Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh yang sehat dan bugar merupakan hal yang sangat diimpikan oleh

setiap orang bahkan banyak orang yang sampai rela mengeluarkan biaya yang

cukup besar demi memperoleh kesehatan tubuh. Kesehatan tubuh sangat penting

karena dengan tubuh yang sehat kita dapat menjalani kehidupan. Namun, tidak

semua orang memiliki tubuh yang sehat, banyak di antara mereka yang mengidap

penyakit baik penyakit ringan maupun penyakit yang cukup parah terutama bagi

orang dewasa sampai lanjut usia bahkan anak-anak pun juga sudah banyak yang

terjangkit penyakit.

Salah satu penyakit yang jumlahnya semakin meningkat setiap tahunnya

dikalangan masyarakat yaitu Diabetes mellitus (DM). Diabetes mellitus atau yang

juga dikenal sebagai penyakit kencing manis, adalah penyakit kronik yang

disebabkan oleh ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon

insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin

yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau gabungan dari kedua hal

tersebut. Pada penderita Diabetes mellitus yang tidak terkontrol, akan terjadi

peningkatan kadar glukosa (gula) darah yang disebut hiperglikemia.

Hiperglikemia yang berlangsung dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan

serius pada sistem tubuh kita, terutama pada saraf dan pembuluh darah. Oleh

1
karena itu, sangat penting untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah pasien

Diabetes mellitus (Digiulio dkk, 2014).

Penyakit kencing manis (Diabetes Mellitus) sudah dikenal sejak tahun 1552

SM di Mesir. Pada saat itu, di Mesir dikenal suatu penyakit yang ditandai dengan

kencing yang sering dan dalam jumlah yang banyak (Poliurial), serta penurunan

berat badan yang cepat tanpa disertai rasa nyeri. Kemudian pada tahun 400 SM,

penulis India, Sushratha menamakan penyakit tersebut: penyakit kencing madu

(honey urine disease). Penyebab Diabetes mellitus yaitu karena kekurangan

produksi insulin, dimana Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar

pangkreas, yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah

yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan

energi atau disimpan sebagai cadangan energi (Wijoyo, 2011).

Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia (WHO) Indonesia merupakan

urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia. Pada

tahun 2006 jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia mencapai 14 juta

orang. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan

pada tahun 2020 akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun

dengan asumsi prevalensi Diabetes Mellitus 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien

Diabetes Mellitus. Prevalensi penyakit DM di Sulawesi Selatan juga mencapai

4,6%. (Soegondo dan Sukardji, 2008).

Dari Jumlah tersebut baru 50% penderita yang sadar mengidap dan sekitar

30% diantaranya melakukan pengobatan rutin. Faktor lingkungan dan gaya hidup

yang tidak sehat, seperti makan berlebihan, berlemak, kurang aktivitas dan stress

2
berperan sangat besar sebagai pemicu Diabetes Mellitus. Selain itu Diabetes

Mellitus juga bisa muncul karena adanya faktor keturunan (Soegondo dkk, 2007).

Tingginya prevalensi DM, yang sebagian besar adalah tergolong dalam DM

tipe-2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan

paparan terhadap lingkungan. Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat

meningkatkan faktor risiko DM tipe-2 adalah perubahan gaya hidup seseorang,

diantaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang akan menyebabkan

obesitas. Selain pola makan yang tidak seimbang, aktifitas fisik juga merupakan

faktor risiko dalam memicu terjadinya Diabetes mellitus (Awad dkk, 2011).

Menurut data dari puskesmas yang ada di Kecamatan Maniangpajo,

Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan, mulai bulan Januari sampai

Desember 2015 terdapat kurang lebih 40 kasus Diabetes. Dari data diperoleh

bahwa penyakit Diabetes lebih banyak diderita oleh perempuan dibanding laki-

laki.

Pernyataan diatas diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rita

Khairani (2007), yang menyatakan bahwa prevalensi DM sebesar 15,8%

didapatkan pada kelompok usia 60-70 tahun dan lansia wanita memiliki

prevalensi lebih tinggi dari lansia pria. Rata-rata skor domain kondisi lingkungan

lebih tinggi bermakna pada lansia yang tidak menderita DM dan rata-rata skor

kesehatan fisik lebih tinggi bermakna pada lansia yang menderita obesitas.

Semakin besar indeks massa tubuh maka skor domain kesehatan fisik akan

semakin meningkat secara bermakna.

3
Penyakit Diabetes dapat diatasi atau diobati dengan beberapa cara yaitu

dengan melakukan diet atau pengaturan pola makan, latihan fisik secara teratur

dan kepatuhan pengobatan. Pengobatan penyakit Diabetes mellitus dilakukan

dengan tujuan untuk tetap mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran

normal dan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Sebagaimana yang dijelaskan

dalam penelitian oleh Ayik Miranti (2010), menyatakan umur, olahraga, waktu

tidur, pengetahuan, kepatuhan berobat, dukungan keluarga, diet ada hubungannya

dengan status kualitas hidup.

Penelitian yang dilakukan oleh Dahniar dkk (2014), juga menyatakan

bahwa ada hubungan gaya hidup dengan kejadian Diabetes mellitus. Gaya hidup

yang dimaksud disini adalah gaya hidup sehat seperti pengaturan pola makan

(diet) dan aktivitas fisik. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Nia Simanjuntak (2010), yang menyatakan bahwa penderita DM

dalam menjalani diet Diabetes (pengaturan pola makan) dapat menjadi sebuah

pelajaran yang berarti sehingga keberhasilan pelaksanaan diet dapat lebih optimal

dan kadar gula darah dapat dipertahankan dalam keadaan normal.

