Anda di halaman 1dari 14

KEJU MOZARELLA

Agus Tendi A.B, Auliya D.I, Efriliani S, Fikri I.M, Monica Sovia R
Jl. Dr. Setiabudi No.229, Isola, Kec. Sukasari, Kota Bandung, Jawa Barat 40154

ABSTRAK

Keju merupakan salah satu produk olahan susu yang dihasilkan melalui pemisahan cairan (whey) dari
koagulan setelah penggumpalan protein susu terutama kasein. Pembuatan keju terdiri atas 5 tahap
yaitu pengasaman, penggumpalan, pengaliran (pemisahan) cairan whey, penggaraman (pengolahan
curd/ dadih) dan pemeraman (pematangan/ripening) keju. Pengasaman dapat dilakukan melalui
fermentasi ataupun dengan teknik pengasaman langsung (direct acidification). Fermentasi dalam
pembuatan keju melibatkan bakteri asam laktat yang akan mengubah laktosa menjadi asam laktat
sehingga pH susu turun. Bakteri tersebut diantaranya adalah Leuconostoc spp, Lactobacillus spp,
Lactococcus spp, Pediococcus spp dan Streptococcus spp. Penggunaan jenis bakteri/ starter yang
berbeda dapat mempengaruhi karakteristik keju yang dihasilkan. Praktikum dilaksanakan pada hari
Rabu,26 Februari 2020 di Laboratorium TPHP (Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian) Pendidikan
Teknologi Agroindustri. Praktikum dilakukan dengan perbedaan perlakuan acidulant untuk
pengasaman yaitu kelompok 1A menggunakan ekstrak lemon 7%, kelompok 2A menggunakan asam
asetat 0,2%, kelompok 3A menggunakan ekstrak jeruk nipis 7%, kelompok 4A menggunakan asam
sitrat 0,2 % dan terakhir kelompok 5A menggunakan asam sitrat 0,3 %. Hasil praktikum yang
diperoleh diketahui bahwa keju dengan karakteristik paling baik yaitu dengan perlakuan menggunakan
acidulant asam sitrat 0,3 %.

Kata Kunci: Bakteri, Fermentasi, Keju

Cheese is one of the dairy products that are produced through the separation of liquid (whey) from the
coagulant after the clumping of milk protein, especially casein. The making of cheese consists of 5
stages, namely acidification, clumping, whey liquid separation, salting (curd processing) and cheese
ripening. Acidification can be done through fermentation or by direct acidification. Fermentation in
making cheese involves lactic acid bacteria that will convert lactose to lactic acid so that the milk's pH
drops. These bacteria include Leuconostoc spp, Lactobacillus spp, Lactococcus spp, Pediococcus spp
and Streptococcus spp. The use of different types of bacteria / starter can affect the characteristics of
the cheese produced. The practicum was held on Wednesday, February 26, 2020 in the Laboratory of
TPHP (Agricultural Product Processing Technology) Agro-Industry Technology Education. Practicum
was done with different acidulant treatment for acidification, namely group 1A using 7% lemon
extract, group 2A using 0.2% acetic acid, group 3A using 7% lime extract, group 4A using 0.2% citric
acid and finally group 5A using citric acid 0.3%. The results of the practicum obtained showed that the
cheese with the best characteristics was by using citric acid acidulant 0.3%.

Keywords: Cheese, Fermentation, Bacteria

1. PENDAHULUAN
Keju merupakan salah satu produk susu yang bergizi tinggi yang dihasilkan dari proses
penggumpalan protein pada susu sehingga terbentuk curd (Yuniwati, et.al, 2008:129). Keju sudah
tidak asing lagi dikalangan masyarakat Indonesia karena produk olahan susu ini dapat ditambahkan
pada olahan makanan lainnya.
Susu adalah salah satu bahan makanan yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Hal ini
dikarenakan susu memiliki kandungan gizi lengkap, salah satunya adalah protein. Pada umumnya keju
terbuat dari susu sapi. Susu sapi per 100 gram mengandung 3,2 gram protein (Santoso, 2009:3).
Protein sangat penting bagi metabolisme tubuh. Protein berfungsi untuk regenerasi sel atau jaringan
yang rusak, membuat zat antibodi, enzim dan hormon serta menyumbang sejumlah energi bagi tubuh.
Menurut Winarsi (2007:183) bahwa kedelai juga mengandung antioksidan berupa isoflavon yang
berfungsi untuk menangkal radikal bebas.

Proses pengolahan susu menjadi keju dengan terbentuknya gumpalan (curd) keju yang
dikoagulasi oleh enzim (Yulneriwarni,et.al, 2009). Enzim yang sering digunakan dalam penggumpalan
curd yaitu enzim rennet yang diambil dari perut abdomen hewan memamah-biak (Nisa, et.al,2009:1).
Penggunaan enzim rennet dari perut abdomen hewan memamahbiak berdampak terhadap mahalnya
harga susu yang akan dijadikan keju. Pada sisi kehalalan pembuatan keju sangat penting untuk
penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Jika rennet berasal dari hewan maka sumber
hewan dan proses penyembelihan menjadi fokus utama dari kehalalannya (Jaya, et.al, 2009:47). Selain
itu, tersedianya rennet dari perut abdomen hewan memamah biak sangat terbatas karena pengambilan
rennet optimal saat hewan tersebut dewasa dan untuk dikonsumsi (Khusniati, et.al, 2002:123).

Rennet yang biasa digunakan untuk membuat homemade cheese di kalangan masyarakat
modern yaitu dari kapang Rhizomucor miehei. Kapang yang digunakan merupakan jenis jamur yang
mengandung enzim protease dan lipase yang mampu mengkoagulasi protein susu (Mulyani, et.al,
2009:516517). Rennet jenis ini dijual secara komersil dalam bentuk tablet. Rennet komersil yang
digunakan oleh masyarakat tersebut harus diimpor dari Australia sehingga biaya dan lama pengiriman
menjadi hal utama dalam memilih rennet jenis ini.

Pembuatan keju dapat juga dilakukan dengan cara pengasaman langsung. Zat asam seperti
ekstrak buah nanas (Ananas comosus) (Jaya, et.al,2009:46) dan buah lemon (Citrus limon Burm.)
(Wijayakusuma, 2008:57)dapat menghasilkan gumpalan pada susu. Selain itu, cara tersebut lebih
terjangkau dan mudah untuk dipraktekkan. Dari latar belakang diatas maka tujuan dari praktikum ini
yaitu Mahasiswa mampu melakukan pengolahan keju dan mengetahui karakteristik keju yang
dihasilkan.

2. METODE
3. Waktu dan Tempat Praktikum :

Rabu, 26 Februari 2020 di Lab TPHP (Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian)


4. Alat dan bahan :
a. Alat :
 Kompor
 Saringan
 Baskom
 Termometer
 Gelas Ukur
 Beaker Glass
 Alufo
 Wadah Kotak Kecil
 Kain Saring
b. Bahan :
 Susu sapi segar
 Garam
 Rennet
 Inoculum Caspian sea yoghurt

5. Prosedur Kerja

pendinginan
Susu 1000 ml Pasteurisasi secara pemasukkan acidulant
pada suhu
& acidulant LTLT atau HTST sesuai perlakuan
35˚C

pemasukkan pendiaman selama


pengadukkan pengadukkan
rennet 1-3 jam

pengadukkan curd & whey


penyaringan hingga curd &
pemotongan curd secara perlahan hingga suhu whey terpisah
mencapai 42˚C

pengukuran pemasukkan air


pencampuran curd pengadukkan
vol. whey & panas ke wadah
dengan garam 3-5% hingga merata
berat curd berisi curd

pengadukan Penarikkan sampai elastis hingga pemisahan


Keju
perlahan berbentuk keju mozzarella dengan airnya

pembentukkan dan pengamatan penyimpanan pada wadah pengamatan


pencatatan berat keju hari ke-0 dengan suhu 4˚C hari ke-7

Pada praktikum kali ini dilakukan proses pembuatan keju dengan perlakuan acidulant untuk
pengasaman yang berbeda-beda yaitu pada kelompok 1A menggunakan ekstrak lemon 7%,kelompok
2A menggunakan asam asetat 0,2%, kelompok 3A menggunakan ekstrak jeruk nipis 7%, kelompok
4A menggunakan asam sitrat 0,2 % dan terakhir kelompok 5A menggunakan asam sitrat 0,3 %.
Proses pembuatan keju diawali dengan pasteurisasi susu baik dengan metode LTLT maupun
HTST, kemudian dilanjutkan proses pendinginan. Tahap selanjutnya adalah proses pengasaman
dengan memasukkan acidulant sesuai perlakuan dengan diaduk hingga merata. Selanjutnya
pemasukkan rennet (yang telah dilarutkan) kedalam susu agar terjadi koagulasi kemudian aduk, dan
diamkan selama 1-3 jam yang akan menghasilkan curd dan whey, pemotongan curd agar whey mudah
keluar, pengadukan curd dan whey secara perlahan dengan dipanaskan hingga suhu mencapai 42˚C
dan saring susu hingga curd dan whey terpisah. Selanjutnya, pencampuran garam dan air dengan
pengadukan perlahan serta dilakukan penarikkan untuk elastisitas keju mozzarella. Setalah itu,
pemisahan dengan airnya untuk pembentukan keju.
Keju yang dihasilkan kemudian diamati karakteristik fisik kimia yaitu pH, rendemen, dan
kemuluran serta karakteristik sensori keju seperti warna, aroma, tekstur, dan rasa. Setelah pengamatan,
keju disimpan pada suhu dingin selama 7 hari dan dilakukan kembali pengamatan karakteristik fisik
kimia yaitu Ph, rendemen, dan kemuluran serta karakteristik sensori keju seperti warna, aroma,
tekstur, dan rasa.

