Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan


mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hamper seluruh
organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui
inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut
(Nurarif, 2015)

B. Klasifikasi Tuberculosis (Nurarif, 2015)


1. Pembagian secara patologis
 Tuberculosis primer
 Tuberculosi post primer
2. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru aktif, non aktif
dan quiescent
3. Pembagian secara radiologis
 Tuberculosis minimal
 Moderately advanced tuberculosis
 Faradvanced tuberculosis

Klasifikasi menurut American Thoracic Society

1. Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak


negative, tes tuberculin negative
2. Kategori 1: terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini
riwayat kontak positif, tes tuberculin negative
3. Kategori 2: terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin
positif radiologis dan sputum negative
4. Kategori 3: terinfeksi tuberculosis dan sakit.

Klasifikasi Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis dan


biologis

1. Tuberculosis paru
2. Bekas tuberculosis paru
3. Tuberculosis paru tersangka, yang terbia dalam:
 TB tersangka yang diobati: sputum BTA (-), tetapi tanda-tand
alain positif,
 TB tersangka yang tidak diobati: sputum BTA negative dan
tanda-tanda lain juga meragukan.
Klasifikasi menurut WHO 1991 dibagi dalam 4 kategori yaitu:

1. Kategori 1, ditujukan terhadap:


 Kasus baru dengan sputum positif
 Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori 2, ditujukan terhadap:
 Kasus kambuh
 Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori 3, ditujukakn terhadap:
 Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas
 Kasus TB eksta paru selain dari yang disebut dalam kategori.
C. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil


ini tidak berspora sehingga mudah diabsmi dengan pemanasan, sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikroba tuberculosis yaitu
tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bias berada di
bercak ludah (droplet) dan diudara yang berasal dari penderita TBC, dan
orang yang terkena rentan terinfeksi bia menghirupnya. Setelah organ
terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan
menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini
dapat menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat
bertahan sampai bertahun-tahun.

Dalam perjalananpenyakitnya terdapat 4 fase:

1. Fase 1 (fase tuberculosis primer)


Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi
pertahanan tubuh,
2. Fase 2
3. Fase 3 (fase laten): fase dengan hokum yang tidur (bertahun-
tahun/seumur hidup) dan bisa terdapat di tulang panjang, vertebrata,
tuba fallopi, otak kelenjar limfa hilus, leher dan ginjal.
4. Fase 4: dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat
menyebar ke organ yang lain dan dapat menyebar ke organ yang lain
dan yang kedua ginjal setelah paru (Nurarif,2015)
D. Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernapasan,
infeksi tuberculosis terjadi melalui instalasi dropet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basi
tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai
suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar
bronkus dan tidak dapat menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya dibagian lobus
atau paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini
mengakibatkan rekasi peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat
tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh organisme tersebut.
Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan senidirnya, sehingga tidak ada
sisa yang tertinggal atau proses juga dapat berjalan terus dan bakteri terus
difagosit atau berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui
gestasi bening reginal. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu shingga membentuk sel tuberkel epiteloid
dan fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi
lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan focus gholi dengan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan
komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan lepas
ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang
dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan ke
bronkial. Proses ini dapat terulang kembali dibagian lain paru-paru atau
basil adapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan
dengan meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan
perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijuan dapat mengontrol sehingga
tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkijuan dan leis mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas.
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan mejadi limpal peradangan
aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme atau lobus dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfo hematogen yang biasanya tumbuh sendiri, penyebaran ini terjadi
apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk ke dalam system vaskuler dan tersebar ke organ tubuh.
E. Manifestasi Klinis
1. Demam 40-42oC
2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan tuberculosis
paru, yaitu:
1. Laboratorium darah rutin: LED normal/meningkat, limfosis
2. Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostic TB Paru,
namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien
yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
3. Test PAP (peroksidase Anti peroksidase): merupakan uji serologi
imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentkan
adanya igG spesifik terhadap hasil TB
4. Test Mantoux/ tuberculin: merupakan uji serologi imounoperoksidase
memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya igG spesifik
terhadap basil TB
5. Pemeriksaan radiologi: rontgen thorax PA dan Lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB yaitu:
 Bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segmen aplikal
lobus bawah
 Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
 Adanya kavitas, tunggal atau ganda
 Kelainan bilateral terutama dilapangan paru atas
 Adanya klasifikasi
 Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu
kemudian.
 Bayangan millie.
G. Penatalaksanaan
Tuberculosis paru diobati dengan agen kemoterapi (agen
antituberculosis) selama periode 6 sampai 12 bulan.
Obat-obat untuk pengobatan awal
1. Obat Anti Tuberculosis (OAT)
a. Jenis obat utama yang digunakan adalah
 Rifampisin
Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600mg 2-3- minggu
BB > 60 kg: 600 mg
BB 40-60 kg: 4450 mg
BB < 40 kg: 300 mg
 Isoniazid
Dosis harian: 300 mg IM (10-20mg/kg BB)
Dosis 2-3 kali/ minggu 15mg/kg BB
 Ethambutol Hidroklorida
Dosis harian 15-25mg/kg BB
Dosis 2x/ minggu 50mg/kg BB
 Pyrazinamide
Dosis harian 2 gr, 15-30mg/kg BB
Dosis 2x/ minggu 50-70 mg/ kg BB
 Streptomycine
Dosis harian 0,75 – 1 gr IM (1,5-2 mg/ kg BB)
Dosis 2x/ minggu 25-30 mg/ kg BB

