Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu pasti mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang terus
berlangsung sampai dewasa, sebelum memasuki masa dewasa setiap individu
melewati fase-fase perkembangan termasuk perkembangan pada masa remaja.
Masa remaja ini merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-
emosional (Santrock, 1995)
Perubahan-perubahan pada masa remaja sangat membingungkan oleh
remaja saat mereka menjalaninya. Pertumbuhan dan perkembangan yang dramatis
di dalam tubuh seorang remaja menimbulkan kekhawatiran yang akut akan tubuh
mereka dan menimbulkan berbagai pertanyaan, keraguan dan ketakutan. Dalam
proses perkembangan kematangan psikologis dan biologis remaja kerap
menghadapi ketegangan dan kekhawatiran. Remaja mengalami perasaan labil,
mencoba sesuatu hal yang baru dan sering melakukan sesuatu tanpa berpikir
panjang. Karena pada masa ini juga dikenal dengan masa pencarian jati diri
diperlukan pengetahuan bagaimana perkembangan psikologi masa remaja dan
bagaimana masa ini terlewati dengan berbagai kesulitan sehingga dengan
mengetahui tugas-tugas perkembangan remaja dapat mencegah konflik yang
timbul pada masa remaja dalam keseharian bermasyarakat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan pada paparan di atas, ada
beberapa permasalahan yang bisa diangkat, adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian remaja?
2. Bagaimana ciri-ciri remaja?
3. Bagaimana perubahan-perubahan pubertas pada remaja?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan pada paparan di atas, ada
beberapa permasalahan yang bisa diangkat, adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian remaja
2. Untuk mengetahui ciri-ciri remaja
3. Untuk mengetahui perubahan-perubahan pubertas pada masa remaja

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Remaja
Masa remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikolog
perkembangan remaja (dalam Santrock, 1999), dianggap sebagai masa topan
badai dan stress (storm and stress), karena mereka memiliki keinginan bebas
untuk mementukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia
akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi
kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa
depan yang baik.
Masa remaja, menurut Mappiare (1982) berlangsung antara umur 12
tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 sampai 22 tahun bagi pria.
Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13
tahun sampai 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai
21/22 tahun adalah masa remaja akhir. Menurut hukum di Amerika Serikat
saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun,
dan bukan 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya (Hurlock, 1991).
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari
bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai
kematangan”. Bangsa primitive dan orang-orang purbakala memandang masa
puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang
kehidupan. Anak dianggap telah dewasa apabila sudah mampu mengadakan
reproduksi.
Perkembangan yang lebih lanjut, istilah adolescence sesungguhnya
memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan
fisik (Hurlock, 1991). Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock, 1991)
yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia yang
dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa. Remaja
juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual.
Transformasi intelektual dari cara berfikir remaja ini memungkinkan mereka

3
tidak hanya mampu mengintergrasikan dirinya kedalam masyarakat dewasa,
tetapi juga merupakan karakteristik yang paling meninjol dari semua periode
perkembangan (Shaw dan Costanzo, 1985).
Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah
tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara
penuh untuk masuk ke dalam golongan dewasa. Remaja ada diantara anak
dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase
“mencari jati diri” atau fase “ topan dan badai” remaja belum bisa mampu
menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun
psikisnya (monks dkk., 1989).
Perkembangan intelektual yang terus menerus menyebabkan remaja
mencapai tahap berpikir operasional formal. Tahap ini memungkinkan remaja
mampu berpikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan
mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya dari pada sekedar
melihat apa adanya. Kemampuan intelektual seperti ini membedakan fase
remaja dari fase-fase sebelumnya (Shaw dan Costanzo, 1985).1

B. Ciri-ciri Remaja
Menurut Havigurst ciri-ciri remaja adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan fisik
Pertumbuhan fisik pada remaja jelas terlihat pada tungkai dan tangan,
tulang kaki dan tangan, otot-otot tubuh berkembang pesat, sehingga anak
kelihatan bertubuh tinggi, tetapi kepalanya masih mirip anak-anak.
b. Perkembangan seksual
Tanda-tanda perkembangan seksual pada laki-laki antara lain alat
produksi spermanya mulai berproduksi, mengalami mimpi basah yang
pertama. Sedangkan pada wanita, rahimnya sudah bisa dibuahi karena
sudah mendapatkan menstruasi.

1
Dariyo Agoes, 2004, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia)

4
c. Cara berpikir kausalitas
Remaja sudah mulai berpikir kritis sehingga ia akan melawan bila
orangtua, guru, lingkungan, masih mengangapnya anak kecil.
d. Emosi
Keadaan emosi remaja masih labil. Manifestasi emosi yang sering
muncul pada remaja antara lain heightened emotionality (meningkatya
emosi) yaitu kondisi emosinya berbeda dengan keadaan sebelumnya.
e. Kehidupan sosial remaja, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya.
f. Menarik perhatian lingkungan.
g. Terikat dengan kelompok
Remaja dalam kehiduan sosial sangat tertarik kelompok sebayanya.

