Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR GENETIKA

PERSILANGAN JAGUNG

Disusun oleh:

Nama : Dinda Fahira


NIM : 17/409618/PN/15006
Gol./Kel : B4
Nama Partner : Abidah Tauchid
Asisten : 1. Audya Hayu Kusumastuti
2. I Komang Adi Widyastama
3. Lintang Restu Pratiwi

LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN GENETIKA


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemuliaan tanaman plant breeding adalah perpaduan antara


seni art dan ilmu science dalam merakit keragaman genetik suatu
populasi tanaman tertentu menjadi lebih baik atau unggul dari
sebelumnya. Hibridisasi (persilangan) adalah penyerbukan silang antara tetua yang
berbeda susunan genetilmya. Pada tanaman menyerbuk sendiri hibridisasi merupakan
langkah awal pada program pemuliaan setelah dilakukan pemilihan tetua. Umumnya
program pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri dimulai dengan menyilangkan dua tetua
homozigot yang berbeda genotipenya. Pada tanaman menyerbuk silang, hibridisasi
biasanya digunakan untuk menguji potensi tetua atau pengujian ketegaran hibrida
dalam rangka pembentukan varietas hibrida. Selain itu, hibridisasi juga dimaksudkan
untuk memperluas keragarnan (Syukur et al., 2012).
Salah satu tipe persilangan yang sering dilakukan adalah
persilangan dialel (diallel cross). Persilangan dialel adalah persilangan
yang dilakukan di antara semua pasangan tetua sehingga dapat
diketahui potensi hasil suatu kombi-nasi hibrida, nilai heterosis, daya
gabung (daya gabung umum dan daya gabung khusus), dan dugaan
besarnya ragam genetik dari suatu karakter. Suatu galur sebelum
dijadikan tetua dalam persi-langan untuk menghasilkan varietas,
perlu diketahui daya gabungnya. Salah satu cara untuk mengetahui
daya gabung galur adalah melalui persilangan dialel. Daya gabung
merupakan suatu ukuran kemampuan genotipe tanaman dalam
persilangan untuk mengha-silkan tanaman unggul. Menurut Rifin
(1983) dalam Sujiprihati (2012) yang melakukan evaluasi daya
gabung umum terhadap empat galur tahan melalui persilangan
puncak dengan menggunakan tiga galur rentan sebagai tester,
menyimpulkan bahwa galur yang memiliki efek daya gabung umum
negatif dan nilai heterosis tinggi diharapkan tahan terhadap penyakit
bulai.
Tanaman jagung didomestikasi sekitar 8.000 tahun yang
lampau oleh bangsa Indian, merupakan keturunan jagung liar teosinte
(Zea mays ssp. Parviglumis). Melalui proses evolusi, adaptasi, migrasi,
rekombinasi gen-gen, dan kegiatan petani menanamnya sambil
melakukan seleksi massa, akhirnya menjadi tanaman jagung seperti
sekarang ini. Jagung merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua
setelah beras. Disamping itu, jagung juga digunakan sebagai bahan makanan ternak
(pakan) dan bahan baku industri. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi jagung
adalah dengan menggunakan varietas unggul seperti varietas hibrida atau varietas bersari
bebas. Hibrida dapat menghasilkan biji lebih tinggi daripada varietas bersari bebas.
Namun, harga varietas hibrida jauh lebih mahal dari pada benih bersari bebas dan setiap
kali tanam petani harus membeli benih baru. Pembentukan varietas hibrida maupun
bersari bebas merupakan suatu kegiatan program pemuliaan tanaman ( Lubis et al., 2013).
Langkah penting dalam pemuliaan jagung untuk lintang yang
lebih tinggi melibatkan pengesahan kontrol lingkungan ini,
menciptakan tanaman jagung yang berbunga secara independen dari
hari ke hari. Meristem perisai tunas jagung memulai sejumlah daun
yang ditentukan secara genetis sebelum diolah menjadi struktur
reproduksi laki-laki, yang dikenal sebagai rumbai atau malai. Kuncup
ditemukan di axils sebagian besar daun - tunas bagian bawah menjadi
anakan, yaitu cabang panjang, menyerupai batang utama. Kuncup di
atas anakan akan berkembang menjadi tongkol, yang memegang
kernel. Selama perkembangan awal, primordia tongkol dan rumbai
tampak mirip satu sama lain. Gen penentuan jenis kelamin memulai
sebuah program yang menghambat pengembangan bagian reproduksi
wanita pada bunga jantan dari rumbai dan bagian reproduksi pria pada
bunga betina di tongkol. Menariknya, rumbai atau malai anakan
seringkali sebagian feminim. Sementara tanaman teosinte memiliki
banyak anakan, memastikan pasokan serbuk sari selama beberapa
hari, jagung modern sering memiliki satu rumbai dan tidak memiliki
banyak bibit. Jagung hibrida dibuat dengan menanam dua inbrida
berbeda dalam baris alternatif dan detasemen satu inbrida,
memastikan bahwa tongkol pada tanaman yang dilepaskan diserbuki
silang dan dengan demikian bersifat hibrida (Hake and Ibarra, 2015).
Kultivar hibrida berbeda satu sama lain dalam hasil karena
perbedaan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan. Dalam hal
ini, kondisi iklim, potensi daerah, kesuburan tanah, dan kedalaman
tanah memiliki efek yang hampir serupa dengan salinitas. Salah satu
faktor terpenting dalam memperbaiki praktik budaya jagung, yang
merupakan faktor yang mempengaruhi hasil jagung biji-bijian, adalah
kepadatan tanaman per satuan luas lahan (dengan masing-masing
kultivar memiliki kepadatan tanaman yang berbeda di iklim yang
berbeda sesuai dengan suhu dan radiasi yang berlaku (Yasari, 2012).

B. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum persilangan jagung adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui proses persilangan jagung dengan metode kantong (tassel bag
method).
2. Mengetahui manfaat dilakukannya persilangan jagung.
3. Mengetahui hasil persilangan antara beberapa varietas jagung.
II. PERSILANGAN JAGUNG

A. Hasil

Pengamatan
Jantan Betina
Panjang Jumlah Bentuk/Tekstur Warna
Dokumensi
Tongkol Bulir Bulir Bulir

Bulat,
mengkilap, dan Putih dan
Hibrida Lokal 24,3 cm 20 licin kuning  

Lonjong,
mengkilap, dan
Hibrida Hibrida 35,5 cm 413 licin. Kuning  
Bulat,
mengkilap, dan Kuning
Lokal Hibrida 24,5 cm 102 licin. muda  

Bulat dan
lonjong,
mengkilap, dan
Lokal Lokal 26 cm 116 licin. Putih  

B. Pembahasan
Praktikum Dasar-Dasar Gentika Acara V mengenai persilangan jagung,
dilakukan dengan menggunakan dua jenis jagung yaitu jagung hibrida (kuning) dan
jagung putih (lokal). Tanaman jagung seperti yang kita ketahui merupakan tanaman
berumah satu yang mampu melakukan penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang.
Praktikum dilakukan dengan menggunakan tanaman jagung karena lebih mudah, sebab
masa tumbuh tanaman jagung relatif cukup singkat dan bunga jantan dan bunga betina
dari jagung mudah diamati. Tanaman jagung dipilih pada persilangan kali ini
dikarenakan periode tumbuh atau masa tanam jagung juga tidak terlalu lama yaitu
sekitar dua bulan. Karakter pada jagung ditentukan oleh gen dominan terutama dominan
homozigot. Persilangan dilakukan agar dapat mengatur karakter-karakter yang
diinginkan dalam kondisi homozigot. Persilangan jagung dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu selfing atau persilangan dengan tetua yang sama dan crossing atau
persilangan oleh dua tetua yang berbeda gen.
Praktek penyilangan jagung dilakukan dalam kondisi cuaca yang lumayan
baik, yakni tidak terjadi hujan namun keadaan awan sedikit mendung. Pada saat
pengkerodongan malai jantan dan bunga betina cuaca yang terjadi di lapangan cerah,
namun sehari setelah pengkerodongan terjadi hujan gerimis. Pengkerodongan pada
bagian malai jagung dilakukan dengan menggunakan amplop kertas, penggunaan
amplop kertas tersebut kurang efektif karena saat turun hujan amplop kertas rusak
sehingga tidak dapat menutupi malai jantan dan bunga betina. Kondisi optimum untuk
melakukan penyerbukan silang yaitu pada suhu rendah sekitar 20-25 oC (Wijaya et.
al., 2007). Suhu di kebun banguntapan pada saat proses penyilangan relatif musim
hujan dan menunjukkan suhu yang cocok untuk melakukan persilangan yaitu sekitar
230 C.
Persilangan merupakan penyerbukan antara dua jenis indukan yang berbeda
susunan dan sifat genetiknya. Persilangan dilakukan untuk mendapatkan keragaman
keturunan atau keturunan yang bervariasi. Persilangan terjadi karena 2 hal , yaitu
perkawinan sendiri (selfing) dan perkawinan silang (crossing). Selfing merupakan
persilangan yang dilakukan oleh tanaman itu sendiri terhadap tanaman tersebut atau
dapat dikatakan bahwa tanaman melakukan persilangan atas dirinya sendiri. Pada
persilangan selfing tidak terdapat perbedaan genotipe pada dua tanaman yang
disilangkan. Sedangkan crossing merupakan persilangan antara 2 individu yang
memiliki genotipe berbeda. Crossing dapat memberikan hasil produksi yang lebih baik
sebab semua sifat baik digabungkan kedalam 1 genotipe baru.
Jagung hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan
dua galur murni. Pemulia jagung umumnya memulai perakitan
jagung hibrida melalui persilangan galur/plasmanutfah.
Plasmanutfah sendiri memegang peranan yang sangat vital karena
berperan dalam menentukan ketersediaantetua unggul. Tetua yang
berasal dari plasma nutfah superior dengan karakter agronomi ideal
akan menghasilkan galur yang memiliki daya gabung yang baik.
Hibrida persilangan tunggal atau single cross adalah generasi
pertama dari hasil persilangan antara dua galur murni, misalnya A x
B. Hibrida persilangan ganda atau double cross adalah generasi
pertama hasil persilangan antara dua hidbrida persilangan tunggal
misalnya (AxB) x (CxD) (Warisno, 2000).
. Pemilihan bunga untuk melakukan persilangan tanaman merupakan hal yang
sangat penting, karena bunga akan berperan sebagai betina maupun jantan, sehingga
harus sudah mencapai tahap siap dilakukan penyerbukan pada saat yang bersamaan.
Bunga betina yang akan diserbuki tidak boleh terkontaminasi oleh serbuk sari dari
tanaman lain. Pemilihan tongkol jagung sebagai bunga betina juga menentukan proses
penyerbukan. Tongkol yang berambut pendek akan memiliki peluang keberhasilan
penyerbukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tongkol yang memiliki rambut
panjang, karena tongkol yang berambut pendek tidak mudah diserbuki oleh malai
secara bebas. Pada tanaman jagung yang akan digunakan untuk persilangan, tongkol
dibungkus menggunakan amplop kertas atau tassel bag untuk mencegah tongkol
terkontaminasi (terserbuki) oleh serbuk sari malai lain atau malai dari pohon itu
sendiri. Begitu juga dengan malai yang akan digunakan, yaitu malai yang belum pecah
dan harus dibungkus menggunakan amplop kertas agar ketika malai sudah siap
menyerbuki, serbuk sarinya dapat tertampung di amplop kertas atau tassel bag
tersebut.
Pada praktikum ini dilakukan persilangan antara :
a. ♀ hibrida x ♂ local
b. ♀ hibrida x ♂ hibrida
c. ♀ local x ♂ hibrida
d. ♀ local x ♂ local
Hasil pengamatan yang dilakukan setelah melakukan persilangan, yaitu
persilangan atau crossing ♀ lokal (putih) x ♂ hibrida menghasilkan bulir / biji jagung
berjumlah 20 buah dan memiliki ukuran tongkol yang panjang yaitu 24,3 cm, bulir
berbentuk bulat mengkilap dan licin, dan bulir berwarna kuning dan putih. Pada
persilangan Selfing ♀ hibrida x ♂ hibrida dihasilkan panjang tongkol 35,5 cm, jumlah
bulir 413 buah, bulir berbentuk lonjong mengkilap dan licin, dan bulir berwarna
kuning. Persilangan atau crossing ♀ hibrida x ♂ lokal (putih) menghasilkan pangjang
tongkol 24,5 cm, jumlah bulir 102 buah, bulir berbentuk bulat mengkilat dan licin, dan
bulir berwarna kuning muda. Pada persilangan jagung ♀ lokal (putih) x ♂ lokal (putih)
dihasilkan panjang tongkol 26 cm, jumlah bulir 116 buah, bulir berbentuk bulat dan
lonjong mengkilat licin, dan bulir berwarna putih. Hasil persilangan antara hibrida
dengan hibrida menunjukan keberhasilan 100%, hal ini terjadi karena betina tidak
terbuahi oleh serbuk sari dari jagung lain. Persilangan ini sesuai dengan teori Mendel
yaitu Complete Dominance, dimana keturunan 100% seperti induk. Pada persilangan
jagung lokal dengan hibrida hasil yang didapatkan sudah sesuai, tetua jantan
merupakan jagung putih dan tetua betina berwarna kuning yang mendominasi hasil
persilangan. Pada persilangan tetua jantan dan betinanya merupakan jagung lokal
berwarna putih menghasilkan anakan berwarna putih yg sesuai dengan induknya. Pada
persilangan jagung hibrida dengan lokal hasil yang didapatkan juga sudah sesuai, tetua
jantan merupakan jagung kuning dan tetua betinanya berwarna putih, sehingga warna
putih tetua betina mendominasi hasil persilangan. Penyerbukan berhasil karena hasil
sesuai dengan tetuanya. Dapat dikatakan bahwa persilangan yang dilakukan pada
praktikum kali ini berhasil, karena semua jagung menghasilkan bulir dan warna jagung
