Anda di halaman 1dari 4

Fakultas Ilmu Sosial & Komunikasi

Progdi Sosiologi – MK Kuliah Gender & Feminisme


UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Jalan Diponegoro 52 – 60
Salatiga 50711 – Indonesia

TUGAS INDIVIDUAL ANALISIS TEORITIS PROJECT PKM-GT Teori Sosiologi Kritik


dan Posmodern
Judul Program : Batik dilensa generasi penerus
Nama Mahasiswa : Nanda Wahyuningrum
NIM Mahasiswa : 352018051
Anggota Kelompok : Nanda Wahyuningrum
Nabila Vioren Eka Putri
Ane Putri Setianingrum Santoso
Sirilus Baruna Nuswantara
Santoso Andino Laleno
Bentuk Program : Vlog
Link youtube : https://youtu.be/5cAQyn3OgoA

PENDAHULUAN

Batik merupakan budaya asli Indonesia yang memiliki nilai keindahan dan makna
filosofi tertentu. Didalam survei kami ketempat salah satu rumah yang memproduksi batik tulis.
Yang nama pemiliknya adalah Pak Saiful, tepatnya di Bedono. Disitulah mayoritas para
pekerjanya adalah anak-anak muda khususnya perempuan yang paling dominan. Dari proses
awal seperti menggambar pola, motif, bentuk dll, hingga mencanthing dikerjakan oleh
perempuan, akan tetapi proses pewarnaan hingga proses akhir dikerjakan oleh laki-laki. Didalam
usaha batik yang dibuat oleh bapak Saiful memiliki ciri khas atau inovasi tertentu, yaitu warna.
Ciri khas batik yang dibuat adalah warna biru yang sering digunakan karen bahan warna
menggunakan bahan alami yaitu dari daun-daunan atau warna indigo yang memang ciri khasnya
adalah warna biru. Dari situlah bapak Saiful membuat gerakan baru bahwa batik itu adalah
budaya yang harus dikembangkan dilestarikan, lewat usaha dan harapan export agar bisa dikenali
oleh dunia luat yang lebih luas.
TEORI
Herbert Marcuse : Realitas Masyarakat Teknologis
Bagi Marcuse, kehadiran teknologi modern melahirkan masyarakat satu dimensi (one
dimensional man), yakni sebuah gambaran masyarakat yang pola hidupnya nyaris seragam dan
diarahkan kepada satu tujuan, satu pikiran, dan satu kebutuhan. Hingga kini, kita telah memasuki
revolusi industri keempat (Revolusi 4.0) yang ditandai dengan penemuan teknologi - teknologi
mutakhir seperti robotic, drone, bioteknologi, nanoteknologi dan lain sebagainya. Proses revolusi
4.0 pada abad 21 ini sangat kental dengan berbagai disiplin ilmu diantaranya : fisika, biologi dan
teknologi digital serta rekaya genetika. Rhenald Khasali menyebut abad ini sebagai era disrupsi
yakni sebuah perubahan yang terjadi secara mendasar dan total dalam berbagai dimensi
kehidupan manusia terutama di bidang ekonomi bisnis.
Feminis Multikultural
Feminisme multikultural menolak penjelasan yang bersifat singular — tunggal — dalam
menjelaskan opresi yang terjadi pada perempuan. Bagi feminis multikultural, setiap perempuan
memiliki pengalaman yang berbeda-beda, dan masing-masing dari mereka memiliki identitas
yang berlapis. Feminisme multikultural berbeda dengan para pendahulunya seperti feminisme
liberal dan marxist tidak lagi memusatkan pokok bahasannya pada permasalahan legal obstacle
dan kapitalisme semata. Feminisme multikultural menyasar permasalahan-permasalahan yang
jauh melampaui kendala struktural, seperti ras, kebudayaan, tradisi, dan etnisitas. Terdapat tiga
konsep kunci yang menjadi basis bagi analisa feminis multikultural, yaitu intersectionality, the
matrix of domination, dan the otherness of other. Konsep intersectionality dicetuskan oleh
Kimberle Crenshaw, yang menyatakan bahwa diri individu terdiri dari seperangkat identitas yang
berkelindan. Keseluruhan konsep diri tersebut hadir, dan tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang
terpisah.
Intersectionality yang hadir pada diri seorang individu berdampak pada matrix of
oppression yang berlaku pada individu tersebut. Matrix of oppression sendiri merupakan konsep
dari Patricia Hill Jones, yang menyatakan bahwa opresi terjadi berdasarkan konteks (atau posisi)
sosial seseorang.
Feminisme multikultural menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan
memiliki posisi ganda sebagai opressor dan pihak yang diopresi. Solusi yang ditawarkan oleh
feminisme multikultural meskipun terkesan naif adalah meningkatkan self awareness dari pihak
yang mengopresi dan teropresi.
Feminisme multikultural percaya bahwa dengan meningkatkan kepedulian, masing-
masing pihak akan mempelajari hal-hal yang sebelumnya tidak mereka pelajari, yaitu mekanisme
opresi dan posisi mereka yang sama-sama riskan. Pengetahuan inilah yang kemudian akan
mendorong terjadinya perubahan sosial, menuju masyarakat yang adil gender.
PEMBAHASAN

