulus.”
“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang
lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk
mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah, Bapak/Ibu perlu
membantu agar pak A terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”
TERMINASI
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-cara
merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri segera
hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang cara-cara
meningkatkan harga diri pak A dan penyelesaian masalah.”
SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke pak A ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”
KERJA
“Sekarang anggap saya pak A yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila pak A sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada pak A”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi pak A minum obat dan melakukan kegiatan positifnya
sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat pak A”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada pak A?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat pak A di rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu
membesuk pak A”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba lagi cara merawat pak A sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
DAFTAR PUSTAKA
1. Direja, Ade Hermawan Surya. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
2. Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan dari Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Penatalaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika
https://edoc.site/lp-sp-resiko-bunuh-diri-pdf-free.html
https://www.academia.edu/22085787/LAPORAN_PENDAHULUAN_Risiko_Bunuh_Diri
https://www.academia.edu/23897284/Resiko_bunuh_diri
https://erwandoni.blogspot.com/2014/02/asuhan-keperawatan-resiko-bunuh-diri.html
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Hausinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
kenyataan seperti melihat bayangan atau suara-suara yang sebenarnya tidak ada. (Yudi
hartono;2012;107). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa ketika pasien mengalami perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, dan
penghiduan (penciuman). Stimulus yang dirasakan oleh pasien ini sebetulnya tidak nyata (Yosep,
2010).
Jadi, halusinasi adalah gejala gangguan jiwa ketika pasien mengalami kesan, respon dan
perubahan persepsi sensori yang salah atau palsu, dan hal tersebut dapat berupa suara,
penglihatan,pengecapan, perabaan, penciuman dan lain-lain.
B. Etiologi
2. Faktor predisposisi:
1. Biologis: Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian
yangberikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-
masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Tanda dan gejala bagi klien yang mengalami halusinasi adalah sebagai berikut (Yudi
Hartono;2012;109) :
1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2) Mengatakan mendengar suara
3) Merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan
4) Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan yang mistis
5) Tidak dapat memusatkan konsentrasi
6) Pembicaraan kacau terkadang tidak masuk akal
7) Sikap curiga dan bermusuhan
8) Menarik diri, menghindar dari orang lain,
9) Sulit membuat keputusan
10) Ketakutan
11) Mudah tersinggung
12) Menyalahkan diri sendiri/orang lain
13) Tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri
14) Muka merah kadang pucat
15) Ekspresi wjah tegang
16) Tekanan darah meningkat
17) Nadi cepat
18) Benyak keringat
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara sendiri, pergerakan mata cepat, diam, asyik
dengan pengalaman sensori, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realitas,
rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit, sulit berhubungan dengan
orang lain, dan tidak mampu merawat diri.
D. Rentang Respon
Rentang respon halusinasi (Yudi hartono;2012;107) :
ADAPTIF MALADAPTIF
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi
adalah:
5) Intoleransi aktifitas.
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan lingkungan.ini
diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan
sesuatu hal diluar kesadarannya.(Iskandar;2012;56)
G. Mekanisme Koping
a). With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman internalnya
1. Masalah keperawatan:
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Data subyektif :
1) Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam.
2) Mengungkapkan perasaan cemas, takut dan khawatir.
Data obyektif:
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu
tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan pada
klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai
berikut:
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau
duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik
yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama
perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan,
jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal halusinasinya.
2.1 Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.
Intervensi:
2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat.
Rasional:
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan
halusinasi.
Rasional:
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat.
Rasional:
Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien.
2.2Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi.
2.2.1 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.
Rasional:
Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.
2.2.2 Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.
Rasional :
Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi.
TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasi.
3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya timbul.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan suara itu
dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat
secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.
3.2.1 Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
3.2.2 Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
Rasional:
hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
3.2.3 Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara
memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
4.1Klien mau minum obat dengan teratur.
Intervensi :
4.1.1 Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat
secara teratur.
TUK 5:
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.1 Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
Intervensi:
5.1.1 Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila
halusinasinya timbul.
Rasional :
Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
5.1.2 Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien
menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat,
setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI
B. Tindakan Keperawatan
1) Membantu pasien mengenali halusinasi.Untuk membantu pasien mengenali halusinasi
Saudara dapat melakukannya dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa
yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol
halusinasi Saudara dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan
halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi:
a) Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi
yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi
tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada
dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Memperagakan cara menghardik
Meminta pasien memperagakan ulang
Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien
b) Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika
pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan
beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah
satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang
lain.
c) Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan
aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak
waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami
halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur
dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu
Tahapan intervensinya sebagai berikut:
Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
Melatih pasien melakukan aktivitas
Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan
pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang
positif.
d) Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara
teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali
mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan
terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu
dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
Jelaskan guna obat
Jelaskan akibat bila putus obat
Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara,
benar waktu, benar dosis)
Orientasi:
”Assalamualaikum pak Saya perawat yang akan merawat bapak. Nama Saya Cahya Adinata,
senang dipanggil Cahya. Nama bapak siapa? Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak A hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak A dengar
tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana
kalau 30 menit”
Kerja:
”Apakah bapak A mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering bapak A
dengar suara? Berapa kali sehari bapak A alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah
pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak A rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak A lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu
hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
” bapak A , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga,
melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak A bilang, pergi saya
tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak A peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya
bagus pak A sudah bisa”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan bapak A setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul
lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa
saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa bapak A?Bagaimana kalau dua
jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
“Baiklah, sampai jumpa,Assalamu’alaikum”
SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap
dengan orang lain
Orientasi:
“Assalammu’alaikum bapak A. Bagaimana perasaan bapak A hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya
Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini
saja?
Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Jadi kalau bapak A mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman
untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak A. Contohnya begini; … tolong,
saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah
misalnya Kakak bapak A katakan: Kak, ayo ngobrol dengan bapak A. bapak A sedang dengar
suara-suara. Begitu bapak A. Coba bapak A lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu.
Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak A!”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak A setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak A
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak A
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak
A. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-
waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang
ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau
di mana/ Di sini lagi? Sampai besok ya. Assalamualaikum”
Orientasi:
“Assalamu’alaikum bapak A. Bagaimana perasaan bapak A hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ?
Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi
yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu.
Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Kerja:
“Apa saja yang biasa bapak A lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya (terus
ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari kita
latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak A bisa lakukan. Kegiatan
ini dapat bapak A lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita
latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak A setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah
suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-
suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak A. Coba lakukan
sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai
terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang
nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa. Wassalammualaikum.
Orientasi:
“Assalammualaikum bapak A. Bagaimana perasaan bapak A hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal
kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak A minum. Kita akan diskusi selama 20 menit
sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak A?”
Kerja:
“bapak A adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak A dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak A minum ? (Perawat
menyiapkan obatpasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan
jam 7 malam.Agar bisa tidur dan supaya pikiran jadi tenang. Ini yang putih (THP)3 kali sehari
jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang ping (HDL) 3 kali sehari
jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau halusinasi/suara-suara sudah hilang
obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat,
bapak A akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis
bapak A bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. bapak A juga harus teliti saat
menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak A harus memastikan bahwa
itu obat yang benar-benar punya bapak A. Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca
nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu
diminum sesudah makan dan tepat jamnya. bapak A juga harus perhatikan berapa jumlah obat
sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak A setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara yang
kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita
masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak A. Jangan lupa pada waktunya
minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok
kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau
jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa. Wassalammu’alaikum.
Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga
A. Tujuan:
1. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit
maupun di rumah
2. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
B. Tindakan Keperawatan
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada
pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di rawat di rumah sakit sangat
dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi
dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah).Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten
akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun
demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk
memulihkannya lagi akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien
dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di rumah.
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien
halusinasi.
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi langsung di hadapan pasien
4) Buat perencanaan pulang dengan keluarga
Orientasi:
“Assalammualaikum Bapak/Ibu!”“Saya Cahya Adinata, perawat yang merawat anak Bapak/Ibu.”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? Apa pendapat Bapak/Ibu tentang anak Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang anak Bapak/Ibu alami dan bantuan apa
yang Bapak/Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama waktu Bpk/Ibu?
Bagaimana kalau 30 menit”
Kerja:
“Apa yang Bpk/Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak A. Apa yang Bpk/Ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Bapak/Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar atau
melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu tidak ada.”
“Kalau anak Bapak/Ibu mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu tidak
ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa cara untuk
membantu anak Bapak/Ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut antara lain:
Pertama, dihadapan anak Bapak/Ibu, jangan membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan
saja Bapak/Ibu percaya bahwa anak tersebut memang mendengar suara atau melihat bayangan,
tetapi Bapak/Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan anak Bapak/Ibu melamun dan sendiri, karena kalau melamun halusinasi
akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga
seperti makan bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih anak
Bapak/Ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak/Ibu pantau
pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu anak Bapak/Ibu minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa
konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak Bapak/Ibu untuk minum obat
secara teratur. Jadi bapak/Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang
orange namanya CPZ gunanya agar bisa tidur. Di minum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang
dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP gunanya membuat rileks agar tidak kaku, jam
minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang warna ping namanya HDL gunanya menenangkan cara
berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ.bila halusinasi atau suara-suara sudah hilang obatnya
tidak boleh di berhentikan. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi anak Bapak/Ibu
dengan cara menepuk punggung anak Bapak/Ibu. Kemudian suruhlah anak Bapak/Ibu
menghardik suara tersebut. Anak Bapak/Ibu sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi anak Bapak/Ibu. Sambil menepuk punggung
anak Bapak/Ibu, katakan: bapak A, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang diajarkan
perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, bapak A. Tutup telinga kamu dan
katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, bapak A”
”Sekarang coba Bapak/Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Pak/Bu”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan halusinasi anak
Bapak/Ibu?”
“Sekarang coba Bapak/Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat anak bapak/Ibu”
”Bagus sekali Pak/Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktekkan cara
memutus halusinasi langsung dihadapan anak Bapak/Ibu”
”Jam berapa kita bertemu?”
Baik, sampai Jumpa. Assalamu’alaikum
SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi langsung dihadapan pasien.
Orientasi:
“Assalammualaikum”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu pagi ini?”
”Apakah Bapak/Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi anak Bapak/Ibu yang
sedang mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan cara memutus
halusinasi langsung dihadapan anak Bapak/Ibu”.
”mari kita datangi Anak bapak/Ibu”
Kerja:”Assalamu’alaikum bapak A” ”orang tua bapak A sangat ingin membantu bapak A
mengendalikan suara-suara yang sering bapak A dengar. Untuk itu pagi ini Bapak/Ibu bapak A
datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang bapak A dengar. Bapakn A nanti
kalau sedang dengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum sendiri, maka Bapak/Ibu akan
mengingatkan seperti ini” ”Sekarang, coba Bapak/Ibu peragakan cara memutus halusinasi yang
sedang bapak A alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung bapak A
lalu suruh bapak A mengusir suara dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut”
(saudara mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana
bapak A? Senang dibantu Bapak/Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian bapak A.
(Pasien memperlihatkan dan dorong orang tua memberikan pujian) Baiklah, sekarang saya dan
orang tua bapak A ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk
melakukan terminasi dengan keluarga
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung
dihadapan anak Bapak/Ibu”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Pak/Bu. Bapak/Ibu dapat melakukan cara itu bila anak
Bapak/Ibu mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang jadwal kegiatan harian
anak Bapak/Ibu untuk persiapan di rumah. Jam berapa Bapak/Ibu bisa datang?Tempatnya di sini
ya. Sampai jumpa.”
Orientasi :
“Assalamualaikum Pak/Bu, karena besok bapak A sudah boleh pulang, maka sesuai janji kita
sekarang ketemu untuk membicarakan jadual bapak A selama dirumah”
“Bagaimana pak/Bu selama Bapak/Ibu membesuk apakah sudah terus dilatih cara merawat
bapak A?”
“Nah sekarang kita bicarakan jadual bapak A di rumah? Mari kita duduk di ruang perawat!”
Kerja
“Ini jadwal kegiatan bapak A di rumah sakit. Jadwal ini dapat dilanjutkan di rumah. Coba
Bapak/Ibu lihat mungkinkah dilakukan di rumah. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan
mengingatkan?”Pak/Bu jadwal yang telah dibuat selama bapak A di rumah sakit tolong
dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak ibu dan
bapak selama di rumah.Misalnya kalau bapak A terus menerus mendengar suara-suara yang
mengganggu dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika
hal ini terjadi segera hubungi Suster B di Puskesmas terdekat dari rumahBapak/Ibu, ini nomor
telepon puskesmasnya: (0651) 554xxx
Selanjutnya suster B yang akan membantu memantau perkembangan bapak A selama di rumah
Terminasi“
Bagaimana Bapak/Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara merawat bapak
A di rumah! Bagus(jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini jadwalnya untuk
dibawa pulang. Selanjutnya silakan ibu menyelesaikan administrasi yang dibutuhkan. Kami akan
siapkan bapak A untuk pulang”.
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
Perilaku Kekerasan
A. Definisi
Jadi, perilaku kekerasan atau disebut juga amuk, adalah suatu tindakan yang beresiko
bahkan dapat membahayakan fisik, baik diri sendiri maupun orang lain, dan merupakan respon
dari rasa marah seseorang.
B. Etiologi
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1.Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D. Rentang Respon
E. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego, seperti
displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari
seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila
kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri
rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan
orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau bayangan yang
meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut akan berdampak pada
keselamatan dirinya dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik
dalam menghadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga
tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan
kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).
Masalah keperawatan:
Perilaku kekerasan
Data subyektif :
1) Klien mengancam
2) Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
3) Klien mengatakan dendam dan jengkel
4) Klien mengatakan ingin berkelahi
5) Klien menyalahkan dan menuntut
6) Klien meremehkan
Data obyektif:
1) Mata melotot
2) Tangan mengepal
3) Rahang mengatup
4) Wajah memerah dan tegang
5) Postur tubuh kaku
6) Suara keras
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku Kekerasan
a. Tujuan Umum
Klien tidak melakukan tindakan kekerasan baik kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
b. Tujuan Khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi:
1) Klien mau membalas salam
2) Klien mau berjabat tangan
3) Klien mau menyebut nama
4) Klien mau tersenyum
5) Klien ada kontak mata
6) Klien mau mengetahui nama perawat
7) Klien mau menyediakan waktu untuk perawat
Intervensi Keperawatan :
Rasionalisasi :
STRATEGI PELAKSANAAN
PERILAKU KEKERASAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah.
2. Diagnosa Keperawatan :
Perilaku Kekerasan
3. Tujuan :
4. Tindakan Keperawatan
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah
secara:
a) verbal
b) terhadap orang lain
c) terhadap diri sendiri
d) terhadap lingkungan
11) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi mengontrol
Perilaku Kekerasan
ORIENTASI:
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Cahya Adinata, panggil saya Cahya, saya perawat
yang dinas di ruangan 9 ini, Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang tamu?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab lain yang
membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau masalah
uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting pintu dan
memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya, tentu tidak. Apa
kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah. Menurut bapak
adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan
dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah dengan cara
fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu tarik
napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah
itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
TERMINASI
KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata
melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan
memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali
bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidurnya
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau jam
berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00
sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang
kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan bantal serta
tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara
yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa&istirahat y pak”
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri; kalau
diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak
dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
KERJA
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita
perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya larena minta uang
sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk
membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba
bapak praktekkan. Bagus pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak
dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan
bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak mau latihan
bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus nanti
dicoba ya Pak!”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara
ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti ya”
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi” Baik,
yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan
ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang mana mau
dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak
reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian
sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan caranya
(untuk yang muslim).”
TERMINASI
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali bapak sholat.
Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa marah, yaitu
dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa marah
bapak, setuju pak?”
SP1 Keluarga: Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien
perilaku kekerasan di rumah
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada
perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain
ORIENTASI
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Cahya Adinata, saya perawat dari ruang Soka ini, saya
yang akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang Ibu hadapi?”
“Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di ruang tamu?”
KERJA
“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/ dalam merawat Bapak? Apa yang Ibu lakukan? Baik Bu,
Saya akan coba jelaskantentang marah Bapak dan hal-hal yang perlu diperhatikan.”
“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan dengan benar akan
membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa direndahkan,
keinginan tidak terpenuhi. Kalau Bapak apa penyebabnya Bu?”
“Kalau nanti wajah suami ibu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu artinya suami
ibu sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya dengan membanting-
banting perabot rumah tangga atau memukul atau bicara kasar? Kalau apa perubahan terjadi?
Lalu apa yang biasa dia lakukan?””
“Nah bu, ibu sudah lihat khan apa yang saya ajarkan kepada bapak bila tanda-tanda kemarahan
itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara mengingatkan jadual latihan cara mengontrol
marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat teratur”. Kalau bapak bisa
melakukanya jangan lupa di puji ya bu”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat bapak?”
“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak”
“Setelah ini coba ibu ingatkan jadual yang telah dibuat untuk bapak ya bu”
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang telah kita bicarakan tadi
langsung kepada bapak?”
“Tempatnya disini saja lagi ya bu?”
ORIENTASI
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu, sekarang kita ketemu lagi untuk
latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak”.
“Bagaimana bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau ibu tanyakan?”
“Berapa lama ibu mau kita latihan? Bagaimana kalau kita latihan disini saja?, sebentar saya
panggilkan bapak supaya bisa berlatih bersama”
KERJA
“Nah pak, coba ceritakan kepada ibu, latihan yang sudah bapak lakukan. Bagus sekali. Coba
perlihatkan kepada ibu jadwal harian bapak, bagus”.
“Nanti dirumah ibu bisa membantu bapak latihan mengontrol kemarahan bapak”
“Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya pak”
“Masih ingat pak, bu kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan maka yang harus dilakukan
bapak adalah..”
“Ya.. betul, bapak berdiri, lalu tarik nafas dari hdung, tahan sebentar lalu keluarkan/tiup
perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo cobalagi, tarik dari hidung,
bagus.. tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba ibu temani dan bantu bapak
menghitung latihan ini sampai 5 kali”
“ Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”
“Ya, benar kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”
“ sekarang coba kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan marah, langsung kekamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul
kasur dan bantal. Nah coba bapak lakukan sambil didampingi ibu, berikan bapak semangat ya
bu. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”
“Cara yang ketiga adalah bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga caranya pak, coba
praktekkan langsung kepada ibu cara bicara ini :
1. meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan
kata-kata kasar, misalnya: “Bu, saya perlu uang untuk beli rokok, coba bapak praktekkan. Bagus
pak”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya, katakan:
“Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan”, coba bapak praktekkan
,baguskan.
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak
dapat mengatakan : “Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu” coba praktekkan, baguskan
“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang marah apa yang harus dilakukan?”
‘baik sekali, bapak coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga, ambil air
wudhu kemudian sholat”
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur dengan diampingi ibu untuk meredakan kemarahan”
“cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, bu agar pikiran bapak jadi tenang, tidurnya juga
tenang, tidak ada rasa marah”
“ Bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus.. jam berapa minum obat? Bagus. Apa
guna obat? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat? Wah bagus sekali.”
“dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak daptkan, ibu tolong
selama dirumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara teatur dan jangan dihentikan tanpa
sepengetahuan dokter”
TERMINASI
“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah kita latiihan cara-cara
mengontrol marah langsung kepada bapak?”
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi bapak melaksanakan jadwal latihan yang telah dibuat
selama dirumah nanti. Jangan lupa berikan pujian untuk bapak bila dapat melakukan dengan
benar ya bu”
“Karena bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi ibu bertemu saya
untuk membicarakan jadwal aktivitas bapak selama dirumah nanti.”
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, karena ibu dan keluarga sudah menetahui cara-cara yang sebelumnya
telah kita bicarakanya. Sekarang Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perawatan
lanjutan untuk keluarga Bapak/Ibu. Apakah sudah dipuji keberhasilannya?”
“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadual kegiatan dan perawatan lanjutan di rumah,
disini saja?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
KERJA
“Pak, bu, jadual yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadual aktivitas maupun jadual
minum obatnya. Mari kita lihat jadwal Bapak!”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh bapak
selama di rumah. Kalau misalnya Bapak menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain, maka bapak konsul kan ke dokter atau di bawa kerumah sakit ini
untuk dilakukan pemeriksaan ulang pada bapak.”
TERMINASI
“ Bagaimana Bu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan apa saja yang perlu
diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala, kontrol; ke rumah sakit). Saya rasa mungkin
cukup sampai disini dan untuk persiapan pulang pasien lainya akan segera saya siapkan”
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi S-1 Keperawatan. Jakarta: Salemba
A. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemapuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan
kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri (Depkes, 2000). Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar
manusia dalam memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan, dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu jika tidak dapat
melakukan perawatan diri (Arsyat, 2015). Defisit perawatan diri merupakan suatu keadaan
dimana individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif yang
menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing – masing dari kelima aktifitas
perawatan diri (Carpenito, 2000). Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang
timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami
ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan
pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, PK, & Nihayati, 2014).
Jadi, defisit perawatan diri adalah suatu keadaan yang dialami oleh pasien gangguan jiwa
dimana, individu tersebut tidak mampu untuk melakukan aktifitas sehari-hari yang
mengakibatkan individu tersebut dapat dikucilkan oleh keluarga maupun lingkungan.
B. Etiologi
Menurut (Tarwoto dan Wartonah, 2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
1. Faktor prediposisi
a) Perkembangan:
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c) Kemampuan
Realitas turun klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi
atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Faktor - faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
a) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhikebersihan diri misalnya
dengan adanya perubahan fisiksehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b) Praktik Sosial
Pada anak - anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.
c) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
e) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain - lain.
g) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawatdiri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
h) Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatanyang diderita seseorang karenatidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik,gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguanintegritas kulit,
gangguan membran mukosa mulut, infeksi padamata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
i) Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygieneadalah gangguan kebutuhanrasa
nyaman, kebutuhandicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diridan gangguan
interaksi sosial.
D. Rentang Respon
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan oleh klien menurut (Arsyat, 2015) yaitu :
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi : alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang
mengganggu perasaannya.
III. POHON MASALAH
Data Subyektif :
1) Adanya ungkapan dari klien tentang ketidakmampuan, kurang minat atau motivasi, malas
untuk berhias / merawat diri.
Data Obyektif :
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit Perawatan Diri
1. Tujuan
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik.
3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
2. Tindakan keperawatan
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri.
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, Anda dapat melakukan
tahapan tindakan berikut.
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
2) Melatih pasien berdandan/ berhias.
Anda sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu
harus dibedakan dengan wanita:
1. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:
a)berpakaian,
2. Menyisir rambut,
c) bercukur.
3. Untuk pasien wanita, latihannya meliputi:
a) berpakaian,
b) menyisir rambut,
c) berhias.
3) Melatih pasien makan secara mandiri.
Untuk melatih makan pasien, Anda dapat melakukan tahapan sebagai berikut.