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Tabel Hasil Pengamatan

 Hasil Pengamatan Keju Hari ke- 0

Kelompok Perlakuan Keju Aroma Warna Tekstur Rasa


1A Ekstrak lemon Khas susu Putih susu +3 Lembut +3 Khas keju
7% dan Lemon dan asam
+2 lemon +2
2A Asam Cuka Khas keju Putih gadinng Lembut Asin +2
0.2% susu +1 menggumpal
3A Ekstrak lemon Khas lemon Putih Lembut Asin +2
8% +2 kekuningan +1 menggumpal Asam +2
+2
4A Asam sitrat 0.2%
5A Asam sitrat 0.3% Khas susu Putih susu +3 Elastis +1 Khas keju +1

 Hasil Pengamatan Keju Hari ke-7

Kelompok Perlakuan Keju Aroma Warna Tekstur Rasa


1A Ekstrak lemon Khas susu Putih susu +3 Lembut +3 Khas keju
7% dan Lemon dan asam
+2 lemon +1
2A Asam Cuka Khas keju Putih keabuan Lembut Asin +2
0.2% menggumpal
3A Ekstrak lemon Khas lemon Putih Lembut Asin +2
8% +2 kekuningan +1 menggumpal Asam +2
+2
4A Asam sitrat 0.2% Khas susu Puth tulang +2 Keras kasar +1 Khas keju +1
+2
5A Asam sitrat 0.3% Khas susu Putih susu +3 Keras (sebelum Khas keju +1
+1 dipanaskan),
elastis +2
(setelah
dipanaskan)

3.2 Pembahasan

Keju memiliki berbagai macam dan jenis, tergantung dimana keju tersebut dibuat, jenis susu
yang digunakan, metode pembuatannya dan perlakuan yang digunakan untuk proses pemeraman atau
pematangannya. Cara yang umum digunakan untuk mengklasifikasi keju adalah berdasarkan tekstur
dan proses pemeraman atau pematangan. Berdasarkan teksturnya keju diklasifikasi menjadi : 1. Keju
sangat keras 2. Keju keras 3. Keju semi keras dan 4. Keju lunak.

Berdasarkan pemaramannya, keju diklasifikasi menjadi Keju peram dan Keju tanpa peram.
Dan keju peram masih dapat diklasifikasikan menjadi diperam dengan bakteri dan diperam dengan
kapang. Berikut ini adalah contoh sifat-sifat keju berdasarkan klasifikasi tersebut :

 Keju sangat keras

Keju jenis ini mempunyai kadar air 30 — 35%, dan diperam dengan bakteri. Contohnya :
Romano choose. Parmesan cheese dan Asiago cheese.

 Keju keras

Keju jenis ini mempunyai kadar air lebih dari 35% sampai dengan 40% dan diperam dengan
bakteri. Keju jenis Ini diklasifikasi menjadi : 1) Tekstur tertutup. contohnya : Cheddar cheese, Edam
cheese, Gouda cheese, Colby cheese dan Provolone cheese dan 2) Tekstur terbuka (mempunyai
lobang-lobang pada permukaan-nya), contohnya : Swiss cheese, Ementalerc-cheese dan Gruyere
cheese.

 Keju semi keras

Keju jenis ini mempunyai kadar alr leblh dad 40% sampal dengan 45% dan diklasifikasi
menjadi : 1) Diperam dengan bakteri, contohnya : Thick cheese dan 2) Diperam dengan kapang,
contohnya : Roquefort cheese.
 Keju lunak
Keju jenis ini diklasifikasi menjadi : Keju peram dan keju tanpa peram. Keju lunak peram
mempunyai kadar air lebih dad 45% sampai 52% terdiri dad yang diperam dengan kapang :
Camembert cheese dan yang diperam dengan bakteri : Limburger cheese. Keju lunak tanpa peram
dengan kadar air lebih dari 52% sampai dengan 80% terdiri dad yang berkadar lemak rendah : Cottage
cheese (0.5 — 1.5%) dan berkadar lemak tinggi : Cream cheese (30% lemak) dan Neufchatel cheese
(29% lemak).

Oleh karena terdapat berbagai jenis keju tahap-tahap terperincl dalam proses pembuatannya
juga sangat bervariasi. Tahap-tahap yang terpenting dalam proses pembuatan keju adalah :
pasteurisasi, pengumpalan kasein (protein susu), pemisahan whey, pencetakan dan pengepresan serta
pemeraman. Pemeraman keju dilakukan dengan cam menyimpan keju yang telah dilapisi dengan
parafin pada suhu 2 - 15"C dengan kelembaban sekitar 70 - 80% selama 3 — 7 bulan. Semakin lama
pemeraman dilakukan, semakin kuat cita rasa keju yang terbentuk.

 Keju Cheddar

Keju Cheddar adalah keju yang berasal dari sebuah desa bernama Cheddar di Inggris. Keju
ini termasuk keju keras dengan kadar air 35-45% dan karakteristik pemeramannya yaitu dengan
bakteri dan tekstur tertutup (tanpa lubang) (Galloway & Grawford,1986). Menurut Nelson dan Trout
(1951), keju Cheddar dibuat dari susu segar atau susu pasteurisasi dengan penambahan sejumlah kecil
kultur bakteri asam laktat. Pembentukan dadih umumnya dilakukan dengan menggunakan koagulan
rennet yang diikuti dengan pemanasan dadih. Keju Cheddar memiliki karakteristik khas yang
disebabkan oleh adanya proses “cheddaring” dalam pembuatannya (Kosikowski,1982). Menurut
National Keju Cheddar merupakan jenis dari keju keras yang sangat populer dan banyak diproduksi.
Proses pembuatannya mirip dengan keju keras lainnya, hanya hal yang perlu diperhatikan adalah
perbandingan lemak dan kasein harus berkisar antara 1:0.68 - 1:0.72, sedangkan jenis kultur yang
sering digunakan, yaitu Streptococcus lactis, Streptococcus cremoris, Lactobacillus casei, dan
beberapa kultur lainnnya (Sa’id,1987).

 Keju Mozarella

Keju Mozarella merupakan salah satu jenis keju pasta filata dan merupakan keju asli Italia.
Cara pembuatannya dengan pemasakan dan pemuluran curd dalam bak air panas, sehingga
mempunyai karakteristik struktur berserabut, dengan daya leleh dan kemuluran yang tinggi. Walstra
et al. (1999) menyatakan bahwa keju Mozzarella mempunyai kadar lemak dalam bahan kering 35 - 45
%, air 52 - 56 % dan garam sekitar 1 %. Menurut Fox et al. (2000) keju Mozzarella memiliki
komposisi yang terdiri atas bahan kering 46 %, lemak 18,0 %, protein 22,1 %, garam 0,7 %, dan abu
2,3 % , serta pH 5,2.

Stefanini (1991) juga menyatakan bahwa US Federal Standards of Identity telah menetapkan
batas maksimum kadar air keju Mozzarella yang diperbolehkan sebesar 52%. Hal ini berarti terdapat
harmonisasi penetapan standar kualitas keju Mozzarella secara internasional. Standar keju Mozzarella
menurut USDA (2005) adalah sebagai berikut: memiliki kandungan air 52,0-60,0%; lemak 10,8 %;
garam 1,2%; pH 5,3; citarasa: A mild pleasing flavor; bodi dan teksturnya smooth, pliable, dan tanpa
lubang; pada kenampakan tidak ada tandatanda dicetak; warna putih alami hingga krem muda;
pengujian pada suhu 232 oC keju dapat meleleh dengan sempurna; dan memiliki karakteristik
kemuluran 3 inci. Menurut McMahon (2007) keju Mozzarella memiliki kandungan air 46,0%; lemak
23,0%, lemak dalam bahan kering 43,0%; kadar garam 1,2%; dan pH berkisar 5,1-5,4.

 Cream Cheese

Cream cheese atau yang biasa disebut krim keju adalah keju yang tidak mengalami
pemeraman yang memiliki tekstur yang lembut, ringan, bewarna putih, sedikit asam dengan rasa
diacetyl. Biasanya dibuat dengan proses pembekuan krim atau pencampuran susu dan krim dengan
proses pengasaman dengan kultur starter dan bisa dikonsumsi setelah proses pembuatan tersebut
selesai (Guinee et al., 1993). Cream cheese adalah produk keju lembut terpopuler di Amerika Utara.
Cream cheese biasanya digunakan untuk olesan donat, tambahan untuk salad, dan sebagai bahan untuk
berbagai jenis dessert seperti cheesecake. Meski sudah banyak dilakukan penelitian khusus tentang
cream Cheese, hanya sedikit hasil penelitian yang dipublikasikan, kebanyakan informasinya disimpan
khusus oleh para perusahaan makanan.

Sama dengan keju lainnya, kandungan gizi pada cream cheese sangat banyak. Dalam 100
gram cream cheese mengandung kalori sebesar 195 kkal, lema sebesar 28,6 gram yang terdiri dari
lemak jenuh, lemak tak jenuh ganda, lemak tak jenuh tunggal, dan kolesterol. Total protein dan
karbohidrat yang terkandung dalam 100 gram cream cheese sebanyak 7,1 gram dan 3,5 gram. Selain
kandungan gizi diatas, kandungan gizi lainnya yang terdapat pada cream cheese adalah vitamin A,
vitamin B, vitamin D, kalsium fosfor, protein, lemak,dan riboflavin (Anonimb,2016).

Keju Mozzarella memiliki prinsip pada proses pembuatanya, yaitu masa simpan selama 6
bulan dalam penyimpanan suhu 4 - 10˚C. Keju ini termasuk kelompok keju “pasta fillata” (curd yang
elastis) yaitu keju yang proses pembuatannya dengan pemanasan dan dimulurkan pada suhu 75 – 85 C.
Ciri- ciri keju Mozzarella adalah mulur, berserabut dan lunak. Kemuluran adalah salah satu aspek
penting dalam menentukan kualitas keju mozzarella yang dihasilkan untuk pembuatan pizza dan
beberapa makanan siap saji. Metode pemuluran curd dalam air panas yaitu metode yang khas
dilakukan dalam pembuatan keju Mozzarella yang tidak dilakukan pada jenis keju lainnya. Pembuatan
keju mozzarella bisa dilakukan dengan menggunakan kultur starter bakteri untuk mengasamkan susu
disertai penambahan rennet untuk membentuk curd atau dapat juga melalui pengasaman langsung.
Salah satu bentuk keju lunak lainnya adalah keju cottage yang dihasilkan dari fermentasi susu tanpa
pematangan dadih dengan kadar lemak 0.5 - 1.5%.

