Anda di halaman 1dari 29

BAB III

DISTRIBUSI KECEPATAN MOLEKUL

3.1 Distribusi Maxwell


Pada bab sebelumnya, telah diasumsikan bahwa molekul-molekul gas memiliki
kecepatan yang berbeda, namun belum disinggung bagaimana fungsi kecepatannya
tersebut. Pada bab ini akan dikaji fungsi distribusi kecepatan.
Penentuan fungsi distribusi kecepatan molekul, pertama kali dilakukan oleh Clerk
Maxwell pada tahun 1859. Teori tersebut kemudian dikaji oleh Ludwig Boltzmann dengan
mekanika statistik.
Marilah kita bayangkan kembali bahwa kecepatan molekul pada saat tertentu
dipindahkan ke pusat koordinat siku-siku X, Y, Z. Gambaran koordinat siku-siku system
tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1, di mana ketiga sumbu X, Y, Z menyatakan
komponen kecepatan. Kita sebut komponen kecepatan pada tiap sumbu adalah vx, vy dan vz,

Gambar 3.1. Diagram Ruang kecepatan


Kuantitas v menyatakan besarnya kecepatan atau disebut laju. Dalam hal ini untuk setiap
kecepatan berlaku :
1| Pengantar Fisika Statistik oleh Rai Sujanem
v2 = vx2 + vy2 + vz2

Dalam sumbu koordinat ini setiap vektor kecepatan dapat ditentukan dengan
koordinat titik ujung vektornya. Karena itu, untuk membicarakan distribusi kecepatan
molekul cukup diperhitungkan destribusi titik representatif yang merupakan titik ujung
masing-masing vektor kecepatan. Ruang di mana dibuat sumbu X, Y, dan Z disebut ruang
kecepatan, seperti gambar 3.1. Dalam Gambar 3.1 dapat dilihat titik representatif yang
terdapat dalam prisma bervolume dx dy dz akan mempunyai koordinat (vx + dvx), (vy +
dvy), (vz + dvz).
Kemudian harus pula diasumsikan dvx dvy dvz yang merupakan elemen volume,
elemen volume ini harus mengandung titik representatif yang jumlahnya banyak sekali
tetapi cukup kecil bila dibandingkan dengan seluruh titik representatif.
Destribusi kecepatan dianggap merupakan fungsi kontinu meskipun sesungguhnya
bila jumlah titik representatif terbatas fungsi distribusi kecepatan discontinue.
Permasalahan pertama:
Bila jumlah total molekul N atau jumlah titik representatif = N, berapa bagian
molekul memiliki komponen – X dari kecepatan di antara harga sembarang yaitu dari vx
sampai (vx + dvx). Dengan kata lain, berapa banyaknya titik representatif yang terdapat
dalam lembaran (slice) yang tebalnya dvx sejajar dengan bidang (YZ) dan berjarak vx dari
bidang (YZ).
Untuk menjawab pertanyaan ini mula-mula diambil dNvx yang menyatakan
banyaknya titik representatif dalam slice ini.
Bagian ini bila dibandingkan dengan seluruh titik representatif (N) menjadi,
dNVx
N
Bagian ini akan tergantung dari letak slice, jadi merupakan fungsi vx, juga tergantung dari
tebalnya slice (dvx), berarti sebanding dengan dvx.
Karena itu bagian titik representatif dalam slice dapat dinyatakan dengan ,
dN vx
N =f(x)dvx (3.1)

2| Pengantar Fisika Statistik oleh Rai Sujanem


Dengan demikian dapat dituliskan jumlah molekul yang memiliki komponen
kecepatan pada sumbu X dari vx sampai (vx + dvx) adalah,
dNvx = N f(vx) dvx (3.2)

Fraksi jumlah molekul di dalam slice yang tegak lurus dengan sumbu vy dan vz harus
diberikan oleh fungsi vy dan vz yang mempunyai presesi sama dalam bentuk fungsi vx,
yakni:
dN vy
N =f(vy)dvy (3.3)
dN vz
N =f(vz)dvz (3.4)
Pertanyaan selanjutnya yaitu : apakah fraksi molekul dengan komponen kecepatan ke arah
X antara vx dan vx + dvx pada waktu yang sama memiliki komponen kecepatan ke arah Y
antara vy dan vy + dvy? Meskipun sub-kelompok molekul dNvx hanya fraksi kecil jumlah
molekul total, fraksi tersebut masih terdiri dari sejumlah besar molekul. Maxwell
mengasumsikan bahwa jika salah satu sub-kelompok dianggap jumlah molekul total, maka
fraksi jumlah molekul antara vy dan vy + dvy memiliki komponen kecepatan yang cukup
besar.
Dengan asumsi tersebut di atas, maka kita dapatkan fraksi jumlah molekul dengan
komponen kecepatan vx yang memiliki komponen Y antara vy dan vy + dvy sama dengan
fraksi jumlah total yang memiliki komponen Y di dalam rentang yang sama. Misalkan
d2Nvxvy menyatakan jumlah molekul yang memiliki komponen kecepatan arah sumbu X
antara vx dan vx + dvx dan memiliki komponen kecepatan arah sumbu Y antara vy dan vy +
dvy. Fraksi jumlah molekul komponen vx dengan komponen Y antara vy dan vy + dvy adalah:
d 2 Nv x v y
dNv x .
Fraksi dari jumlah total dengan komponen Y antara vy dan vy + dvy , dari persamaan (3.3),
dN vy
N =f(vy)dvy.
Samakan fraksi ini, maka diperoleh :
d2Nvxvy = dNvx f(vy)dvy,
3| Pengantar Fisika Statistik oleh Rai Sujanem
Berdasarkan persamaan (3.2), dNVy = N f(vy) dvy, maka diperoleh :
d2Nvxvy = Nf(vx) f(vy) dvy dvy,
Masalah selanjutnya mencari berapa jumlah molekul yang memiliki kecepatan
dengan komponen pada sumbu X adalah vx sampai (vx + dvx) dan pada sumbu Y sebesar dari
vy sampai (vy + dvy).
Jumlah molekul ini akan sama dengan jumlah titik ujung vektor kecepatan yang
terletak pada prisma yang merupakan potongan. Slice yang tegak lurus dengan sumbu X
sejarak vx dari titik pusat sumbu O dengan tebal dvx dengan slice yang tegak lurus dengan
sumbu Y yang berjarak sejauh vy dari titik O dan bertebal dvy. Perhatikan gambar 3.2