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
2) Menjelaskan cara makan yang tertib.
3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan.
4) Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.
Pasien melakukan BAB/ BAK secara mandiri.
Anda dapat melatih pasien untuk BAB/ BAK mandiri sesuai tahapan berikut.
1) Menjelaskan tempat BAB/ BAK yang sesuai.
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.
STRATEGI PELAKSANAAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
SP1 Pasien: Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara diri dan melatih pasien
tentang cara-cara perawatan kebersihan diri
ORIENTASI
”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini saya yang akan
merawat T?”
” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja ya. ”
KERJA
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini? Menurut T apa
kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut T apa manfaatnya
kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan
baik seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau, apa lagi...? Kalau kita tidak teratur menjaga
kebersihan diri masalah apa menurut T yang bisa muncul ?” Betul ada kudis, kutu...dsb.
“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T menyisir rambut?
Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan berdandan?”
“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir? Apa gunanya cukuran?
Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran 2x perminggu, dan ada alat
cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat ya.
“Berapa kali T makan sehari?
”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi setelah makan.”
“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya... kita kencing dan
berak harus di WC, Nach... itu WC di ruangan ini, lalu jangan lupa membersihkan pakai air dan
sabun”.
“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi apa yang perlu kita
persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sikat gigi, shampo dan
sabun serta sisir”.
”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan membimbing T melakukannya.
Sekarang T siram seluruh tubuh T termasuk rambut lalu ambil shampoo gosokkan pada kepala T
sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.. bagus sekali.. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di
seluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai
odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi T mulai dari depan
sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh T
sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. T bagus sekali melakukannya. Selanjutnya T pakai
baju dan sisir rambutnya dengan baik.”
TERMINASI
sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi ?”. ”Bagaimana
perasaan Tina setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan diri tadi ? Sekarang
coba Tina ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi”
”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan sore, Mari...kita
masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya T..., dan beri tanda kalau sudah
dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa disuruh, B ( bantuan ) kalau diingatkan baru
dilakukan dan T ( tidak ) tidak melakukani? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” Pagi-
pagi sehabis makan.
SP 2 Pasien : Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan:
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
ORIENTASI
“Bagaimana perasaan bpk hari ini? Bagaimana mandinya?”sudah dilakukan? Sudah ditandai di
jadual hariannya?
“Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau di ruang tamu ?
lebih kurang setengah jam”.
KERJA
“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?
“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang bersih
2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.
“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita praktekkan, lihat ke cermin,
bagus…sekali!
“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali perminggu
“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan ! Ya, Bagus !”
(catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut)
TERMINASI
“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti tadi ya! Mari kita
masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore jam berap ?
“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien yang lain.
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
ORIENTASI
“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini ?Bagaimana mandinya?”Sudah di tandai dijadual
harian ?
“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik. Mari T kita dekat cermin
dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )
KERJA
“ Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nach…sekarang disisir rambutnya
yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai bedak?” coba dibedakin mukanyaT, yang rata dan
tipis. Bagus sekali.” “ T, punya lipstik mari dioles tipis. Nach…coba lihat dikaca!
TERMINASI
“T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadualnya. Kegiatan harian, sama jamnya
dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan yang baik di ruang makan bersama pasien yang
lain”.
ORIENTASI
“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di ruang
makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“
KERJA
“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan! “Bagus!
Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silakan T yang
pimpin!. Bagus..
“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya,
Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan kita bereskan piring,dan gelas yang kotor. Ya betul..
dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus!” Itu Suster Ani sedang bagi obat, coba...T minta
sendiri obatnya.”
TERMINASI
”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, ( cuci tangan, duduk yang baik, ambil
makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dan gelas, lalu cuci tangan.)”
” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam jadual?.Besok kita
ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang baik, bagaiman kalau jam 10.00 disini saja ya...!”
Orientasi
“Selamat pagi T ? Bagaimana perasaan T hari ini ?” Baik..! sudah dijalankan jadual
kegiatannya..?”
“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?
“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Baik disana dech...!
Kerja
Dimana biasanya Tono berak dan kencing?” “Benar Tono, berak atau kencing yang baik itu di
WC/kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan
kotorannya. Jadi kita tidak berak/kencing di sembarang tempat ya.....”
“Sekarang, coba Tono jelaskan kepada saya bagaimana cara Tono cebok?”
“Sudah bagus ya Tono, yang perlu diingat saat Tono cebok adalah Tono membersihkan anus
atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada tinja/air kencing yang masih
tersisa di tubuh Tono”. “Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di
kakus/WC dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai
tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing
seperti ini, berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada
kotoran/ air kencing”
“Setelah selesai membersihan tinja/air kencing, Tono perlu merapihkan kembali pakaian
sebelum keluar dari WC/kakus/kamar mandi. Pastikan resleting celana telah tertutup rapi , lalu
cuci tangan dengan menggunakan sabun.”