Berdasarkan pokok permasalahan tersebut maka peneliti ingin mengetahui

hubungan antara gaya hidup dan diet pada penderita Diabetes mellitus tipe-2 di

Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian

ini adalah :

4
1. Bagaimana hubungan gaya hidup dengan penderita Diabetes mellitus tipe 2

di Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo?

2. Bagaimana hubungan diet dengan penderita Diabetes mellitus tipe 2 di

Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo?

3. Bagaimana hubungan antara gaya hidup dan diet pada penderita Diabetes

mellitus tipe 2 di Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan penelitian


yaitu:
1. Untuk mengetahui hubungan gaya hidup dengan penderita Diabetes mellitus

tipe 2 di Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo.

2. Untuk mengetahui hubungan diet dengan penderita Diabetes mellitus tipe 2

di Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo.

3. Untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup dan diet pada penderita

Diabetes mellitus tipe 2 di Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo.

4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka manfaat dari penelitian ini

yaitu:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan sumbangan

pemikiran bagi teori keilmuan klinis dan psikologi klinis

5
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan

pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam mengetahui hubungan gaya

hidup dan diet penderita Diabetes mellitus tipe 2.

3. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang

sama

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum tentang Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan ciri sebuah negara modern, atau yang biasa disebut

dengan modernitas. Maksudnya adalah siapapun yang hidup dalam masyarakat

modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan

tindakan sendiri atau orang lain. Gaya hidup merupakan pola-pola tindakan yang

membedakan antara satu orang dengan orang yang lain. Dalam interaksi sehari-

hari kita bisa menerapkan suatu gagasan tentang gaya hidup tanpa perlu

menjelaskan apa yang dimaksud (Suratno dan Rismiati, 2001).

Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai gaya hidup yang

diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas)

apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa-apa

yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya

(Setiadi, 2003).

Gaya hidup menurut Kotler (2002), adalah pola hidup seseorang di dunia

yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup

menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan

lingkungannya.

Engel, Blackwel, dan Miniard (1995), mengartikan gaya hidup sebagai pola

dimana manusia hidup dan menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup

7
merefleksikan aktivitas, minat, dan pendapat seseorang. Selanjutnya, Chaney

(1996), mengemukakan bahwa gaya hidup sebagai pola-pola tindakan yang

membedakan antara satu orang dengan orang lain. Gaya hidup membantu

memahami apa yang orang lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan apakah

yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya maupun orang lain. Sementara itu,

faktor pembentuk gaya hidup menurut teori Bordieu (dalam Piliang, 2006)

dicerminkan dalam sebuah rangkaian atau lingkup proses sosial yang lebih

panjang atau luas, yang melibatkan modal, kondisi objektif, habitus, disposisi,

praktik gaya hidup, sistem tanda, dan selera.

Secara umum dapat diartikan bahwa suatu gaya hidup dikenali dengan

bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang

pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri

sendiri dan dunia di sekitar (opini). Sedangkan menurut Minor dan Mowen

(2002), gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana

membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu.

Kualitas hidup dan kesehatan akan terjaga seiring dengan konsistensi kita

dalam menjalankan gaya hidup sehat selaras dengan lingkungan. Wawasan baru

tentang gaya hidup sehat alami bahwa sejatinya manusia memiliki potensi untuk

hidup sehat selaras alam. Namun untuk ini, hal pertama yang perlu dilakukan

adalah menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dipikirkan, apa yang dimakan, dan

apa yang dilakukan berpengaruh terhadap keseluruhan status kesehatan. Untuk

dapat hidup sehat, perlu dilakukan pengaturan ulang mengenai gaya hidup,

misalnya dengan makan makanan yang betul-betul dibutuhkan oleh tubuh, banyak

8
bergerak, dan berpikir positif. Gaya hidup seperti ini akan menjamin kualitas

kesehatan yang lebih baik (Emille dan Kholil, 2013).

Agar tetap sehat , sejak dini seseorang perlu membiasakan gaya hidup sehat.

Gaya hidup sehat dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang bergizi

seimbang, melakukan aktivitas fisik/olahraga secara benar dan teratur dan tidak

merokok. Hal ini tidak semudah yang dibayangkan. Gaya hidup sehat ini

semestinya sudah dilakukan sejak masih muda sehingga ketika memasuki masa

lansia seseorang dapat menjalani hidupnya dengan bahagia terhindar dari banyak

masalah kesehatan. Demikian halnya dengan gaya hidup yang salah dapat

memengaruhi kesehatan antara lain kurang minum air putih, kurang gerak,

mengonsumsi makanan yang berkalori tinggi, kebiasaan istirahat yang tidak

teratur dan kebiasaan merokok (Sediaoetama, 2004).

Gaya hidup yang tidak baik dapat menimbulkan berbagai penyakit.

Perubahan gaya hidup seperti konsumsi makanan cepat saji, pola makan yang

tidak baik, kebiasaan merokok dan kurangnya aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang

serba praktis merupakan salah satu pemicu untuk timbulnya penyakit berbahaya

seperti Diabetes mellitus, tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit jantung dan

stroke (Bustan, 2007).

Menurut McGuire dan Anderson (2011), menyatakan bahwa pengaturan

pola hidup yang sehat dapat mencegah terjadinya komplikasi penyakit khususnya

pada penderita Diabetes mellitus tipe 2. Salah satu contoh pola hidup sehat bagi

penderita Diabetes mellitus tipe 2 yaitu melalui diet atau pengaturan pola makan

( Frank dkk, 2001).

9
2. Tinjauan Umum tentang Diet

Pengertian diet adalah pengaturan pola makan, baik porsi, ukuran maupun

kandungan gizinya. Kata diet berasal dari bahasa Yunani artinya cara hidup. Di

Indonesia kata diet lebih sering ditujukan untuk menyebut suatu upaya

menurunkan berat badan atau mengatur asupan nutrisi tertentu, sedangkan definisi

diet dalam nutrisi adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seseorang atau

organisme tertentu. Diet yang baik adalah diet yang menekankan pada perubahan

dalam jenis makanan, jumlah dan seberapa sering seseorang makan dan ditambah

dengan program (Tina, 2013).

