Anda di halaman 1dari 7

Nama : Muhammad Andi Mubarok

NIM : 19/447788/PEK/25089
Topik Bahasan : Five Forces Model of PT. PP (Persero), Tbk
Dosen Pengampu : Syahrial Mukhtar, M.M., Dr.

Industri kontruksi memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan di


berbagai bidang karena menghasilkan sarana maupun prasarana yang berbentuk bangunan,
infrastruktur atau bentuk fisik lainnya. PT. PP (Persero), Tbk sebagai salah satu perusahaan
yang masuk dalam industri kontruksi ini perlu dilakukan analisis kompetitif industri, berikut
beberapa analisis industri sesuai konsep dari Porter’s Five Force Model pada kontruksi
proyek Gedung (swasta, pemerintah & asing) dan Infrastruktur (kering & basah), adalah
sebagai berikut:

1. COMPETITIVE RIVALRY
Persaingan merupakan aspek yang memiliki dampak langsung dan kuat bagi PT. PP
(Persero), Tbk khususnya. Berikut analisis tentang indikator persaingan di dalam industri:
a. Banyaknya pesaing (existing competitors)
Banyaknya pesaing akan memicu kompetisi yang ketat dalam memperebutkan
posisi di dalam Industri. Pesaing yang dimaksud adalah pesaing yang berada di
segmen yang sama dengan perusahaan saat ini yaitu segmen perusahaan besar.
Berdasarkan data BPS, jumlah perusahaan kontraktor besar pada tahun 2018 di
Indonesia adalah 1.551 perusahaan. Jumlah tersebut meningkat drastis dari tahun
2015 yang hanya berjumlah 656 perusahaan kontraktor besar. Adapun perusahaan
besar yang sejenis yang unggul dalam jumlah asset (size) adalah PT. Waskita
Karya (Persero), Tbk., PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk., PT. Hutama Karya
(Persero), PT. Adhi Karya (Persero), Tbk. dan PT. Total Bangun Persada, Tbk.
Hal ini dapat dibuktikan dalam persaingan mnegambil pangsa pasar dari
keseluruhan proyek-proyek di Indonesia. Oleh karena itu, persaingan di dalam
industry dari indicator banyaknya pesaing dapat dikatakan tinggi.
b. Pertumbuhan industri (industry growth)
Perlambatan pertumbuhan industri kontruksi, yaitu kurangnya proyek-proyek
yang dilelang, menambah persaingan dalam perebutan pangsa pasar. Peluang
pengembangan kontruksi Indonesia diantaranya tercermin pada target
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat secara signifikan, yaitu
sekitar 6% pertahun yang memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai.
Oleh karena itu, persaingan di dalam industry dari indikator pertumbuhan industri
dikatakan tinggi.
c. Diferensiasi Produk (product differentiation)
Perusahaan yang semakin mendeferensiasikan produknya semakin banyak di
industri ini dan semakin kompetitif. Sebagai contoh, perusahaan dalam
menyediakan bahan beton sudah dikelola oleh anak perusahaannya sendiri,
penyediaan alat berat dan ringan juga seperti itu. Istilahnya, perusahaan dapat
menguasai rantai pasokan dalam menjalankan proyeknya. Oleh karena itu, dalam
persaingan di dalam industri, indikator diferensiasi produk dapat dikatakan tinggi.
d. Biaya, Mutu & Waktu (fixed and/or storage cost)
Perusahaan berkompetisi dalam hal biaya, mutu dan waktu. Biaya yang
kompetitif, mutu yang bagus, dan waktu pengerjaan yang cepat menjadi
pertimbangan pemilik proyek dalam penyeleksian dan pemilihan kontraktor dalam
pengerjaan suatu proyek. Perusahaan berkompetisi untuk menjadi perusahaan
yang masuk dalam kriteria tender dan menjadi pemenang. Indikator terjangkaunya
fixed and/or storage cost dapat dikatakan tinggi dalam persaingan di dalam
industri ini.
e. Hambatan untuk keluar (exit barriers)
Loyalitas pihak manajemen terhadap bisnis membuat perusahaan harus tetap
berkompetisi meskipun perusahaan memperoleh imbalan hasil yang minim
bahkan negatif. Faktor atas hambatan untuk keluar sebagai pertimbangan adalah
modal yang sudah dikeluarkan, prospek ke depan dalam industri, dan jenis
perusahaan terbuka atau tidak, yang memerlukan pertanggung jawaban kepada
publik atas modal yang dipakai. Atas dasar faktor-faktor tersebut, indikator
hambatan untuk keluar bisa dikatakan tinggi.
2. BUYER POWER
a. Jumlah pembeli (number of buyer)
Minimnya pembeli pada industri kontruksi ini mengakibatkan perusahaan sangat
kompetitif dalam bersaing. Pembeli dalam industri konstruksi biasa disebut
sebagai pemilik proyek. Pemilik proyek dalam industri ini dapat dibagi dalam
beberapa kategori seperti swasta, pemerintah dan asing. Sebagai contoh di PTPP
terdapat proyek pembangunan apartemen, hotel dan Gedung-gedung lainnya yang
pemiliknya adalah pihak swasta seperti Lippo Group, Sedayu Group dan
sebagainya. Kemudian proyek infrastruktur, pembangunan jalan, tol, jembatan,
bandara, bendungan, pelabuhan dan lain sebagainya, yang pemiliknya adalah
Kemeterian PUPR, Kementerian Perhubungan, Jasa Marga, Pelindo, dan lain
sebagainya. Pemilik proyek tersebut mempunyai keleluasaan dalam menentukan
harga dan kuantitas juga spesifikasi yang diinginkan. Indikator jumlah pembeli
dapat dikatakan tinggi dalam industri ini.
b. Informasi Pembeli (buyer information)
Kemudahan informasi yang didapatkan oleh pembeli menjadikan keuntungan bagi
pembeli sendiri. Pembeli dapat dengan mudah mencari nama dan letak
perusahaan, dan informasi pembeli tentang harga dan biaya yang perusahaan
berikan bisa didapatkan kalau pembeli sudah berkomunikasi langsung dengan
pihak dari perusahaan. Informasi pembeli tentang harga dan biaya dapat
dinegosiasikan sesuai dengan kesepakatan yang terdapat di dalam kontrak kerja
dan disesuaikan dengan harga tender. Hal ini menyebabkan pembeli memiliki
kekuatan untuk mendapatkan harga yang lebih rendah dari harga yang ditawarkan
oleh perusahaan. Oleh karena itu, kekuatan tawarmenawar pembeli dari indikator
informasi pembeli dapat dikatakan tinggi.
c. Buyer switching cost
Produk yang dibeli atas perusahaan tertentu mengakibatkan pembeli
mempertimbangkan switching cost terhadap biaya jasa yang ditawarkan PT PP
dengan perusahaan konstruksi lain. Pembeli selalu kembali kepada perusahaan
karena hubungan dan kualitas yang ditawarkan perusahaan memenuhi permintaan
pelanggan. Akan tetapi, keadaan banyaknya pesaing juga mempengaruhi
keputusan pembelian oleh pembeli sehingga pembeli dihadapkan kepada
switching cost yang rendah. Oleh karena itu, switching cost yang dimiliki
pembeli terhadap PT PP saat ini rendah karena ada biaya yang keluar untuk
beralih ke perusahaan lainnya seperti tindakan wanprestasi, pemutusan hubungan
kontrak secara sepihak dan lain sebagainya sehingga kekuatan tawar-menawar
pembeli untuk mengganti ke perusahaan kontraktor dapat dikatakan rendah.
3. SUPPLIER POWER
a. Konsentrasi pemasok (supplier concentration)
Industri konstruksi pasti terkonsentrasi kepada pemasok yang menjual bahan baku
semen, besi beton, tiang pancang dan lain sebagainya. Pemasok cenderung tidak
terkonsentrasi di industri konstruksi karena pemasok PT PP merupakan perusahan
bahan bangunan dan distributor semen dan besi beton. Beberapa pemasok tersebut
seperti Holcim, Tiga roda, Interworld, Suprajaya 2000 dan lain sebagainya. Hal
ini dapat memberikan keleluasaan PTPP memilih pemasok dengan harga yang
terjangkau dan mutu yang bagus. Oleh karena itu, konsentrasi pemasok terhadap
PT PP saat ini akan membuat kekuatan tawar-menawar pemasok tinggi sehingga
indikator konsentrasi pemasok dikatakan rendah.
b. Integrasi ke Depan ke Arah Industri Pembeli (supplier forward integration)
Ancaman integrasi ke depan ke arah industri pembeli adalah ancaman dari
pemasok yang memiliki potensi untuk memasuki industri konstruksi. Ancaman
integrasi pemasok saat masuk ke industri konstruksi membuat pemasok merasa
mereka memiliki sumber daya yang besar dan dapat menyediakan produk yang
lebih baik juga daripada perusahaan konstruksi saat ini. Pemasok yang akan
melakukan integrasi ke depan ke industri konstruksi dinilai sedikit dikarenakan
membutuhkan tenaga ahli yang kompeten dan relasi dengan pembeli dari industri
konstruksi. Saat ini tidak terdapat pemasok yang bermain di industri konstruksi.
Oleh karena itu, kekuatan tawar-menawar pemasok dari indikator ancaman
integrasi ke depan ke arah industri pembeli dapat dikatakan rendah.
c. Ketergantungan Pemasok Terhadap Industri (supplier volume)
Volume pembelian menjadi isu menarik bagi pemasok. Perusahaan selalu
membeli bahan baku dalam jumlah banyak terhadap pemasok industri konstruksi
terutama bahan baku semen dan besi beton jika perusahaan memenangkan tender
untuk mengerjakan proyek pembangunan. PTPP tidak tergantung dengan pemasok
terhadap industri yang sekarang meskipun pemasok memegang kendali terhadap
harga. Hal tersebut dikarenakan banyaknya pemasok yang mau bekerjasama
dengan PTPP. Harga yang fluktuatif karena perubahan kurs menyebabkan
pemasok harus menjual produknya dengan kompetitif sehingga membuat PTPP
bebas untuk memilih pemasok. Pemasok tentu tergantung ke dalam industri
dimana dia menjual produknya karena perusahaan selalu melakukan pembelian
berulang dan pemasok merupakan perusahan bahan bangunan dan distributor
semen untuk industri konstruksi. Oleh karena itu, kekuatan tawar-menawar
pemasok dari indikator ketergantungan pemasok terhadap industri dikatakan
rendah.

4. NEW ENTRANTS
a. Skala Ekonomi (supplier-side economies of scales)
Pendatang baru yang masuk ke dalam industri konstruksi harus mengikuti
peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang mengatur
tentang registrasi usaha konstruksi. Keuntungan skala ekonomi besar dari
ancaman pendatang baru adalah adanya penghematan yang didapatkan oleh
perusahaan dengan kerjasama dengan pemasok bahan baku karena memiliki
volume pembelian yang tinggi. Penghematan yang didapatkan perusahaan dalam
industri konstruksi cukup tinggi karena skala pengerjaan proyek pemerintah yang
besar memicu persaingan yang terjadi dalam perebutan proyek hanya terjadi
sesama perusahaan konstruksi besar. Hal ini akan membuat ancaman pendatang
baru rendah karena pendatang baru membutuhkan biaya yang banyak dan
berpotensi untuk mengalami kerugian dalam mengimbangi perusahaan yang
berada di kualifikasi besar sehingga dikatakan sudah memiliki skala ekonomis
yang besar. Oleh karena itu, skala ekonomi besar di PTPP membuat ancaman dari
pendatang baru rendah sehingga indikator skala ekonomi dikatakan rendah.
b. Kebutuhan Modal (capital requirement)
PTPP menggunakan modal yang cukup besar dalam pendirian usahanya dan
menjadi perusahaan terbuka di tahun 2010. Pendatang baru bisa mendapatkan
kredit dari bank dengan mudah jika memiliki surat perintah kerja dan pengalaman
kerja yang baik. Kebutuhan modal bagi pendatang baru dikatakan besar karena
butuh untuk membeli aset yang diperlukan seperti alat berat dan pembelian
persediaan bahan baku untuk pembangunan. Oleh karena itu, ancaman pendatang
baru dari indikator kebutuhan modal dapat dikatakan rendah untuk mensejajarkan
dengan PTPP di Industri Kontruksi.
c. Kebijakan Pemerintah (Government Policy)
Regulasi pemerintah terhadap perusahaan konstruksi juga menjadi faktor
pengendalian jumlah pendatang baru. Industri konstruksi memiliki Undang
Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Jasa Konstruksi mengatur mengenai industri
jasa konstruksi di Indonesia dan juga Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi Nomor 10 tahun 2014 yang mengatur registrasi usaha jasa pelaksana
konstruksi. Kejelasan peraturan yang dibuat bisa membuat pendatang baru lebih
sulit memasuki industri konstruksi. Namun demikian, Kemudahan untuk
mendaftarkan perusahaan juga membuat pendatang baru berani mencoba untuk
memasuki industri konstruksi. Regulasi pemerintah secara garis besar mendukung
PTPP untuk fokus bermain di segmen pasar yang sudah ditentukan dan membatasi
pendatang baru yang bukan di kualifikasi besar untuk bermain di segmen pasar
perusahaan. Oleh karena itu, ancaman pendatang baru dari indikator regulasi
pemerintah dapat dikatakan rendah.
5. SUBSTITUTE
a. Harga dan kinerja produk substitusi (Substitute Industry Price/ Performance
Trends)
Implikasi dari harga dan kinerja yang lebih baik dari produk substitusi konstruksi
adalah semakin kuatnya batasan terhadap potensi laba di industri konstruksi.
Produk dan jasa PTPP yang lebih unggul dan terpercaya dibuktikan dengan
pekerjaan yang dihasilkan dapat memberikan kepercayaan bagi pelanggannya.
Harga dan kinerja produk substitusi berpotensi tinggi karena pelanggan dapat
memilih perusahaan kontraktor dengan harga dan kinerja yang lebih memuaskan.
Produk substitusi dapat memberikan dampak penurunan harga dan perbaikan
kinerja terhadap persaingan dengan PTPP. Oleh karena itu, harga dan kinerja yang
dimiliki produk substitusi terhadap PTPP saat ini akan membuat ancaman produk
substitusi tinggi sehingga indikator harga dan kinerja produk substitusi dikatakan
tinggi.
b. Kecenderungan pembeli terhadap produk substitusi (Buyer Price Sensitivity)
Ancaman produk substitusi dapat muncul ketika produk substitusi menawarkan
harga yang lebih baik dan produk tersebut memiliki reputasi yang baik karena
memilih dan membeli produk adalah keputusan dari pembeli. Produk substitusi
memiliki penawaran harga yang lebih rendah daripada perusahaan dan pembeli
lebih memilih perusahaan daripada produk substitusi. Penawaran harga yang lebih
rendah dari produk substitusi karena produk substitusi tidak memiliki biaya yang
lebih banyak dari perusahaan seperti biaya peralatan yang memadai. Pembeli lebih
memilih produk daripada perusahaan substitusi di Indonesia karena ketersediaan
dari perusahaan substitusi di Indonesia banyak ditemukan. PTPP mengatasi
pembeli tersebut dengan menjaga kualitas, relasi, dan tenaga ahli untuk pembeli
agar tetap memilih perusahaan sehingga kecenderungan pembeli lebih kepada
produk. Oleh karena itu, ancaman perusahaan substitusi dari indikator
kecenderungan pembeli terhadap produk substitusi dikatakan tinggi.

Anda mungkin juga menyukai