“Cara cebok yang bersih setelah T berak yaitu dengan menyiramkan air dari arah depan ke
belakang. Jangan terbalik ya, …… Cara seperti ini berguna untuk mencegah masuknya
kotoran/tinja yang ada di anus ke bagian kemaluan kita”
“Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC dibersihkan.
Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak
tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing seperti ini, berarti Tono ikut
mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/ air kencing”
“Jangan lupa merapikan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus, lalu cuci tangan
dengan menggunakan sabun.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing yang baik?”
“ Nach...besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauhmana T bisa melakukan jadual
kegiatannya.”
a. Tujuan
b. Tindakan keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang baik maka
Saudara harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat meneruskan melatih
pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam perawatan dirinya meningkat. Tindakan
yang dapat Saudara lakukan:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
ISOLASI SOSIAL
Isolasi Sosial
A. Definisi
Isolasi sosial adalah tindakan orang yang menghindari diri dari interaksi dengan orang
lain. Individu yang mengisolasi diri akan merasa kehilangan hubungan yang akrab dantidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi pikiran, perasaan, prestasi atau kegagalan dan sulit
berhubungan dengan orang lain secara spontan, yang dimanifestasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang
lain (Balitbang, 2007). Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang klien mengalami
penuruanan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya (Keliat,
2010). Yosep (2010) mendefinisikan isolasi sosial sebagai keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian
yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menilai, menyatakan, serta
memperlihatkan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya (Townsend, 2009).
Isolasi sosial sebagai suatu pengalaman mnyendiri dari seseorang dan perasaan segan
terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negative atau keadaan yang mengancam (Herdman,
2012). Dengan kata lain kita dapat katakana bahwa isolasi sosial adalah kegagalan individu
dalam melakukan interaksi dengan orang lain yang disebabkan oleh pikiran negatif atau
mengancam.
B. Etiologi
a) Biologis
Faktor biologis berhubungan dengan kondisi fisiologis yang mempengaruhi timbulnya gangguan
jiwa. Isolasi sosial merupakan gejala negatif dari skizofrenia menurut berbagai penelitian
kejadian skizofrenia disebabkan beberapa factor seperti kerusakan pada area otak, peningkatan
aktivitas neurotransmitter, serta factor genetka.
b) Psikologis
Teori Psikoanalitik, perilaku dan interpersonal menjadi dasar pola pikir predisposisi psikologis.
a) Psikologis
Faktor presipitasi psikologis klien isolasi berasal dari internal dan eksternal. Stuart & Laria
(2005) yang menyatakan bahwa isolasi sosial disebabkan karena adanya factor presipitasi yang
berasal dari dalam diri sendiri ataupun dari luar.
1.) Internal
Stressor internal terdiri dari pengalaman yang tidak menyenangkan, perasaan ditolak dan
kehilangan orang yang berarti. Penelitian yang dilakukan oleh Canadian Assosiation Psychiatric
(2004), menunjukan bahwa prevalensi ketakutan berhubungan sosial pada klien yang memiliki
harga diri rendah 14.9% lebih tinggi dibandingkan dengan klien yang memiliki harga diri tinggi
sebesar 6.6%
2.) Eksternal
Stressor eksternal adalah kurangnya dukungan dari lingkungan serta penolakan dari lingkungan
atau keluarga. Stressor dari luar klien tersebut dapat berupa ketegangan peran, konflik peran,
peran yang tidak jelas, peran berlebihan, perkembangan transisi, situasi transisi peran dan peran
sehat-sakit. Stuart (2000) yang menyatakan bahwa seseorang dengan tipe keperibadian
introvert,menutup diri dari orang yang berarti dalam hidup nya.
1) Kurang spontan
2) Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
3) Ekspresi wajah kurang berseri
4) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
5) Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
6) Mengisolasi diri
7) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
8) Asupan makanan dan minuman terganggu
9) Retensi urine dan feces
10) Aktivitas menurun
11) Kurang energi ( tenaga )
12) Rendah diri
13) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus / janin (khususnya pada posisi tidur)
D. Rentang Respon
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu
kesepian nyata yang mengancam dirinya.
Mekanisme koping yang sering digunakan pada menarik diri adalah proyeksi, regresi dan
represi:
a. Proyeksi adalah keinginan yang tidak dapat ditoleransi ,mencurahkan emosi
kepada orang lain, Karena kesalahan yang dilakukan sendiri.
b. Regresi adalah menghindari setres, kecemasan dengan menampilkan prilaku
kembali seperti pada perkembangan anak.
c. Represi adalah menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan atau
konflik atau ingatan dari kesadaran yang cendrung memperkuat mekanisme ego lainya.