Diet menurut Hartono (2000), adalah pengaturan jenis dan jumlah makanan

dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan serta status nutrisi dan

membantu menyembuhkan penyakit. Setiap diet termasuk makanan, tetapi tidak

semua makanan masuk dalam kategori diet. Dalam diet jenis dan banyaknya

makanan ditentukan dan dikendalikan untuk mencapai tujuan tertentu.

Diet atau pengaturan makan merupakan gambaran tentang pola

makan/kebiasaan makan meliputi jenis dan frekuensi makan. Pengaturan ini

merupakan bagian dari penatalaksanaan Diabetes mellitus secara total. Kunci

keberhasilan dalam pengaturan makan (diet) adalah keterlibatan secara

menyeluruh dari seluruh tim (petugas kesehatan, keluarga dan penderita) (Putri

dan Isfandiari, 2013).

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara pengaturan

makan dengan rerata kadar gula darah acak. Hal ini dikarenakan pengaturan

makan dapat menstabilkan kadar glukosa darah dan lipid-lipid dalam batas normal

10
(Syahbudin, 2007). Hal ini harus diperhatikan oleh semua pihak karena semakin

bertambah usia seseorang maka akan terjadi penurunan fungsi organ tubuh yaitu

fungsi otak yang berhubungan dengan daya ingat. Sehingga dengan bertambahnya

umur penderita Diabetes Mellitus maka kemampuan untuk melakukan

perencanaan makan sehari-hari juga akan semakin menurun.

Makanan akan menaikkan glukosa darah, satu sampai dua jam setelah

makan, glukosa darah mencapai angka paling tinggi. Dengan mengatur

perencanaan makan yang meliputi jumlah, jenis dan jadwal, diharapkan dapat

mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas normal dan penderita

mendapatkan nutrisi yang optimal (Putri dan Isfandiari, 2013).

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tujuan utama terapi Diabetes adalah

mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya

untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan

terapeutik pada setiap tipe Diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal

(euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola

aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penalaksanaan Diabetes mellitus

salah satuya adalah diet.

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan

Diabetes. Smeltzer dan Bare (2002), penatalaksanaan nutrisi pada penderita

diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini :

a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral)

b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai

c. Memenuhi kebutuhan energi

11
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan

kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan

praktis

e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat

Menurut Nurmazah (2013), tujuan dilakukan terapi diet antara lain sebagai

berikut :

a. Memulihkan dan mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran nilai

yang normal sehingga mencegah terjadinya glikosuria beserta gejala-

gejalanya.

b. Mengurangi besarnya perubahan kadar glukosa darah postprandial. Tindakan

ini bersama-sama dengan normalisasi kadar glukosa darah, akan membantu

mencegah terjadinya komplikasi lanjut yang mencakup penyakit

mikrovaskuler.

c. Memberikan masukan semua jenis nutrien yang memadai sehinga

memungkinkankan pertumbuhan normal dan perbaikan jaringan.

d. Memulihkan dan mempertahankan berat badan yang normal.

e. Mencapai dan mempertahankan kadar lipid serum normal.

f. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang

optimal.

g. Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan

insulin seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama

serta masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani.

12
Menurut E Beck (2011), ada tiga jenis terapi diet untuk penderita DM

antara lain :

a. Diet rendah kalori

Bagi orang yang melakukan diet rendah kalori harus menyadari perlunya

penurunan berat badan dan berat badan yang sudah turun tidak boleh

dibiarkan naik kembali. Bagi para pasien DM tipe 2 yang mempunyai berat

badan berlebih penurunan berat badan harus diperhatikan dan didorong

dengan mengukur berat secara teratur.

b. Diet bebas gula

Tipe diet ini digunakan untuk pasien DM yang berusia lanjut dan tidak

memerlukan suntikan insulin. Diet bebas gula diterapkan berdasarkan dua

prinsip yaitu 1) tidak memakan gula dan makanan yang mengandung gula, 2)

mengkonsumsi makanan sumber hidrat arang sebagai bagian dari keseluruhan

hidrat arang secara teratur.

Gula (gula pasir, gula jawa, aren dan lain-lain) dan makanan yang

mengandung gula tidak boleh dimakan karena cepat dicerna dan diserap

sehingga dapat menimbulkan kenaikan gula darah yang cepat. Makanan bagi

pasien DM harus mengandung hidratarang dalam interval yang teratur selama

sehari. Jumlah hidrat arang yag diperbolehkan terkandung dalam setiap

hidangan tergantung kepada kebutuhan energi tiap-tiap pasien.

c. Sistem penukaran hidrat arang

Sistem penukaran hidratarang, digunakan pada pasien-pasien DM yang

mendapatkan suntikan insulin atau obat-obat hipoglemik oral dengan dosis

13
tinggi. Diet yang berdasarkan sistem ini merupakan diet yang lebih rumit

untuk diikuti oleh soerang pasien DM, tetapi mempunyai kelebihan, diet ini

lebih bervariasi serta lebih fleksibel daripada diet bebas gula. Tujuan dari

adanya pembagian penukaran hidrat arang ini adalah untuk mengimbangi

aktivitas insulin dengan makanan sehingga dapat mencegah keadaan

hipoglikemia (penurunan tekanan darah) maupun hiperglikemia (peningkatan

tekanan darah).

Pelaksanaan terapi diet harus memperhatikan beberapa poin penting agar

terhindar dari hal-hal yang tidak di inginkan dalam melaksanakan diet. Menurut

Nurmazah (2013), beberapa syarat yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan diet

antara lain :

a. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.

Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk

metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal. Makanan dibagi dalam

3 porsi besar yaitu makanan pagi (20%) siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3

porsi kecil untuk makanan selingan (masing-masing 10-15 %).

b. Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15 % dari kebutuhan energi total.

c. Kebutuhan lemak sedang, yaitu antara 20-25 % dari kebutuhan energi total.

d. Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu 60-70 %

e. Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas. Gula alternatif adalah

bahan pemanis selain sukrosa.

f. Asupan serat dianjurkan 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut air yang

terdapat di dalam sayur dan buah.

14
g. Pasien DM dengan tekanan darah normal diperbolehkan mengkonsumsi

natrium dalam bentuk gram dapur seperti orang sehat, yaitu 3000 mg/hari.

h. Cukup vitamin dan mineral. Apabila asupan dari makanan cukup,

penambahan vitamin dan mineral dalam bentuk suplemen tidak diperlukan.

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), pada dasarnya penyusunan program

diet Diabetes mellitus adalah :

a. Penghitungan jumlah kalori perhari sesuai kebutuhan setiap penderita

b. Mengarah ke berat badan normal

c. Menunjang pertumbuhan

d. Mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal

e. Mencegah atau memperlambat berkembangnya komplikasi vaskuler

f. Sesuai dengan kemampuan daya beli setiap penderita

g. Komposisi sesuai dengan pola makan penderita sehari-hari.

Standar komposisi makanan yang dianjurkan adalah karbohidrat 60-70%,

protein 10-15%, dan lemak 20-25%, jumlah kandungan kolesterol kurang dari 300

mg/hari, berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh, kandungan serat sekitar 25

gram/hari, kasus-kasus Diabetes dengan hipertensi sebaiknya membatasi

konsumsi garam. Menurut Arisman (2004), penentuan jumlah kalori yang

dibutuhkan dihitung berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang ditentukan

dengan rumus IMT = berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m)2. Klasifikasi IMT

sebagai berikut

a. 17,0-18,4 = kurus

b. 18,5-25,0 = normal

15
c. 25,1-27,0 = gemuk

Penentuan gizi penderita dilaksanakan dengan menghitung Percentage Of

Relative Body Weigh (BBR) atau berat badan relatif dengan rumus :

BBR = BB x 100 %
TB - 100

Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan dalam

sehari pada penderita DM yang bekerja biasa menurut Darmono, (2007) adalah :

a. Kurus : BB x 40 – 50 kalori sehari.

b. Normal : BB x 30 kalori sehari.

c. Gemuk : BB x 20 kalori

Bagi semua penderita Diabetes, perencanaan makan harus

mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan tertentu, gaya

hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan latar belakang etnik serta

budayanya. Bagi pasien yang mendapatkan terapi intensif, penentuan jam makan

dan banyaknya makanan mungkin lebih fleksibel dengan cara mengatur

perubahan kebiasaan makan serta latihan (Almatsier, 2006).

Menurut Almatsier (2006), syarat-syarat diet Diabetes mellitus adalah :

a. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.

Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk

metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan

untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus. Makanan dibagi dalam tiga porsi

besar, yaitu makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi

kecil untuk makanan selingan.

16
b. Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total. Protein

dapat diperoleh dari berbagai macam sereal (roti, sereal, nasi, pasta, tepung

terigu) atau yang berasal dari hewani (daging, ikan, telur, dan hasil

peternakan). Protein hewani relatif cenderung kaya akan lemak dan kalori serta

tidak mengandung karbohidrat, sehingga hal ini perlu diperhitungkan saat

merencanakan makan.

c. Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam

bentuk < 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10% dari

lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal.

Asupan kolesterol makanan dibatasi, yaitu ≤ 300 mg hari. Lemak jenuh

(hewani) antara lain terdapat dalam daging berlemak, susu full cream, mentega,

dan lemak babi. Jenis makanan tersebut dapat menyebabkan masalah dalam

sirkulasi darah. Sangat penting mengkonsumsi jenis makanan tersebut bagi

setiap orang.Lemak tak jenuh agak lebih baik dibandingkan lemak jenuh, yang

terdapat dalam dua bentuk, yakni lemak tak jenuh ganda, ditemukan dalam

beberapa produk, seperti minyak bunga matahari, minyak sayuran murni,

minyak jagung, dan margarin bunga matahari, dan lemak tak jenuh tunggal,

antara lain ditemukan dalam minyak zaitun dan minyak lokal. Jenis lemak ini

dapat dipakai sebagai pengganti lemak jenuh maupun lemak tak jenuh.

d. Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu 60-70%.

Contohnya adalah roti, kentang, pasta, nasi, sereal, dan buah. Kandungan gula

makanan tersebut sangat rendah dan merupakan sumber energi yang baik.

Karena itu pilihlah makanan tersebut sebagai menu harian.

17
e. Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan

kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Bila kadar glukosa darah sudah

terkendali, diperbolehkan mengkonsumsi gula murni sampai 5% dari

kebutuhan energi total. Contohnya adalah gula, permen dan coklat, bolu manis,

biskuit manis dan puding, minuman soda. Makanan tersebut harus dihindari

karena kadar gula akan masuk ke dalam aliran darah dengan cepat, sehingga

dapat menyebabkan kenaikan gula darah secara tiba-tiba. Untuk itu, dapat

menggunakan pemanis buatan, seperti sakarin, aspartame, dan acelsufame, ke

dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula..

f. Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas. Gula alternatif adalah bahan

pemanis selain sukrosa. Ada dua jenis gula alternatif yaitu yang bergizii dan

yang tidak bergizi. Gula alternatiff adalah fruktosa, gula alkohol berupa

sorbitol, manitol dan silitol, sedangkan gula alternatif tak bergizi berupa

aspartam dan sakarin. Penggunaann gula alternatif hendaknya dalam jumlah

terbatas. Fruktosa dalam jumlah 20% dari kebutuhan energi total dapat

meningkatkan kolesterol dan LDL.

g. Asupan serat dianjurkan 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut air yang

terdapat di dalam sayur dan buah. Menu seimbangg rata-rata memenuhi

kebutuhan serat sehari. Maksud penambahan isi serat dalam makanan tidak

berarti makan nasi dan yang lainnya, melainkan harus mengkonsumsi 30 gram

serat setiap harinya. Sangat penting untuk membuat usus bekerja baik.

Beberapa jenis serat yang dapat larut dapat membantu mengontrol kadar darah

agar normal dan menjaga tingkat kolesterol darah agar turun. Makanan, seperti

18
buncis matang, bubur kacang hijau, bubur gandum, sereal gandum lainnya,

maupun kue gandum semuanya kaya akan serat dapat larut. Sedangkan sereal

berkadar serat tinggi, roti, sayuran dan buah-buahan tanpa kulit, pasta, tepung

terigu, dan beras merupakan makanan dengan serat yang tak dapat larut.

h. Asupan Garam. Pasien Diabetes mellitus dengan tekanan normal

diperbolehkan mengkonsumsi natrium daam bentuk garam dapur seperti sehat,

yaitu 3000 mg/hari. Apabila mengalami hipertensi, asupan garam harus

dikurangi. Terlalu banyak garam tidak bagi bagi siapa pun dan dapat

menyebabkan tekanan darah tinggi. Cobalah untuk memakai hanya sedikit

garam saat memasak dan jangan tambahkan sedikit pun saat makan. Berbagai

bumbu, rempah-rempah, dan lada dapat digunakan secukupnya untuk

menambah rasa dalam makanan.

i. Cukup vitamin dan mineral. Apabila asupan dari makanan cukup, penambahan

vitamin dan mineral dalam bentuk suplemen tidak diperlukan. Bila makan-

makanan yang seimbang, maka tidak memerlukan tambahan vitamin atau

mineral.

Tabel 2.1 Jenis diet Diabetes mellitus menurut kandungan energi,


protein, lemak, dan karbohidrat
(Sumber : Almatsier, 2006)
Jenis diet Energi kkal Protein g Lemak g Karbohidrat g
I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51,5 36,5 235
IV 1700 55,5 36,5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 62 396

19
Keterangan :

a. Jenis diet I s/d III diberikan kepada penderita yang gemuk.

b. Jenis diet IV s/d V diberikan kepada penderita Diabetes normal tanpa

komplikasi.

c. Jenis diet VI s/d VIII diberikan kepada penderita kurus, Diabetes remaja

(juvenile Diabetes) atau Diabetes dengan komplikasi

Tabel 2. 2 Contoh menu diet diebetes mellitus (kkal)


(Sumber : Almatsier, 2006)

Waktu Bahan makanan Penukar Takaran Menu


Pagi Nasi 1½ 1 gelas Nasi
Telur ayam 1 1 butir Telur dadar
Tempe 1 2 ptg sedang Oseng-oseng tempe
Sayuran A 2S Sop oyong + tomat
Minyak 2 1 sdm
Pukul Buah 1 1 ptg sedang Pepaya
10.00 Nasi 2 1 ½ gelas Nasi
Siang Ikan 1 1 Pepes ikan
Tempe 1 1 ptg sdg Tempe goreng
Sayuran B 1 ¼ bh Lalapan kacang + kol
Buah 1 1 bh Nanas
Minyak 2 1 sdm
Buah 1 1 bh Pisang
Pukul Nasi 1 1 ½ gelas Nasi
16.00 Ayam tanpa kulit 1 1 ptg sdg Ayam bakar bb kecap
Malam Tahu 1 1 bh Tahu bacam
Sayuran B 1 Sup buncis + wortel
Buah 1 1 ptg sdg Pepaya
Minyak 2 1 sdm

3. Tinjauan Umum Diabetes Mellitus

Penyakit Diabetes mellitus sering disebut orang awam sebagai penyakit

kencing manis. Penyakit ini berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat

jenis glukosa. Pada dasarnya penyakit ini terjadi karena kekurangan hormon

20
insulin. Hormon terssebut dihasilkan sel beta di dalam pulau langerhans dari

kelenjar pankreas yang bertugas mengatur metabolisme glukosa (Departemen Gizi

dan Kesehatan Masyarakat, 2007).

Menurut Price dan Wilson (2012), definisi dari Diabetes mellitus adalah

gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan

manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh

secara klinis, maka Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan

postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler mikroangiopati, dan neuropati.

Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului

timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan

toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi

glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik Diabetes.

Menurut Taylor (1995), Diabetes mellitus adalah gangguan kronis dimana

tubuh tidak dapat membuat atau menggunakan insulin dengan semestinya. Insulin

adalah hormon yang disekresikan oleh pankreas yang mengontrol pergerakan

glukosa ke dalam sel-sel dan metabolisme glukosa”. Ketika terjadi disfungsi

insulin, maka akan terjadi kelebihan insulin dalam darah dan hal ini akan

dilepaskan atau dikeluarkan melalui urine. Diabetes dapat juga didefinisikan

sebagai gangguan yang ditandai oleh berlebihnya gula dalam darah

(hyperglycemia) serta gangguan-gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein, yang bertalian dengan definisi absolut atau sekresi insulin.

Diabetes mellitus disebabkan karena virus atau bakteri yang merusak

pankreas serta sel-sel yang memproduksi insulin dan membuat disfungsi

21
autoimmune atau kekebalan tubuh. Sejak obat-obatan psikosomatik ada, terdapat

kecurigaan bahwa faktor-faktor psikologis juga mempengaruhi seseorang terkena

DM, misalnya depresi yang berkepanjangan atau kecemasan (Bustan, 2007).

Menurut Bustan (2007), rata-rata penderita mengetahui adanya DM pada

saat kontrol yang kemudian ditemukan kadar glukosa yang tinggi pada diri

mereka. Berikut beberapa gambaran laboratorium yang menunjukan adanya

tanda-tanda DM yaitu:

a. Gula darah sewaktu > = 200 mg/dl

b. Gula darah puasa > 126 mg/dl (puasa = tidak ada masukan makanan/kalori

sejak 10 jam terakhir)

c. Glukosa plasma dua jam > 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 grm.

Seseorang yang mengidap penyakit DM akan memiliki penderitaan yang

lebih berat jika semakin banyak faktor risiko yang menyertainya. Faktor risiko

munculnya DM antara lain faktor keturunan, seseorang memiliki risiko untuk

diserang DM sebanyak enam kali lebih besar jika salah satu atau kedua orang

tuanya mengalami penyakit tersebut. Penderita DM dapat terserang dua masalah

gula darah, yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia. Hipoglikemia adalah kadar gula

dalam darah sangat rendah, dihasilkan ketika terdapat insulin yang terlalu banyak

sehingga menyebabkan penurunan gula darah. Reaksi ini biasanya terjadi tiba-tiba

kulit berubah menjadi pucat dan basah, orang tersebut merasa gelisah, mudah

marah dan bingung serta gampang lapar (Bustan, 2007).

Hiperglikemia adalah kadar gula darah yang sangat atau terlalu tinggi.

Reaksinya terjadi secara berangsur-angsur seperti kulit kemerahan dan kering.

22
Orang tersebut akan merasa ngantuk dan kesulitan bernafas, ingin muntah, lidah

terasa kering. DM diasosiasikan dengan pengentalan pada pembuluh arteri oleh

sampah-sampah atau kotoran dalam darah. Akibatnya pasien DM menunjukan

tingkat yang tinggi untuk terkena resiko penyakit jantung koroner. DM juga

menjadi penyebab utama kebutaan dan gagal ginjal pada orang dewasa. Selain itu,

DM juga diasosiakan dengan kerusakan sistem syaraf yang meliputi kehilangan

rasa sakit dan sensasi-sensai lainya. Selain hal-hal di atas, DM juga akan

memperburuk fungsi tubuh yang lain misalnya gangguan makan dan sistem

memori karena sistem saraf yang rusak pada orang tua (Bustan, 2007).

Dalam buku Essentials of Nutrition & Diet Therapy (2007), ADA

(American Diabetes Association) mengkalisifikasikan Diabetes menjadi 4

kategori yaitu :

a. Diabetes tipe 1 (T1DM) , atau disebut juga insulin-dependent Diabetes

mellitus.

b. Diabetes tipe 2 (T2DM), atau disebut juga non-insulin dependent Diabetes

mellitus.

c. Gestasional Diabetes mellitus (GDM) atau Diabetes mellitus kehamilan.

d. Impaired glucose tolerance (IGT) atau gangguan toleransi glukosa dan

impaired fasting glucose (IFG) atau gangguan glukosa puasa.

Tabel 2.3 Gula Darah Normal, IFG, IGT, dan Diabetes


(Sumber : Tandra, 2009)

Kadar Glukosa Darah mg/dl mol/dl


Normal
Puasa < 100 < 5,6
2 jam sesudah makan < 140 < 7,8
Impaired Fasting Glucose

23
(IFG)
Puasa ≤ 100 & > 126 ≥ 5,6 & < 7,0
2 jam sesudah makan < 140 < 7,8
Impaired Glucose Tolerance
(IGT)
Puasa < 126 < 7,0
2 jam sesudah makan ≥ 140 & < 200 ≥ 7,8 & < 11,1
Diabetes Mellitus
Puasa ≥126 ≥ 7,0
2 jam sesudah makan >200 > 11,2

Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenileonset dan tipe dependen

insulin, namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insiden

Diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat diabagi

dalam dua subtipe yaitu : (1) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan

kerusakan sel-sel beta; (2) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan kadang

tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan

Afrika-Amerika dan Asia ( Price dan Wilson, 2012).

Menurut Schlenker dan Long, 2007 gejala dari penyakit Diabetes tipe 1

(T1DM) yaitu rasa haus berlebih (polydipsia), kencing berlebih (polyuria), nafsu

makan meningkat (polyfagia), berat badan menurun dan lebih cepat capek.

Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas

dan tipe nondependen insulin. Insidens Diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru

setiap tahunnya. Obesitas sering kali dikaitkan dengan penyakit ini (Price dan

Wilson, 2012). Adapun gejala untuk Diabetes tipe 2 menurut Schlenker dan Long

(2007), yaitu biasa terdapat luka atau infeksi yang susah disembuhkan dan

penglihatan kabur efek hiperglycemia terhadap kornea mata.

24
Gejala lain yang dialami oleh penderita DM baik tipe 1 maupun tipe 2 yaitu

kelihatan sensitif. Hal tersebut merupakan dampak dari stres. Pada penderita DM

tipe 1 stres mungkin akan mengendap yang berdampak pada gen. Sebuah studi

melaporkan ada hubungan langsung antara stress dan kurangnya kontrol diri

penderita DM (Bustan, 2007).

Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari

orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk membandingkan

kekerapan Diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia, hingga

dengan demikian kita dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau suatu

kelompok etnik tertentu dengan kelompok etnik kulit putih pada umumnya.

Misalnya di negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya

sangat menonjol, seperti di Singapura. Demikian pula pada beberapa kelompok

etnik di beberapa negara yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat

berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena memang mereka lebih makmur

(Suyono, 2012).

Di Indonesia, menurut penelitian epidemologi yang sampai saat ini

dilaksanakan menyatakan bahwa kekerapan Diabetes khususnya Diabetes tipe 2

berkisar antara 1,4 dengan 1,6 %. Melihat tendensi kenaikan kekerapan Diabetes

secara global yang tadi dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan

kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu

saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang

kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis. Hal ini sesuai dengan

perkiraan yang dikemukakan oleh WHO bahwa Indonesia akan menempati

25
peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap Diabetes sebanyak 12,4 juta

orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995 (Suyono, 2012).

Menurut Suyono (2012), berdasarkan angka-anagka diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik

sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien Diabetes yang jauh lebih besar

yaitu 86-136% yang disebabkan oleh karena :

a. Faktor demografi : 1) jumlah penduduk meningkat, 2) penduduk usia lanjut

bertambah banyak, 3) urbanisasi makin tak terkendali

b. Gaya hidup yang kebarat-baratan : 1) penghasilan percapita tinggi, 2) restoran

siap santap, 3) tekhnologi canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerak

badan.

c. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi

d. Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien Diabetes menjadi

lebih panjang

Kategori penyakit Diabetes yang lain menurut ADA yaitu Diabetes

gestasional (GDM) adalah Diabetes yang timbul selama kehamilan meliputi 2-5%

daripada seluruh Diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya

pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. Faktor risiko terjadinya

GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat

Diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai

hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka

kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik (Price dan Wilson, 2012).

26
Kategori penyakit Diabetes yang terakhir yaitu gangguan toleransi glukosa

(IGT). Dipandang dari sudut biokimia, pasien dengan IGT menunjukkan kadar

glukosa plasma puasa (≥110 dan <126 mg/100 ml). IGT tidak digolongkan

sebagai penderita Diabetes, tetapi dianggap berisiko lebih tinggi terhadap

Diabetes dibanding masyarakat umum. Untuk gangguan glukosa puasa (IFG)

ditetapkan dengan nilai antara 110 (diatas batas normal) dan 126 mg/100 ml.

Pasien-pasien dengan gangguan glukosa puasa juga meningkat resikonya terhadap

Diabetes dan komplikasi metabolik akibat IGT (Price dan Wilson, 2012).

Terapi medis atau pengobatan untuk penyakit Diabetes mellitus dilakukan

untuk menjaga kadar gula dalam darah pada tingkat normal. Faktor yang

diperlukan adalah kontrol diri. Kontrol makanan serta olahraga dianggap sebagai

kebiasaan yang sangat sulit dilakukan secara teratur. Penderita DM juga harus

dapat memonitor sendiri kadar gula dalam darahnya secara pasti. Taylor (1995),

mengatakan bahwa pasien DM dapat dilatih untuk mengetahui kadar glukosa

darahnya secara pasti, sehingga mereka dapat belajar untuk dapat membedakan

kapan kadar gula mereka perlu diubah.

Dukungan sosial juga dapat meningkatkan atau memperbaiki cara hidup

penderita DM, dukungan sosial mempunyai efek yang menguatkan dalam hal

penyesuaian emosi terhadap suatu penyakit. Tersedianya dukungan sosial menjaga

dari depresi dan stress karena adanya hiburan dari orang lain. Selain dukungan sosial,

setiap penderita DM juga harus benar-benar mematuhi nasehat dan saran – saran dari

dokter dalam menjalani terapi medis karena jika tidak akan berakibat buruk pada

kesehatannya. Selain akan menimbulkan komplikasi yang lebih parah, ketidakpatuhan

27
dalam menjalani terapi medis juga dapat menyebabkan komplikasi DM yang berat

(Taylor, 1995).

Menurut Nurmazah (2013), berikut beberapa cara dalam mengelolah dan

mencegah DM :

a. Mengatur pola makan sehat.

b. Pola hidup sehat dengan tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol

c. Menurunkan berat badan (terapi diet)

d. Menghindari Stres.

Tujuan pengelolahan DM dibagi menjadi dua yaitu jangka panjang dan

pendek. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbagai keluhan atau gejala DM

sehingga pasien dapat menikmati kehidupan yang sehat dan nyaman. Tujuan

jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik pada pembuluh

darah (mikroangiopati dan makroangiopati) maupun pada susunan saraf

(neuropati) sehingga dapat menekan angka morbiditas dan mortilitas (Taylor,

1995).

4. Tinjauan Umum tentang Kecamatan Maniangpajo

Kecamatan Maniangpajo merupakan sebuah kecamatan yang terdapat di

Kabupaten Wajo merupakan salah satu kabupaten yang berada dalam ruang

lingkup daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Menurut Badan Pusat Statistik

Kabupaten Wajo (2014), luas wilayah dari Kecamatan Maniangpajo yaitu 175,96

km2 dengan 7,02 % terhadap luas kabupaten. Kecamatan Maniangpajo terdiri dari

3 kelurahan dan 5 desa yaitu Kelurahan Anabanua, Kelurahan Dualimpoe,

Kelurahan Tangkoli, Desa Mattirowalie, Desa Kalola, Desa Abbanuangnge, Desa

28
Sogi dan Desa Minangatellue. Wilayah Kecamatan Maniangpajo berbatasan

dengan :

Sebelah Utara : Kecamatan Duapitue

Sebelah Timur : Kecamatan Gilireng

Sebelah Selatan : Kecamatan Tanasitolo

Sebelah Barat : Kecamatan Belawa

Kecamatan Maniangpajo dipilih sebagai lokasi penelitian karena di daerah

ini kejadian Diabetes mellitus khususnya Diabetes mellitus tipe 2 cukup tinggi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Kecamatan Maniangpajo dari

bulan Januari sampai Desember 2015 terdapat kurang lebih 40 kasus. Selain itu, di

daerah ini belum pernah dilakukan penelitian semacam ini.

B. Kerangka Pikir

Berdasarkan penelitian epidemologi di Indonesia, dinyatakan bahwa

kekerapan Diabetes khususnya DM tipe 2 berkisar antara 1,4 dengan 1,6 %.

Melihat tendensi kenaikan kekerapan Diabetes secara global yang tadi dibicarakan

terutama disebabkan oleh karena gaya hidup akibat terjadinya peningkatan

kemakmuran suatu populasi di suatu daerah (Suyono, 2012).

Salah satu cara untuk mengatasi penyakit Diabetes agar kadar gula darah

tetap dalam kisaran normal yaitu dengan melakukan terapi diet. Diet menurut

Hartono (2000), adalah pengaturan jenis dan jumlah makanan dengan maksud

tertentu seperti mempertahankan kesehatan serta status nutrisi dan membantu

29
menyembuhkan penyakit. Jenis diet untuk penderita DM yaitu diet rendah kalori,

diet bebas gula dan sistem penukaran hidrat arang.

Kecamatan Maniangpajo merupakan sebuah kecamatan yang terdapat di

Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan. Menurut Badan Pusat Statistik

Kabupaten Wajo (2014), luas wilayah dari Kecamatan Maniangpajo yaitu 175,96

km2 dengan 7,02 % terhadap luas kabupaten. Berdasarkan data dari puskesmas, di

kecamatan ini angka penderita Diabetes tipe 2 cukup banyak.

Berikut bagan kerangka pikir dalam penelitian ini :

Penyebab Diabetes
Mellitus Tipe 2

Genetik Gaya Hidup


- Pola makan
- Aktivitas fisik

Pengelolahan DM

Diet (pengaturan Latihan fisik Tingkat edukasi Kepatuhan


pola makan) (olahraga) yang baik pengobatan

Gambar 2.1 Kerangka pikir penelitian

30
C. Hipotesis

Berdasarkan pada tinjauan pustaka dan kerangka pikir maka hipotesis yang

diajukan adalah ada hubungan antara gaya hidup dan diet pada penderita Diabetes

mellitus tipe 2 di Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo.

31
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat bersifat korelasional

yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup

dan diet terhadap penderita Diabetes mellitus tipe 2 di Kecamatan Maniangpajo

Kabupaten Wajo.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross

sectional study merupakan desain penelitian yang dimaksudkan untuk melakukan

identifikasi variabel independen (gaya hidup dan diet) dengan variabel dependen

(penderita Diabetes mellitus tipe 2) pada waktu yang bersamaan.

C. Variabel, Definisi Operasional Variabel dan Alat Pengumpulan Data

1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 jenis yaitu variabel independen

(gaya hidup dan diet) dan variabel dependen (penderita Diabetes mellitus tipe 2 ).

2. Definisi Operasional Variabel

Secara operasional masing-masing variabel didefinisikan. Hal tersebut

dilakukan untuk menghindari kesalahan pengertian dari masing-masing variabel.

32
a. Gaya hidup penderita Diabetes yaitu perilaku pasien dalam menjalani

kehidupan sehari-hari meliputi pola makan dan aktifitas fisik yang

dilakukan.

b. Diet adalah pengaturan pola makan penderita Diabetes meliputi jenis,

jumlah dan waktu makan.

c. Penderita Diabetes yang dimaksud adalah penderita Diabetes mellitus tipe 2

yang berdomisili di Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo.

3. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data primer dan sekunder

di Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo. Data primer diperoleh melalui

wawancara dan pengisian kuesioner oleh responden, tekhnik pengumpulan data

primer dilakukan dengan mendatangi rumah responden, kemudian membagikan

kuesioner untuk diisi. Setelah pengisian kuesioner, data akan diolah dengan

menggunakan komputer. Sedangkan data sekunder meliputi data penderita

Diabetes mellitus tipe 2 dari puskesmas setempat seperti nama, umur, jenis

kelamin dan alamat.

D. Pengolahan Data dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini adalah analisis data univariat dan

analisis data bivariat. Analisis data univariat untuk mendeskripsikan tiap-tiap

variabel yang digunakan dalam penelitian dengan menggunakan tabel dan narasi.

33
Sedangkan analisis data bivariat untuk melihat hubungan variabel independen

dengan variabel dependen.

2. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel disertai

penjelasan.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Diabetes mellitus tipe

2 yang terdata di Puskesmas Kecamatan Maniangpajo, Kabupaten Wajo.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini dipilih dengan tekhnik purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu. Dengan teknik sampel tersebut peneliti mengambil subjek penelitian

yaitu penderita DM tipe 2. Teknik ini dilakukan dengan cara mengambil subjek

yang disesuaikan dengan kriteria permasalahan yang diteliti. Penderita DM tipe 2

ditentukan dengan cara tes gula darah sewaktu penelitian. Jumlah minimal sampel

yaitu 20 orang sedangkan jumlah maksimal yaitu 30 orang.

a. Kriteria Inklusi Sampel :

Kriteria inklusi sampel yang akan diteliti sebagai berikut :

1) Penderita Diabetes mellitus tipe 2

2) Umur 30 tahun sampai 65 tahun

3) Mampu berkomunikasi dengan baik

34
4) Bersedia menjadi responden dalam penelitian

b. Kriteria Ekslusi Sampel

1) Penderita Diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terdata di puskesmas

35
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, edisi ke-6. Jakarta: EGC

Arisman. 2004. Obesitas, Diabetes Mellitus & Dislipidemia. EGC: Jakarta

Awad, Nadyah., Adnan, Miftahul,. Ahmed . 2011. Gambaran Faktor Resiko


Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Jakarta : EGC.

Ayik Mirayanti Mandagi. 2010. