Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PENDAHULUAN

MT-3203 PRAKTIKUM REKAYASA DAN KARAKTERISASI MATERIAL

Modul D
KARAKTERISASI MATERIAL: X-RAY DIFFRACTION (XRD), SCANNING
ELECTRON MICROSCOPY (SEM) DAN ENERGY DISPERSIVE X-RAY
SPECTROSCOPY (EDS
Oleh:
Farrel Yussar Rashif
13717049
Anggota:

Kelompok
Muhammad Labib A 13717011
Aditya Pratama 13717013
Annas Amartya A 13717032
Farrel Yussar R 13717049
Ahmad Affan Farizi 13717051

Tanggal Praktikum 6 Maret 2020


Tanggal Pengumpulan Laporan 5 Maret 2020
Asisten (NIM)

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karakterisasi material merupakan suatu metode untuk mendapatkan informasi tentang


komposisi, struktur dan cacat dari suatu material dengan atau tanpa menimbulkan kerusakan
pada sampel. Sedangkan pengujian mekanik adalah metode untuk mendapatkan informasi
tentang sifat mekanik material dengan menimbulkan kerusakan pada sampel. Sifat material
dapat didefinisikan sebagai respon material terhadap perlakuan yang diberikan.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui berbagai Teknik karakterisasi material


2. Memahami prinsip kerja dan kegunaan X-Ray Diffraction (XRD) sebagai satu dari
berbagai Teknik karakterisasi material
3. Mengetahui bagaimana mengidentifikasi fasa/senyawa dari kurva XRD yang didapat
4. Mengetahui dan memahami prinsip kerja Scanning Electron Microscopy (SEM) dan
Energy Dispersive X-Ray Spextroscopy (EDS)
5. Mengetahui kegunaan SEM_EDS kaitannya dengan Teknik karakterisasi material lain
seperti TEM (Transmission Electron Microscopy) dan (LOM) Light Optical Microscpoy
6.
BAB II

TEORI DASAR

2.1. X-Ray Diffraction (XRD)

Sinar X merupakan salah satu radiasi elektromagnetik yang sering dimanfaatkan dalam
metode karaterisasi material. Sinar X adalah radiasi elektromagnetik dengan Panjang
gelombang kurang dari 10 Angstrom atau 10-8 cm. medan elektromagnetik yang diproduksi
oleh sinar X ini akan berinteraksi dengan electron yang ada di permukaan sebuah bahan
dengan cara dihamburkan.
X-Ray Diffraction merupakan metode yang paling efektif untuk menentukan struktur krista
daru suatu material. Prinsip kerja dari karakterisasi dengan difraksi sinar X adalah
mengukur hamburan sinar X dari kristal berfasa kristalin dengan struktur kiristal spesifik.
Dalam hal ini digunakan hokum Bragg yang menyatakn bahwa Panjang gelombang sinar
sama dengan dua kali jarak interplanar dalam struktur kristal dikalikan sin θ (teta).
nλ=2 d sin θ
Keterangan:
n = order of reflection (n=1, 2, 3, …)
λ = Panjang gelombang sinar X
d = jarak interplanar
θ = sudut antara sinar dating dan bidang difraksi
Untuk lebih jelasnya mengenai difraksi sinar X yang berdasarkan hokum Bragg, dapat
dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Skema difraksi sinar X


Dari rumus tersebut, dapat diketahui jarak antar bidang atom dari kristal ketika interferensi
konstruktif terjadi pada saat sudut dating dan Panjang gelombang tertentu sehingga dapat
ditentukan struktur kristal suatu material dengan rumus:
a
d hkl =
√ h +k 2+l2
2