vx vy dvy
dvx Y
vx
Vy
dvx

dvy
X

Gambar 3.2
Jumlah molekul atau titik representatif ini dinyatakan dengan d2NVxVy. Besarnya
d2NVxVy akan sebanding dngan vx, vy dan juga pada tebal dvx, dvy.
Mengingat hal ini dapat dituliskan persamaan,
d 2 NV xV y
N = f(vx) f(vy)dvxdvy
atau,
d2NVxVy=Nf(vx) f(vy)dvxdvy

Dengan gambaran yang sama tentu saja dapat ditentukan:


(1) Jumlah molekul yang memiliki kcepatan dengan komponen kecepatan pada sumbu Y
adalah vy sampai (vy + dvy) dan pada sumbu Z adalah vz  (vz + dvz).

4| Pengantar Fisika Statistik oleh Rai Sujanem


Jumlah ini ditulis d2NVyVz sehingga :
d2NVyV = N f(vy)dvydvz
(2) Jumlah molekul yang memiliki kecepatan deengan komponen pada sumbu X adalah vx
sampai (vx + dvx) dan pada sumbu Z adalah vz sampai (vz + dvz).
Jumlah ini ditulis d2NVxVz sehingga :
d2NVxVz=Nf(vx) f(vz)dvxdvz
Masalah berikutnya adalah mencari jumlah molekul yang memiliki kecepatan dengan
komponen kecepatan pada sumbu X adalah vx sampai (vx + dvx), pada sumbu Y adalah vy
sampai (vy + dvy) dan pada sumbu Z adalah vz sampai (vz + dvz).
dNVxVyVz=Nf(vx)f(vy)f(vz)dvxdvydvz (3.5)
Molekul ini akan memiliki titik ujung kecepatan pada suatu prisma kecil merupakan
potongan dari slice yang tegak lurus sumbu X berjarak vx dari titik 0 dan dengan tebal dvx,
dengan slice yang tegak lurus sumbu Y berjarak vy dari titik 0 dan bertebal dvy dan dengan
slice yang tegak lurus dengan sumbu Z berjarak vz dari titik 0 dan bertebal dvz.
Prisma ini dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut.

Z dVz

dVy dVx
dVz
a

Vz
Vy
V dVy
Vx
Y
dVx

Gambar 3.3

Selanjutnya titik-titik ujung vektor kecepatan molekul disebut titik representatif


yaitu yang mewakili molekul. Karena itu dapat dihitung pula jumlah titik representatif per
satu satuan volume adalah  dan dapat ditulis,

5| Pengantar Fisika Statistik oleh Rai Sujanem


d 3N

dv x dv y dvz
= Nf(vx)f(vy)f(vz) (3.6)
Kemudian kalau sebaran ke kecepatan adalah isotropik maka  adalah sama untuk
daerah yang memiliki jarak dari 0 sebesar v. Dalam hal ini berlaku pula,
v2 = vx2 + vy2 + vz2
Dengan kata lain  besarnya sama dalam satu shell yaitu bola berongga tipis dengan
jari-jari v dari 0 dan tebal dv lihat gambar 3.4 berikut.

Kulit II
Kulit I

dV
Gambar 3.4
Sekarang dipikirkan kalau pindah dari elemen volume I ke elemen volume II pada
umumnya  berubah. Perubahan  yang terjadi karena perubahan vx, vy, vz, yang berubah
masing-masing dengan dvx, dvy, dvz. Secara matematik dapat ditulis sebagai turunan parsial
dari  ke dvx, ke dvy dan ke dvz.
dan dapat ditulis,
 
d  dv x dv y  dv
vx v y z
+ + vz (3.7)
Untuk f(vx) adalah fungsi dari vx dan f(vx) dan f(vz) tak tergantung dari vx , maka
dapat ditulis,
  d 
 N f (v x ) 
vx  dvx  f(vy)f(vz)

= Nf’(vx) f(vy)f(vz)
Dengan cara yang sama dapat pula ditentukan


v y
Nf(vx) f’(vy)f(vz)
6| Pengantar Fisika Statistik oleh Rai Sujanem


dan, vz Nf(vx) f (vy)f’(vz)
Kalau perubahan dvx dvy dvz dalam elemen II masih terletak dalam shell I elemen volume I
dan keadaan isotropik ( = konstan) maka, d = 0, dan dari persamaan (3.7), maka dapat
ditentukan,

 
d  dv x dv y  dv
vx v y z
+ + vz
0 = Nf’(vx) f(vy)f(vz)dvx + Nf (vx) f’(vy)f(vz)dvy + Nf(vx) f(vy)f’(vz)dvz