Obat-obat pilihan kedua

 Capreomycine
Dosis 1 gr IM (15-30mg/kg BB)
 Cycloserine
Dosis harian 1 gr PO (15mg-20mg/ kg BB)
 Kanamicine
Dosis harian 1 gr IM (15-30mg/kg BB)
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengumpulan Data
Data-data yang perlu dikaji meliputi:
a. Identitas pasien
pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin alamat rumah, agama, suku, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan factor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pasien TB
paru didapatkan dengan keluhan sesak napas, batuk, demam, nyeri
dada dan malaise
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan TB paru biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk,sesak napas, nyeri dada, berat badan
mn=enurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhana itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
pneumonia, gagal jantung, tauma, asites dan sebagainya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang yang
menderita asma, empisema, alergi dan TB
f. Riwayat psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara


mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
g. Riwayat keperawatan
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala: kelemahan umum, napas pendek karena kerja, kesulitan
tidur pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.
Tanda: takikardi, takipnea/dyspnea pada saat kerja, kelelahan otot,
nyeri dan sesak napas.
2. Makanan/cairan
Gejala: kehilangan napsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan
berat badan
Tanda: turgor kulit buruk, kering.
3. Nyeri/ keamanan
Gejala: nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Tanda: berhati-hati pada area yang sakit, gelisah
4. Pernapasan
Gejala: batuk produktif/non produktif, napas pendek, riwayat TBC
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pengembangan
pernapasan tidak simetris.
h. Pemeriksaan fisik
Kelainan yang didapatkan sangat tergantung dari luas dan jenis
kelainan structural paru yang diakibatkan oleh penyakit dan terlibat
tidaknya bronkus dalam proses.
Kelainan-kelainan jasmani yang mungkin didapatkan antara lain:
1. Tanda-tanda adanya infiltrate yang luas atau konsulidasi, terdapat
premitus mengeras, perkuri redup, suara napas bronchial dengan
atau tanpa ronchi
2. Tanda-tanda kenaikan paru, diafragma, mediastinum atau pleura
dada, asimetris, pergerakan napas yang tertinggal, pergeseran dari
batas-batas ketok diafragma, jantung, suara napas melemah
3. Tanda-tanda cavitas yang berhubungan dengan bronkus
4. Secret di saluran napas: Ronchi basah/ kering
2. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium darah rutin: LED normal/ meningkat, limfositosis
2. Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostic TB paru,
namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien
yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
3. Tes PAP (Perioksidase Anti Peroksidase) merupaka uji serologi
imunoperosidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik TB
4. Tes Mantoux/ tuberculin merupakan uji serologi imonuperoksidase
memakali alat histohen staining untuk menentukan adanya IgG
spesifik terhadap basil TB
5. Tehnik Polymerase Chain Reaction deteksi DNA kuman secara
spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam specimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi
6. Pemeriksaan radiologi : Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB adalah:
 Bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segmen apical
lobus bawah
 Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
 Adanya kavitas tubggal atau berganda
 Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru
 Adanya klasifikasi
 Bayangan millie
3. Patodiagram berhubungan dengan penyimpangan KDM

Udara tercemar Dihirup oleh


mycobacterium tb individu rentan

Masuk paru-paru

Menemepel di
alveoli

Reaksi Inflamasi/
Hipertermi
peradangan

Penumpukan eksudat
dalam alveoli

Tuberkel Produksi
secret berlebih Batuk

Meluas Mengalami Nyeri Akut


Sekret sukar
perkejuan dikeluarkan

Penyebaran
hematogen limfogen Klasifikasi Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
peritoneum Menganggu
perfusi dan difusi
O2
Asam lambung

Mual, anoreksia Pola nafas tidak


efektif
4.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
5. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi jalan
nafas
2. Pola nafas tidak efektif b/d kongesti paru
3. Nyeri akut b/d inflamasi paru
4. Hipertermia b/d reaksi inflamasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakadekuatan intake nutrisi.
6. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan sekresi jalan
nafas
NOC
 Respiratory status: Ventilation
 Respiratory status: Airway patency

Kriteria Hasil:
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah,
tidak pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
3. Mampu mengidenrtifikasi dan mecegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas

NIC:
1. Monitor pola napas (Frekuensi)
2. Monitor bunyi napas tambahan
3. Posisikan semi fowler atau fowler
4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5. Lakukan nebulizer jika perlu
6. Berikan oksigen jika perlu
7. Anjurkan minum yang hangat
2. Pola nafas tidak efektif b/d kongesti paru
NOC:
 Respiratory status: airway patency
 Respiratory status: ventilation
 Vital sign status

Kriteria Hasil:

 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,


tidak ada sianosis dan dyspneu.
 Menunjukkan jalan nafas yang paten
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

NIC:

1) Monitor pola napas


2) Posisian semi fowler atau fowler
3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4) Berikan oksigen jika perlu

3. Nyeri akut b/d inflamasi paru


NOC:
 Pain level
 Pain control
 Comfort level

Kriteria Hasil:

 Mampu mengontrol nyeri


 Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakna manajemen
nyeri
 Mampu mengenali nyeri
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

NIC:

1. Identifikasi karateristik nyeri


2. Identifikasi respon non verbal
3. Berikan tekhnik non farmakologis
4. Ajarkan tekhnik non farmakologis
5. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

4. Hipertermia b/d proses infeksi

NIC:

 Thermoregulation

Kriteria Hasil:

 Suhu tubuh dalam rentang normal


 Nadi dan RR dalam rentang normal
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

NIC:

1. Monitor suhu tubuh


2. Lakukan kompres hangat
3. Anjurkan menggunakan pakaian tipis
4. Kolaborasi pemberian obat analgesic
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakadekuatan intake nutrisi.
 Nutrition status
 Nutrition status: food and fluid
 Intake
 Nutrition status: nutritient intake
 Weight control

Kriteria Hasil:

 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan


 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
 Meningkatkan fungsi pengecapan dan menelan
 Tidak terjadi penurunan yang berarti

NIC:

1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi alergi dan intoleran makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Monitor berat badan
5. Ajarkan diet yang diprogramkan
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untul menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan.
6. Implementasi
Merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan dimana rencana
perawatan telah ditentukan dan dilaksanakan. Selama pelaksanaan.
Implementasi perawat melaksanakan asuhan keperawatan. Instruksi
keperawatan diimplementasikan/ dilaksanakan untuk membantu pasie
memenuhi kriteria hasil
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan
cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Evaluasi keperawatan dicatat diseusaikan dengan setiap diagnosa
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif H, Amin & Kusuma (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis dan NANDA NIC-NOC
PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai