Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF) 34

Volume 9 Nomor 1 2019 ISSN : 2089-6158

Pembelajaran IPA Abad 21 dengan Literasi Sains Siswa


S. N. Pratiwi1, C Cari2, N. S. Aminah3
1,3
Physics Education Program, 2 Physics Program
Postgraduate, Sebelas Maret University
Surakarta, Indonesia
E-mail : 1scundy_np@yahoo.com

Abstract

In the 21st century, the development of science and technology in various countries increased rapidly. In response to this
development, people are required to adapt in various aspects. One of them is the aspect of education that is very important
for the progress of a country. In the aspect of education there are goals that directly affect the lives of students in making
decisions based on information and their understanding, also called science literacy term. In Indonesia it is still low in
achieving student science literacy. Good science literacy level can improve the quality of education so that it can compete
with other countries in the era of globalization. With the new curriculum, the 2013 curriculum is expected to improve the
quality of education in Indonesia. In the 2013 curriculum, scientific literacy is evident through scientific inquiry activities.
Schools that have implemented the 2013 curriculum mean that only applying learning oriented to science literacy, have not
been applied to the student evaluation stage. In a learning process will not be separated from the evaluation stage, while one
of the tools used in the evaluation phase is a test. Scientific literacy evaluation instruments already exist and can be adopted
from international research such as PISA, but the results of Indonesian students' science literacy in international studies
apply generally. The method used in this paper is the study of literature. The results of the thinking in this paper is an
evaluation instrument to measure the science literacy in the form of test questions. The purpose of this paper is: (1) To
explain more about 21st century science lesson. (2) To explain more about the students' science literacy. (3) To explain more
about science-based literacy evaluation tests.

Keywords : 21st century science lessons, science literacy, evaluation tests

1. Pendahuluan komunikasi berkembang sangat pesat yang


berdampak pada persaingan bebas yang begitu ketat
Era abad 21 menjadikan perkembangan dunia dalam segala aspek kehidupan manusia.
semakin cepat dan kompleks. Perubahan tersebut Dalam ketatnya tantangan yang dihadapi
pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas masyarakat, maka dibutuhkan perubahan paradigma
hidup masyarakat modern. Abad 21 juga dapat dalam sistem pendidikan yang dapat menyediakan
dikatakan sebagai sebuah abad yang ditandai dengan seperangkat keterampilan abad 21 yang dibutuhkan
terjadinya transformasi besar – besaran dari oleh peserta didik untuk menghadapi setiap aspek
masyarakat agraris menuju masyarakat industri dan kehidupan global (Soh, Arsad & Osman, 2010). Dari
berlanjut ke masyarakat berpengetahuan (Soh, berbagai studi tentang konsep dan karakteristik
Arsyad & Osman, 2010). pendidikan abad 21, tak pelak menjadi tuntutan
Di Indonesia, kesadaran tentang pentingya sekaligus tantangan besar bagi para guru dalam
keterampilan abad 21 dapat ditemukan dalam menyelenggarakan pembelajaran. Guru mau tidak
dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Nasional mau, suka tidak suka, setuju tidak setuju harus
Standar Pendidikan tahun 2010 yang menyatakan mengimbangi tuntutan abad 21.
bahwa “Pendidikan Nasional abad XXI bertujuan Penyediaan pendidikan sains yang berkualitas
untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat akan berdampak pada ketercapaian pembangunan
bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan suatu negara. Pendidikan sains bergantung pada
kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa pembelajaran yang digunakan di setiap negara.
lain dalam dunia global, melalui pembentukan Melalui pendidikan sains, siswa dapat terlibat pada
masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia dampak sains dalam kehidupan sehari – hari dan
yang berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, peran siswa dalam masyarakat. Dengan menerapkan
berkemauan dan berkemampuan untuk mewujudkan konsep sains dalam pendidikan sains, siswa
cita – cita bangsanya.” Dalam Sidi (2003), Richard Indonesia diharapkan mampu menyelesaikan
Crawford menyebut proses transformasi abad 21 permasalahan di kehidupan nyata pada era abad 21
sebagai Era of Human Capital suatu era di mana ilmu ini.
pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi

Pembelajaran IPA Abad 21 dengan... S. N. Pratiwi


Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF) 35
Volume 9 Nomor 1 2019 ISSN : 2089-6158