Persamaan ini dibagi dengan f(vx)f(vy)f(vz). sehingga didapatkan,


f ' (v x ) f ' (v y ) f ' (v z )
f (vx ) dv + f (v y ) dv + f (vz ) dv = 0 (3.8)
x y z

dan karena dalam daerah isotropik v konstan, maka :


v2 = vx2 + vy2 + vz2
0 = 2vx dvx + 2vy dvy +2 vz dvx
Selanjutnya persamaan,
f ' (vx ) f ' (v y ) f ' (v z )
f (vx ) dv + f (v y ) dv + f (vz ) dv = 0
x y z

merupakan persamaan pokok dari keadaan isotropik di atas dan persamaan,


vx dvx + vy dvy + vz dvz = 0 (3.9)
Persamaan ini menunjukkan bahwa di dalam kulit yang sama, d=0, diferensial dvx , dvy ,
dan dvz di dalam persamaan (3.8) tidak independen, karena tak dapat diberikan nilai
sembarang, namun harus memenuhi persamaan (3.9), dengan disebut persamaan syarat
yaitu persamaan syarat untuk berlakunya keadaan isotropik pula.
Jika dvx , dvy , dan dvz di dalam persamaan (3.8) independen, hanya dengan cara
membuat koefisien sama dengan nol. Misalkan dvx, dvy, dan dvz independen, yakni
sembarang nilai dapat diberikan, secara bebas nilai-nilai diberikan pada yang lainnya.
Kemudian kita dapat mengambil, misalkan dvx=dvy=0, dan dvz  0. Sudah tentu koefisien
dari dvx harus nol untuk memenuhi persamaan (3.8), dan dengan argumen yang sama
koefisien yang lain akan menjadi nol. Namun, dalam kasus ini dvx, dvy, dan dvz tidaklah
7| Pengantar Fisika Statistik oleh Rai Sujanem
independen, karena harus memenuhi persamaan (3.9). Kita lihat dari persamaan bahwa jika
diambil dvx=dvy=0, kemudian dvz harus juga sama dengan nol (karena umumnya vx 0)
dan kita tidak bebas mengasumsikan dvz  0, yang mana akan diperlukan untuk
membuktikan bahwa koefisien dvz adalah nol.
Gunakan metode pengali Lagrange tak tentu. Metoda ini memerlukan persamaan-
persamaan (3.8) dan (3.9), yakni, persamaan pokok, dan persamaan syarat. Langkah
metoda ini
(1) Kalikan persamaan syarat dengan konstanta  ( yang merupakan pengali tak
tentu ).
Harga  ditentukan kemudian.
(2) Hasil perkalian pada (1) ditambahkan pada persamaan pokok.
(3) Selanjutnya diselesaikan mungkin dengan cara integrasi tergantung dari
keadaan.
(4) Dalam penyelesaian (3) bila diperlukan menurut keadaannya konstanta
integrasinya dipilih misalnya dalam bentuk ln , di mana  konstanta yang
ditentukan kemudian pula.

Perhitungan untuk mencari besarnya Nf(vx)f(vy)f(vz).


Langkah pertama kalikan persamaan syarat dengan konstanta tak tentu , sehingga
dari (3.9) diperoleh :
vx dvx + vy dvy + vz dvz = 0
Langkah kedua tambahkan persamaan pokok dengan hasil ini, sehingga diperoleh :
 f ' (v x )   f ' (v y )   f ' (v z ) 
 f (v )  dvx    dv y    dvz 
 x  dvx +  f (v y )  dvy +  f (vz )  dvz = 0 (3.10)
Karena dvx , dvy , dan dvz tak saling bergantungan, maka persamaan ini akan benar
kalau koefisien dari dvx , dvy , dan dvz masing-masing sama dengan nol, sehingga didapat 3
persamaan,
f ' (vx )
f ( v x ) + v = 0 (3.11)
x

8| Pengantar Fisika Statistik oleh Rai Sujanem


f ' (v y )
f (v y )
+ v y = 0 (3.12)
f ' (v z )
f ( v z ) + v = 0 (3.13)
z

Masing-masing persamaan ini memiliki solusi seperti berikut ini.


 12 v x2  12 v 2y  12 v z2
f(vx) =  e , f(vy) =  e , f(vz) =  e ,

atau secara singkat ditulis :


f(vx) =  exp (-2vx2) (3.14)
f(vy) =  exp (-2vy2) (3.15)
f(vz) =  exp (-2vz2) (3.16)
dengan 2=/2
Jadi, bentuk fungsi f(vx) telah tertentu tetapi muncul  dan , konstanta yang belum
diketahui.
Substitusikan persamaan (3.14), (3.15), dan (3.16), ke dalam persamaan (3.5), maka
diperoleh :
d3N = N3exp[-2( vx2+ vy2 +vz2 )] dvx dvy dvz
atau
d3N = N3exp(-2v2) dvx dvy dvz (3.17)
Jumlah titik per satuan volume adalah :
d 3N

dvx dv y dvz
= N3exp(-2v2) (3.18)
Jadi, kerapatan hanya fungsi v saja, sesuai dengan asumsi distribusi isotropik, dan grafiknya
dapat diplot seperti gambar 3.5.

9| Pengantar Fisika Statistik oleh Rai Sujanem


Gambar 3.5. Grafik  terhadap v
Berdasarkan grafik pada gambar 3.5 dapat dibaca bahwa  terbesar didapatkan
kalau v = 0 dan kemudian menurun bersamaan dengan membesarnya v. Jika v = 0, maka 
= N 3. Jika v = , maka  = 0.
Kuantitas N3 exp (-2 v2) disebut fungsi distribusi kecepatan Maxwell.
Selanjutnya kita tentukan jumlah molekul yang memiliki laju yang besarnya dari v
sampai v + dv untuk distribusi kecepatan isotropik.
Molekul yang memiliki laju dari v sampai v + dv titik representatifnya akan terletak
pada lapisan bola yang jari-jarinya v dan tebalnya dv. Lihat kembali gambar 3.1.
Cara yang paling mudah untuk menghitung jumlah molekul dengan laju
antara v sampai v + dv adalah dengan menganggap kerapatannya seragam atau distribusi
kecepatan isotropik, maka  dalam volume ini akan sama pada lapisan bola yang berjari-
jari v. Volume lapisan bola ini adalah:
4  v2 dv , (3.19)
dan karena kerapatan pada jarak v dari pusat adalah :
 = N3 exp (-2 v2,
dengan demikian, jumlah molekul yang memiliki laju dari v sampai (v+dv) adalah
dinyatakan dengan dNv sehingga
dNv = 4  v2 dv
= N3 exp (-2 v2) 4 v2 dv
= 4 N 3 v2 exp (-2 v2) dv (3.20)
Rasio dNv/dv disebut fungsi distribusi laju molekul dari Maxwell.
Jadi,
d Nv
 4 π N v 2  3 exp (  2 v 2 )
dv (3.21)
10 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
Fungsi distribusi laju ini, tidak sama dengan distribusi kecepatan, di mana fungsi
distribusi laju ini tidak menyatakan jumlah molekul per satuan volume, tetapi jumlah

dN v
molekul per satuan rentangan laju dv. Fungsi distribusi laju molekul dv bila
digambarkan terhadap v didapatkan grafik sebagai terlihat pada gambar 3.6.

Gambar 3.6. Grafik dari Fungsi distribusi


Kelajuan Maxwell-Boltzmann

Dari gambar dapat dibaca bahwa:


(1) Luas di bawah grafik menyatakan jumlah molekul.
(2) Pada v = 0 jumlah molekul per satuan kecepatan nol pula.
(3) Pada v=  jumlah molekul per satuan kecepatan nol pula.
dN v
(4) Di antara kedua harga v ini terdapat harga dv max. Bagaimana caranya

dN v
mencari harga dv max ini dan untuk v berapa.
(5) Jumlah molekul dengan kecepatan v sampai v + dv dinyatakan dengan luas
daerah yang diarsir.

Jumlah molekul dengan kecepatan lebih kecil dari vo dinyatakan dengan luas daerah
disebelah kiri vo dan jumlah molekul yang memiliki laju lebih besar dari vo dinyatakan
dengan luas daerah di sebelah kanan vo.
Catatan.
Meskipun kerapatan , atau jumlah titik representatif per satuan volume, adalah
maksimum pada titik asal (pusat sumbu koordinat), jumlah molekul maksimum adalah pada

11 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
kulit bola yang jari-jarinya vm, terletak pada kurva distribusi laju maksimum. Dari alasan ini
muncul pertentangan bahwa dari titik pusat volume kulit bola secara kontinu bertambah
(lihat persamaan (3.19), sedangkan jumlah titik representatif per satuan volume secara
kontinu berkurang (lihat persamaan (3.18). Volume pada kulit yang paling dalam (bola
kecil dengan jari-jari dv) secara esensial adalah nol, dengan demikian meskipun kerapatan
maksimum untuk kulit ini, jumlah titik di dalam volume ini praktis nol karena volumenya
sangat kecil. Dengan kata lain, tidak ada molekul dalam keadaan diam.

Contoh.
Volume = 1/1000 m3 memiliki molekul 1 buah maka,
1
 1000 molekul/ m 3
1 / 1000
Selanjutnya kita tentukan jumlah molekul yang memiliki kecepatan dengan
komponen kecepatan pada sumbu X dari v sampai v + dv. Jumlah molekul ini dinyatakan
dengan dNVx yang besarnya,
dNvx = N f(vx) dvx
Karena f (vx) =  exp (-2 vx2)
maka,
dNvx = N  exp (-2 vx2)dvx (3.22)
Jumlah molekul per satuan komponen kecepatan pada sumbu X adalah:
dNVx
dvx = N  exp (-2 v 2) (3.23)
x

Dengan cara yang sama diperoleh :


dNVy
dv y
= N  exp (-2 vy2) (3.24)
dan
dNVz
dvz = N  exp (-2 v 2) (3.25)
z

12 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
Gambar, dNVx/dvx terhadap vx dapat dilihat pada gambar 3.7 berikut

dNVx
dvx

Luas=dNVx
dNVx
dvx
dvx vxo vx

Gambar 3.7 Fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann


Untuk sebuah komponen kecepatan

3.2 Menghitung Konstanta  dan 


Telah didapatkan di muka jumlah molekul dengan laju dari v sampai (v + dv) yang
dinyatakan dengan dNv, di mana :
dNv = 4 Nv2 3 exp (-2v2) dv
Apabila dNv diintegral untuk seluruh nilai dari v = 0 sampai dengan v = , maka jumlah
molekul total adalah N.

v exp(   2 v 2 )
2

N=  dN v
= 4 N  3 0
dv
Untuk dasar perhitungan selanjutnya di bawah ini diberikan hasil integrasi dari integral
tertentu berikut:
Bentuk integeral

x exp (  ax 2 ) dx  f (n)
n

Keterangan:
Jika n genap,

x
 ax 2
n
e dx  2 f (n)
0

Jika n ganjil,

x
 ax 2
n
e dx  0


13 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
Daftar hasil integrasi :
Tabel 3.1 Harga integral tertentu dari integral:

x exp (  ax 2 ) dx  f (n)
n

n f(n) n f(n)
0 ½  /a 1 1/2a

2 ¼  /a3 3 1/2a2

4 3/8  /a5 5 1/a3

6 15/16  /a7 7 3/a4

Dengan berpedoman pada tbel 3.1, maka diperoleh :


 dN v  4N  v exp(  v )dv


3 2 2 2

N= 0

1 
N  4 N  3 . ( )
4 a3

1  2
 4 N 3 . ( )
4 3

1 1
 4 N 3 . 
N 4 3

 3   3 / 2  3

1
3  3
 3
(3.26)
Dengan demikian harga dNv dapat ditentukan dengan konstanta  saja.
Sehingga:
dNv = 4 Nv2 3 exp (-2v2) dv
= 4 N (-3/4 3) v2 exp (-2v2) dv
4
 N  3 v 2 exp (   3 v 2 ) dv

Besarnya harga  ditentukan dengan kecepatan rata-rata ( v ).
Persamaan untuk ( v ) adalah,

14 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m

 v dN v

v 0
N

4
v 
N  3 v 2 exp (  3 v 2 ) dv
 0
N

4
v  3  v 2 exp (   2v 2 ) dv
 0

4 1
 3
 2(  2 ) 2

2 1

 
Jadi,

2 1
 
 v (3.27)

Menentukan harga  dengan vrms,


1/ 2
 2 
  v dN v 
vrms  v2  0 
 N 
 
 
1/ 2
 4 

 3  N v exp    v  dv 
4 2 2

  0 

Berdasarkan tabel 3.1 didapatkan,


1/ 2
 4 3 3  
vrms   
  8 (  2 )5 

1/ 2
 3 1 
 2 
 2  
3 1
 .
2 
Jadi,

3 1
  .
2 vrms (3.27)
15 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
Besarnya  ditentukan dengan harga vm.
Peluang laju molekul paling banyak vm berkaitan dengan jari-jari kulit bola dalam
ruang kecepatan yang terdiri jumlah titik representatif terbesar. Dengan kata lain, lebih
banyak molekul yang memiliki laju vm daripada laju yang lainnya. Untuk menentukan vm
kita cari nilai v dari fungsi distribusi laju yang maksimum, dengan mengambil turunannya
terhqdap v sama dengan nol.dengan
d  4N 3 2 
  v exp(   2v 2 
dv   =0

akan memberikan hasil :


vm = 1/, atau  = 1/vm (3.28)
3kT
Telah diketahui pada pembahasan bab 2 yaitu : vrms = m , dan dengan persamaan

(3.27), maka diperoleh :


m
= 2kT

Eliminasi  untuk tiga distribusi, maka diperoleh :

dNv = (4N/  ) (m/2kT)3/2 v2 exp (-mv2/2kT) dv (3.29)


d3NVxVyVz = (N /3/2) (m/2kT)3/2 exp (-mv2/2kT) dvx dvy dvz (3.30)

dNVx= (N /  ) (m/2kT)1/2 exp (-mvx 2/2kT) dvx (3.31)


Persamaan (3.29), dNv menyatakan jumlah molekul dengan ujung vektor kecepatan pada
kulit bola di dalam ruang kecepatan yang berjari-jari v dan tebalnya dv. Persamaan (3.30),
menyatakan jumlah molekul dengan ujung vektor kecepatan di dalam elemen volume ruang
kecepatan dvx dvy dvz. Elemen dapat berjarak v secara radial dari pusat koordinat.
Persamaan (3.31), menyatakan jumlah molekul dengan ujung vektor kecepatan di dalam
slice tipis yang tegak lurus dengan sumbu X, dan berjarak vx dari pusat koordinat.
Masing-masing fungsi distribusi bergantung pada temperatur. Gambar 3.8
menunjukkan tiga grafik fungsi dNv/dv, pada tiga temperatur yang berbeda.
dN v
dv

16 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
T1

T2

T3

v
Gambar 3.8 Fungsi distribusi pada tiga temperatur
yang berbeda, T3 > T2 >T1

Pada gambar 3.8, dapat dilihat bahwa jika v = 0, maka dNv/dv = 0 dan bila v = ,
maka dNv/dv = 0. Luas daerah di bawah kurva adalah sama untuk semua kurva, karena luas
menyatakan jumlah molekul total.
Dari hubungan laju rata-rata ( v ), vrms, vm dengan , dan dari pernyataan  dalam
bentuk T, diperoleh :
kT
vm  2
m (3.32)
8 kT kT
2,55
v =  m = m (3.33)
kT
3
vrms = m (3.34)
Pada temperatur tertentu perbandingan ke tiga kuantitas tersebut yaitu :
vm : v : vrms = 1 : 1.128 : 1.224,
dan ketiga kuantitas tersebut ditunjukkan pada grafik 3.9.

Gambar 3.9. Laju rata-rata ( v ), vrms, dan vm

3.3 Fungsi Kesalahan atau error functions.


17 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
Di dalam ruang kecepatan, ada titik-titik representatif yang terletak di dalam atau di
luar jari-jari bola tertentu, atau diantara dua bola, atau salah satu bidang tegak lurus dengan
beberapa sumbu kecepatan. Secara analitik jumlah titik representatif tersebut dapat dihitung
dengan mengintegrasi fungsi distribusi tertentu dengan batas-batas yang ditetapkan, namun
integral dengan fungsi antara 0 dan  direduksi menjadi pernyataan yang lebih sederhana
seperti tertuang dalam tabel 3.1, tidak sama untuk kasus integral dengan batas tertentu,
misalnya untuk menghitung jumlah molekul N0 Xo yang memiliki komponen kecepatan X
antara 0 dan beberapa nilai sembarang vxo. Pada gambar 3.7, jumlah molekul tersebut
direpresentatifkan dengan luas daerah di bawah kurva fungsi distribusi dan dibatasi oleh
sumbu vertikal yang ditandai dengan garis putus-putus pada vxo. Secara analitik jumlah titik
representatif tersebut adalah :
Vxo
N 0 Vxo   dN
0
Vx

Pernyataan untuk dNVx telah diberikan pada persamaan (3.22) atau (3.31). Untuk
sederhanya, marilah kita gunakan persamaan (3.22) dan nyatakan kecepatan sebagai fraksi
dari vm atau 1/. Kita definisikan kuantitas x dengan persamaan :
vx
x
vm =v
x,

kemudian
dx = dvx,
dan gunakan persamaan (3.26) , sehingga persamaan (3.22) menjadi :
N
( ) exp ( x 2 ) dx
dNx 

dan
x
N
( )  exp (  x 2 ) dx
Nox  0 (3.35)
Integral ini dapat dihitung dengan memperluas exp(-x2) ke dalam bentuk deret dan
mengintegrasinya suku demi suku. Tabel untuk fungsi tersebut telah tersedia, yang dikemas
dalam sebuah fungsi yang dikenal dengan fungsi kesalahan atau error function ditandai
dengan erf(x), dengan :

18 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
x
2
( )  exp ( x 2 ) dx
erf(x)  0 (3.36)
Nilai fungsi kesalahan atau error function dapat dilihat pada tabel 3.2 dan grafiknya pada
gambar 3.10.
Tabel 3.2. Nilai fungsi kesalahan
x
2

2
erf ( x)  e  x dx
 0

X Erf (x)
0 0
0,2 0,2227
0,4 0,4284
0,6 0,6039
0,8 0,7421
1,0 0,8427
1,2 0,9103
1,4 0,9523
1,6 0,9763
1,8 0,9891
2,0 0,9953
2,2 0,9981
2,4 0,9993
2,6 0,9998
2,8 0,9999

Gambar 3.10. Grafik error function

19 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
Kita lihat kembali tabel 3.1, dengan mengambil n = 0 dan a=1, maka :

2

2
erf ( )  e  x dx
 0 =1,
dengan demikian nilai batas (limit) dari erf(x) sebagai penambahan x adalah satu.
Berdasarkan tabel 3.2, fungsi praktis sama dengan satu untuk x lebih besar daripada 2.
Kembali pada persamaan (3.35), jumlah Nox dapat ditulis :
 N    N
  
Nox =    2  erf(x) = 2 erf(x) (3.37)
Untuk harga x lebih besar dari harga di atas erf (x) dihitung dengan,
2
e x 1 1.3 1.3. 5
erf ( x )  1  (1    )
x 2x 2 2 2
(2 x ) ( 2 x 2 )3

Jumlah molekul dengan komponen kecepatan X positif antara 0 dan  sudah jelas N/2.
Jadi, jumlah molekul dengan sembarang lebih besar daripada nilai vx adalah N/2 dikurangi
jumlah molekul antara 0 dan v.
Nx = ½ N –½ N erf (x)
= ½ N 1 – erf (x)  (3.38)
dan jumlah dengan komponen kecepatan X positif antara 0 dan v, adalah :

Nox =
erf ( x)  2

xe  x
2
 (3.39)
Dengan x = v/vm.

3.4 Fungsi Distribusi Energi


Energi kinetik translasi molekul w, dengan massa m, dan kelajuan v adalah :
w = ½ m v2
dan energi wx yang diasosiasikan dengan komponen kecepatan vx adalah;

2
wx = ½ m v x ,
Berdasarkan fungsi distribusi Maxwell untuk kelajuan pada persamaan (3.29) sampai
(3.31), suku eksponensial adalah :
w wx
kT dan kT

20 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
yakni, masing-masing adalah negatif dari ratio energi terhadap besaran kT. (Suku kT
menyatakan energi juga).
Berikut ini akan dikaji jumlah molekul dengan energi kinetik translasi dalam rentang
antara w dan w + dw. Karena w = ½ m v2, dw = mvdv,
dw dw
  ( 2mw) 1 / 2 dw
mv 2w
m
dv = m

Kemudian dari persamaan (3.29), maka diperoleh :


4N m 3 / 2 2w
dN w  ( ) exp ( w / kT )(2mw) 1 / 2 dw
 2kT m
2N
dN w  ( kT ) 3 / 2 w1 / 2 exp ( w / kT ) dw

(3.40)
Grafik dNw/dw diberikan pada gambar 3.11, yang diplot sebagai fungsi w/kT. Energi yang
paling mungkin adalah kT/2.

dN w
dw

Gambar 3.12 Produksi partikel netral


Gambar 3.11 Fungsi distribusi
Maxwell-Boltzmann

3.5 Berkas Molekul


Sebauh tehnik penting dal fisika Atom adalah produksi berkas partikel netral ayng
disebut dengan berkas molekul. Berkas partikel bermuatan, elektron-elektron atau ion-ion,
dapat dipercepat dan diperlambat dengan medan listrik, dan diarahkan dan difokuskan baik
21 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
dengan medan listrik maupun medan magnet. Metode ini tidak dapat digunakan untuk
partikel-partikel tak bermuatan. Berkas molekul dapat dihasilkan dengan mengarahkan
molekul gas melewati celah kecil di dalam dinding kontainer ke dalam daerah tekanan
rendah. Perhatikan gambar 3.12. Untuk molekul-molekul perak, temperatur di dalam
kontainer harus cukup besar untuk menghasilkan tekanan uap yang cukup tinggi.
Telah dibahas bahwa jumlah molekul dengan laju v yang menumbuk permukaan
dinding per satuan luas per satuan waktu adalah :
¼ vdnv , (3.41)
Jika molekul-molekul memiliki distribusi kecepatan Maxwell, jumlah molekul per satuan
volume dengan laju v adalah :
4n 2kT 3 / 2 2 mv 2
dnv  ( ) v exp (  ) dv
 m 2kT

