Anda di halaman 1dari 6

IKHTISAR DAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. KEADAAN UMUM
 Kesadaran : Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan
organik pada otak. Kesadaran berkabut adalah berkurangnya kesiagaan terhadap
lingkungan secara meyeluruh. Pasien mungkin tidak dapat memusatkan perhatian
kepada stimulus lingkungan atau mempertahankan pemikiran atau perilaku yang
mengarah ke tujuan. (GCS)
 Sikap: Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif,
bersahabat, penuh perhatian, jertarik, blak-blakan, seduktif, defensif,
merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan,
suka mengelak, atau berhati-hati; semua kata sifat dapat digunakan disini.
 Tingkah laku : Sekumpulan tingkah laku yang ditonjolkan oleh manusia dan
dipengaruhi oleh budaya, sikap, emosi, nilai, etika, autoriti, hubungan baik,
hipnosis, paksaan, dan /atau genetik.
 Ekspresi Fasial : Segala manifestasi dan cara untuk melahirkan proses-proses
mental dan emosional individu.
 Verbalisasi dan cara bicara : Penggunaaan kata dan kalimat yang tepat atau
tidak tepat serta cara bicara lancar, kurang lancar atau tidak lancar.
 Kontak psikis : Daya kemampuan individu untuk mengadakan hubungan mental
dan emosional yang wajar dengan orang lain dalam jangkauan waktu yang cukup
lama.
 Perhatian : Jumlah usaha yang dikeluarkan untuk memfokuskan diri pada bagian
tertentu dari pengalaman; kemampuan untuk mempertahankan fokus pada suatu
aktivitas; kemampuan berkonsentrasi.
 Inisiatif : Kekuatan atau kemampuan untuk memulai atau meneruskan suatu
perbuatan dengan penuh energi tanpa petunjuk dari yang lain, atau atas kehendak
sendiri.

II. KEADAAN SPESIFIK


A. Keadaan Alam Perasaan
1. Keadaan Afektif : Afek didefinisikan sebagai reponsivitas emosi
pasien saat ini, yang tersirat dari ekspresi wajah pasien, termasuk
jumlah dan kisaran perilaku ekspresif. Afek dapat kongruen atau tidak
kongruen dengan mood. Afek dapat dideskripsikan sebagai dalam
kisaran normal, menyempit, tumpul, atau datar.
2. Hidup Emosi
 Stabilitas : Ketetapan dalam bereaksi/tidak terlampau terbawa
oleh hidup emosi yang timbul dalam hatinya.
 Pengendalian : sejalan dengan stabilitas, pengendalian normal
harus bisa ditunjukkan secara wajar. Kadang-kadang
bisaditemukan : hampa hidup emosinya, hatinya dapat
tergoncang karena suasana sedih/gembira, tak mau terpengaruh
oleh rasa benci dan cinta, menguasai dirinya secara berlebih
dan ocer formalistik.
 Echt-unecht : Mengenai perbedaan apakah sesuatu hidup
emosi itu sungguh-sungguh (echt) atau tak sungguh-sungguh
(unecht). Diperoleh saat pasien memberikan ekspresi daripada
perasaannya.
 Einfuhlung : Adanya kemampuan dari pihak pemeriksa untuk
merasakan hidup emosi yang dialami dan dihayati oleh
penderita.
 Dalam – dangkal : Adakalanya berbagai kejadian emosional
dangkal seolah-olah tanpa berbekas. Sebaliknya dalam adalah
hidup emosional dalam hidup manusia yang sangat mendalam
dan berkesan dalam hati yang bersangkutan.
 Skala Differensiasi : luas sempitnya skala differensiasi hidup
emosi manusia erat hubungannya dengan didikan
intelektualnya dan matangnya daripada kepribadian yang
bersangkutan.
 Arus Emosi : Perasaan yang mengalir melalui suatu arus
tertentu. Normalnya : hidup emosi terjadi cukup cepat dan
lincah. Jika menyimpang, bisa lebih lambat secara perlahan-
perlahan saja.

B. Keadaan dan fungsi intelek


 Daya ingat : Daya kemampuan seseorang individu untuk
memproduksi hal ikhwal tertentu yang telah terjadi di masa yang
lampau.
 Daya konsentrasi : Daya kemampuan seseorang individu untuk
memusatkan pikiran atau perhatiannya terhadap sesuatu hal yang
tercapai dalam keadaan sadar.
 Orientasi : Daya kemampuan individu untuk mengetahui dan
menjelaskan relasi (hubungan) dan limitasnya (batas hubungan itu)
terhadap dunia sekelilingnya secara temporal, personal, dan spatial.
 Luas pengetahuan umum dan sekolah : Apakah pengetahuannya
yang sekarang sesuia dengan tingkatan sekolahnya/pengetahuan
umumnya.
 Discriminative Insight : Tingkat kesadaran dan pemahaman pasien
akan penyakitnya. Pasien dapat menunjukkan penyangkalan total akan
penyakitnya atau mingkin menunjukkan sedikit kesadaran kalau
dirinya sakit namun menyalahkan orang lain, faktor eksternal, atau
bahkan faktor organik.
 Dugaan taraf inteligensia : Kemampuan untuk memahami,
mengingat kembali, memobilisasi, dan mengintegrasikan secara
konstruktif pelajaran di masa lalu dalam menghadapi situasi baru.
 Discriminative judgement : Kemampuan untuk mengkaji suatu
situasi dengan benar dan bertindak sesuai situasi tersebut.
 Kemunduran intelek : Intelek adalah kemampuan individu untuk
menerima dan mencernakan luas pengetahun di sekolah dan variasi
pengalaman yang diperolehnya sepanjang hidup.

C. Kelainan sensasi dan persepsi


 Ilusi : Persepsi atau interpretasi yang salah akan stimulus sensorik
eksterna yang nyata.
 Halusinasi : Persepsi sensorik palsu yang tidak dikaitkan dengan
stimulus eksternal yang nyata; mungkin terdapat interpretasi berupa
waham atas pengalaman halusinasi tersebut namun mungkin pula
tidak.

D. Keadaan proses berpikir


1. Kecepatan proses berpikir : Proses berpikir adalah suatu proses intra
psikis yang meliputi pengolahan daripada berbagai pikiran dan paham,
dengan jalan membayangkan, memahami, membandingkan, dan
menarik kesimpulan sehingga terjelma pikiran dan paham yang baru.
Kecepetan proses berpikir itu dapat berlangsung secara normal,
dipercepat (seperti dalam keadaan manik) atau diperlambat (seperti
dalam keadaan depresi), juga suatu kecepatan yang tanpa mengenal
hambatan dapat dijumpai pula.
2. Mutu proses berpikir
 Jelas dan tajam : dalam keadaan normal, proses berpikir
berlangsung secara jelas dan tajam, tidak berbelit-belit atau
bercabang-cabang.
 Sirkumstansial : Gaya bicara tak langsung yang terlambat
mencapai poin tertentu namun akhirnya dapat berangkat dari
poin asal ke tujuan yang dikehendaki; ditandai oleh detail dan
kata-kata sisipan yang berlebihan.
 Inkoheren : Pikiran yang secara umum tidak dapat dipahami;
pikiran atau kata-kata yang keluar tanpa hubungan logis
maupun tidak sesuai tata bahasa, mengakibatkan disorganisasi.
 Terhalang ; Interupsi alur pikiran secara mendadak sebelum
suatu pikiran atau ide tuntas; setelah jeda sejenak, seseorang
tampak tidak ingat hal yang sedang atau akan dikatakan.
 Terhambat ; apabila terdapat suatu hambatan yang
melambatkan arus berpikir itu, walaupun masih dapat
dilanjutkan.
 Meloncat – loncat : Permainan kata-kata atau verbalisasi
kontinu dan cepat yang menghasilkan perpindahan konstan dari
satu ide ke ide lain; ide cenderung berhubungan dan pada
keadaan yang tidak begitu parah, pendengar masih dapat
mengikutinya.
 Verbigerasi : Pengulangan kata atau kalimat tertentu tanpa
makna.
 Perseveratif : Respon yang menetap terhadap stimulus
sebelumnya meski telah diberikan stimulus baru; sering
disebabkan gangguan kognitif.

3. Isi pikiran
 Pola sentral : terpusat pada satu pikiran yang tetap walaupun
telah dialihkan ke hal yang lain, pasien tetap pada pikirannya
tersebut.
 Fobia : Kengerian patologis yang tidak bervariasi, berlebihan,
tidak rasional, dan menetap akan suatu stimulus atau suatu
situasi spesifik; sehingga timbul hasrat yang kuat untuk
menhindari stimulus yang ditakuti tersebut.
 Obsesi : Menetapnya secara patologis suatu pikiran atau
perasaan kuat yang tidak dapat dihilangkan dari kesadaran
dengan usaha yang logis; dikaitkan dengan ansietas.
 Delusi : Kepercayaan yang salah, didasarkan pada kesimpulan
yang salah tentang realitas eksterna, tidak konsisten dengan
latar belakang inteligensi dan budaya pasien; tidak dapat
dikoreksi dengan penalaran.
 Kecurigaan : merupakan bentuk waham yang lebih ringan,
dimana ide atau perasaan menjadi patologis, peristiwa tertentu
dan perbuatan-perbuatan tertentu dari orang lain mempunyai
hubungan dengan dirinya.
 Konfabulasi : Pengisian kekosongan memori secara tidak
sadar dengan pengalaman yang dibayangkan atau bukan yang
sebenarnya yang dipercayai seseorang namun hal tersebut tidak
sesuai kenyataan.
 Rasa permusuhan dan dendam : perasaan dendam atau
permusuhan yang terus membayangi pasien walaupun telah
diyakini bahwa tidak ada seorangpun yang memusuhinya.
 Persaan inferior : perasaan rendah diri, hina, tidak ada artinya
bagi orang laim, dan sebagainya menjadi hal yang selau
dipikirkan pasien.
 Banyak / sedikit ; apakah isi pikirannya banyak atau sedikit
bisa diketahui dari cara bicaranya atau juga bisa dilihat dari
tulisan dan gambar, dilihat apakah tulisan / gambar sedikit atau
banyak.
 Perasaan bersalah : Emosi yang timbul akibat melakukan
sesuatu yang dianggap salah.
 Hipokondria : Kekhawatiran yang berlebihan akan kesehatan
yang tidak didasarkan atas patologi organik yang nyata,
melainkan interpretasi yang tidak realistis atas tanda atau
sensasi fisik yang dianggap abnormal.

E. Kelainan dorongan instinctual dan perbuatan


 Abulia : Penurunan rangsang untuk bertindak dan berpikir, akibat
sikap tidak peduli akan konsekuensi dari tindakannya; akibat defisit
neurologis.
 Stupor : Kurangnya reaksi atau ketidaksiagaan terhadap sekitar.
 Raptus : suatu keadaan yang bersifat serangan eksplosif dan
sekonyong-konyong tanpa adanya provokasi yang adekuat, sehingga
timbul keadaan agitasi yang hebat.
 Kegaduhan umum : perbuatan yang membuat kacau, membuat
perasaan tidak aman pada orang lain disekitanya, dan lain-lain.
 Deviasi seksual : adanya penyimpangan seksual.
 Ekhopraksia : Peniruan gerakan seseorang oleh orang lain secara
patologis.
 Vagabondage : petualangan yang patologis, dimana pasien merasa
melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lainnya tanpa ia
sadari dan ia tak mengetahui tempat apa saja yang telah ia lewati
setelah ia sadar.
 Piromania : Perilaku membuat api secara berulang, disengaja, dan
bertujuan. Gambaran terkait mencakup tegangan atau rangsangan
afektif sebelum melakukannya; terpesona dengan; berminat pada; rasa
ingin tahu mengenai; atau tertarik dengan api dan aktivitas serta
perlengkapan yang berkaitan dengan pemadaman api; dan kesenangan,
kepuasan, atau perasaan lega saat mebuat api atau ketika menyaksikan
atau berpartisipasi setelah kejadian.
 Mannerisme : Gerakan involunter yang menjadi kebiasaan dan
mendarah daging.

F. Anxietas yang terlihat secara overt ; Rasa takut yang timbul akibat
antisipasi terhadap bahaya, yang dapat bersifat internal maupun eksternal.

G. Hubungan dengan realita : daaya nilai sosial adalah manifestasi halus


perilaku yang dapat membahayakan diri pasien dan bertentangan dengan
norma perilaku yang diterima dalam masyarakatnya, apakah dia sadar akan
akibat perilakunya dan apakah pengertian akan hal itu mempengaruhi dirinya.
REFERENSI

1. Ben jamin J.Sadock, Virginia A.Sadock : Buku Ajar Psikiatri klinis edisi 2. EGC;
2012

Anda mungkin juga menyukai