Sedangkan untuk mengidentifikasi komposisi suatu fasa, dapat dilihat dari kurva
difraksi antara sumbu x berupa sudut 2 teta dan sumbu y berupa intensitas. Dari tiga
puncak kurva dapat ditentukan intensitas dan besar sudut 2 teta. Dengan menggunakan
hokum Bragg, maka dapat diperoleh nilai jarak atom dan dibandingkan dengan
refrensi.
Terdapat beberapa data yang mengandung model difraksi beberapa material, baik yang
umum maupun tidak umum. Setiap model dilengkapi dengan informasi mengenai
spesifikasi bahan seperti temperature leleh, indeks refraktif, informasi kristalografi,
odel difraksi dan jarak difraksi. Unutk menentukan karakteristik material dapat
melalui puncak yang berbentuk hasil difraksi sinar X. untuk mengidentifikasi bahan
yang dianalisis dapat dilakukan dengan cara membandingkan puncak hasil ercobaan
difraksi sinar X dengan model difraksi teoritis tersebut.
Dalam mengidentifikasi fasa bahan yang dilakukan pertama kali adalah membandingkan
dengan karakteristik bahan lain sehingga dapat diketahui secara kasar bahan yang
terkandung di dalamnya. Karakteristik tersebut meliputi warna, kilau logam, densitas, dan
tekstur. Pertama, difraksi sinar X ditembakkan pada sampel sehingga akan dihasilkan
puncak difraksi. Kemudian harga 2θ dan intensitas dibandingkan dengan data teoritis untuk
mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam sampel. Harga intensitas yang
didapatkan secara eksperimen biasanya berbeda dengan harga intensitas yang didapatkan
dari eksperimen lainnya.

2.2. Skema Alat XRD


Gambar 2 Skema alat XRD

Pada proses diatas, sinar X dihasilkan dari katoda tungsten yang ditembakkan electron –
electron. Karena proses ini, terjadi eksitasi electron yang menimbulkan munculnya sinar X.
sinar X kemudian diarahkan ke monokromator supaya menghasilkan Panjang gelombang
yang sama. Sinar yang Panjang gemlombangnya (λ) telah disamakan itu kemudian
diarahkan ke specimen. Pada tahap ini , tidak terjadi interferensi. Interferensi terjadi setelah
sinar X dipantulkan oleh atom yang dituju. Hal ini yang menyebabkan adnaya intensitas
yang signifikan paad sudut tertentu. Itulah yang disebut peak.

2.3. Jenis – jenis Berkas Elektron


Gambar 3 Deskripsi bagaimana elektron dapat berinteraksi dengan inti atom N. SE adalah
Secondary Electron yang dikeluarkan oleh beam elektron, menghasilkan foton. BSE adalah Back
Scattered Electron, elektron yang terdifraksi kearah sebaliknya

Berkas electron terjadi ketika electron terdeviasi dari arah datangmya. Hal ini terjadi akibat
gaya elektrostatis ketika berinteraksi atau ketika dipengaruhi oleh medan magnet eksternal,
electron dapat terdefleksi oleh gaya Lorentz. Difraksi electron ini biasanya terjadi pada material
solid seperti logam, semikonduktor dan insulator, dan merupakan factor pembatas pada
transistor. Electron dapat terdifraksi dengan berbagai cara, seperti:

a. Tidak sama sekali


Tidak terjadi apa – apa ketika electron melewati spesimen
b. Single scattering
Electron yang terdifraksi hanya satu
c. Plural scattering
Electron terdifraksi beberapa kali
d. Multiple scattering
Electron terdifraksi berkali- kali
Jenis difraksi electron juga dapat dibagi menjadi:

1. Electron – molecule scattering


Elektron – molecule scattering terjadi dalam fasa gas. Jenis difraksi ini merupakan peran
penting dalam fisika plasma dan penting untuk aplikasi seperti semikonduktor.
Pendekatan untuk menghitung penampangnya baisanya menggunakan metode R-matrix
2. Compton scattering

Gambar 4 Compton Scattering Feyman Diagram

Compton Scattering adalah suatu proses dimana partikel foton dengan partikel elektron
terpantul satu sama lain, tidak masalah bila kita menafsirkan partikel- partikel tersebut
sebagai foton virtual dan elektron virtual, kita bisa mengatakan bahwa elektron
memancarkan foton, kemudian menyebarkan foton yang masuk dan foton yang datang
yang diproduksi dari penghancuran elektron – positron untuk membentuk foton keluar.
[ CITATION Com23 \l 1033 ]

3. Moller scaterring
Dalam quan electrodynamics, terdapat tiga level diagram Feynman yang menjelaskan
proses: T-channel diagram dimana electron bertukar foton dan diagram U-channel
yang serupa. Crossing symmetry adalah metode yang biasa digunakan untuk
mengevaluasi diagram feynman, dalam ini menyiratkan bahwa Moller Scattering
memiliki penampang yang sama dengan Bhabha Scattering.
Gambar 5 Moller Scattering