Jika ada lobang yang cukup kecil pada dinding kontainer atau oven, kebocoran melalui
lobang tak memberikan pengaruh terhadap keseimbangan di dalam oven. Persamaan (3.41)
memberikan jumlah molekul dengan laju v yang melewati lobang per satuan luas per satuan
waktu
Kita ingin menghitung vrms molekul yang keluar dari dinding molekul. Untuk
menghitung vrms molekul yang keluar dari lubang dinding oven yaitu :
v

v
2
1 / 4v dnv
4 kT
v rms  0
v

m
1/ 4 v dn v
0 (3.42)

Laju rms ntuk molekul yang terdapat dalam oven yaitu,


3kT
vrms 
m (3.43)
Distribusi arah molekul yang keluar dari lubang dapat dirumuskan dengan
perumusan jumlah tumbukan total per satuan luas per satuan sudut ruang, termasuk seluruh
harga kecepatan adalah:
1
n v cos
4

22 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
Di mana  adalah sudut antara kecepatan v dengan normal lubang atau dinding.
Harga ini akan maximum bila cos  = 1 atau arah v tegak lurus pada dinding dan
minimal kalau cos  = 0 atau arah v sejajar dengan dinding.

3.6 Pembuktian distribusi Kecepatan Maxwell secara eksperimen


Pengukuran berkas molekul secara langsung telah dilakukan dengan sejumlah
metode. Gambar 3.13 menunjukkan diagram alat yang dipergunakan oleh Zartman dan Ko
dalam tahun 1930 – 1934, sebagai modifikasi dari tehnik yang dkembangkan oleh Stern
tahun 1920.

Gambar 3.13. Alat yang dipergunakan oleh Zartman dan Ko


dalam menyelidiki distribusi kecepatan

Keterangan gambar 3.13.


a. O adalah oven
b. S1 dan S2 celah pemilih berkas molekul
c. C adalah silinder yang dapat berputar pada sumbunya di titik A kira-kira
dengan kecepatan 6000 rpm.
d. G adalah pelat gelas

Cara kerja percobaan


Karena panasnya oven O, berkas molekul keluar dari open menuju celah S1. Celah
S1 menentukan lebarnya berkas, kemudian masuk celah S2 yang memperkecil lebar molekul.
Dari celah S2 berkas molekul terus menuju celah S3.

23 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
Jika selinder diam, maka semua molekul yang masuk celah S3 akan menumbuk pelat
gelas G pada satu tempat. Tempat ini dapat ditentukan dengan mencuci pelat foto pada
gelas G dan hasilnya yang berupa titik hitam dan dapat diselidiki dengan microphotometer.
Bintik hitam ini akan berkumpul pada satu daerah kecil tergantung dari lebar celah S3.
Jika selinder berputar, maka molekul dapat masuk ke dalam selinder selama celah S3
berhadapan dengan berkas molekul dalam waktu yang sangat singkat. Jika selinder diputar
searah dengan jarum jam, maka pelat G bergerak ke kanan sedangkan molekul bergerak ke
atas melalui sumbu selinder A. Ini mengakibatkan molekul-molekul menumbuk pelat G di
sebelah kiri dari tempat kalau selinder itu diam. Molekul yang masuk celah S3 tentunya
dengan bermacam-macam kecepatan dan berangkat dari celah S3 mulai waktu yang sama.
Jalan yang ditempuh molekul adalah 2R ( di mana R = jari-jari silinder ). Molekul
dengan kecepatan rendah akan memerlukan waktu lebih panjang untuk menumbuk pelat
hingga tempat tumbukannya lebih ke kiri. Dari percobaan ini dapat ditentukan bahwa
molekul-molekul itu memiliki kecepatan yang bermacam-macam (spektrum kecepatan).
Dengan demikian terbukti adanya destribusi kecepatan.
Eksperimen yang lebih teliti, menggunakan molekul jatuh bebas dalam berkas
molekul. Eksperimen ini dilakukan oleh Estermann, Simpson, dan Stern dal tahun 1947.
Digram sederhana dari alat eksperimennya seperti gambar 3.14.

Gambar 3.14. Diagram percobaan Estermann,


Simpson, dan Stern

Berkas molekul cessium dipancarkan dari O lewat celah S dan menumbuk kawat
panas dari tungsten di D. Tekanan dalam oven dipergunakan 10-8 mmHg. Kedua celah dan
kawat detektor terletak horisontal.
24 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
Cara kerja alat ini:
Berkas molekul keluar dari O. Jika gravitasi diabaikan, maka berkas ini langsung
masuk celah S dan menumbuk kawat pijar. Atom dari cessium ini tereksitasi ketika
menumbuk kawat tungsten dan kemudian ditampung dengan colektor yang bermuatan di D.
Jika gravitasi diperhitungkan, maka yang bisa masuk ke celah S adalah atom-atom yang
bergerak dengan lintasan putus-putus dan titik-titik yang tergantung pada besarnya
kecepatan. Atom yang jatuh di D’ kecepatannya lebih besar dibandingkan dengan yang
jatuh di D”.
Jika arus kolektor (jumlah ionisasi terjadi) diplot terhadap S (jarak D dengan D’ atau
D” dan seterusnya), maka didapatkan gambar 3.15. Gambar ini sesuai dengan gambar
distribusi kecepatan dari Maxwell.

Gambar 3.15.