Peserta didik yang memiliki pengetahuan untuk literasi sains untuk siswa. Instrumen evaluasi literasi
memahami fakta ilmiah serta hubungan antara sains, sains sudah ada dan dapat diadopsi dari PISA, namun
teknologi dan masyarakat, dan mampu menerapkan hasil literasi sains siswa Indonesia dalam studi
pengetahuannya untuk memecahkan masalah – Internasional berlaku secara umum. Sangat
masalah dalam kehidupan nyata disebut dengan diperlukan instrumen literasi sains untuk siswa jenis
masyarakat berliterasi sains (Bond, 1989). Literasi tes dalam ruang lingkup kecil.
sains merupakan salah satu keterampilan yang
diperlukan di abad 21 diantara 16 keterampilan yang 2. Pembahasan
diidentifikasi oleh World Economic Forum (Wefusa,
2015). Mengingat pentingnya literasi sains maka 2.1. Pembelajaran Abad 21
mendidik masyarakat agar memiliki literasi sains
merupakan tujuan utama dalam setiap reformasi Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan
pendidikan sains (DeBoer, 2000). kemajuan dan tuntutan zaman. Abad 21, sumber daya
Literasi sains memandang pentingnya manusia mulai digantikan dengan teknologi sehingga
keterampilan berpikir dan bertindak yang melibatkan keterampilan yang dimiliki manusia sekarang sudah
penguasaan berpikir dan menggunakan cara berpikir tidak bisa lagi mengikuti standar zaman dahulu. Pada
saintifik dalam mengenal dan menyikapi isu – isu era globalisasi saat ini, semua dapat menjadi lebih
sosial. Literasi sains penting bagi siswa untuk mudah dan praktis. Hal ini ditunjukkan dengan
memahami lingkungan, kesehatan, ekonomi, social banyaknya penerapan teknologi canggih berupa
modern, dan teknologi. Oleh karena itu, pengukuran aplikasi yang menyediakan kebutuhan untuk
literasi sains penting untuk mengetahui tingkat mempermudah kelangsungan hidup manusia.
literasi sains siswa agar dapat mencapai literasi sains Terdapat tujuh jenis keterampilan hidup yang
dibutuhkan di abad 21. Wagner (2010) menyatakan
yang tinggi atau baik sehingga kualitas pendidikan di
tujuh keterampilan yang dibutuhkan di abad 21 yaitu
Indonesia dapat meningkat dan dapat bersaing
(1) kemampuan berpikir kritis dan pemecahan
dengan Negara lain. masalah, (2) kolaborasi dan kepemimpinan, (3)
Melihat dari hasil pencapaian literasi sains siswa ketangkasan dan kemampuan beradaptasi, (4)
dalam PISA (Program for International Student inisiatif dan berjiwa entrepeneur, (5) mampu
Assessment), Indonesia termasuk dalam tingkatan berkomunikasi efektif baik secara oral maupun
rendah yaitu posisi 10 terbawah ketika literasi sains tertulis, (6) mampu mengakses dan menganalisis
menjadi faktor yang sangat penting dalam penentuan informasi, dan (7) memiliki rasa ingin tahu dan
kualitas pendidikan di suatu Negara (OFCD, 2014). imajinasi.
Tingkat pencapaian literasi sains di Indonesia yang Di abad ke 21 ini, pendidikan menjadi semakin
rendah tersebut menjadi salah satu landasan empiris penting untuk menjamin peserta didik memiliki
terciptanya kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan
terlihat jelas literasi sains melalui pembelajaran menggunakan teknologi dan media informasi, serta
inkuiri ilmiah. Pada pembelajaran inkuiri ilmiah dapat bekerja, dan bertahan dengan menggunakan
melibatkan proses dan sikap sains sehingga siswa keterampilan untuk hidup (life skills). Tiga konsep
mampu mengkonstruk ilmu pengetahuannya sendiri. pendidikan abad 21 telah diadaptasi oleh
Pendekatan yang digunakan dalam kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
2013 adalah pendekatan ilmiah (scientufuc approach) Indonesia untuk mengembangkan kurikulum baru
yang terdiri dari lima kegiatan (5M), yaitu untuk Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
mengobservasi, menanya, mengeksperimenkan, Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Berdasarkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Ketiga konsep
beberapa literatur, menyebutkan bahwa pendekatan tersebut adalah 21st Century Skills, scientific
approach dan authentic assesment.
ilmiah sama dengan pendekatan inkuiri, sehingga
Selanjutnya, tiga konsep tersebut diadaptasi untuk
kurikulum 2013 sudah mengakomodasikan
mengembangkan pendidikan menuju Indonesia
pengembangan literasi sains bagi siswa. Namun Kreatif tahun 2045. Adaptasi dilakukan untuk
belum banyak sekolah yang menerapkan soal mencapai kesesuaian konsep dengan kapasitas
evaluasi yang mengkaitkan dengan fenomena sehari- peserta didik dan kompetensi pendidik dan tenaga
hari dan masih dalam dimensi pengetahuan dan kependidikannya. Keterampilan abad 21 adalah (1)
konseptual, sehingga belum dapat digunakan untuk life and career skills, (2) learning and innovation
mengukur literasi sains siswa. skills, dan (3) Information media and technology
Pengukuran tingkat literasi sains siswa sangat skills. Ketiga keterampilan tersebut dirangkum dalam
penting untuk mengetahui sejauh mana kemelekan sebuah skema yang disebut dengan pelangi
siswa terhadap konsep sains yang sudah keterampilan pengetahuan abad 21/21st century
dipelajarinya. Oleh karena itu diperlukan instrumen knowledge-skills rainbow (Trilling dan Fadel, 2009).

Pembelajaran IPA Abad 21 dengan... S. N. Pratiwi


Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF) 36
Volume 9 Nomor 1 2019 ISSN : 2089-6158