4. Bhabha scaterring
Pada kuantum elektrodinamik, Bhabha Scattering adalah proses electron – positron
scattering. Terdapat dua diagram Feynman yang berkontribusi pada fenomena ini
yaitu: annihilation process dan scattering process
5. Bremsstrahlung scattering
6. Deep inelastic scattering
7. Synchrotron emission

2.4. Tujuan XRD


XRD dapat digunakan untuk mengidentifikasi fasa pada komposisi material tersebut,
mengukur lattice parameter pada unit cell, memeperkirakan ukuran kristalin,
mikrostrain dan cacat pada material tersebut. XRD juga dapat mengukur residual
stress, mengevaluasi kualitas lapisan film dan menentukan orientasi dari single kristal.
[ CITATION PPT \l 1033 ]

2.5. Precation dan Limitation


Karakterisasi dengan menggunakan metode XRD memiliki kelebihan – kelebihan
seperti berikut:
a. Identifikasi fasa kristalin yang terkandung dalam specimen
b. Pnentuan kandungan fraksi berat fasa kristalin secara kuantitatif dalam material
yang memiliki banyak fasa
c. Karakterisasi transformasi fasa dalam keadaan padat
d. Menentukan parameter kisi (lattice parameter) dan tipe kisi (lattice type)

Sedangkan untuk batasan – batasan XRD diantasa lain:


a. Hanya dapat digunakan untuk material yang memiliki fasa kristalin
b. Sampel harus dalam bentuk serbuk padat

2.6. Hasil XRD


Hanawalt Index dapat digunakan untuk mengidentifikasi komponen yang terdapat di
sampel berdasarkan lebar d pada 3 garis yang paling intense. Dalam indeks hannawalt
dapat dibandingkan anatara sudut pantulan dengan puncak intensitas yang dihasilkan.
Apabila hasil XRD memenuhi pasangan antara sudut dan intensitas punca nyang sama
sebanyak tiga atuau empat indeks dalam satu kolom, spektrum tersbeut mewakili nama
senyawa yang tertulis pada baris terakhir kolom tersebut

Gambar 6 Contoh table index Hannwalt

Selain menggunakan metode indeks Hannwalt, XRD dapat dihitung dengan menggunakan
software XPowder. XPowder dapat mengidentifikasi kristalin sneyawa, fungis ini dapat
digunakan jika kita memiliki database, kuantifikasi senyawa, mengukur ukuran kristal dan
regangan.

2.7. Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy
(EDS)
SEM yang dilengkapi dengan fasililtas EDS banyak digunakan untuk
mengkarakterisasi material (logam, keramik polimer dan komposit). SEM merupakan
perkembangan dari mikroskop optic sehingga dapat mencapai perbesaran maksimun
sampai 150000 kali. SEM banyak digunakan untuk aplikasi sebagai berikut:
1. Pemeriksaan struktur mikro specimen metalografi dengna magnifikasi
(perbesaran) yang jauh melebihi mikroskop optic biasa
2. Pemeriksaan permukaan patahan dan permukaan yang memiliki kedalaman
tertentu yang tidak mungkin diperiksa dengan mikroskop optic
3. Evaluasi orientasi kristal dari permukaan specimen metalografi, seperti:
butir individual, fasa presipitat dan dendrit (struktur khas dari proses
pengecoran logam)
4. Analisis unsut pada objek dalam range micrometer pad apermukaan bulk
specimen. Misalnya inklusi, dan fasa presipitat
5. Distribusi komposisi kimia pada permukan bulk specimen sampai harak
mendekati 1 mikrometer

Persyaratan specimen SEM untuk Lab. Metalurgi dan Teknik Material FTMD-ITB adalah
sebagai berikut:
a. Bentuk padat
b. Ukuran: umunya specimen sekitar 2-3 cm dengan tebal 0.5 cm
c. Persiapan: untuk material konduktif diperlukan persiapan mealografi standar seperti
sudah dipolish dan dietsa. Unutk non-konduktif harus di-coating terlebih dahulu dengan
karbom atau emas supaya terbentuk latisan tipis yang konduktif.

2.8. Skema Alat SEM

Gambar 7 Skema alat SEM

a. Electron source
Pada SEM sumber elektron pada instrument berasal dari electron gun yang dihasilkan
oleh emisi termionik atau medan listrik. Elektron ini kemudian ditembakkan ke sampel
dengan electron gun bertegangan antara 1-50kV. Filamen tungsten paling sering
digunakan pada katoda dan anoda berisi pelat yang diberi lubang untuk jalur elektron.
Terdapat juga elektroda ketiga (silinder Wehnelt) yang memiliki tegangan beberapa
ribu volt untuk membatasi arah dan area emisi dari filamen dan biasanya menggunakan
Lanthanum hexaboride (LaB6) untuk menghasilkan tingkat kecerahan yang lebih tinggi
sehingga dapat memperbaiki hasil resolusinya. Kolom dan electron gun yang digunakan
harus dikosongkan
sebelum digunakan untuk menghindari kerusakan pada sumber elektron dan high-
voltage breakdown pada tambakkan elektron Ruang vakum dibutuhkan untuk
meminimalisir hamburan elektron dari tembakkan ke permukaan sampel dimana pada
tungsten dibutuhkan vakum lebih baik dari 10-3 Pa. [ CITATION VVG04 \l 1033 ]

b. Sample holder
Sampel pada SEM diletakkan pada sebuah ruang yang memiliki dimensi besar karena
sampel pada SEM dapat memiliki variasi ukuran hingga besar. Sampel untuk SEM
memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan seperti bersih, kering, dapat bekerja
dengan vakum dan konduktif secara elektrik. Spesimen yang bukan logam biasanya
menimbulkan masalah sehingga diberi lapisan logam tipis. Lemak,wol, emulsi, dan
kapas dapat mengganggu sampel, namun keberadaan mikroskop elektron pemindaian
lingkungan (ESEM) telah memperluas jangkauan sampel dan lingkungan sampel yang
dapat ditampung di ruang SEM. Sampel yang mudah menguap juga harus ditempatkan
di lingkungan yang terisolasi dari vakum sehingga mencegah rusaknya sampel sebelum
didapatkan data. [ CITATION Boo \l 1033 ]
c. Detector
Detektor yang seringkali digunakan pada SEM adalah Everhart-Thornley yang terdiri
dari scintillator yang menghasilkan foton. Foton ini kemudian dikonversi menjadi
sinyal elektrik melalui photomultiplier. Detektor Everhart-Thornley dapat digunakan
untuk mendeteksi SE dan BE akan tetapi untuk BE terdapat beberapa detector yang
lebih baik seperti large-area scintillator, detektor konversi BE-ke-SE, atau detektor
solid-state diode. Detektor pada SEM juga biasanya dilengkapi dengan EDS (silikon
atau germanium solidstate detector) sehingga dapat dihasilkan analisa kualitatif dan
kuantitatif terhadap unsur dengan nomor atom diatas 5 (Boron). Detektor tambahan
lainnya yang dapat ditambahkan adalah wavelength-dispersive spectrometer,
cathodoluminescence detector (photomultiplier), dan detektor akustik atau infrared.
Sedangkan, untuk arus yang diabsorpsi sampel akan bersifat sebagai detektor sehingga
tidak diperlukan detektor tambahan.[ CITATION VVG04 \l 1033 ]

Table 1 informasi dan detektor yang diperlukan untuk hasil interaksi pada SEM

Detected signal Type of Detector Information Laterial Depth Of


resolution Information
Secondary Scintillator atau Topografi 5-100 nm 5-50 nm
electron photomultiplier permukaan,
kontras
komposisinya
Backscattered Solid-state detector Topografi 50-1000 nm 30-1000 nm
electron atau scintillator permukaan,
atau kontras akibat
photomultiplier komposisi,
orientasi kristal,
domain magnet
Arus specimen Tidak ada Kontras 50-1000 nm 30-1000 nm
tambahan detector tambahan untuk
yang dibutuhkan sinyal
backscattered
dan secondary
electron
X-ray Detector Komposisi 0.5 - 2 μm 0.1 – 1 μm
karakteristik semikonduktor elemen,
(flourescene (energy dispersive distribusi
primer) atau elemen
crystal/proportional
counter
(wavelength-
dispersive)
Cathodolumine photomultiplier Deteksi fasa
scene non metalik dan
semkonduktif

