Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI INSTRUMENTAL DAN BIOKIMIA (FA3113)

PERCOBAAN VIII
ANALISIS KARBOHIDRAT

Tanggal praktikum : 9 November 2017


Tanggal pengumpulan : 16 November 2017

Disusun oleh :
Shelly Vermilion (10715004)
Kelompok L-2 (Kamis)

Nama Asisten : Pauline Benita (10714091)

LABORATORIUM FARMAKOKIMIA
PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI
SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
PERCOBAAN VIII

ANALISIS KARBOHIDRAT

I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan jenis karbohidrat dalam sampel dengan metode uji kualitatif berupa uji
Iodin, uji Fehling, uji Molisch, uji Seliwanoff, dan hidrolisis asam.
2. Menentukan kadar glukosa dalam sampel beserta galatnya dengan metode uji
kuantitatif menggunakan Spektroskopi UV-Visible

II. Cara Kerja


a. Uji Kualitatif
 Iodine Test

2 mL larutan glukosa dan 2 mL larutan amilum dimasukkan ke tabung reaksi berbeda

Beberapa tetes reagen berupa KI dan I2 ditambahkan ke masing- masing tabung reaksi

Perubahan warna diamati (positif bila berwarna biru kehitaman)

 Fehling Test

2 mL larutan glukosa dan 2 mL larutan sukrosa dimasukkan ke tabung reaksi berbeda

Reagen Fehling A dan Fehling B diteteskan ke masing- masing tabung reaksi

Kedua tabung reaksi dipanaskan

Perubahan warna diamati (positif bila terbentuk endapan merah bata)

 Molish Test

10 mg α-naftol dilarutkan dalam 10 mL etanol

10 tetes larutan sukrosa dan 10 tetes larutan fruktosa dimasukkan ke tabung reaksi
berbeda
2 tetes reagen Molish ditambahkan ke masing- masing tabung reaksi

20 tetes H2 SO4 ditambahkan ke masing- masing tabung reaksi di ruang asam

Waktu yang diperlukan hingga terbentuk cincin merah diukur dan dicatat

 Seliwanoff Test

2 mL reagen resorcinol dimasukkan ke tabung reaksi berbeda

2 tetes larutan fruktosa ditambahkan pada tabung reaksi 1

2 tetes larutan glukosa ditambahkan pada tabung reaksi 2

Kedua tabung reaksi dipanaskan selama 6-8 menit

Perubahan warna diamati (positif bila terbentuk warna merah)

 Hidrolisis asam

5 mL larutan sukrosa dan 5 mL larutan fruktosa dimasukkan ke tabung reaksi berbeda

1 mL larutan HCl 3M ditambahkan pada masing- masing tabung reaksi

Kedua tabung reaksi dipanaskan selama 10 menit

Larutan NaOH 3M ditambahkan ke masing- masing tabung hingga kertas lakmus


merah berubah menjadi biru

2 mL dari masing- masing tabung reaksi diambil untuk Fehling Test

Perubahan warna diamati (positif bila terbentuk endapan merah bata)


b. Uji Kuantitatif

1 mL reagen (glukosa oksidase, 4-aminoantipirine dan p-hidroksibenzoat)


dimasukkan ke tiga tabung reaksi

Ketiga tabung reaksi diinkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit.

Pembuatan larutan sampel : 40μL larutan glukosa ditambahkan 10 μL aqua dm

Tabung reaksi 1 ditambahkan aqua dm, Tabung reaksi 2 ditambahkan larutan


sampel, Tabung reaksi 3 ditambahkan larutan standar glukosa

Ketiga tabung reaksi diinkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit.

Dilakukan pengukuran absorbansi dengan spektroskopi UV-Visible pada panjang


gelombang 500 nm

III. Perhitungan dan Pengolahan Data


a. Uji Kualitatif
Jenis
No. Hasil Pengamatan
Pengujian
1. Uji Iodin
(Positif
bila warna
biru
kehitaman)

Glukosa : negatif Amilum : positif

Glukosa + reagen (KI dan I2 ) Amilum + reagen (KI dan I2 )


tidak terbentuk warna biru terbentuk warna biru
kehitaman
2. Uji Fehling
(Positif
bila
endapan
Glukosa : positif Sukrosa : negatif
merah bata)
Glukosa + reagen (Fehling A Sukrosa + reagen (Fehling A
& Fehling B) terbentuk warna & Fehling B) tidak terbentuk
merah bata warna merah bata
3. Uji Molisch
(Positif bila
kompleks
cincin
merah Fruktosa: positif, 17detik Sukrosa: positif, 20 detik

ungu) Fruktosa + reagen α-naftol + Sukrosa + reagen α-naftol +


H2 SO 4 terbentuk cincin merah H2 SO 4 terbentuk cincin
merah
4. Uji
Seliwanoff
(Positif
bila
kompleks Fruktosa : positif Glukosa : negatif
merah) Fruktosa + reagen Glukosa + reagen
(resorcinol dalam HCl) (resorcinol dalam HCl)
terbentuk warna merah tidak terbentuk warna merah
5. Hidrolisis
asam + uji
Fehling
(Positif bila
uji Fehling
positif yaitu
Fruktosa : positif Sukrosa : positif
terbentuk
endapan Fruktosa + HCl + NaOH Sukrosa + HCl + NaOH +

merah bata) + reagen Fehling reagen Fehling terbentuk


terbentuk warna merah bata warna merah bata karena
b. Uji Kuantitatif
Pengukuran absorbansi pada λ = 500 nm
 Absorbansi larutan blanko (air deionisasi) = 0,145 A
 Absorbansi larutan sampel = 0,497 A
 Absorbansi larutan glukosa standar = 0,758 A
Perhitungan kadar glukosa dalam larutan sampel :
Konsentrasi larutan glukosa standard = 100 mg/dL
M1 х V1 = M2 х V2
100 mg/dL х 40 μL = M2 х 50 μL
M2 = 80 mg/dL
Konsentrasi larutan sampel = 80 mg/dL

Konsentrasi larutan sampel =

= 57,42 mg/dL

% Galat =

= 28,225%

IV. Pembahasan

Karbohidrat merupakan senyawa karbon yang mengandung sejumlah besar


gugus hidroksil. Karbohidrat paling sederhana bisa berupa aldehid (disebut aldosa
atau polihidroksialdehid) atau berupa keton (disebut ketosa atau polihidroksiketon).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa karbohidrat terdiri atas atom C,
H dan O. Adapun rumus umum dari karbohidrat yaitu: Cn (H2 O)n atau Cn H2n On.
Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi utama dan penyusun sel tumbuhan.
Karbohidrat terbentuk dari hasil fotosintesis tumbuhan dengan reaksi sebagai berikut:
H2 O + CO2  (C6 H12 O5 )n + O2. Berdasarkan kompleksitas struktur kimia atau
jumlah monomer penyusunnya, karbohidrat diklasifikasi menjadi:

1. Monosakarida
Monosakarida merupakan karbohidrat paling sederhana yang tidak dapat
dihidrolisis menjadi karbohidrat lebih sederhana. Monosakarida terdiri dari 2-6
jumlah atom karbon. Contoh monosakarida yang terdiri dari 6 atom karbon adalah
glukosa, fruktosa, galaktosa. Ketiga monosakarida ini paling banyak ditemukan di
alam. Contoh monosakarida yang terdiri dari 2 atom karbon adalah 2-
Hydroxyacetaldehyde yang tidak dapat ditemukan di alam. Berdasarkan gugus
fungsinya, monosakarida dibedakan menjadi aldosa (polihidroksialdehid) dan
ketosa (polihidroksiketon). Aldosa adalah monosakarida dengan gugus fungsi
aldehid, contohnya glukosa dan galaktosa, sedangkan ketosa adalah monosakarida
dengan gugus fungsi keton, contohnya fruktosa.

Aldosa dan ketosa sama-sama


terdiri atas gugus karbonil (C=O).
Namun, gugus karbonil pada aldosa
terikat pada ujung rantai karbon,
sedangkan gugus karbonil pada ketosa
dapat terikat di karbon manapun
kecuali ujung rantai karbon. Selain

Gambar 4.1 Perbedaan Struktur perbedaan stuktur, terdapat perbedaan


Monosakarida Aldosa dengan sifat antara aldosa dan ketosa yaitu
Monosakarida Ketosa
Sumber: https://hudawaudchemistry.com aldosa dapat teroksidasi dimana gugus
aldehid dapat mengalami oksidasi membentuk asam karboksilat sedangkan, ketosa
tidak dapat dioksidasi lagi.

Terdapat 2 konfigurasi atau penamaan monosakarida, yaitu:


a. Fischer Formula (Struktur Terbuka)

Gambar 4.2 Konfigurasi Struktur Terbuka


Sumber: Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo
Media Pratama, Halaman. 286.
Penetapan konfigurasi ini D (dextro) dan L (levo) berdasarkan pada
arah gugus –OH yang terikat pada atom C kiral terjauh dari C yang memiliki
bilangan oksidasi tertinggi. Apabila gugus –OH mengarah ke bagian kanan
disebut bentuk D. Dan sebaliknya, apabila gugus –OH mengarah ke bagian
kiri disebut bentuk L.

b. Haworth Formula (Struktur Tertutup)

Gambar 4.3 Konfigurasi Stuktur Tertutup


Sumber: Shallenberger, R.S. 1993. Taste Chemistry.USA: Blackie Academic
& Professional. Halaman 161.
Struktur tertutup atau siklik ini terbentuk karena adanya ikatan antara
gugus karbonil dan atom C kiral dengan bilangan oksidasi tertinggi. Struktur
siklik gula digambarkan sebagai cincin heterosiklik berjumlah lima (furanosa)
atau enam (piranosa). Dua isomer siklik yang dapat terbentuk disebut anomer,
yaitu α dan β. α-anomer ditunjukan dengan posisi gugus –OH yang mengarah
ke bawah sedangkan β-anomer ditunjukan dengan posisi gugus –OH yang
mengarah ke atas.

2. Disakarida

Disakarida adalah karbohidrat yang tersusun dari dua monosakarida yang


dihubungkan oleh ikatan glikosida. Penggabungan dua monosakarida menjadi
disakarida terjadi melalui reaksi dehidrasi yaitu lepasnya molekul air saat gugus
hidroksil dari suatu monosakarida berikatan dengan hidrogen dari molekul lain.
Ikatan ini berupa ikatan kovalen yang disebut juga dengan ikatan glikosida. Ikatan
glikosida dibedakan menjadi α- glikosida dan β-glikosida. Pada α-glikosida, gugus
-OH dari atom C1 mengarah ke bawah pada struktur cincin. Pada β-glikosida,
gugus -OH dari atom C1 mengarah ke atas pada struktur cincin. Manusia dapat
mencerna karbohidrat dengan ikatan α-glikosida dan tidak dapat mencerna
karbohidrat dengan ikatan β-glikosida karena manusia memiliki enzim α-amilase
yang dapat mencerna α-glikosida. Contoh disakarida adalah sukrosa, laktosa, dan
maltosa. Sukrosa tersusun dari glukosa fruktosa, laktosa tersusun dari glukosa dan
galaktosa, serta maltosa tersusun dari dua glukosa.

Gambar 4.4 Perbedaan α-glycosidic dan β-glycosidic


Sumber:https://archive.cnx.org/contents/783f6615-29a6-4901-b4bb-
9b6429129b70@1/sugars-d-and-l-configurations
3. Polisakarida
Polisakarida adalah karbohidrat (polimer bermolekul besar) yang terdiri dari
tiga atau lebih monosakarida bahkan ratusan hingga ribuan unit monosakarida atau
turunan monosakarida yang dihubungkan oleh ikatan glikosida. Polisakarida yang
apabila dihidrolisis menghasilkan satu jenis monosakarida disebut
hemopolisakarida (homoglikan) sedangkan, polisakarida yang apabila dihidrolisis
menghasilkan lebih dari satu jenis monosakarida disebut heteropolisakarida
(heteroglikan). Contoh polisakarida adalah amilum, selulosa, dan glikogen. Pada
formulasi sediaan farmasi, biasa ditambahkan senyawa golongan polisakarida
sebagai peningkat viskositas karena polisakarida dapat membentuk struktur 3
dimensi yang dapat menjerat molekul air.

Karbohidrat dapat dianalisis dengan uji kualitatif untuk menentukan jenis


karbohidrat dan uji kuantitatif untuk menentukan kadar karbohidrat. Pada percobaan,
uji kualitatif yang dilakukan adalah uji Iodine, uji Fehling, uji Molisch, uji
Seliwanoff, dan uji Hidrolisis Asam. Uji kuantitatif dilakukan melalui reaksi
enzimatik glukosa untuk menentukan kadar glukosa.
Uji Iodine dilakukan untuk menguji adanya polisakarida dalam sampel. Pada
uji ini digunakan reagen larutan KI dan I2 . KI ditambahkan karena I2 bersifat sukar
larut air. KI akan mengalami ionisasi membentuk K + dan I-. Selanjutnya, I- akan
bereaksi dengan I2 membentuk I3 - (triiodida) yang mudah larut dalam air. I3 -
kemudian akan terperangkap dalam struktur heliks polisakarida, berikatan kovalen,
serta membentuk kompleks berwarna biru
kehitaman. Pada percobaan, dilakukan uji
Iodine terhadap larutan kontrol glukosa dan
amilum. Larutan kontrol glukosa dan amilum
ditambahkan reagen lalu diamati perubahan
warna yang terjadi (positif bila terbentuk warna
biru kehitaman). Berdasarkan percobaan,
larutan glukosa tidak berubah warna menjadi
biru kehitaman sedangkan larutan amilum
berubah menjadi biru kehitaman. Hal ini
Gambar 4.5 Reaksi Uji Iodine menunjukkan amilum merupakan polisakarida
Sumber:http://chemistry.elmhurst.ed dan glukosa bukan. Hasil percobaan ini sesuai
u/vchembook/548starchiodine.html dengan teori.

Uji Fehling dilakukan untuk menguji adanya gula pereduksi dalam sampel.
Gula pereduksi merupakan gula yang memiliki gugus aldehida (aldosa) dan keton
(ketosa) bebas sehingga memiliki kemampuan mereduksi. Pada uji Fehling digunakan
reagen Fehling A (CuSO 4 .5H2 O yang dilarutkan dalam air) dan Fehling B (Natrium
Kalium Tartrat dan NaOH yang dilarutkan dalam air). Cu2+ dari CuSO 4 .5H2 O akan
direduksi oleh gula pereduksi menjadi ion Cu+ yang akan mengendap menjadi Cu2 O
(warna merah bata) dalam suasana basa. Persamaan reaksi pembentukan endapan
Cu2 O adalah sebagai berikut:

Gambar 4.6 Reaksi pembentukan endapan Cu2 O pada uji Fehling


Sumber: osc-ib.com

NaOH ditambahkan sebagai pemberi suasana basa karena reaksi pada uji Fehling
hanya berjalan pada suasana basa. Natrium Kalium Tartrat digunakan untuk
menstabilkan reaksi, mencegah reaksi balik yaitu terbentuk Cu2+ kembali dari Cu+.
Ion tartrat dari Natrium Kalium Tartrat akan membentuk kompleks dengan Cu2+
menjadi kompleks [Cu(CHO)]4− agar Cu(OH)2 tidak terbentuk dari reaksi
CuSO 4 .5H2 O dan NaOH yang ada dalam larutan. Pada percobaan, dilakukan uji
Fehling terhadap larutan kontrol glukosa dan sukrosa. Setelah reagen ditambahkan
dengan larutan kontrol, campuran dipanaskan untuk mempercepat reaksi. Berdasarkan
percobaan, pada larutan glukosa terbentuk endapan merah bata sedangkan, pada
larutan sukrosa tidak. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa merupakan gula pereduksi
karena memiliki gugus aldehid sehingga dapat dioksidasi membentuk asam
glukoronat serta sukrosa bukan merupakan gula pereduksi. Ikatan antara glukosa
dengan fruktosa dalam sukrosa melibatkan gugus hemiasetal glukosa dan gugus
hemiketal fruktosa sehingga tidak dapat mereduksi. Hasil percobaan ini sesuai dengan
teori. Pada beberapa kasus, hasil positif (terbentuk endapan merah bata) dapat terjadi
pada sukrosa yang disebabkan terjadinya tautomerisasi pada sukrosa. Tautomerisasi
adalah reaksi perubahan keton menjadi aldehid yang dapat terjadi akibat pengaruh
konsentrasi, pelarut, pH, dan temperatur.

Uji Molisch dilakukan untuk mengidentifikasi adanya karbohidrat. Pada uji


Molisch, reagen α-naftol ditambahkan pada larutan uji kemudian diteteskan H2 SO4
pekat pada dinding tabung reaksi. Reagen α-naftol dalam etanol dibuat segar karena
tidak stabil dalam larutan yaitu dapat teroksidasi oleh struktur naftalen. H2 SO 4 pekat
ditambahkan untuk memutus ikatan glikosidia dan mendehidrasi monosakarida
membentuk struktur furfural. Furfural yang terbentuk akan bereaksi dengan α -naftol
membentuk kompleks cincin berwarna merah-ungu. Cincin terbentuk karena
kompleks yang terbentuk bersifat hidrofob (non polar). Pada percobaan, dilakukan uji
Molisch terhadap larutan kontrol fruktosa dan sukrosa. Larutan fruktosa berubah
warna menjadi coklat dengan cincin merah kekuningan dalam waktu 17 detik
sedangkan larutan sukrosa berubah menjadi coklat kehitaman dengan cincin merah
kecoklatan dalam waktu 20 detik. Hal ini menunjukkan fruktosa dan sukrosa adalah
karbohidrat. Hasil yang diperoleh sesuai teori. Waktu terbentuknya cincin pada
fruktosa lebih cepat daripada sukrosa karena fruktosa merupakan monosakarida
sedangkan, sukrosa merupakan disakarida yang harus diputus ikatan glikosida antar
monomer terlebih dahulu sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama.
Gambar 4.7 Reaksi pada uji Molish
Sumber: http://www.edubio.info/2014/04/uji- molisch.html

Uji Seliwanoff dilakukan untuk identifikasi adanya karbohidrat ketosa. Pada


uji ini, reagen yang digunakan adalah resorcinol yang dilarutkan dalam HCl. HCl
berfungsi untuk mendehidrasi monosakarida membentuk struktur furfural. Furfural
yang terbentuk kemudian bereaksi dengan resorcinol menghasilkan warna merah
pekat. Pada percobaan, uji Seliwanoff dilakukan terhadap larutan kontrol glukosa dan
fruktosa. Setelah reagen ditambahkan pada larutan kontrol, campuran dipanaskan
selama 6-8 menit untuk mempercepat reaksi furfural dengan resorcinol kemudian
diamati perubahan warna yang terjadi (positif bila terbetuk warna merah pekat). Hasil
percobaan sesuai dengan teori, yaitu terbentuk warna merah pada larutan fruktosa
karena fruktosa adalah ketosa dan tidak terbentuk warna merah pada larutan glukosa
karena glukosa bukan ketosa, glukosa adalah aldosa.

Gambar 4.8 Reaksi pada Uji Seliwanoff


Sumber: http://www.edubio.info/2014/04/uji-seliwanoff.html

Uji hidrolisis asam adalah uji yang bertujuan untuk memecah disakarida atau
polisakarida menjadi monosakarida dengan bantuan pemanasan. Pada percobaan,
dilakukan uji hidrolisis asam terhadap larutan kontrol galaktosa dan sukrosa. Dalam
masing-masing larutan kontrol ditambahkan HCl dan dipanaskan selama 10 menit.
HCl digunakan untuk memecah ikatan glikosida disakarida sehingga terbentuk
monomer monosakarida. Setelah itu, larutan asam dinetralkan dengan penambahan
NaOH hingga kertas lakmus merah berubah menjadi biru. NaOH digunakan sebagai
pemberi suasana basa karena reaksi pada uji Fehling hanya dapat berjalan dalam
suasana basa. Selanjutnya, dilakukan uji Fehling pada kedua hidrolisat untuk
memastikan terjadinya reaksi hidrolisis. Hasil percobaan yang diperoleh tidak sesuai
dengan teori, yaitu hasil positif (terbentuk endapan merah bata) pada larutan fruktosa
dan sukrosa. Fruktosa bukan merupakan gula pereduksi karena fruktosa adalah
karbohidrat ketosa yang tidak dapat dioksidasi reagen Fehling. Hasil positif ini dapat
terjadi karena reaksi tautomerisasi pada fruktosa akibat pemasan yang terlalu lama.
Pada reaksi tautomerisasi, karbonil yang sangat reaktif terbentuk pada ketosa
sehingga ketosa berubah menjadi aldosa. Sukrosa menghasilkan warna merah bata
karena sukrosa telah dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa dengan penambahan
HCl sebagai katalis. Hasil positif diperoleh karena glukosa merupakan gula pereduksi.

Gambar 4.9 Reaksi Tautomerisasi Sumber:


https://chem.libretexts.org/Textbook_Maps/Organic_Chemistry_Textbook_Maps/Map
%3A_Organic_Chemistry_with_a_Biological_Emphasis_(Soderberg)/13%3A_Reactio
ns_with_stabilized_carbanion_intermediates_I/13.2%3A_Isomerization_reactions

Gambar 4.10 Reaksi hidrolisis sukrosa yang dikatalis dengan asam


Sumber:http://pubs.rsc.org/en/Content/ArticleHtml/2015/GC/c4gc01062k#imgsch2

Pada percobaan, dilakukan uji kuantitatif dengan reaksi enzimatik. Reagen


yang digunakan mengandung enzim glukosa dioksidase, 4-aminoantipirin dan p-
hidroksibenzoat. Glukosa akan dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase membentuk
asam glukoronat dan hidrogen peroksida (H2 O2 ). Selanjutnya, H2 O2 bereaksi dengan
4-aminoantipirin dan p-hidroksibenzoat menghasilkan quinonimin. Quinonimin
mengandung gugus kromofor yang menyerap cahaya pada λ=500 nm sehingga dapat
diukur absorbansinya dengan spektroskopi UV-Visible. Saat percobaan, enzim
dimasukkan ke dalam tiga tabung reaksi berbeda dan diinkubasi pada suhu 37°C
selama 5 menit. Inkubasi pertama dilakukan untuk mengaktifkan enzim. Setelah itu,
air deionisasi ditambahkan pada tabung1, larutan standar pada tabung 2 dan larutan
standar pada tabung 3. Ketiga tabung diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 5
menit. Inkubasi kedua bertujuan untuk mempertahankan suhu optimum enzim agar
reaksi oksidasi berlangsung secara optimum. Setelah diinkubasi, dilakukan
pengukuran absorbansi dengan spektroskopi UV-Visible. Berdasarkan hasil
percobaan, konsentrasi sampel diperoleh sebesar 57,42 mg/dL dengan galat 28,225%.
Galat yang terjadi disebabkan oleh kesalahan praktikan saat mengambil setiap larutan
dengan mikropipet. Pengambilan larutan terlalu banyak sehingga mempengaruhi hasil
pengukuran absorbansinya.

Selain reaksi enzimatik glukosa, terdapat metode uji kuantitatif karbohidrat


lainnya yaitu metode Clegg-Anthrone dan dinitrosalisilat (DNS). Pada metode Clegg-
Anthrone, karbohidrat dihidrolisis menjadi monomer-monomernya pada suasana asam
dengan bantuan pemanasan. Hidrolisis ini akan membentuk struktur furfural. Struktur
furfural yang terbentuk akan bereaksi dengan anthrone menghasilkan warna hijau-
kebiruan. Selanjutnya, larutan didinginkan dan dilakukan pengukuran absorbansinya
pada λ = 620 nm. Kelebihan metode ini terletak pada sensitivitas dan kesederhanaan
uji. Sejumlah karbohidrat dapat memberikan warna yang terdeteksi dengan
menggunakan spektrofotometer. Namun, reagen anthrone yang dilarutkan dalam
H2 SO 4 harus dipersiapkan secara segar karena bersifat tidak stabil. Pada metode DNS,
dilakukan pengukuran kadar gula pereduksi dengan teknik kolorimetri. Terdapat
kelemahan pada teknik ini yaitu hanya dapat mendeteksi satu gula pereduksi,
misalnya glukosa. Glukosa dapat dioksidasi menjadi gugus karboksil karena
mengandung gugus aldehid. Gugus aldehid dari glukosa akan dioksidasi oleh asam
3,5-dinitrosalisilat menjadi gugus karboksil dan menghasilkan asam 3-amino-5-
salisilat pada suasana basa dan suhu 90-100°C. Senyawa ini dapat dideteksi dengan
spektrofotometer UV-Vis pada λ = 540 nm.
V. Kesimpulan
1. Berdasarkan metode uji kualitatif, dapat ditentukan jenis karbohidrat pada sampel:
a. Uji Iodine :
Hasil positif pada amilum dan negatif pada glukosa. Maka, amilum tergolong
polisakarida sedangkan glukosa bukan polisakarida.
b. Uji Fehling :
Hasil positif pada glukosa dan negatif pada sukrosa. Maka, glukosa adalah gula
pereduksi sedangkan sukrosa bukan gula pereduksi.
c. Uji Molish :
Hasil positif pada sukrosa dan fruktosa. Maka, sukrosa dan fruktosa adalah
karbohidrat
d. Uji Seliwanoff :
Hasil positif pada fruktosa dan negatif pada glukosa. Maka, fruktosa tergolong
karbohidrat ketosa sedangkan glukosa bukan karbohidrat ketosa.
e. Uji hidrolisis asam dan Fehling :
Hasil positif pada fruktosa dan sukrosa. Maka, fruktosa dan sukrosa adalah gula
pereduksi. Hasil positif terjadi karena fruktosa mengalami tautomerisasi dan
sukrosa telah terhidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa.
2. Kadar glukosa dalam sampel yang diperoleh dengan metode enzimatik glukosa
menggunakan spektrofotometer UV-Vis adalah 57,42 mg/dL dengan galat
28,255%.

VI. Daftar Pustaka


Campbell, M.K. 2010. Introduction to Organic and Biochemistry 7th Edition. New
York : Brooks/Cole Cengage Learning. Halaman 256-259, 461-465.
Goel, R.K. 2002. Laboratory Techniques in Sericulture. New Delhi : APH Publishing
Corporation, hlm. 129-131.
Maskil, Howard. 2014. Organic Chemistry. New York : Oxford University Press.
Halaman 533-537
Shallenberger, R.S. 1993. Taste Chemistry. USA: Blackie Academic & Professional.
Halaman 161.

Anda mungkin juga menyukai