Abad 21 menuntut pendidikan untuk informasi tanpa jeda di layar kaca televisi kita selama
mempersiapkan pesertam didik yang mampu 24 jam, dari media internet yang selalu bisa diakses
menghadapi persaingan ekonomi global. Partnership kapan saja dan dimana saja dengan biaya murah
for 21st Century Skills menekankan bahwa dengan mendapatkan informasi melimpah ruah.
pembelajaran abad 21 harus mengajarkan 4 Perilaku yang tidak menampakkan karakter pada
kompetensi yaitu communication, collaboration, guru merupakan tantangan lembaga pendidikan di
criticalthinking, dan creativity. Frydenberg & abad 21 ini yang seharusnya perlu mendapat sorotan
Andone (2011) juga menyatakan untuk menghadapi dari pemerintah. Nilai – nilai positif yang diajarkan
pembelajaran di abad 21, setiap orang harus memiliki oleh orangtua melalui pendidikan dalam keluarga,
keterampilan berpikir kritis, pengetahuan dan guru, melalui pendidikan di sekolah yang diserap
kemampuan literasi digital, literasi informasi, literasi oleh anak hanya terinternalisasi dari perbuatan yang
media dan menguasai teknologi informasi dan negatif dan hanya sebagian terinternalisasi dari
komunikasi. perbuatan yang positif (Pettit, 2010). Bahkan, untuk
Pembelajaran di abad 21 ini memiliki perbedaan menanggulangi dari perbuatan yang dilakukan oleh
dengan pembelajaran di masa yang lalu. Dahulu, guru maupun oleh siswa yang tidak perlu dicontoh
pembelajaran dilakukan tanpa memperhatikan dalam dunia pendidikan sehingga lahir berbagai
standar, sedangkan kini memerlukan standar sebagai macam ragam penelitian tentang pendidikan karakter
acuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melalui saat ini.
standar yang telah ditetapkan, guru mempunyai Ide dasar pendidikan adalah membangun manusia
pedoman yang pasti tentang apa yang diajarkan dan supaya dia bisa survive melindungi diri terhadap
yang hendak dicapai. Kemajuan teknologi informasi alam serta mengatur hubungan antar manusia,
dan komunikasi telah merubah gaya hidup manusia, terlebih ketika pendidikan dihadapkan pada era
baik dalam bekerja, bersosialisasi, bermain maupun dimana setiap orang harus berkompetisi pada
belajar. Memasuki abad 21 kemajuan teknologi berbagai sector kehidupan pada abad 21. Dengan
tersebut telah memasuki berbagai sendi kehidupan, demikian, penyelenggaraan pendidikan di abad 21
tidak terkecuali dibidang pendidikan. Guru dan harus senantiasa adaptif terhadap perubahan jaman.
siswa, dosen dan mahasiswa, pendidik dan peserta Undang – undang Sistem Pendidikan Nasional No
didik dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar 20 Tahun 2003 Pasal 3 menyebutkan bahwa “tujuan
di abad 21 ini. Sejumlah tantangan dan peluang harus pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi
dihadapi siswa dan guru agar dapat bertahan dalam peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
abad pengetahuan di era informasi ini (Yana, 2013). dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Untuk mengembangkan pembelajaran abad 21, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif,
guru harus memulai satu langkah perubahan yaitu mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis
merubah pola pembelajaran tradisional yang berpusat serta bertanggungjawab”. Hal ini berarti bahwa
pada guru menjadi pola pembelajaran yang berpusat pendidikan nasional di Indonesia diarahkan pada
pada siswa. Pola pembelajaran yang tradisional bisa membentuk insan yang memiliki kecakapan yang
dipahami sebagai pola pembelajaran dimana guru diperlukan dalam mempertahankan budaya dan jati
banyak memberikan ceramah sedangkan siswa lebih diri bangsa di tengah – tengah gencarnya gempuran
banyak mendengar, mencatat dan menghafal. beragam budaya dan peradaban bangsa lain di era
globalisasi (BNSP, 2010). Terkait dengan hal
2.2. Pendidikan Abad 21 di Indonesia tersebut, BNSP (2010), kemudian merumuskan
paradigm pendidikan nasional abad 21 yang meliputi:
Orang dahulu, bukan hanya metode hapalannya (1) pendidikan yang berorientasi pada ilmu
kuat tetapi hormatnya kepada guru sangat tinggi. pengetahuan dengan keseimbangan yang wajar; (2)
Berbeda halnya dengan zaman sekarang yakni era pendidikan harus dibarengi dengan penanaman sikap-
informasi, hanya mengandalkan nilai yang tinggi sikap luhur; (3) pendidikan setiap jenjang harus
tanpa memperhatikan karakter anak. Mungkin, itulah memenuhi frontliner ilmu; (4) perlu ditanamkan jiwa
tantangan pendidikan di abad 21 ini yang hanya kemandirian; (5) perlu konvergensi ilmu; (6) perlu
mengandalkan ranah kognitif tanpa memikirkan memperhatikan aspek kebhinekaan; (7) pendidikan
aspek afektif. untuk semua; (8) perlu monitoring dan evaluasi
Selain itu, tantangan pendidikan di abad 21 ini, pendidikan. Lebih lanjut BNSP (2010), menyatakan
bukan saja berkaitan dengan perilaku anak yang bahwa untuk mencapai pendidikan abad 21
negatif, tetapi berkaitan juga dengan perilaku guru diperlukan perubahan pada model pendidikan di
yang tidak mencontohkan sebagai seorang pendidik. masa datang, yakni: proses pembelajaran: dari
Perilaku guru maupun anak banyak beredar di dunia berpusat pada guru menuju berpusat pada peserta
maya saat ini, baik dari media cetak yang telah didik, dari isolasi menuju lingkungan jejaring, dari
dicetak, seperti surat kabar, koran, tabloid dan lain – pasif menuju aktifmenyelidiki, dari maya atau
lain, media televise yang selalu memberikan abstrak menuju konteks dunia nyata, dari pribadi

Pembelajaran IPA Abad 21 dengan... S. N. Pratiwi


Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF) 37
Volume 9 Nomor 1 2019 ISSN : 2089-6158