Tahap penggumpalan susu atau koagulasi merupakan titik kritis kehalalan keju karena
memerlukan bahan yang bisa membuat keju menjadi tidak halal. Salah satu metode koagulasi
melibatkan penggunaan enzim rennet yaitu enzim protease dari lambung anak sapi yang berumur 3-4
minggu. Saat ini, rennet diperoleh bukan hanya dari perut sapi muda, akan tetapi juga perut sapi
dewasa, anak kambing, kambing dewasa, domba, dan babi. Rennet yang berasal dari hewan, rawan
menghasilkan keju yang tidak halal karena di samping bisa berasal dari babi juga bisa berasal dari sapi
atau kambing yang tidak disembelih secara Islami (sebagian besar koagulan diproduksi oleh negara
maju non- Muslim). Oleh karena itu, diperlukan koagulan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,
mikroorganisme atau hasil fermentasi GMO dimana pada fermentasinya digunakan media (tempat
pertumbuhan dan sumber makanan mikroorganisme) yang halal. Di pasaran, khususnya di luar negeri,
keju yang dibuat menggunakan koagulan yang berasal dari mikroorganisme (microbial rennet) dapat
dikenali dengan membaca informasi di kemasan keju tersebut, dalam daftar ingredient akan
disebutkan microbial rennet.

Pembuatan keju mozzarella dapat dilakukan dengan cara pengasaman langsung, sehingga
tidak perlu menunggu kerja kultur stater bakteri untuk memproduksi asam laktat (Widarta et al.,
2016). Pembuatan keju dengan cara pengasaman langsung dilakukan dengan menambahan bahan
yang bersifat asam misalnya asam asetat atau asam sitrat pada praktikum kali ini menggunakan ekstrak
lemon, asam asetat, ekstrak jeruk nipis, asam sitrat sesuai dengan literatur bahwasannya beberapa jenis
asam yang dapat digunakan dalam pembuatan keju diantaranya adalah asam sitrat, asam cuka dan
asam askorbat (Rosyidi et al., 2007) sehingga akan menghasilkan keju tipe mozzarela yang biasanya
berwarna putih dan langsung dikonsumsi tanpa melalui proses pematangan (Arinda et al., 2013).

Keju mozzarella memiliki karakteristik berupa struktur yang terlihat berserabut serta daya
leleh dan kemuluran yang tinggi (Purwadi, 2008). Pembentukan suasana asam dalam pembuatan keju
merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan, hal tersebut karena suasana asam
diperlukan dalam pembentukan curd. Joshi et al. (2004) menyebutkan bahwa dengan penambahan
asam (H+) ke dalam susu, pH susu akan turun dan ionisasi akan berkurang, ketika terlalu banyak
asam yang ditambahkan maka akan terjadi penetralan muatan misel dan sifat hidrasi akan berkurang
secara signifikan. Ketika tingkat keasaman pada susu meningkat akibat penambahan bahan pengasam,
maka akan menyebabkan ketidak seimbangan kasein sehingga terjadi penggumpalan curd
(Sumarmono dan Suhartati, 2012).

Dalam pembuatan keju mozarella diperlukan penambahan rennet dan acidulant. Penambahan
rennet atau rennin dari hewan akan membantu mengentalkan kasein pada susu yang akan berpengaruh
pada kualitas dan hasil dari keju. Rennet didapatkan dari perut bagian keempat pada pencernaan anak
sapi, satu anak sapi dapat menghasilkan 5-10 gram rennet (Mahajan & Chaudhari, 2014). Rennet
merupakan campuran dari enzim kimosin tipe A, B, dan C. Enzim yang sangat aktif dalam rennet
hewan adalah kimosin. Kimosin ini akan menggumpalkan susu dengan memmemecah ikatan κ-kasein
yakni Phenilalanin ikatan ke 105 dan Metionin ikatan ke 106 (Phe105-Met106) (Ozcan & Vapur,
2013). Koagulasi susu menggunakan rennet berbanding terbalik dengan pH, dan sangat sensitif
terhadap perubahan pH yang berkisar 6,5-7,0. pH optimum untuk dihrolisis κ-kasein pada fase primer
dari koagulasi rennet adalah 5,1-5,3. Kerja rennet didukung dengan pH yang rendah (Shalabi & Fox,
1982). Kimosin secara spesifik mengkatalisa dari hidrolisis salah satu ikatan peptida dalam κ-kasein.
κ-kasein akan terbagi menjadi 2 fragmen. Fragmen pertama adalah para κ-kasein yang tetap dalam
bagian misel dan mengandung bagian hidrofobik. Fragmen kedua adalah glikopeptida κ-kasein yang
akan ikut terbuang bersama whey. Enzim rennet berperan dalam pemecahan protein yang akan
mempengaruhi tekstur dan rasa (Coultate, 2002).

Prinsip pembuatan keju yaitu penggumpalan atau pembentukan curd. Untuk menciptakan
kondisi curd atau menggumpal ada dua cara yaitu dengan penambahan biakan bakteri starter dari
kelompok bakteri asam laktat ataupun dengan cara pengasaman langsung (Purwadi, 2010). Menurut
Sari, N.A., Sustiyah, A., Legowo, A.M (2014), menyatakan bahwa dalam pembuatan keju dapat
dilakukan dengan pengasaman langsung sehingga tidak perlu menunggu kerja kultur starter bakteri
untuk memproduksi asam laktat. Pada kelompok kami dilakukan pengasaman secara langsung
menggunakan adalah asam sitrat 0,2%. Acidulant berfungsi sebagai koagulasi dalam pembuatan keju
agar menggumpal, menurut (Komar, 2009) ktivitas protease selama koagulasi dipengaruhi oleh
keasaman susu dan mempengaruhi kekuatan curd, sehingga rendemen keju yang dihasilkan
dipengaruhi pula oleh keasaman susu. Kelebihan pembuatan keju segar dengan cara pengasaman
langsung, dapat mempersingkat terbentuknya curd. Kelebihan lain proses pengasaman langsung dalam
pembuatan keju yaitu lebih terkontrol dibandingkan pengasaman secara biologis (Fox et al., 2000).
Penggunaan asam sitrat dapat mempercepat proses pembuatan keju karena dengan penambahan asam,
pH susu langsung turun dari 6,7 menjadi 5,4 tanpa harus menunggu pertumbuhan bakteri starter untuk
membentuk asam.