3.7 Prinsip equipartisi energi


Jika dalam volume berisi beberapa gas yang tak dapat bereaksi secara kimia antara
yang satu dengan lainnya, maka menurut hukum Dalton tekanan masing-masing gas sama
dengan tekanan gas itu bila mengisi volume itu sendirian.
Jadi berlaku,
p = p1 + p2 + p3 + ….. (3.44)
di mana p1, p2 dan seterusnya disebut tekanan masing-masing gas atau tekanan parsial.
Persamaan keadaan masing-masing gas dapat ditulis,
p1V = N1 kT, p2V = N2kT, p3V = N3 kT (3.45)
N1, N2 …. = jumlah molekul dari masing-masing gas.
V dan T, masing-maisng menyatakan volume dan temperatur semua gas.
25 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
Misalkan, m1, m2, m3, dan seterusnya menyatakan massa molekul masing-masing gas, dan

v12 , v22 , v32 , dan seterusnya menyatakan laju kuadrat rata-rata. Persamaan masing-masing

gas menurut perhitungan gas kinetis adalah


1 2 1 2
p1V = 3 N1 m1 v1 , p2V = 3 N2 m2 v2 , dan seterusnya. (3.46)
Dari kedua persamaan (3.45) dan (3.46) harus identik sehingga dapat ditulis,
1 2 3 1 2 3
2 m1 v1 = 2 kT, 2 m2 v2 = 2 kT, dst.
Persamaan ini menunjukkan bahwa energi kinetik rata-rata translasi pada campuran adalah
sama meskipun massa gas berbeda-beda. Jadi, dalam campuran, gas memiliki energi kinetik
translasi sama adalah salah satu contoh perinsip equipartisi energi.
Marilah kita tinjau untuk kasus komponen kecepatan pada arah sumbu X, yang
massanya m, yakni :
1 2
wx = 2 m vx
Dari rumus,

v
2
x dv x kT
v x2 = N = m

Energi kinetik rata-rata molekul untuk komponen kecepatan arah sumbu X adalah :
1 2 1
wx  2 m vx = 2 kT
Untuk komponen kecepatan arah sumbu Y dan Z berturut-turut :
1 2 1 1 2 1
wy  2
m vy = 2 kT, dan wz  2 m vz = 2 kT
Energi kinetik total rata-rata adalah :
3
w  wx  w y  wz  2 kT
Jadi, energi total terbagi rata searah sumbu X, Y, dan Z, ini disebut pula prinsip equipartisi
energi.
Secara umum dapat ditulis,
f
w kT
2 (3.47)
Energi total untuk N molekul adalah :

26 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
f
Nw  N kT
2
f N f
 No kT  nRT
2 No 2
dengan f disebut derajat kebebasan, n adalah jumlah mol dan R konstanta gas umum.
Harga untuk f adalah sebagai berikut.
a. Untuk gerak translasi f = 3 molekul bergerak bebas ke arah 3 sumbu X, Y, dan Z.
b. Untuk rotasi f bisa berharga 2, 3 atau 0.
c. Untuk gerak vibrasi setiap dua atom memiliki 2 derajat kebebasan.

3. 8 Teori Panas Jenis Klasik


Di dalam Thermodinamika, energi internal sistem U didefinisikan sebagai :
U2 – U1 = Q - W
Hanya perubahan energi internal dapat diukur dari pengukuran panas dan kerja. Dimulai
dengan model sistem molekul, kita dapat mengidentifikasi energi internal dengan
menjumlahkan energi tiap-tiap molekul. Selanjutnya dapat ditentukan perhitungan harga
kapasitas panas jenis berdasarkan prinsip equipartisi energi.
Energi total untuk N molekul seperti pada pembasan sebelumnya kita set sama
dengan energi internal, yakni :
f
U N w  N kT
2
f N f
 No kT  nRT
2 No 2 (3.48)
Energi internal spesifik adalah energi internal per mol, yaitu:,
U f
u  RT
n 2 (3.49)
Panas jenis molar pada volume konstan dirumuskan sebagai :
 U 
cv   
 dT  v

d  f  f
cv   RT   R
dT  2  2 (3.50)
Dari thermodinamika telah diketahui bahwa :
cp = cv + R,
Jadi,
27 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
f  f 2
 R  R  R
cp 2  2  (3.51)
dan
f 2
2
cp  f f 2
  
cv 2 f (3.52)
Contoh perhitungan f.
(1) Untuk mono atomik
Hanya memiliki gerakan translasi meskipun panasnya dinaikan, derajat
kebebasannya f selalu sama dengan 3.
(2) Untuk diatomik temperatur tinggi.
f translasi = 3
f rotasi =2
f vibrasi = 2
jumlah f = 7
(3) Untuk diatomik temperatur sedang.
f rotasi =2
f vibrasi = 0
f translasi = 3
Jumlah f = 5
(4) Untuk diatomik temperatur rendah.
f translasi = 3
f rotasi =0
f vibrasi = 0
jumlah f = 3
(5) Untuk triatomik untuk temperatur rendah hanya memiliki f translasi dimana f = 3.
(6) Untuk triatomik temperatur sedang memiliki
f translasi = 3
f rotasi =3
jumlah f = 6
(7) Untuk triatomik temperatur tinggi,

28 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m
f translasi = 3
f rotasi =3
f vibrasi = 6
jumlah f = 12

3.9 Kapasitas panas jenis zat padat


Jarak antara molekul zat padat berbeda dengan gas. Gerakan molekulnya hanya
mungkin bergetar di sekitar titik tetap. Misalnya getaran yang terjadi getaran harmonis
sederhana. Setiap atomnya memiliki 3 derajat kebebasan translasi. Di samping energi
kinetik molekul yang bergetar harmonis akan memiliki energi potensial pula yang sama
dengan energi kinetiknya.
Jika prinsip equipartisi energi cocok dan berlaku untuk zat padat, maka ,
3 3
U NkT  NkT
2 2
 3 NkT  3nRT

U
u   3 RT
n
Dengan demikian,
U d
cv   (3 RT )
T dT
 3R

Harga ini cocok dengan hasil percobaan, ditemukan oleh Dulong dan Petit yaitu cv = 3R,
untuk temperatur yang tak terlalu rendah.

29 | P e n g a n t a r F i s i k a S t a t i s t i k o l e h R a i S u j a n e m

Anda mungkin juga menyukai