2.9. Jenis Jenis Berkas Elektron [ CITATION VVG04 \l 1033 ]

Interaksi antara berkas electron primer dan sampel pada SEM menghasilkan berbagai
macam sinyal yang dapat digunakan untuk karakterisasi. Berikut merupakan sinyal hasil
interaksi pada SEM
a. Backscattered Electron (BE) : Hamburan yang bersifat elastis akan menyebabkan
beberapa elektron yang datang kembali keluar dari sampel dengan sudut yang besar dan
sedikit energi yang hilang (sekitar 60-80% energi dari elektron datang). Beberapa dari
elektron yang terpental keluar dari sampel tersebut kemudian dihitung menggunakan
backscattering coefficient (𝜂) dipengaruhi nomor atom dan sudut antara sinar yang
datang dan permukaan sampel. Karena dipengaruhi nomor atom pada hasil gambar akan
menimbulkan kontras yang berbeda pada bagian sampel yang memiliki komposisi
berbeda. Hubungan antara koefisien backscattering coefficient (𝜂) dengan nomor atom
(Z).
𝜂 = -0.025 + 0.026Z – 1.86×10-4Z2 + 8.3×10-7Z3
b. Secondary Electron (SE) : Elektron pada interaksi ini terjadi antara berkas elektron
dengan elektron konduksi yang memiliki ikatan yang lemah. Rasio antara SE dan
elektron yang datang disebut secondary electron yield (𝛿) yang sangat dipengaruhi
sudut datang dan permukaan sampel. SE seringkali digunakan untuk morfologi
permukaan dengan energi yang lebih rendah (3-50 eV) dibandingkan backscattered
electron (diatas 50 eV). SE yang masuk ke sampel disebut juga SE I sefangkan yang
meninggalkan sampel disebut SE II dan bergantung dengan backscattering yang terjadi
sehingga akan muncul juga kontras yang sesuai komposisi sampel.
c. Absorbed Current : Elektron yang mengalir dari sampel berpengaruh dengan
arus yang diserap dimana arus tersebut merupakan arus sinar datang dikurang arus yang
hilang akibat BE dan SE. Arus yang terabsorbsi ini kemudian menyebabkan perbedaan
warna kontras dimana semakin besar arus semakin gelap hasil gambar.
d. X-ray : Berkas electron yang dating mengeksitasi atom pada
kulit yang dalam sehingga atom pada kulit terluar aakn mengisi kekosongan tersebut
dan mengemisikan x-ray (fluorescence yield). Hasilnya berupa spektrum yang dapat
digunakan untuk mengetahui komposisi kimia.
e. Cathodoluminescen (CL) : Emisi radiasi gelombang panjang yang menghasilkan
rekombinasi pasangan elektron-hole yang dihasilkan hamburan elektron primer.
Penggunaan CL terbatas untuk mengetahui sifat konduktor pada material.

2.10. Precations dan Limitation

Resolusi pada SEM terbatasi oleh pixel yang ada pada layer sehingga perbesaran yang kita
pakai harus sama dengan besar pixelnya. Sehingga dalam pemakaian lebih dipilih
penggunaan celah kecil karena mengurangi probe current yang akan memperbesar rasio
sinyal terhadap gangguan. Sehingga untuk hasil yang baik dianjurkan untuk menggunakan
celah dan working distance yang tidak terlalu besar kecuali diinginkan hasil kedalaman
yang tinggi pada resolusi tinggi. Astigmatisme juga dapat terjadi pada lensa dimana terjadi
penyimpangan karena adanya perbedaan daya dari lensa dan bidang lensa yang tegak lurus
jalur optic. Pada SEM astigmatisme biasa muncul pad aperbesaran lebih dari 10.000 kali.
Atigmatisme ditandai dengan ketidakfokusan dari gambar yang didapat karena distorsi
asimetris dari lensa sehingga untuk menghilangkannya dapat dignakan stigmator yang ada
pada control SEM.

Gambar 8 Astigmatisme pada SEM [ CITATION YLe08 \l 1033 ]

Sampel pada SEM harus dapat memantulkan electron atau melepas electron sekunder
sehingga untuk logam akan tampak jelas hasil yang didapatkan, namun jika bukan logam
aka nada surface charging efek. Surace charging dapat dicegah dengan lapisan film tipis
dari logam pada permukaan sampel untuk memantulkan berkas electron dengan metode
pelapisan evaporasi dan sputtering. Evaporasi ini logam dipanaskan sehingga perlahan
terbentuk film tipis yang ketebalannya dikontrol dengan mengatur lama evaporasi. Agar
efisien digunakan logam pelapis dengan titik lebur rendah, biasanya emas. Jika sputtering
seperti evaporasi tapi pada suhu rendah ditembak dengan ion gas berenergi tinggi yang
ditembakknan ke permukaan logam sehingga logam terpental keluar dan melapisi sampel.
Saat memakai SEM untuk non logam tidka boleh terlalu lama karena permukaan sampel
dapat menguap dan kembail menjadi isolator. [ CITATION VVG04 \l 1033 ]
Gambar 9 Surface Charging effect [ CITATION YLe08 \l 1033 ]

Gambar 10 Mekanisme Sputtering [ CITATION YLe08 \l 1033 ]

2.11. Prinsip EDS

Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) merupakan spekstrokopi yang dapat


mengidentifikasi unsur kimia sehingga berbeda dengan difraksi yang melihat struktur
kristal.
Sinyal yang diterima berupa energi x-ray dari seluruh elemen pada spesimen dalam waktu
yang bersamaan bukan menerima sinyal berupa gelombang x-ray secara individual.
Berdasarkan Hukum Moseley terdapat hubungan antara panjang gelombang x-ray dan
nomor atomnya sehingga muncul persamaan sebagai berikut.
B
λ= 2
(z−σ )
Energi disperse yang diterima EDS berada dalam skala 150-200 eV. Walaupun, resolusinya
tidak sebaik WDS dan elemen teringan yang dapat terdeteksi adalah oksigen (O) tetapi
EDS memiliki biaya yang murah dalam penggunaan dan analisis yang cepat.
Gambar 11 Detektor 2

EDS seringkali menggunakan detektor Si(Li) yang terdiri dari silinder kecil silikon p-type
dan lithium. Foton x-ray yang kemudian dikumpulkan oleh detector dan menghasilkan
jumlah pasangan electron-hole dengan rata-rata energi foton sebesar 3.8 eV pada diode
Si(Li). Sebuah pre-amplifier digunakan untuk mengumpulkan muatan untuk memproduksi
electrival pulse dimana amplitude voltasenya proporsional terhadap energi foton x-ray.
Preamplifier serta diode Si(Li) ditaruh dalam sebuah kolom silinder (kryostat) sehingga
dapat beroperasi pada temperatur nitrogen dan mereduksi gangguan elektrik dan menaikkan
rasio sinyal-ke-noise. Beryllium pada EDS digunakan menjadi pengabsorbsi x-ray dan
menjadi lapisan tipis (sekitar 10𝜇m). Spektrum EDS memiliki range 0.1 hingga 10-20keV
dan dapat menunjukkan kandungan unsur pada sampel yang diuji secara praktis walaupun
radio sinyal terhadap gangguannya, resolusi, serta energinya lebih rendah disbanding WDS
sehingga lebih sering digunakan nutk analisis kualitatif.

Gambar 12 Hasil EDS [ CITATION YLe08 \l 1033 ]


Pada SEM sumber berkas elektron pada EDS menggunakan sumber yang sama dengan
pengambilan gambar pada SEM dimana x-ray diemisi dari volume dibawah permukaan
spesimen bukan area permukaannya.

Gambar 13 Susunan EDS pada SEM [ CITATION YLe08 \l 1033 ]

2.12. Keterbatasan EDS

EDS sangat disukai pada analisis kualitatif unsur – unsur yang terkandung. Namun, salin
itu EDS memiliki beberapa kekurangan dalam metode pengambilan data dan hasilnya.
Kekurangan EDS adalah menghasilkan puncah atau peak yang tumpeng tindih antar elemen
berbeda karena perbedaan kulit dari emisi electron yang mengisi kekosongan electron
sehingga rasioi signal – to – noise nya terbilang rendah dan hasilnya tidak seakurat itu.
Resolusi dan energinya juga lebih rendan disbanding EDS dan karakterisasinya hanya dapat
menentukan unsur dengan nomor atom diatas O (Oksigen). Emisi pada EDS juga tidka
dapat menggunakan X-Ray tube biasa karena detekrornya memiliki counting rate of
photons. [ CITATION YLe08 \l 1033 ]
DAFTAR PUSTAKA

[1] A. H. Compton, A Quantum Theory of the Scatterring of X-Rays by Light, 1923.


[2] PPT Karakterisasi Material.
[3] V. V. G., ASM Handbook Volume 9: Metalography and Microstructure, 2004.
[4] Booklet-FEI, An introduction to Electron Microscopy, Phillipps Co..
[5] Y. Leng, Materials Characterization: Introduction to Microscopic and Spectroscopic Methods,
2008.

Anda mungkin juga menyukai