juga sudah sesuai dengan warna tetuanya. Keberhasilan tersebut dapat terjadi karena
dalam proses pengerodongan berhasil, sehingga jagung yang akan disilangkan tidak
terkontaminasi oleh benang sari tanaman jagung yang lain dan juga malai yang
digunakan sudah matang sehingga dapat menyerbuki tongkol jagung dengan baik.
Penyerbukan yang dilakukan pada praktikum ini yaitu penyerbukan silang
buatan yang dilakukan oleh manusia. Biasanya jagung melakukan penyerbukan
menggunakan bantuan angin. Selain cuaca, faktor terpenting yang berpengaruh
terhadap keberhasilan persilangan adalah waktu dan proses penyerbukan yang
dilakukan. Waktu yang baik untuk melakukan penyerbukan yaitu pada pagi hari,
sedangkan waktu untuk pengkerodongan yaitu pada pagi atau sore hari, karena jika
dilakukan pada waktu siang atau sore hari kemungkinan benang sari sudah pecah dan
kemungkinan bersar telah terbawa angin. Saat yang paling baik untuk melakukan
persilangan buatan atau hibridisasi adalah saat bunga telah mekar ½ sampai ¾ bagian
dan kepala putik berwarna putih.  Pada saat itu, bungan jantan (benang sari) pada
tandan tersebut belum masak atau pecah. Sehingga proses pengambilan tepung sari
tersebut dilakukan pada saat sebelum kepala putik masak agar lebih menjaga dan
memperkecil kemungkinan terjadinya penyerbukan. Faktor lain yang mempengaruhi
persilangan adalah proses penyerbukan, setelah serbuk sari jagung (misalnya jagung
hibrida) diserbukkan ke jagung lokal, maka jagung harus segera ditutup rapat dengan
plastik agar serbuk sari dari tanaman jagung lain tidak dapat mengenai putik jagung
betina tersebut.
Varietas-varietas jagung yang ada di Indonesia memiliki sifat biji yang keras
karena dikembangkan dalam rangka proteksi terhadap serangan hama penyakit.
Varietas sejenis ini memiliki karakteristik kandungan protein yang rendah karena tidak
memiliki opaque-2 yang mengendalikan kadar protein. Kandungan protein terbesar
pada biji jagung terdapat pada lapisan aleuron. Lapisan aleuron adalah lapisan yang
membungkus endosperm. Endosperm biji jagung sebagian besar mengandung pati
tetapi pada jagung yang mengandung lebih banyak protein daripada pati akan
menyebabkan biji menjadi lunak. Komposisi dari zat pati dan protein dalam biji
jagung ini berbeda-beda sesuai dengan varietasnya. Hasil persilangan dengan jumlah
biji yang banyak merupakan pertanda bahwa kedua tetua persilangan tersebut
mempunyai tingkat kompatibilitas yang baik.
Dalam praktikum ini, hasil yang didapat menunjukkan keberhasilan. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya prosentase jumlah biji jagung yang dihasilkan.
Keberhasilan ini dapat ditunjang dengan adanya cuaca yang tidak banyak hujan, walau
ditengah-tengah masa setelah penyerbukan terjadi hujan, namun hasil yang didapat
dapat sesuai dengan harapan. Dan apabila terjadi kegagalan, hal ini dapat diakibatkan
karena kurang meratanya pollen yang ditaburkan pada tongkol, pemilihan tongkol
yang kurang tepat atau karena adanya hujan yang terlalu lebat yang mengakibatkan
suasana menjadi lembab dan seringnya terserang hama dan penyakit sehingga mudah
busuk.
III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari percobaan yang dilakukan dan hasil pengamatan yang didapatkan, maka
dapat disimpulkan bahwa  persilangan tanaman jagung bisa dibedakan menjadi 2 tipe,
yaitu persilangan sendiri (selfing) dan pembastaran (crossing), serta beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam menyilangkan tanaman yaitu pemilihan indukan,
pengetahuan tentang morfologi dan metode reproduksi tanaman, waktu tanaman bunga
(waktu bunga mekar/tanaman berbunga), dan keadaan cuaca saat penyerbukan.

B. Saran

Alat yang digunakan pada saat pengkrodongan sebaiknya dilapisi dengan


plastik dibandingkan dengan Tassel Bag Method yang dapat mencegah kerusakan
yang terjadi ketika hujan dan tongkol yang telah diserbuki tidak basah ataupun
terkontaminasi.
C.
DAFTAR PUSTAKA

Hake, S. and J. R. Ibarra. 2015. Genetic, evolutionary and plant breeding


insights from the domestication of maize. eLIFE Feature Article
4 : 1 – 8.

Lubis, Y. A., L. A. P. Putri, and Rosmayati. 2013. Pengaruh selfing terhadap karakter
tanaman jagung ( Zea mays L.) pada generasi F4 selfing. Jurnal Online
Agroekoteknologi 1 : 2337 – 6597.

Sujiprihati, S., M. Syukur, A. T. Makkulawu, and R. N. Iriany. 2012. Perakitan


varietas hibrida jagung manis berdaya hasil tinggi dan tahan
terhadap penyakit bulai. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI) 17 :
159 – 165.

Syukur, M., S. Sujiprihati, and R. Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Yasari, E. 2012. Comparison of seed corn single crosses sc 704 and sc


770 response to different plant densities and nitrogen levels.
Journal of Agricultural Science 4 : 263 – 272.

Warisno. 2000. Seri Budidaya Jagung Hibrida. Penerbit Kanisius.


Yogyakarta.

Wijaya, A., R. Fasti, and F. Zulvica. 2007. Efek xenia pada persilangan jagung Surya
dengan jagung Srikandi Putih terhadap karakter biji jagung. Jurnal Akta Agrosia
Edisi Khusus
2 : 199 – 203.
LAMPIRAN

Gambar 1. Hasil Persilangan


Gambar 2. Hasil persilangan jagung
Hibrida-Hibrida

Gambar 3. Hasil persilangan Lokal-Hibrida


Gambar 4. Hasil persilangan Hibrida-
Lokal
Gambar 5. Hasil persilangan Lokal-Lokal

Anda mungkin juga menyukai