menuju pembelajaran berbasis tim, dari luas menuju menggunakan istilah “Scientific Literacy” adalah
perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan, Paul de Hart Hurt dari Stamford University yang
dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke menyatakan bahwa Scientific Literacy berarti
segala penjuru, dari alat tunggal menuju alat memahami sains dan mengaplikasikanya bagi
multimedia, dari hubungan satu arah bergeser menuju kebutuhan masyarakat. Literasi sains adalah
kooperatif, dari produksi massa menuju kebutuhan kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk
pelanggan, dari usaha sadar tunggal menuju jamak, mengidentifikasi permasalahan dan menarik
dan dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju kesimpulan berdasarkan bukti – bukti dalam rangka
pengetahuan disiplin jamak. memahami serta membuat keputusan tentang alam
Perubahan pendekatan pola penyelenggaraan dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
pembelajaran dari yang berorientasi pada diseminasi
aktivitas manusia (PISA, 2000).
materi mata pelajaran menjadi pembelajaran dari
Pendidikan sains saat ini diarahkan untuk
berbagai perspektif ilmu pengetahuan (multidisiplin
atau ragam mata ajar) menjadi hal krusial yang mempersiapkan siswa agar sukses hidup di abad 21.
diperlukan saat ini. Contoh kasus sehari – hari yang Salah satu keterampilan yang diperlukan dalam abad
ditemui di masyarakat, masalah – masalah yang 21 adalah literasi sains (Liu, 2009). Literasi sains
bersifat dilematis atau paradoks, tantangan riset yang merupakan keterampilan untuk hidup di era abad 21
belum terpecahkan, simulasi kejadian di dunia nyata, dimana pengetahuan ilmiah menjadi landasan dalam
merupakan sejumlah contoh materi pelajaran kehidupan sehari – hari (Gultepe & Kilic, 2015).
kontekstual yang dapat dicerna oleh peserta ajar Kemampuan literasi sains merupakan kemampuan
dengan mudah. berpikir secara ilmiah dan kritis dan menggunakan
Jadi, tujuan dari pendidikan abad 21 adalah pengetahuan ilmiah untuk mengembangkan
mendorong peserta didik agar menguasai keterampilan membuat keputusan.
keterampilan abad 21 yang penting dan berguna bagi Holbrook dan Rannikmae (2009) dalam jurnalnya
mereka agar lebih responsif terhadap perubahan dan The Meaning of Science, menyatakan literasi sains
perkembangan jaman. Hal yang terpenting dalam berarti penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan
pendidikan abad 21 adalah mendorong peserta didik cara meningkatkan komponen belajar dalam diri agar
agar memiliki basis pengetahuan dan pemahaman dapat memberikan kontribusi pada lingkungan sosial.
yang mendalam untuk dapat menjadi pembelajar Berdasarkan pernyataan di atas literasi sains
sepanjang hayat (life-long learner). Dengan memiliki arti luas, setiap kalangan dapat memberikan
demikian, system pendidikan perlu kontribusi dalam mengartikan literasi sains.
mempertimbangkan sejumlah aspek yang menjadi Holbrook & Rannikmae (2009) menggambarkan
domain dalam pendidikan abad 21. bahwa ada dua kelompok utama orang yang memiliki
pandangan tentang scientific literacy, yaitu kelompok
2.3. Literasi Sains “science literacy” dan kelompok “scientific literacy”.
Kelompok pertama “science literacy” memandang
Literasi sains (Science literacy) berasal dari kata bahwa komponen utama literasi sains adalah
latin yaitu literatus yang artinya huruf, melek huruf pemahaman konten sains yaitu konsep – konsep
atau berpendidikan dan scientia yang artinya dasar sains. Pemahaman kelompok pertama inilah
memiliki pengetahuan. Secara harfiah literasi berasal yang banyak dipahami oleh guru sains saat ini baik di
dari kata literacy yang berarti melek huruf atau Indonesia maupun di luar negeri. Rychen & Salganik
gerakan pemberantasan buta huruf (Echols & (2003) mengatakan kelompok kedua “scientific
Shadily, 1990). Sedangkan istilah sains berasal dari literacy” memandang literasi sains searah dengan
bahasa Inggris Science yang bearti ilmu pengetahuan. pengembangan life skills, yaitu pandangan yang
Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang mengakui perlunya keterampilan bernalar dalam
alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya konteks sosial dan menekankan bahwa literasi sains
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa diperuntukan bagi semua orang, bukan hanya kepada
fakta – fakta, konsep – konsep, atau prinsip – prinsip orang yang memilih karir dalam bidang sains atau
saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan spesialis dalam bidang sains.
(Depdiknas dalam Mahyuddin, 2007). Poedjiadi Literasi sains sebenarnya bukanlah hal baru
mengatakan bahwa “sains merupakan sekelompok dalam dunia pendidikan. Namun, sejak dua dekade
pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang terakhir, literasi sains menjadi topik utama dalam
diperoleh dari pemikiran dan penelitian para ilmuwan setiap pembicaraan mengenai tujuan pendidikan sains
yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen di sekolah. Literatur dalam bidang pendidikan sains
menggunakan metode ilmiah”. juga menunjukkan bahwa literasi sains semakin
Menurut C.E.deBoer (1991) dalam Toharudin, diterima dan dinilai oleh para pendidik sebagai hasil
mengemukakan bahwa orang pertama yang belajar yang diharapkan.

Pembelajaran IPA Abad 21 dengan... S. N. Pratiwi


Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF) 38
Volume 9 Nomor 1 2019 ISSN : 2089-6158

Organization for Economic Co-operation and adalah agar siswa memiliki kemampuan dalam
Development atau OECD (2014) mendefinisikan memahami perdebatan sosial mengenai permasalahan
literasi sains sebagai pengetahuan ilmiah individu – permasalahan yang terkait sains dan teknologi dan
dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan turut berpartisipasi didalam perdebatan itu.
tersebut untuk mengidentifikasi masalah, Menurut OECD (2014), domain literasi sains
memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan terdiri atas konteks, pengetahuan, kompetensi, dan
fenomena ilmiah, dan menarik kesimpulan sikap. Asesmen PISA dibuat agar siswa dapat
berdasarkan bukti yang berhubungan dengan isu memahami bahwa ilmu pengetahuan memiliki nilai
sains. OECD (2014) juga menyatakan bahwa literasi tertentu bagi individu dan masyarakat dalam
sains adalah kemampuan untuk menggunakan ilmu meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup
pengetahuan alam, untuk mengidentifikasi dan dalam pengembangan kebijakan publik. Oleh
pertanyaan dan menyimpulkan berdasarkan bukti – karena itu, soal – soal literasi sains PISA berfokus
bukti yang bertujuan untuk memahami dan pada situasi terkait pada diri individu, sosial, dan
membantu membuat keputusan mengenai alam peraturan global sebagai konteks, atau situasi spesifik
sekitar dan perubahan – perubahan melalui aktivitas untuk latihan penilaian. Asesmen literasi sains PISA
manusia. Memahami karakteristik utama tidak menilai konteks, tetapi menilai kompetensi,
pengetahuan yang dibangun dari pengetahuan pengetahuan, dan sikap yang berhubungan dengan
manusia dan inkuiri. Peka terhadap bagaimana sains konteks. Penelitian ini merujuk pada asesmen PISA
dan teknologi membentuk material, lingkungan 2013, di mana domain literasi sains yang dinilai
intelektual dan budaya. Adanya kemauan untuk adalah aspek pengetahuan dan kompetensi.
terlibat dalam isu dan ide yang berhubungan dengan Ketika sekolah mulai untuk memperluas akses
sains. Kemudian pengertian ini disederhanakan pendidikan di abad 21, literasi diartikan sebagai
kembali oleh Toharudin, dkk (2013) yang pembelajaran dalam membaca, sebuah kesatuan
mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan keterampilan teknis yang akan diperoleh individu
seseorang untuk memahami sains, sekali seumur hidup untuk memproses pengetahuan.
mengomunikasikan sains (lisan dan tulisan), serta Sebagian besar individu di dunia industri, teknik
menerapkan pengetahuan sains untuk memecahkan keterampilan membaca dapat diakui secara luas.
masalah sehingga memiliki sikap dan kepekaan yang Namun, syarat literasi yang dimaksud telah bergeser
tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam ke arah kemampuan untuk memahami,
mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan mengidentifikasi, menafsirkan, menciptakan, dan
sains. mengkomunikasikan pengetahuan, menggunakan
Literasi sains memfokuskan pada membangun bahan – bahan tertulis dengan situasi yang bervariasi.
pengetahuan siswa untuk menggunakan konsep sains Keterampilan tersebut menjadi syarat umum untuk
secara bermakna, berfikir secara kritis dan membuat dapat sukses di dunia industry (Schleicher, 2010).
keputusan – keputusan yang seimbang dan memadai Salah satu komponen yang bisa diukur untuk
terhadap permasalahan – permasalahan yang mengakses kemampuan literasi sains siswa adalah
memiliki relevansi terhadap kehidupan siswa. Akan dengan mengakses kemampuan inkuiri. Wenning
tetapi masih sering dijumpai bahwa praktek (2006) dalam jurnalnya Assessing Inquiry Skills as a
pembelajaran sains di berbagai negara mengabaikan Component of Scientific Literacy mengatakan bahwa
dimensi sosial pendidikan sains dan dorongan untuk kemampuan literasi sains dapat diketahui dengan
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan siswa mengukur kemampuan inkuiri siswa. Kemampuan
yang diperlukan untuk berpartisipasi secara aktif inkuiri berarti kemampuan menyelidiki.
dalam masyarakat. Menurut National Academy of Sciences (1996),
Diskusi tentang tujuan pendidikan sains literasi sains adalah pengetahuan dan pemahaman
seringkali diawali dengan isu literasi sains dan tujuan konsep sains dan proses yang diperlukan seeorang
itu mewakili harapan kita tentang apa yang dalam pengambilan keputusan, partisipasi
seharusnya diketahui dan mampu dilakukan oleh masyarakat dan budaya, serta produktivitas ekonomi.
siswa sebagai hasil dari pengalaman belajarnya. Literasi sains menyatakan bahwa seseorang dapat
Walaupun sebenarnya, pengertian literasi sains itu mengidentifikasi isu nasional maupun keputusan
sendiri jika dikaitkan dengan implementasi secara lokal. Masyarakat yang berliterasi akan
pembelajarannya di kelas masih dapat diperdebatkan mampu mengevaluasi kualitas informasi sains
karena istilah literasi sains itu cenderung abstrak dengan dasar sumber dan metode yang digunakan
sehingga menimbulkan interpretasi yang bermacam- untuk itu. Literasi sains juga dapat menyatakan
macam berkaitan dengan hasil belajar yang kapasitas dalam mengevaluasi argumen berdasarkan
diharapkan. Namun secara global telah disepakati bukti dan menyimpulkannya.
bahwa tujuan utama mengembangkan literasi sains

Pembelajaran IPA Abad 21 dengan... S. N. Pratiwi


Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF) 39
Volume 9 Nomor 1 2019 ISSN : 2089-6158

Literasi sains penting untuk dimiliki siswa karena literasi sainsnya, sehingga hadirlah fisika literasi,
alasan berikut: 1) pemahaman sains menawarkan kimia literasi, ataupun biologi literasi.
pemenuhan kebutuhan personal dan kegembiraan, Berdasarkan pengertian literasi sebagaimana
dapat dibagikan dengan siapa pun dan 2) negara- diungkapkan para ahli, dapat diyakini bahwa literasi
negara di dunia dihadapkan pada pertanyaan- memiliki keterhubungan langsung dengan
pertanyaan dalam kehidupannya yang memerlukan pembelajaran. Dalam dunia pendidikan
informasi ilmiah dan cara berpikir ilmiah untuk pengembangan peserta didik untuk menjadi seorang
mengambil keputusan dan kepentingan orang banyak literat adalah mutlak adanya, baik dalam penguasaan
yang perlu di informasikan seperti, udara, air dan kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Penguasaan
hutan. Pemahaman sains dan kemampuan dalam ketiga domain tujuan pendidikan merupakan
sains juga akan meningkatkan kapasitas siswa untuk pencapaian ideal seseorang yang mengikuti program
memegang pekerjaan penting dan produktif di masa pendidikan untuk memiliki kemampuan dan
depan. Kepemilikan literasi sains sangat penting, menerapkannya di lingkungan masyarakat. Konsep
maka menjadi penting pula membangun literasi sains dasar literasi dalam perspektif pendidikan adalah
siswa sejak dini, selaku generasi penerus di masa penguasaan kemampuan berupa melek wacana,
depan. Salah satu upaya untuk itu dapat dilakukan edukasi, atau pribadi berpendidikan yang dapat
dengan menciptakan pembelajaran sains yang menjalani kehidupan bermasyarakat.
mendukung terciptanya sumber daya manusia yang Pengenalan literasi tidak hanya menekankan pada
melek sains. Pemahaman IPA dan kemampuan dalam nilai yang terkandung di dalamnya, tetapi juga
IPA juga akan meningkatankan kapasitas siswa untuk sebagai upaya menumbuhkan kecintaan anak
memegang pekerjaan penting dan produktif di masa terhadap teks, sehingga anak belajar hakikat bahasa
depan. Masyarakat bisnis memerlukan pekerja tulis. Pengenalan literasi sejak dini sangat bermanfaat
pemula yang siap (Zuriyani, 2013). bagi anak, sebagai bekal bagi kehidupan di masa
depan. Seperti yang dikemukakan oleh Heckman
2.4. Instrumen Evaluasi Literasi Sains dalam Musfiroh (2012:223) bahwa belajar membaca
merupakan hak dasar anak karena untuk mencapai
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesuksesan di sekolah dan di dunia yang lebih luas,
rendahnya literasi sains siswa. Menurut Angraini anak harus menguasai baca tulis. Banyak bukti yang
(2014) dan Putra (2016) penyebab rendahnya literasi menunjukan implikasi yang signifikan dari
sains yaitu adanya kecenderungan bahwa proses pencapaian literasi, tidak hanya untuk individu dalam
pembelajaran yang tidak mendukung siswa dalam kehidupan pribadi tetapi juga untuk kehidupan sosial.
mengembangkan kemampuan literasi sains. Pengembangan literasi dalam dunia pendidikan di
Disamping itu, proses penilaian yang biasa dilakukan Indonesia belum secara optimal dilaksanakan,
di sekolah juga menjadi penyebab rendahnya posisi bahkan kebijakan pendidikan yang dijalankan
Indonesia dalam studi PISA. Menurut Putra (2016), cenderung mengabadikan tradisi ucap dengar.
siswa belum terbiasa mengerjakan soal menggunakan Penyediaan perpustakaan di beberapa sekolah belum
wacana. Menurut siswa, tes literasi lebih sulit menciptakan suatu kondisi literasi kepada peserta
dibandingkan dengan soal ujian yang biasa diberikan didik karena bentuk, jenis, dan jumlah buku yang
guru. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Putra terdapat di dalamnya masih sangat terbatas. Media
(2016) bahwa capaian literasi sains siswa SMP di untuk menuangkan gagasan tertulis yang dilakukan
kota Padang rendah yaitu dengan nilai 26,6. peserta didik pun belum memadai bagi upaya
Hasil literasi sains yang dipublikasikan PISA penciptaan literasi di lingkungan pendidikan.
mengungkapkan gambaran literasi siswa secara Praktik pembelajaran literasi tentunya menyatu
menyeluruh untuk rata – rata siswa indonesia. dengan penilaian yang tepat untuk melihat kualitas
Artinya hasil literasi sains dapat berbeda apabila pembelajaran yang dilakukan. Mengingat banyaknya
dilakukan tes pada ruang lingkup yang lebih kecil. sumber daya yang digunakan dengan konsep literasi
Apalagi mengingat kurikulum yang dipakai di dan produk yang dihasilkan, maka penilaian autentik
Indonesia saat ini dikembangkan dengan kondisi dapat menjadi alternatif dalam pembelajaran literasi.
satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, Penilaian autentik erat kaitannya dengan banyak hal
serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta yang dilakukan atau yang diketahui oleh siswa
didik. Tentu juga akan memberikan pengaruh kepada (Sabol: 2004). Tujuan penelitian autentik seperti
aspek – aspek belajar yang temasuk juga kemampuan yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro (2011:23)
literasi sains. Oktarisa (2012) mengatakan bahwa adalah untuk mengukur berbagai keterampilan dalam
pengembangan alat ukur literasi sains juga dapat berbagai konteks yang mencerminkan situasi di dunia
disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan dilihat nyata saat keterampilan-keterampilan tersebut
digunakan. Jadi, penilaian autentik menekankan pada

Pembelajaran IPA Abad 21 dengan... S. N. Pratiwi


Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF) 40
Volume 9 Nomor 1 2019 ISSN : 2089-6158

pengukuran kinerja, doing something, melakukan antara apa yang diharapkan dengan keadaan
sesuatu yang merupakan penerapan ilmu sebenarnya yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu,
pengetahuan yang telah dikuasai secara teoretis. keterampilan literasi sains dan tes yang mengukurnya
Keberhasilan siswa dalam mempelajari literasi adalah objek yang perlu diteliti. Sehingga
sains dapat dilihat dari baik atau tidaknya nilai yang dibutuhkannya tes yang tidak hanya tepat untuk
didapat siswa pada tes yang diberikan guru. Hasil mengukur keterampilan literasi sains tapi juga
penilaian tersebut nantinya dapat dijadikan bahan memiliki kualitas yang baik.
evaluasi untuk pembelajaran selanjutnya. Pernyataan Pengembangan alat ukur literasi dalam PISA
tersebut sejalan dengan Permendikbud Nomor 23 2009 menyangkut tiga aspek yaitu Aspek konten,
tahun 2016 yang mengungkapkan bahwa penilaian aspeks konten, dan aspek konteks. Aspek konten
adalah proses pengumpulan dan pengelolaan sains merujuk pada konsep – konsep kunci dari sains
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar yang diperlukan untuk memahami fenomena alam
peserta didik dengan tujuan memantau dan dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
mengevaluasi proses, kemajuan belajar, dan aktivitas manusia. Proses sains merujuk pada proses
perbaikan hasil belajar, dan perbaikan hasil belajar mental yang terlibat ketika menjawab suatu
peserta didik dengan cara berkesinambungan. pertanyaan atau memecahkan masalah. Sedangkan
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan aspek konteks sains merujuk pada situasi dalam
bahwa diterapkannya penilaian selama ini dalam kehidupan sehari – hari yang menjadi lahan bagi
dunia pendidikan memiliki tujuan dan manfaat bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep sains.
kemajuan pendidikan ke depannya, karena dengan Pengukuran literasi sains penting untuk
diterapkannya penilaian masalah yang terjadi pada mengetahui sejauh mana kemelekan siswa terhadap
kegiatan pembelajaran dapat diketahui dan diperbaiki konsep – konsep sains yang telah dipelajarinya. Oleh
pada pembelajaran selanjutnya sehingga berujung karena itu diperlukan suatu instrumen literasi sains.
pada suatu kesimpulan bahwa penilaian perlu Walaupun Instrumen literasi sains sudah ada dan
diterapkan dalam setiap aspek pendidikan. Dalam dapat diadopsi dari penelitian internasional seperti
penerapannya penilaian membutuhkan instrumen PISA. Namun, hasil literasi sains Indonesia dalam
untuk mengukur ketercapaian hasil belajar siswa, studi internasional berlaku secara umum. Mengingat
salah satunya berupa tes. Tes merupakan alat untuk keberagaman kekurangan dalam mencapai tingkat
mendapatkan informasi karakteristik suatu objek. literasi sains siswa dan kurikulum dalam tingkat
Objek di sini dapat berupa kemampuan peserta didik, satuan pendidikan yang disesuaikan dengan daerah
sikap, minat, maupun motivasi. serta spesifikasi pelajaran sains, maka perlu
Pengembangan konstruk instrument menduduki dikembangkan instrument literasi sains untuk
posisi penting dalam penentuan aspek-aspek digunakan dalam ruang lingkup kecil.
penilaian kompetensi. Konstruk yang sudah
dikembangkan akan menjadi kerangka acuan dalam 3. Kesimpulan dan Saran
mengembangkan instrumen penilaian baik dalam
bentuk tes maupun nontes. Dalam hal Di abad ke 21 ini, pendidikan menjadi semakin
mengembangkan konstruk kompetensi literasi penting untuk menjamin peserta didik memiliki
khususnya membaca, pemahaman komprehensif keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan
mengenai hakikat membaca, faktor – faktor yang menggunakan teknologi dan media informasi, serta
dapat mempengaruhi pemahaman membaca, berbagai dapat bekerja, dan bertahan dengan menggunakan
jenis teks dengan landasan Pengenalan terhadap keterampilan untuk hidup (life skills). Abad 21
berbagai bentuk genre berbahasa dan berkomunikasi menuntut pendidikan untuk mempersiapkan pesertam
yang sekarang ini juga dikenal sebagai pendekatan didik yang mampu menghadapi persaingan ekonomi
genre (Knapp dan Watkins, 2005) tidak terlepas dari global. Partnership for 21st Century Skills
konsep literasi karena dalam pendekatan ini, teks menekankan bahwa pembelajaran abad 21 harus
memiliki genre tertentu yang kemudian dilihat mengajarkan 4 kompetensi yaitu communication,
relevansi dan praktiknya pada konteks nyata, seperti collaboration, criticalthinking, dan creativity.
teks dalam media cetak maupun elektronik. Frydenberg & Andone (2011) juga menyatakan
Penilaian yang dilakukan oleh guru hanya sebatas untuk menghadapi pembelajaran di abad 21, setiap
pada penilaian yang ditentukan pemerintah dalam orang harus memiliki keterampilan berpikir kritis,
kurikulum pembelajaran yaitu penilaian kognitif, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi
afektif, dan psikomotorik. Mengenai keterampilan informasi, literasi media dan menguasai teknologi
literasi sains guru tetap menerapkannya namun dalam informasi dan komunikasi.
pengukurannya dimasukan ke dalam penilaian Penyediaan pendidikan sains yang berkualitas
afektif. Dapat dikatakan bahwa ada ketidak sesuaian akan berdampak pada ketercapaian pembangunan

Pembelajaran IPA Abad 21 dengan... S. N. Pratiwi


Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF) 41
Volume 9 Nomor 1 2019 ISSN : 2089-6158

suatu negara. Pendidikan sains bergantung pada evaluasi yang mengkaitkan dengan fenomena sehari-
pembelajaran yang digunakan di setiap negara. hari dan masih dalam dimensi pengetahuan dan
Melalui pendidikan sains, siswa dapat terlibat pada konseptual, sehingga belum dapat digunakan untuk
dampak sains dalam kehidupan sehari – hari dan mengukur literasi sains siswa.
peran siswa dalam masyarakat. Dengan menerapkan Pengukuran tingkat literasi sains siswa sangat
konsep sains dalam pendidikan sains, siswa indonesia penting untuk mengetahui sejauh mana kemelekan
diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan di siswa terhadap konsep sains yang sudah
kehidupan nyata pada era abad 21 ini. dipelajarinya. Oleh karena itu diperlukan instrumen
Peserta didik yang memiliki pengetahuan untuk literasi sains untuk siswa. Instrumen evaluasi literasi
memahami fakta ilmiah serta hubungan antara sains, sains sudah ada dan dapat diadopsi dari pisa, namun
teknologi dan masyarakat, dan mampu menerapkan hasil literasi sains siswa indonesia dalam studi
pengetahuannya untuk memecahkan masalah – internasional berlaku secara umum. Sangat
masalah dalam kehidupan nyata disebut dengan diperlukan instrumen literasi sains untuk siswa jenis
masyarakat berliterasi sains (bond, 1989). Literasi tes dalam ruang lingkup kecil.
sains merupakan salah satu keterampilan yang
diperlukan di abad 21 diantara 16 keterampilan yang Daftar Pustaka
diidentifikasi oleh world economic forum (wefusa,
2015). Mengingat pentingnya literasi sains maka Angraini, Gustia. 2014. Analisis Kemampuan
mendidik masyarakat agar memiliki literasi sains Literasi Sains Siswa SMA Kelas X di Kota
merupakan tujuan utama dalam setiap reformasi Solok. Jurnal Prosiding mathematics and
pendidikan sains (deboer, 2000). Science Forum 2014 Jurusan Biologi FPMIPA:
Literasi sains memandang pentingnya Universitas Pendidikan Indonesia.
keterampilan berpikir dan bertindak yang melibatkan Badan Nasional Standar Pendidikan. (2010).
penguasaan berpikir dan menggunakan cara berpikir Paradigma pendidikan nasional abad XXI.
saintifik dalam mengenal dan menyikapi isu – isu Badan Standar Nasional Pendidikan Versi 1.0.
sosial. Literasi sains penting bagi siswa untuk Retrieved Juli 4, 2018, from
memahami lingkungan, kesehatan, ekonomi, social http://www.bsnpindonesia.org/id/wpcontent/Lap
modern, dan teknologi. Oleh karena itu, pengukuran oran BNSP2010.pdf.
literasi sains penting untuk mengetahui tingkat Behavioral Sciences, 7(C), 546–554Sidi. I. D, &
Setiadi. B. N. (2013). Manusia Indonesia abad
literasi sains siswa agar dapat mencapai literasi sains
21 yang berkualitas tinggi di tinjau dari sudut
yang tinggi atau baik sehingga kualitas pendidikan di
psikologi. http://himpsi.or.id/publikasi/
indonesia dapat meningkat dan dapat bersaing Bond, D. 1989. In pursuit of chemical literacy: A
dengan negara lain. place for chemical reactions. Journal of
melihat dari hasil pencapaian literasi sains siswa Chemical Education, 66(2), 157. http://dx.doi.
dalam pisa (program for international student org/10.1021/ed066p157
assessment), indonesia termasuk dalam tingkatan Costa, A. L., & Kallick, B. (1992). Reassessing
rendah yaitu posisi 10 terbawah ketika literasi sains assessment. In A. L. Costa, J. A. Bellanca, & R.
menjadi faktor yang sangat penting dalam penentuan Fogarty, (Eds.), If minds matter: A forward to
kualitas pendidikan di suatu negara (ofcd, 2014). the future, Volume II (pp. 275-280). Palatine,
Tingkat pencapaian literasi sains di indonesia yang IL: IRI/Skylight Publishing.
rendah tersebut menjadi salah satu landasan empiris DeBoer, G. E. 2000. Scientific literacy: Another look
terciptanya kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 at its historical and contemporary meanings and
terlihat jelas literasi sains melalui pembelajaran its relationship to science education reform.
inkuiri ilmiah. Pada pembelajaran inkuiri ilmiah Journal of Research in Science Teaching, 37(6),
melibatkan proses dan sikap sains sehingga siswa 582-601.
mampu mengkonstruk ilmu pengetahuannya sendiri. Dyer, Jeffrey H.; Gregersen, Hal B., and Christensen,
Pendekatan yang digunakan dalam kurikulum Clayton M. (2009) The innovator’s DNA,
2013 adalah pendekatan ilmiah (scientufuc approach) Harvard Business Review, December 2009, pp.
yang terdiri dari lima kegiatan (5m), yaitu 1-10.
mengobservasi, menanya, mengeksperimenkan, Frydenberg, M., & Andone, D. 2011. Learning for 21
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Berdasarkan st Century Skills, 314–318.
Gultepe, N., & Kilic, Z. 2015. Effect of scientific
beberapa literatur, menyebutkan bahwa pendekatan
argumentation on the development of scientific
ilmiah sama dengan pendekatan inkuiri, sehingga
process skills in the context of teaching
kurikulum 2013 sudah mengakomodasikan chemistry. International Journal of
pengembangan literasi sains bagi siswa. Namun Environmental and Science Education, 10(1),
belum banyak sekolah yang menerapkan soal

Pembelajaran IPA Abad 21 dengan... S. N. Pratiwi


Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF) 42
Volume 9 Nomor 1 2019 ISSN : 2089-6158

111–132. http://doi.org/10.12973/ijese.2015.234
a
Holbrook, J., & Rannikmae, M. 2007. The Nature of
Science Education for Enhancing Scientific
Literacy. International Journal of Science
Education, 29 (11), 1347–1362.
http://doi.org/10.1080/0950069-0601007549.
Knapp, P. & Watkins, M. (2005). Genre, text,
grammar. Australia: University of New South
Wales Press.
Liu, X. 2009. Beyond science literacy: Science and
the public. International Journal of
Environmental
and Science Education, 4(3), 301–311.
Musfiroh, Tadkiroatun, (2012). “Teks Pelangi: Sastra
Anak Mini dan Pengenalan Literasi Dini”,
Konferensi Internasional Kesusastraan XXII
UNY-HISKI, Yogyakarta, hal 221-230.
Nurgiyantoro, Burhan. (2011a). Penilaian Otentik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. (2011b). Penilaian
Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi.
Yogyakarta: BPFE.
OECD. 2014. PISA 2012 Results in Focus.
Programme for International Student
Assessment, 1–44. http://doi.org/10.1787/97892
64208070-en
Oktariza, Yuvita, 2012, Literasi Sains,
http://vivitmuzaki.wordpress.com/2012/07/09/li
teras-sains/ , (4 Juni 2018).
Ormiston, Meg (2011). Creating a Digital-Rich
Classroom: Teaching & Learning in a Web 2.0
World. Solution Tree Press. pp. 2–3. ISBN 978-
1-935249-87-0
Pettit, Jethro. (2010). Learning to do Action Research
for Social Change,” International Journal of
Communication, Vol. 4.
Putra, Hadi Hamzah. 2016. Analisis Kemampuan
Literasi Sains SMP Kelas VII Kurikulum 2013
di Kota Padang. Skripsi. Padang: Universitas
Negeri Padang.
Rychen, D.S. & Salganik, L.H. 2003. Key
competencies for a successful life and a well
functioning society. Cambridge, MA: Hogrefe
& Huber.
Soh, T., Arsad, N., & Osman, K. (2010). The
relationship of 21st century skills on students’
attitude and perception towards physics.
Procedia Social and Behavioral Sciences, 7(C),
546–554
Trilling, Bernie and Fadel, Charles (2009) 21st
Century Skills: Learning for Life in Our Times,
John Wiley & Sons, 978-0-47-055362-6.
Yana. 2013. Pendidikan Abad 21. [Online]. Tersedia:
http://yana.staf.upi.edu/2015/10/11/pendidikan-
abad-21/ di akses pada tanggal 4 Juni 2018
Pukul 15.37 WIB.

Pembelajaran IPA Abad 21 dengan... S. N. Pratiwi

Anda mungkin juga menyukai