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan isolisasi sosial
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan pasien dan dukung dengan hasil
observasi.
a. Data subyektif , pasien mengungkapkan tentang
· Perasaan sepi
· Perasaan tidak aman
· Perasaan bosan dan waktu terasa lambat
· Ketidakmampuan berkonsenterasi
· Perasaan ditolak
b. Data obyektif
· Banyak diam
· Tidak mau bicara
· Menyendiri
· Tidak mau berinteraksi
· Tanpak sedih
· Ekpersi datar dan dangkal
· Kontak mata kurang
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi Sosial
Menurut Direja (2011), tujuan dan tindakan/ intervensi pada pasien isolasi sosial adalah :
a. Isolasi sosial
Tujuan
Pasien mampu :
1. Menyadari penyebab isolasi sosial
2. Berinteraksi dengan orang lain
Kriteria hasil SP (Strategi Pelaksanaan) 1 :
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, pasien mampu :
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Menyadari penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang
lain.
c. Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap
SP 1:
1. Identifikasi penyebab:
a. Siapa yang satu rumah dengan pasien
b. Siapa yang dekat dengan pasien
c. Siapa yang tidak dekat dengan pasien
3. Latih berkenalan
a. Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
b. Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain
c. Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan dihadapan perawat
d. Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga
e. Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan 2, 3, 4
orang dan seterusnya
f. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien
g. Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain,
mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan terus
menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya
4. Masukan jadwal kegiatan pasien
SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
2. Latih berhubungan sosial secara bertahap
3. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2)
2. Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
STRATEGI PELAKSANAAN
ISOLASI SOSIAL
B. Pengkajian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial Saudara dapat menggunakan wawancara dan observasi
kepada pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat Saudara tanyakan pada waktu wawancara untuk
mendapatkan data subyektif:
a) Menarik diri
b) Tidak komunikatif
c) Tindakan berulang dan tidak bermakna
d) Asyik dengan pikirannya sendiri
e) Tak ada kontak mata
f) Tampak sedih, afek tumpul
Orientasi (Perkenalan):
“Assalammu’alaikum ”
“Saya Cahya Adinata Saya senang dipanggil Cahya, Saya perawat di Ruang Mawar ini… yang
akan merawat Ibu.”
Kerja:
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal di
ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman
bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya
tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu
inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
“ Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama
panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si. Asal
saya dari Bireun, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama
Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
Terminasi:
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga
S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam
berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
Orientasi :
“Assalammualaikum S! ”
“ Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan Coba sebutkan lagi sambil
bersalaman dengan Suster ! “
“ Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba berkenalan
dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit “
Kerja :
“ Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin “
“ Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga perawat N“
“ Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji
bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti “
“ Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S.
Selamat pagi “
Terminasi:
”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain
supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya.
Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa
kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau
jam berapa? Jam 10? Sampai besok.”
Orientasi:
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”
Kerja:
“Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya. “
“ Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji
bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti”
“Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat
pagi”
Terminasi:
”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O” ”pertahankan apa
yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita
tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang lain
sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan
tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi
secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama dan
tempat yang sama ya. Sampai besok.. Assalamu’alaikum”
Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien
mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien
sepanjang hari.
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah meliputi:
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2) Menjelaskan tentang:
Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
Penyebab isolasi sosial.
Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak
ingkar janji.
b. Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan kegiatan
bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan
pujian yang wajar.
c. Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
d. Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
3) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
4) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan
yang dihadapi.
5) Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga
SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi
sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
Terminasi:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang
mengalami isolasi sosial”
“Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami
masalah isolasi sosial”
“ Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut”
“Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar
mereka juga melakukan hal yang sama.”
“Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ?”
“Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama”
“Assalamu’alaikum”
Kerja:
”Assalamu’alaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?”
”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan Orang tua S?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
« «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S »
« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara
merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak »
« Assalamu’alaikum »
Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di rumah?
Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal
kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak Bapak
selama di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak
minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera
hubungi perawat K di puskemas Indara Puri, Puskesmas terdekat dari rumah Bapak, ini nomor
telepon puskesmasnya: (0651) 554xxx
”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan S selama di rumah
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang.
Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat
habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA
1. Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EG.
2. Stuart, G.W> & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatrich Nursing, 8
ed. Missouri: Mosby, Inc
3. Townsend, M.C (2009) Psychiatrich Mental Health Nursing Concepts Of Care in
Evidence-Based Practice. 6 ed. Philadelphia: F.A Davis Company
4. Yosep, I. (2010). Keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama.
5. Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
6. S. N. Ade Herma Direja. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
7. Stuart & Sudart. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa.(Edisi 5). Alih Bahasa: Ramona P,
Kapoh. Jakarta: EGC.