Batik dilensa generasi penerus, maksudnya adalah batik yang merupakan budaya asli
bangsa kita yang banyak memiliki arti dan makna sehingga dijaman sekarang bagaimana bisa
dikembangkan, dijaga, dilestarikan khususnya dimata penerus bangsa yaitu generasi millenial
atau anak-anak muda dijaman sekarang. Jelas sekali bahwa batik merupakan identitas budaya
bangsa Indonesia, khususnya pulau Jawa, dimana setiap keluarga ataupun daerah memiliki ciri,
jenis motif yang diciptakan bahkan memiliki arti dan filosofi tertentu. Didalam feminis
multikultural ini merupakan kendala struktural yaitu kebudayaan dan tradisi. Dimana seperti
topik yang kita angkat di dalam batik yang kita telusuri di Bedono, bahwa kebanyakan pekerja
disana didominasi oleh perempuan akan tetapi tidak menutup kemungkinan hanya perempuan
saja yang akan menyelesaikan pekerjaan disana, akan tetapi juga ada seorang laki-laki yang
menjadi pelengkap dan pendukung apa yang dikerjakan oleh para perempuan disana. Feminisme
multikultural percaya bahwa dengan meningkatkan kepedulian, masing-masing pihak akan
mempelajari hal-hal satu dama lain, yaitu mekanisme opresi dan posisi mereka yang sama-sama
riskan. Pengetahuan inilah yang kemudian akan mendorong terjadinya perubahan sosial, menuju
masyarakat yang adil gender. Bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan atau dikonstruksi
secara setara, tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan secara lebih.
Dalam perkembangan waktu dan zaman sekarang ini, ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin berkembang pesat dan semakin maju. Dapat dilihat dari masyarakatnya yang
menjadi rasionalitas teknologis. Yang mana manusia telah masuk penguasaan teknologi,
teknologi sendiri mampu mengubah penguasaan menjadi pembebasan atau teknologi mampu
membebaskan dan juga berpotensi menindas. Campur tangan dominasi semakin menjauhkan
teknologi dari sifatnya yang netral. Teknologi bukan kesalahan politis karena hanya berfungsi
untuk meningkatkan produktivitas buruh. Teknologi dan aplikasi teknologi dalam bentuk
masyarakat industri berbasis nilai dominasi atas manusia, sehingga teknologi tidak benar-benar
bebas nilai, tetapi dapat dikatakan termasuk dalam struktur dari status quo. Teknologi menjadi
sistem totalitas formasi kebudayaan serta legitimasi sosial. Bagaimanapun Marcuse melihat
adanya kemungkinan alternatif yang sangat dimungkinan untuk membebaskan diri dari dominasi
teknologi secara terus menerus dan melancarkan kebebasan atas rasionalitas teknologis .
Keadaan inilah yang disebut sebagai pasca-rasionalitas teknologis atau ketika adanya harapan
model sains dan teknologi baru. Gagasan ini harus terbentuk melalui dialektika negatif yang
mampu menjadi pembanding adanya gerakan protes dan menolak kestabilan hidup yang justru
memiliki kepalsuan. Pasca-rasionalitas teknologis memberikan arah baru bagi proses teknologi
untuk mampu melampaui bencana yang timbul dari keadaan sebelumnya. Segala potensi
tersembunyi dari teknologi dimaksimalkan dengan cara melahirkan kembali nalar kritis seluruh
masyarakat. Salah satu terobosan utama Marcuse adalah menggali kembali rasionalitas
teknologis dari seni . Hal ini dilakukan untuk menjamin proses kebebasan berpikir dan
berimajinasi. Seperti didalam pembuatan batik, secara tidak langsung mereka bekerj menjadi
buruh demi melangkah dengan tujuan yang sama. Dengan adanya teknologi yang memudahkan
pekerjaan mereka, sangat membantu sekali untuk memdapatkan targed yang mereka harapkan.
Bisa dilihat bagaimana adanya teknologi dapat meningkatkan produktivitas para pekerja tersebut.
Dimana masyarakat indistri ini dipekerjakan oleh teknologi. Akan tetapi disisi lain teknologi
dapat juga memberi kebebasan bagi manusia, dari usaha batik yang termasuj dalam struktural
budaya dan tradisi dapat menggali lagi rasionalitas teknologi seni. Bahwa batik yang telah
diproduksi dapat meningkatkan nilai-nilai yang ada, bagaimana pekerja itu mempunyai bebas
berpikir dan dapat berimajinasi untuk dapat lagi mengembangkan batik dan melestarikan batik
dengan teknologi yang rasional.
KESIMPULAN

Jadi dalam analisis ini, bahwa batik merupakan identitas suatu bangsa Indonesia, yang
dimana didalam setiap prosesnya hingga dalam berwujud batik memiliki banyak makna dan
pembelajaran, seperti dalam feminisme multikultural, didalam keanekaragaman budaya yang ada
budaya atau seni dapat mengimbangkan posisi seseorang. Artinya, bahwa perempuan dan laki-
laki sama-sama memiliki nilai terpenting dan setara? Tidak ada salah satu yang menonjol. Dan
didalam teknologi memang tidak akan terlepas pada persoalan nilai dan pesimistik karena
melihat ilmu dan teknologi yang lebih nampak mendominasi daripada membebaskan. Problem
rasionalitas teknologis adalah ketika membangun sebuah kekuatan bersama untuk mengubah
total kondisi yang menindas. Bagi Marcuse posisi untuk mengubah itu semua melalui cara
berpikir kritis di dalam setiap bagian dari relasi dan kehidupan manusia. Selain itu, ilmu dan
teknologi baru juga perlu adanya rekonstruksi model-model terapan yang memberikan nilai
estetis serta keseimbangan antara nalar dan imajinasi untuk melahirkan posisi transendental yang
mampu menjadi alternatif dari problem keduniawian.

DAFTAR PUSTAKA
https://philarchive.org/archive/MAHRTH
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ilmu-ushuluddin/article/view/1027
https://media.neliti.com/media/publications/232233-demokrasi-sosial-menurut-herbert-marcuse-
05d63052.pdf

Anda mungkin juga menyukai