Pada praktikum yang dilakukan digunakan 3 accidulant yaitu ekstrak lemon, asam cuka dan
asam sitrat. Terdapat 2 jenis konsentrasi ekstrak lemon yaitu 7% dan 8% sedangkan 2 jenis konsentrasi
asam sitrat terdiri dari asam sitrat 0.2% dan asam sitrat 0.3%. Karakteristik dari keju yang
menggunakan lemon adalah memiliki aroma dan rasa lemon yang masih cukup kuat. Hal tersebut
disebabkan minyak atsiri dari ekstrak lemon yang merupakan komponen aroma volatile dari lemon
(Supriyadi, 2013). Karakteristik Keju yang dibuat menggunakan ekstrak lemon juga memiliki
karakteristik yang lebih lembut dibandingkan dengan keju yang dibuat dengan acidulant asam sitrat
yang memiliki karakteristik tekstur lebih keras.

Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis ekstrak buah (acidulant) dan metode pasteurisasi
susu mempengaruhi komposisi keju yang dihasilkan. Menurut Farkye et al. (1995), komposisi keju
setidaknya ditentukan oleh dua faktor yaitu komposisi dari susu sebagai bahan dasar, dan jenis
acidulant. Jenis ekstrak buah pada penelitian ini menyebabkan kandungan total padatan yang berbeda
pada keju yang dihasilkan. Perbedaan tingkat keasaman dari ekstrak buah yang berbeda berpengaruh
pada saat penggumpalan kasein susu yang selanjutnya mempengaruhi mudah tidaknya pemisahan curd
dari whey. Semakin mudah curd terpisah dari whey, baik pada saat penirisan maupun pemeraman,
maka total padatan keju semakin tinggi. Karena sifatnya yang lebih asam dari ekstrak lemon dam asam
cuka, asam sitrat menurunkan tingkat keasaman susu lebih menyebabkan ketidakseimbangan kasein,
sehingga kasein lebih mudah menggumpal dan terpisah yang menyebabkan padatan pada keju yang
dibuat dengan accidulant asam sitrat memiliki tekstur yang keras sedangkan keju yang dibuat dengan
accidulant ekstrak lemon dan asam cuka memiliki karakteristik yang lebih lembut karena kandungan
airnya pada curd lebih tinggi.

Berbagai penelitian menunjukan bahwa teknik direct acidification dapat menghasilkan keju
lunak yang mempunyai karakteristik dan sifat fungsional yang cocok untuk digunakan sebagai keju
untuk dikonsumsi dalam bentuk segar tanpa melalui proses pemeraman atau digunakan sebagai keju
pizza maupun keju olesan (Chandan, 1996).
Berdasarkan hasil pengamatan keju yang dibuat dengan metode direct acidification
menggunakan acidulant yang berbeda yaitu Ekstrak lemon 7%, Asam Cuka 0.2%, Ekstrak lemon 8%,
Asam sitrat 0.2%, dan Asam sitrat 0.3% mempengaruhi komposisi keju yang dihasilkan namun
tidak memiliki karakteristik fisik (warna, aroma, tekstur, dan rasa) yang berbeda secara signifikan,
keju yang dihasilkan memiliki warna putih gading/ putih susu pada semua perlakuan, pada keju
dengan tambahan lemon memiliki rasa asam khas lemon, aroma khas susu, teksturnya elastis dan
lembut. Perlakuan terbaik pada praktikum kali ini yaitu didapatkan yaitu pada keju dengan
penambahan acidulant asam sitrat 0.3% yang menghasilkan keju menjadi elastis saat dipanaskan.
Menurut Farkye et( al.( (1995), komposisi keju setidaknya ditentukan oleh dua
faktor yaitu komposisi dari susu sebagai bahan dasar, dan jenis acidulant. Jenis ekstrak
buah pada penelitian ini menyebabkan kandungan total padatan yang berbeda pada keju
yang dihasilkan. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Razig dan Babiker (2009), yaitu
ekstrak buah lemon, jeruk dan grapefruit masingPmasing menghasilkan total padatan
sebesar 53.3%, 51.7%, dan 49.5%. Perbedaan tingkat keasaman dari ekstrak buah yang
berbeda berpengaruh pada saat penggumpalan kasein susu yang selanjutnya mempengaruhi
mudah tidaknya pemisahan curd dari whey. Semakin mudah curd terpisah dari whey, baik
pada saat penirisan maupun pemeraman, maka total padatan keju semakin tinggi. Terdapat
kecenderungan bahwa HTST menyebabkan keju memiliki kandungan protein yang lebih
rendah dibanding LTLT (46.8 vs 47.1%). Hal tersebut mengindikasikan bahwa panas
yang berlebihan pada susu dapat mempengaruhi proses pembuatan keju. Namun
demikian, pasteurisasi susu segar tetap diperlukan untuk mengurangi populasi bakteri
pathogen dan bakteri pembusuk yang juga dapat mempengaruhi proses pembuatan keju.
Penelitian pada praktikum juga terbatas, karena hanya mengamati karakteristik fisik pada
keju di hari ke-0 dan hari ke-7 setelah penyimpanan, perbedaan acidulant yang berpengaruh akan
terlihat apabila dilakukan uji lebih lanjut seperti pengujian total padatan, kadar protein dan lain
sebaginya.

7. KESIMPULAN

1. Pembuatan keju mozzarella dapat dilakukan dengan cara pengasaman langsung, sehingga
tidak perlu menunggu kerja kultur stater bakteri untuk memproduksi asam laktat. Kemudian
keju dipanaskan dan dimulurkan pada suhu 75 – 85 C
2. Perbedaan tingkat keasaman dari accidulant yang berbeda berpengaruh pada saat
penggumpalan kasein susu yang selanjutnya mempengaruhi mudah tidaknya pemisahan curd
dari whey.
3. Keju mozzarella membutuhkan sedikit kadar air dalam curd, maka dalam proses pemisahan
curd dari mozzarella harus dilakukan dengan perlahan.
4. Secara organoleptik terdapat penurunan intensitas aroma dan rasa pada pengamatan hari ke-7.
Tidak terdapat perubahan warna yang signifikan pada hari ke-7, tetapi hari ke-7 menunjukan
tekstur yang lebih keras dari pada hari ke-0.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2016). Kandungan Gizi Cream Cheese. [Online]. Tersedia:


https://www.fatsecret.co.id/Diary.aspx?
pa=fjrd&rid=40724&portionid=63455&portionamount=100,000. (Diakses pada tanggal 8
Maret 2020).
Arinda, A. F., J. Sumarmono dan M. Sulistiyowati. (2013). Pengaruh Bahan Pengasam dan Kondisi
Susu Sapi terhadap Hasil/Rendemen, Keasaman, Kadar Air dan Ketegaran (Firmness) Keju
Tipe Mozzarella. Jurnal Ilmiah Peternakan 1: (2). Halaman 456-462.
Coultate, T. P., 2002. Food The Chemistry of Its Components. 4th. Cambridge: The Royal Society of
Chemistry
Farkye N.Y., Bhanu Prasad B., Rossi R., Noyes O.R. (1995) Sensory and textural properties of Queso
Blanco-type cheese influenced by acid type. Journal of Dairy Science. 78:1649.
Fox, P.F., T.P. Guinee, T.M. Cogan and P.L.H. McSweeney. (2000). Fundamentals of Cheese Science.
Aspen Publishers, Inc. Maryland.
Fox, P.F., T.P. Guinee, T.M. Cogan, and P.L. McSweeney. (2000). Fundamentals of Cheese Science.
Aspen Publishers, Inc. Maryland.
Guinee, T.P., Pudja, P.D., and Farkye, N.Y. (1993). Fresh acid-curd cheese varieties, in P.F. Fox
(Ed), Cheese: Chemistry, Physics and Microbiology. Chapman & Hall, London, pp. 363-419.
Jaya, Firman dan Didik Hadikusuma. (2009). Pengaruh Substitusi Susu Sapi dengan Susu Kedelai
serta Besarnya Konsentrasi Penambahan Ekstrak Nenas (Ananas comosus) terhadap Kualitas
Fisik dan Kimia Keju Cottage. : Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Halaman 46-53.
Joshi, N., K. Muthukumarappan dan R. I. Dave (2004) Effect of calcium on mikrostrukture and
meltability of part skim Mozzarella Cheese. Journal Dairy Science. 7: 1975- 1985.
Khusniati, Tatik dan Intan Tanjungsari. (2002). Aktivitas Rennet dari Berbagai Mucor spp. dalam
Mengkoagulasi Protein Susu Pateurisasi dan Susu Madu. Prosiding Seminar Nasional Kimia
X. Yogyakarta : Pusat Penelitian Biologi, LIPI, hal. 123
Komar, N., L.C. Hawa, dan R. Prastiwi. (2009). Karakteristik termal produk keju mozarella (kajian
konsentrasi asam sitrat). Jurnal Teknologi Pertanian. 10: (2), Halaman 78-87.
Kosikowski, F. (1982). Cheese and Fermanted Milk Foods, 3rd. (ed). Kosikowski dan Associates.
New York.
Mahajan, R. T. & Chaudhari, G. M., 2014. Plant Latex as Vegetable Source for Milk Clotting
Enzymes and Their Use in Cheese Preparation. International Journal of Advanced Research,
Vol 2(5):1173-1181. Diakses dari:
https://www.researchgate.net/publication/272020695_Plant_latex_as_vegetable_source_for_m
ilk_clotting_enzymes_and_their_use_in_cheese_preparation.
McMahon, D.J. (2007). Product Specifications : Mozzarella Cheese. Specification No. 603.
Mulyani, S, A.Azizah dan A.M. Legowo. (2009). Profil Kolesterol, Kadar Protein dan Tekstur Keju
Menggunakan Mucor Miehei Sebagai Sumber Koagulan. Seminar Nasional. Semarang :
Fakultas Peternakan, UNDIP, hal. 516-517
Nelson JA, Trout GM. (1951). Judging dairy Product 3rd Ed. The Olsen Publishing Co : Winconsin.
Nisa, Chairun, Trioso Purnawarman, Ita Djuwita, dan Chsnul Choliq. (2009). Produksi dan Uji
Biologis Rennet dari Abomasum Domba Lokal sebagai Bahan Bioaktif dalam Pembuatan
Keju. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Halaman 1.
Ozcan, T. & Vapur, U. E., 2013. Effect of Different Rennet Type on Physico-Chemical Properties and
Bitterness in White Cheese. International Journal of Environmental Science and Development,
Vol 4(1): 71-75.
Purwadi (2008) Konsentrasi Optimum Jus Jeruk Nipis sebagai Bahan Pengasam pada Pembuatan Keju
Mozzarella. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 3: (2). Halaman 32-38.
Purwadi. (2010). Kualitas fisik keju mozarella dengan bahan pengasam jus jeruk nipis. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Hasil Ternak. 5: (2), Halaman: 33-40.
Rosyidi, D., Purwadi dan F. T. E. Harjono (2007) Penggunaan Jus Buah Jeruk Sunkist (Citrus
sinensis) pada Pembuatan Keju Mozzarella. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 2: (1).
Halaman 1-9.
Said, R. (1987). Bioindustry, Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa,
Jakarta.
Santoso. (2009). Susu dan Yogurt Kedelai. : Laboratorium Kimia Pangan Faperta UWG, Halaman 3-5.
Sari, N. A., A. Sustiyah dan A.M. Legowo. (2014). Total bahan padat, kadar protein, dan nilai
kesukaan keju mozarella dari kombinasi susu kerbau dan susu sapi. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan. 3: (4). Halaman: 152-156.
Shalabi, S. I. & Fox, P. F., 1982. Influence of pH on The Rennet Coagulation of Milk. Journal of
Dairy Research, Vol 49: 153-157.
Stefanini, G. (1991). Mozzarella Cheese making in Italy. Proceedings of Marschall Italian & Specialty
Cheese Seminars.
Sumarmono, J dan F.M. Suhartati (2012) Yield dan Komposisi Keju Lunak (Soft Cheese) dari Susu
Sapi yang dibuat Dengan Teknik Direct Acidification menggunakan Ekstrak Buah Lokal.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Halaman: 66-67.
Sumarmono, Juni & Suhartati, F. (2011). Sifat fungsional keju lunak yang dibuat dengan teknik direct
acidification dari susu sapi dengan metode pasteurisasi yang berbeda. Seminar Nasional
“Prospek dan Potensi Sumberdaya Ternak Lokal dalam Menunjang Ketahanan Pangan
Hewani".
Supriyadi dan A. Sakha Rujita. (2013). Karakteristik Mikrokapsul Minyak Atsiri Lengkuas Dengan
Maltodekstrin Sebagai Enkapsulan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Yogyakarta.
USDA. (2005). Commersial Item Discription. Cheese, Mozzarella, Lite. The U. S. Department of
Agriculture. United State
Walstra, P., T.J. Geurts, A. Noomen, A. Jellema and M.A.J.S. Van Boekel. (1999). Dairy technology :
Principles of milk properties and process. Marcell Dekker, Inc. New York.
Widarta, I. W. R., N. W. Wisaniyasa, dan H. Prayekti (2016) Pengaruh Penambahan Ekstrak
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap Karakteristik Fisikokimia Keju Mozzarella.
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno. 1: (1). Halaman: 37-45.
Wijayakusuma, Hembing. (2008). Ramuan Herbal Penurun Kolesterol. Jakarta : Pustaka Bunda,
Halaman 57.
Winarsi, Hery. (2007). Antioksidan Alami dan Radikal Bebas :Potensi dan Aplikasinya dalam
Kesehatan. Kanisius: Yogyakarta.
Yulneriwarni, Sulastri, dan Lydia Tuti. (2009). Fermentasi Keju dari Berbagai Jenis Kacang
Menggunakan Isolat Bakteri Asam Laktat dari Nenas. Fakultas Biologi, Universitas Nasional,
Halaman 32-40. Jakarta
Yuniwati, Murni, Yusran, dan Rahmadany. (2008). Pemanfaatan Enzim Papain sebagai Penggumpal
dalam Pembuatan. Jurusan Teknik Kimia, FTI, IST AKPRIND, Halaman 129. Yogyakarta.
LAMPIRAN
 Tabel Pengamatan Keju Mozarella

Kelompok Gambar

1A

2A

3A

4A
5A
LEMBAR KONTRIBUSI

Nama Kontribusi

Agus Tendi A.B Pendahuluan, Pembahasan No.1 dan 2


Auliya Dewi Inayah Tabel Hasil dan Pembahasan No.6

Efriliani Sekartini Abstrak, Metode, dan Pembahasan No.3

Fikri Ilyas M Kesimpulan dan Pembahasan No.5

Monica Sovia R Editor, Lampiran, dan Pembahasan No.4

Anda mungkin juga menyukai