C. Perubahan-Perubahan PUBERTAS pada Remaja


1. Perkembangan Fisik
Pesatnya pertumbuhan fisik pada masa remaja sering menimbulkan
kejutan pada diri remaja itu sendiri. Pakaian yang dimilikinya seringkali
menjadi cepat tidak muat dan harus membeli yang baru lagi. Kadang-
kadang remaja dikejutkan dengan perasaan bahwa tangan dan kakinya
terlalu panjang sehingga tidak seimbang dengan besar tubuhnya. Pada
remaja putri ada perasaan seolah-olah belum dapat menerima kenyataan
bahwa tanpa dibayangkan sebelumnya kini buah dadanya membesar. Oleh
karena itu, seringkali gerak-gerik remaja menjadi serba canggung dan tidak
bebas.
Pada remaja pria, pertumbuhan lekum menyebabkan suara remaja itu
menjadi parah untuk beberapa waktu dan akhirnya turun satu oktaf.
Pertumbuhan kelenjar endoktrin yang telah mencapai taraf kematangan
sehingga mulai berproduksi menghasilkan hormon yang bermanfaat bagi
tubuh. Akibatnya, remaja mulai merasa tertarik kepada lawan jenisnya. Pada
waktu tidur, karena ketertarikan kepada lawan jenis yang disebabkan oleh
berkembangnya hormon mengakibatkan remaja pria sering mengalami
mimpi basah. Disisi lain, perkembangan hormon pada remaja putri
menyebabkan mereka mulai mengalami menstruasi yang seringkali pada

5
awal mengalaminya menimbulkan kegelisahan. Berproduksinya kelenjar
hormon bagi sementara remaja juga dapat menyebabkan timbulnya jerawat
pada bagian wajahnya yang seringkali juga menimbulkan kegelisahan pada
mereka, lebih-lebih pada remaja putri. Pertumbuhan fisik yang cepat pada
remaja sangat membutuhkan zat-zat pembangun yang diperoleh dari
makanan sehingga remaja pada umumnya menjadi pemakan yang kuat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik, yaitu:
1. Faktor internal
a. Sifat jasmaniah yang diwariskan dari orang tuanya
Anak yang ayah dan ibunya bertubuh tinggi cenderung lebih lekas
menjadi tinggi daripada anak yang berasal dari orang tua yang
bertubuh pendek.
b. Kematangan
Secara sepintas, pertumbuhan fisik seolah-olah seperti sudah
direncanakan oleh faktor kematangan. Meskipun anak itu diberi
makanan yang bergizi tinggi, tetapi kalau saat kematangan belum
sampai, pertumbuhan akan tertunda. Misalnya, anak berumur tiga
bulan diberi makanan yang cukup bergizi supaya pertumbuhan otot
kakinya berkembang sehingga mampu untuk berjalan. Ini tidak
mungkin berhasil sebelum mencapai umur lebih dari sepuluh bulan.
2. Faktor eksternal
a. Kesehatan
Anak yang sering sakit-sakitan pertumbuhan fisiknya akan terhambat.
b. Makanan
Anak yang kurang gizi pertumbuhannya akan terhambat, sebaliknya
yang cukup gizi pertumbuhannya pesat.
c. Stimulasi lingkungan
Individu yang tubuhnya sering dilatih untuk meningkatkan percepatan
pertumbuhannya akan berbeda dengan yang tidak pernah mendapat
latihan.

6
Faktor-faktor internal dan eksternal yang semuanya ikut memengaruhi
pertumbuhan individu mudah dimengerti bahwa pertumbuhan fisik akan
sangat bervariasi. Perbedaan faktor keturunan, kondisi kesehatan, gizi
makanan, dan stimulasi lingkungan menyebabkan perbedaan pertumbuhan
fisik individu. Anak yang selalu sehat dengan makanan yang cukup
mengandung gizi akan menunjukkan pertumbuhan fisik yang lebih cepat
daripada anak yang sakit-sakitan dan kekurangan gizi. Pertumbuhan fisik
juga menunjukkan perbedaan yang mencolok antara remaja putri dengan
remaja putra. Pada umumnya, remaja putri lebih cepat pertumbuhan fisiknya
daripada remaja putra. Namun demikian, pada suatu periode tertentu anak
laki-laki menyusun dengan kecepatan melebihi anak perempuan sehingga
pada akhirnya anak laki-laki mempunyai tinggi, besar, dan berat badan
melebihi anak perempuan. Ini tidak berarti bahwa semua anak laki-laki pasti
lebih tinggi dan besar daripada anak perempuan. Sebab ada juga anak
perempuan yang lebih tinggi besar dan ada juga anak laki-laki yang kerdil.

2. Perkembangan Emosi
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke
masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai
kematangan, mental, sosial dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung
sekitar umur 13 tahun sampai umur 18 tahun, masa anak duduk di bangku
sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik
bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga atau lingkungannya.
Karena berada pada masa peralihan antara masa anak-anak dan masa
dewasa, status remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi
lingkungannya. Conny Semiawan (1989) mengibaratkan: terlalu besar untuk
serbet, terlalu kecil untuk taplak meja karena sudah bukan anak-anak lagi,
tetapi juga belum dewasa. Masa remaja biasanya memiliki energi yang
besar, emosi yang berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum
sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak
tenang, dan khawatir kesepian.

7
Secara garis besar, masa remaja dapat dibagi kedalam empat periode,
sebagai berikut:
1. Periode Pra-remaja
Pada periode ini remaja memiliki sifat kepekaan terhadap rangsangan
dari luar dan respon mereka biasanya berlebihan sehingga mereka mudah
tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat merasa senang atau bahkan
meledak-ledak.
2. Periode remaja awal
Pada periode ini remaja merasa tidak ada orang yang mau
memperdulikannya, kontrol terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka
cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar untuk meyakinkan
dunia sekitarnya. Perilaku seperti ini sesungguhnya terjadi karena adanya
kesempatan terhadap dirinya sendiri sehingga muncul dalam reaksi yang
kadang-kadang tidak wajar.
3. Periode remaja tengah
Pada periode ini remaja memiliki tanggungjawab hidup yang harus
makin ditingkatkan oleh remaja, yaitu mampu memikul sendiri juga
menjadi masalah tersendiri bagi mereka. Karena tuntutan peningkatan
tanggung jawab tidak hanya datang dari orang tua atau anggota
keluarganya tetapi juga dari masyarakat sekitarnya.
4. Periode remaja akhir
Pada periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang
dewasa dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap dan perilaku
yang semakin dewasa. Oleh sebab itu, orang tua dan masyarakat mulai
memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja, yaitu


sebagai berikut :
1. Perubahan jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan
yang sangat cepat dari anggota tubuh. Mengakibatkan postur tubuh

8
menjadi tidak seimbang, ketidakseimbangan ini sering mempunyai akibat
yang terduga pada perkembangan emosi remaja.
2. Perubahan pola interaksi dengan orang tua
Pola asuh orang tua terhadap anak termasuk remaja, sangat
bervariasi, ada yang bola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik
oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan
anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih.
Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap
perbedaan perkembangan emosi remaja.
3. Perubahan interaksi dengan teman sebaya
Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya
dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan
membentuk semacam geng, selain itu juga masalah emosi remaja
berhubungan dengan cinta dengan teman lawan jenis. Pada masa remaja
tengah,biasanya remaja benar-benar mulai jatuh cinta dengan teman
lawan jenisnya. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi tidak
jarang juga menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaja jika
tidak di ikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih
dewasa.
Perkembangan emosional individu sebenarnya merupakan
perkembangan yang paling sulit untuk di klasifikasikan.ini tampak pada
gejala kehidupan sehari-hari bahwa tidak jarang orang dewasa pun
mengalami kesulitan untuk menyatakan perasaannya. Fenomena semacam
ini menyebabkan sulitnya untuk mencari perbedaan individual dalam
perkembangan emosi. Lagipula, munculnya emosi seseorang sangat
tergantung atau dipengaruhi lingkungan, pengalaman, dan kebudayaan,
sehingga untuk mengukur emosi sangatlah sulit.

3. Perkembangan Psikologis
Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Secara
psikologis kedewasaan adalah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri

9
psikologis tertentu pada seseorang.2 Ciri-ciri psikologis itu menurut G.W.
Allport (1961) adalah:
1) Pemekaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai dengan
kemampuan sesorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai
bagian dari dirinya sendiri juga. Salah satu tanda yang khas adalah
tumbuhnya kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya
serta adanya tenggang rasa. Di samping itu, juga adalah berkembangnya
ego ideal, berupa cita-cita, idola dan sebagainya yang menggambarkan
wujud ego (diri sendiri) di masa depan.
2) Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self
objectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai
wawasan tentang diri sendiri (self insight) dan kemampuan untuk
menangkap humor (sense of humor) termasuk yang menjadikan dirinya
sendiri sebagi sasaran.
3) Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying phylosophy of life). Orang
yang sudah dewasa tahu kedudukannya dalam masyarakat, ia paham
bagaimana seharusnya ia bertingkah laku dan berusaha mencari
jalannya sendiri menuju sasaran yang ia tetapkan sendiri. Ia tidak lagi
mudah terpengaruh dan pendapat-pendapat serta sikapnya cukup jelas
dan tegas.
Terdapat studi jangka panjang yang dilakukan terhadap responden
sejak remaja dan diulangi beberapa kali sampai mereka memasuki usia 40
atau 50-an membuktikan bahwa terjadi konstansi (sesuatu yang menetap)
pada kepribadian. Remaja yang selalu menyalahkan diri sendiri akan
menjadi dewasa yang juga menyalahkan diri sendiri. Sedangkan remaja
yang gembira akan menjadi dewasa yang gembira pula. (Studi jangka
panjang ini dilakukan antara lain oleh: Jack Block di Berkeley pada 1930-
1950, Paul T. Costa Jr, & Robert R. Mc Crae di Baltimore tahun 1960-
1970. Gloria Leon dan Jeylan Mortimer, di Minnesota pada 1947-1977 dan
1962-1976).

2
Dweck, Carol S. 2018. Mindset : The New Psychology of Succes. Jakarta: Gramedia

10
Menurut G.W. Allport yang dimaksud yang tetap dalam kepribadian
orang yang selalu berubah-ubah itu dinamakan trait, yaitu suatu sifat atau
disposition yang menentukan bagaimana orang yang bersangkutan akan
bertingkah laku. Sifat ini akan selalu mewarnai tingkah laku orang yang
bersangkutan terlepas dari situasi yang dihadapi orang tersebut, sehingga
trait juga didefinisikan sebagai "the reactive nature of an individual"
( Carr & Kingsburry, 1938)

Sementara itu, penelitian lain mengatakan bahwa trait memang ada,


namun realisasinya dalam perilaku sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, seperti budaya dan juga usia (Anastasi, 1983). Khususnya
pada remaja, proses perubahan karena pengalaman dan usia merupakan hal
yang harus terjadi karena dalam proses pematangan kepribadiannya,
remaja sedikit demi sedikit memunculkan ke permukaan sifat-sifat (trait)-
nya yang sebenarnya, yang harus berbenturan dengan rangsangan-
rangsangan dari luar. Menurut Richmond dan Sklansky (1984) inti dari
tugas perkembangan seseorang dalam periode remaja awal dan menengah
adalah memperjuangkan kebebasan. Sedangkan menemukan bentuk
kepribadian yang khas dalam periode itu belum menjadi sasaran yang
utama.

J.S. Volpe pada 1981 mengadakan sebuah penelitian terhadap 80


remaja pelajar dan mahasiswa di Washington DC, Amerika Serikat.
Responden terdiri atas remaja berusia 10-24 tahun dan alat pengumpulan
datanya diberi nya nama: why-I-am test. Hasil penelitiannya menyatakan
bahwa: perasaan positif terhadap teman lebih besar dari pada terhadap Ibu
atau ayah, demikian pula perasaan keterbukaan. Sebaliknya, perasaan
negatif justru lebih besar terhadap orang tua. Adapun sebabnya adalah
karena hubungan dengan teman lebih berdasarkan penerimaan, interaksi,
dan kepribadian. Sedangkan dalam hubungan orang tua, walaupun ada
unsur perasaan suka dan menghargai, hubungan dengan orang tua lebih
didasarkan pada reaksi. Jadi, seorang remaja menurut saja apa kata orang

11
tuanya, karena begitulah keinginan mereka dan dia tidak mau bersusah-
susah.

Hal ini menunjukkan bahwa, agar kualitas hubungan orang tua dan
anak bisa lebih meningkat, orang tua perlu lebih memperhatikan aspek
perasaan, penerimaan, kepribadian, dan interaksi itu sendiri. Ajak tetapi
dalam kenyataannya banyak orang tua yang lebih menekankan pencapaian
prestasi sekolah, nilai akademik atau IQ yang tinggi. Inilah yang
menyebabkan anak tidak bisa menemukan dirinya sendiri dan harus
menurut semata-mata pada kemauan orang tua.

4. Perkembangan Inteligensi
Menurut David Wechsler (1958) Inteligensi adalah "keseluruhan
kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta
mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif". Inteligensi
mengandung unsur pikiran atau rasio. Makan banyak unsur rasio yang
digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah laku, makin berinteligensi
tingkah laku tersebut.
Ukuran inteligensi dinyatakan dalam IQ (intelligence quotient).
Howard Gardner (1993-1999) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai
kekuatan atau kelebihan masing-masing. Ada yang kuat di satu atau
beberapa cabang inteligensi tetapi tidak mungkin pandai dalam segala
bidang. Jenis-jenis inteligensi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Bodily-kinesthetic: kecerdasan yang terkait dengan gerakan anggota
tubuh.
2) Interpersonal: kecerdasan yang terkait dengan hubungan dengan orang
lain.
3) Verbal-linguistic: kemampuan yang terkait dengan kata-kata lisan
maupun tertulis.
4) Logical-mathematical: kemampuan di bidang logika, penggunaan akal,
kemampuan abstraksi dan angka.
5) Intrapersonal: kemampuan utamanya adalah intropeksi dan refleksi diri.

12
6) Visual-spatial: kemampuan yang tinggi dalam mengambil keputusan
dalam bidang penglihatan dan ruang (space).
7) Musical: kecerdasan musikal terkait dengan irama, musik, nada dan
pendengaran.
8) Naturalistic: kemampuan baik dalam mengenal dan mengelola alam.
Konsekuensi dari adanya teori ini adalah orang tua dan guru harus
cermat mengamati kemampuan anaknya. Jangan memaksakan anak untuk
mendapatkan nilai 100 pada pelajaran matematika, jika kecerdasan
utamanya adalah musik atau seni rupa. Jadi pendidikan anak khususnya
remaja harus berorientasi pada kemampuan anak, bukan pada keinginan
orang tua atau kurikulum yangbsudah digariskan secara umum.
5. Perkembangan Peran Sosial
Besarnya rasa ketergantungan pada orang tua di kalangan anak-anak
Indonesia dibuktikan dari penelitian yang dilakukannoleh psikolog bangsa
Turki bernama C. Kagitcibasi yang meneliti sejumlah 20.403 orang tua
dari seluruh dunia (1984). Dalam penelitian itu terbukti bahawa ibu-ibu
dari sulu jawa dan sunda mengharapkan anak mereka agar menuruti orang
tua (jawa 88%, sunda 81%).demikian pula para ayah dari kedua suku
tersebut (jawa 85%, sunda 76%).3
Pola harapan orang tua Indonesia yang menekankan agar anak selalu
menurut kepada orang tua mungkin adalah dalam rangka agar anak
menjadi orang seperti yang dicita-citakan oleh orang tua. Diantara yang
dicita-citakan oleh orang tua tersebut adalah prestasi sekolah yang tinggi.
Akan tetapi mengharapkan prestasi yang tinggi dengan cara mendidik agar
anak menuruti orang tua ternyata adalah tindakan yang kurang tepat,
karena menurut penelitian A.Achir dan Ellydar Din (1978), anak-anak
yang berprestasi tinggi disekolah justru mendapat latihan untuk mandiri
dan mengurus dirinya sendiri pada usia yang lebih awal daripada anak
yang prestasi sekolahnya lebih rendah.

3
Sarwono Sarlito Wiraman, 2012, Psikologi Remaja. (Jakarta : Rajagrfindo)

13
Dari uraian diatas jelaslah bahwa konflik peran yang dapat
menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa remaja
dapat dikurangi dengan memberi latihan-latihan agar anak dapat mandiri
sedini mungkin. Dengan kemandiriannya, anak dapat memilih jalannya
sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap.
6. Perkembangan Gender
Seorang anak harus mempelajari perannya sebagai anak dari jenis
kelamin tertentu terhadap jenis kelamin lawannya. Gender tidak hanya
ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan, tetapi juga oleh
lingkungan dan faktor-faktor lainnya. Dengan demikian, tidak otomatis
seorang anak laki-laki tidak harus pandai main sepak bola sedangkan anak
perempuan harus pandai menari. Kenyataannya bahwa banyak anak laki-
laki yang pandai menari dan perempuan yang pandai main sepak bola dan
akhirnya tetap menjadi pria atau wanita yang normal.
T.M. Hartnagel dalam penelitiannya di Amerika Serikat (1982)
membuktikan bahwa modernisasi punya pengaruh langsung atas
meningkatnya keterlibatan wanita dalam tindakan kriminal. Sulitlah kita
menjumpai apa yang dinamakan "wanita sejati" (trully womanhood) yang
klasiknya bercirikan antara lain sikap merendah, kontrol diri yang kuat dan
terikat kepada ide-ide tentang kemurnian dalam kesucian (M. Sugar,
1979).
Dengan menggunakan skala khusus yang dinamakan BSRI (Bem Sex-
Role Inventory). Sandra Bem mencoba mengukur sifat kelaki-lakian
(ambisius, aktif, kompetitif, objektif, mandiri, agresif, pendiam dan
seterusnya) dan sifat kewanitaan (pasif, lemah lembut, subjektif, dependen,
emosional dan sebagainya). Hasilnya ternyata ada empat jenis macam
manusia ditinjau dari peran seksualnya, yaitu:
1) Tipe Maskulin: yaitu manusia yang sifat kelaki-lakiannya di atas rata-
rata dan sifat kewanitaannya orang dari rata-rata.
2) Tipe feminim: yaitu manusia yang sifat kewanitaannya diatas rata-rata
dan sifat kelaki-lakiannya kurang dari rata-rata.

14
3) Tipe Abdrogin: yaitu manusia yang sifat kelaki-lakian maupun
kewanitaannya diatas rata-rata.
4) Tipe tidak tergolongkan (undiferentiated), yaitu manusia yang sifat
kelaki-lakian maupun kewanitaannya dibawah rata-rata. (Wrightsman,
1981)

Keadaan di Indonesia sendiri tidak jauh berbeda dari apa yang


diuraikan Sandra Bem. Yang menjadi masalah sekarang adalah bahwa,
dalam mencari identitas seksualnya, banyak remaja (khususnya yang
wanita) di Indonesia masih menghadapi tekanan sosial dari keluarga dan
masyarakatnya yang masih tradisional, sehingga mereka harus menghadapi
konflik berat dalam menuju kepribadian androgin. Banyak yang harus
menjadi feminim walaupun ia dibesarkan dan dididik menjadi androgin.
7. Perkembangan Moral dan Religi
Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa
remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa
mengendalikan tingkah laku remaja sehingga ia tidak melakukan hal-hal
yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan
masyarakat.
W.G. Summer (1907) berpendapat bahwa tingkah laku manusia yang
terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang
mempunyai sanksi-sanksi tersendiri untuk pelanggar-pelanggarnya.
Kontrol masyarakat itu adalah:
1) Folkways, yaitu tingkah laku yang lazim.
2) Mores, yaitu tingkah laku yang sebaiknya dilakukan.
3) Law (hukum), yaitu tingkah laku yang harus dilakukan atau dihindari.

Kohlberg membagi perkembangan moral dalam tiga tahap, yaitu:


1) Tahap I (tingkat 1 dan 2): tahap prakonvensional
Pada tahap ini seseorang belum benar-benar mengerti, apalagi
menerima aturan dan harapan masyarakat. Pada tingkat 1, pedoman
mereka hanyalah menghindari hukum. Pada tingkat 2 sudah ada

15
pengertian bahwa untuk memenuhi kebutuhan sendiri, seseorang juga
harus memikirkan kepentingan orang lain.
2) Tahap II (tingkat 3 dan 4) : tahap konvensional
Yang berarti setuju pada aturan masyarakat dan penguasa hanya karena
memang sudah demikianlah keadaannya. Tahap ini di.iliki oleh remaja
dan sebagian besar orang dewasa dalam masyarakat. Pada tahap ini
(tingkat 4) mereka sudah mempunyai pengertian tentang sistem sosial.
3) Tahap III (tahap 5 dan 6) : tahap pasca konvensional
Mereka yang mencapai tahap ini mendasarkan penilaian mereka
terhadap aturan dari harapan masyarakat pada prinsip-prinsip moral
umum (yaitu kontak sosial atau hak individu pada tingkat 5 dan prinsip
etika universal pada tingkat 6)

D. Kebutuhan dan Tugas Perkembangan Remaja


1. Pentingnya Kebutuhan bagi Perilaku Manusia
Menurut Maslow (1962), suatu sifat dapat dipandang sebagai kebutuhan
dasar jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Ketidak hadirannya atau ketidak adaan nya menimbulkan penyakit
2. Kehadirannya mencegah penyakit
3. Pemulihannya menyembuhkan penyakit
4. Dalam situasi-situasi tertentu yang sangat kompleks dan orang bebas
memilih, orang yang sedang berkekurangan ternyata mengutamakan
kebutuhan dibandingkan jenis-jenis kepuasan lainnya
5. Kebutuhan itu tidak aktif lemah dan secara fungsional tidak terdapat
pada orang yang sehat
Maslow mengemukakan hierarki kebutuhan dari yang paling dasar
sampai yang paling tinggi, yaitu:
1. Kebutuhan Fisiologis
Merupakan kebutuhan yang paling dasar untuk mempertahankan
hidupnya secara fisik yaitu kebutuhan makan, minum, sandang, tempat
tinggal tidur, dll.

16
2. Kebutuhan Rasa Aman
Setelah kebutuhan fisiologisnya terpenuhi akan muncul pada diri
seseorang kebutuhan akan rasa aman.
3. Kebutuhan Rasa Memiliki dan Kasih Sayang
Bagi Maslow cinta dan kasih sayang merupakan sesuatu yang
hakiki dan sangat berharga dalam kehidupan manusia karena
didalamnya menyangkut suatu hubungan erat, sehat dan penuh kasih
antara dua orang atau lebih, serta menumbuhkan sikap saling percaya.
Maslow juga mengemukakan bahwa tanpa cinta dan kasih sayang
pertumbuhan dan perkembangan individu akan terhambat. Para ahli
psikopatologi mengatakan bahwa terhalangnya pemuasan kebutuhan
akan rasa cinta dan kasih sayang merupakan penyebab utama terjadinya
salah suai.
4. Kebutuhan Penghargaan
Ada dua kategori tentang kebutuhan akan penghargaan pada
manusia, yaitu:
a. Kebutuhan akan harga diri
Kebutuhan akan harga diri yang meliputi: kepercayaan diri,
kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan,
dan kebebasan.
b. Kebutuhan akan penghargaan dari orang lain: prestise, pengakuan,
penerimaan, perhatian, kedudukan, dan nama baik.
5. Kebutuhan Rasa Ingin Tahu
Ada argumentasi menurut Maslow bahwa rasa ingin tahu
merupakan kebutuhan hidup manusia, yaitu sebagai berikut:
a. Pada anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang bersifat alamiah.
b. Sejarah telah mencatat bahwa banyak orang yang dengan berani
menantang bahaya besar untuk memenuhi rasa ingin tahunya dengan
memburu pengetahuan.

17
c. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang matang
secara psikologis sangat tertarik kepada hal-hal yang paling rahasia,
ketidakpastian, serta belum dapat dijelaskan.
Rasa ingin tahu sesungguhnya dapat dikatakan sebagai suatu proses
pencarian makna. Karena merupakan proses pencarian makna maka
didalamnya mengandung hasrat untuk memahami, menyusun,
mengatur, menganalisis, menemukan hubungan-hubungan dan makna
-makna serta membangun suatu sistem nilai.
6. Kebutuhan Estetik
Munculnya kebutuhan estetik dalam teori Maslow diawali dari
penelitiannya yang dilakukan terhadap mahasiswa tentang pengaruh
lingkungan yang indah dan kotor terhadap perilaku manusia tersebut.
7. Kebutuhan akan Pertumbuhan
Maslow melukiskan bahwa melalui penelitian yang mendalam
menemukan kebutuhan yang sama sekali baru dan termasuk kategori
yang lebih tinggi yang kemudian dilukiskan sebagai kebutuhan akan
pertumbuhan atau dikenal dengan being values meliputi; sifat
menyeluruh, kesempurnaan, penyelesaian, keadilan, sifat hidup, sifat
kaya, kebaikan, kesederhanaan, keindahan, keunikan, sifat tanpa
kesukaran, kenyataan, sifat permainan, kebenaran kejujuran dan sifat
merasa cukup.
8. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan psikologis untuk menumbuhkan, mengembangkan dan
menggunakan kemampuannya secara penuh oleh Maslow disebut
“aktualisasi diri”. Menurut Maslow kebutuhan aktualisasi diri biasanya
muncul sesudah kebutuhan akan penghargaan dan kasih sayang
terpenuhi secara memadai.

18
Menurut teori dari Mc Clelland 4, pemahaman tentang motivasi akan
semakin mendalam apabila disadari bahwa setiap individu mempunyai 3
jenis kebutuhan, yaitu:
a. kebutuhan untuk berprestasi
b. kebutuhan untuk berkuasa
c. kebutuhan untuk berafiliasi
2. Kebutuhan Remaja Dalam Perkembangannya
Dalam perspektif teori sosial psikologis memandang bahwa kebutuhan-
kebutuhan remaja berkaitan erat dengan pemuasan kebutuhan mereka dalam
kelompoknya. Kebutuhan tersebut menurut Sri Sulastri adalah sebagai
berikut:
1. Kebutuhan untuk menerima afeksi dari kelompok atau individu,
meliputi:
a. Menerima rasa kasih sayang dari keluarga dan orang lain diluar
kehidupan keluarga
b. Menerima pemujaan atau sambutan hangat dari teman-temannya
c. Menerima penghargaan dan apresiasi dari guru dan pendidik
lainnya
2. Kebutuhan untuk memberikan sumbangan kepada kelompoknya:
a. Menyatakan afeksi kepada kelompoknya
b. Turut serta memikul tanggungjawab kelompok
c. Menyatakan kesediaan dan kesetiaan kepada kelompok
d. Menghayati keberhasilan dalam kelompok
3. Kebutuhan untuk memahami
4. Kebutuhan untuk mempelajari dan menyelidiki sesuatu

3. Konsekuensi Kebutuhan Remaja yang Tidak Terpenuhi


4
Juntika Nurihsan, 2013, Dinamika perkembangan anak dan remaja, (Bandung : Refika
Aditama)

19
Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan remaja tersebut secara memadai
akan menimbulkan keseimbangan dan keutuhan pribadi. Namun jika
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka akan terjadi hal-hal yang diluar
dugaan. Alam Interpreting Personality Theories mengemukakan bahwa
setidaknya ada 2 komponen kunci mengenai terjadinya frustasi pada
individu, yaitu:
1. Adanya kebutuhan, dorongan atau kecenderungan untuk bertindak
2. Adanya rintangan atau halangan yang menghambat individu sebagai
upaya mencapai tujuan
4. Upaya Pemenuhan Kebutuhan Remaja dan Implikasinya bagi
Pendidikan
Kondisi lingkungan sekitar, baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat
berkaitan erat dengan motivasi seseorang. Menurut Maslow, ada sejumlah
kondisi yang merupakan persyaratan dan sekaligus menjadi intervensi
edukatif dalam rangka pemuasan kebutuhan dasar manusia, termasuk
remaja, yaitu:
1. Kemerdekaan untuk berbicara
2. Kemerdekaan melakukan apa saja yang diinginkan selama tidak
merugikan dirinya dan orang lain
3. Kemerdekaan untuk mengeksplorasi lingkungan
4. Kemerdekaan untuk mempertahankan atau membela diri
5. Adanya keadilan
6. Adanya kejujuran
7. Adanya kewajaran
8. Adanya ketertiban
5. Tugas-Tugas Perkembangan
Menurut Robert J. Havighust mengatakan, bahwa tugas perkembangan
adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari
kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan
membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya.

20
Tugas-tugas perkembangan mempunyai 3 macam tujuan yang sangat
bermanfaat bagi individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan,
yaitu:
1. Sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan
masyarakat dari mereka pada usia tertentu.
2. Memberikan motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa
yang diharapkan oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang
kehidupannya.
3. Menunjukkan kepada setiap individu tentang apa yang akan mereka
hadapi dan tindakan apa yang diharapkan dari mereka jika nantinya
akan memasuki tingkat perkembangan berikutnya.
Adapun tugas perkembangan masa remaja (12-21 tahun) menurut
Havigurst adalah sebagai berikut :
1. Membina hubungan yang lebih matang baik pada pria maupun pada
wanita.
2. Maupun mengekspresikan dan mengembangkan peran jenis secar sehat.
3. Memahami kondisi fisiknya dan memanfaatkan secara efektif.
4. Mengurangi ketergantunagan emosional kepada orang tua atasorang
dewasa lain.
5. Mengurangi ketergantungan ekonomi kepada orangtua atau orang
dewasa lain.
6. Menyeleksi dan menyiapkan diri untuk suatu pekerjaan di masa depan.
7. Mempersiapkan untuk membina rumah tangga.
8. Mengembangkan intelektual dan keterampilan kemasyarakatan.
9. Menyesuaikan perilaku dan etika yang berlaku sehingga dapat memiliki
pedoman untuk bertindak.
10. Mengembangkan minat dan tanggung jawab sosial.

Beberapa tugas perkembangan yang seharusnya bisa dilakukan oleh


remaja menurut Hurlock (1980)5 adalah sebagai berikut :
5
Mohammad Ali, 2015, Psikologi remaja perkembangan peserta didik, (Jakarta : PT Bumi
aksara)

21
1. Menerima keadaan fisik.
2. Meneria peran seks dewasa yang diakui masyarakat.
3. Mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis.
4. Mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab.
5. Persiapan perkawinan.

Ada 3 macam bahaya potensial yang menjadi penghambat


penyelesaian tugas perkembangan, yaitu:
1. Harapan-harapan yang kurang tepat, baik individu maupun lingkungan
sosial mengharapkan perilaku diluar kemampuan fisik maupun
psikologis.
2. Melangkahi tahap-tahap tertentu dalam perkembangan sebagai akibat
kegagalan menguasai tugas-tugas tertentu.
3. Adanya krisis yang dialami individu karena melewati satu tingkatan ke
tingkatan yang lain.

Menurut Havighurst, ada sejumlah tugas perkembangan yang harus


diselesaikan dengan baik oleh remaja, yaitu sebagai berikut:
1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik
pria maupun wanita
2. Mencapai peran sosial pria dan wanita
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif
4. Mencari kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa
lainnya
5. Mencapai jaminan kebebasan ekonomi
6. Memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan
7. Persiapan untuk memasuki kehidupan berkeluarga
8. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep yang penting
untuk kompetensi kewarganegaraan
9. Mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang bertanggung
jawab

22
10. Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika sebagai
pedoman tingkah laku

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

23
Masa Remaja adalah masa pencarian jati diri dan dianggap sebagai masa
topan badai karena mereka memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib
diri sendiri. Pada masa ini, seorang remaja membutuhkan banyak bimbingan
dan arahan, kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu
yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa
menjadi seorang yang tak memiliki masa depan yang baik.
Menurut Adams dan Gullotta (1983), ada lima aturan kalau kita mau
membantu remaja dalam menghadapi masalah mereka, yaitu:
1) Trustworthiness (kepercayaan), yaitu kita harus saling percaya dengan para
remaja yang kita hadapi. Tanpa itu jangan harap ada komunikasi dengan
mereka.
2) Genuineness, yaitu maksud murni dan tidak pura-pura.
3) Empathi, yaitu kemampuan untuk merasakan perasaan-perasaan remaja.
4) Honesty, yaitu kejujuran.
5) Adanya pandangan dari pihak remaja bahwa kita memang memenuhi
keempat ukuran tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Dariyo Agoes, 2004, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor : Penerbit


Ghalia Indonesia

24
Dweck, Carol S. 2018. Mindset : The New Psychology of Succes. Jakarta:
Gramedia

Juntika Nurihsan. 2013. Dinamika perkembangan anak dan remaja.


Bandung : Refika Aditama.

Mohammad Ali. 2015. Psikologi remaja perkembangan peserta didik.


Jakarta : PT Bumi aksara.

Sarwono Sarlito Wiraman, 2012, Psikologi Remaja. Jakarta : Rajagrfindo

25

Anda mungkin juga menyukai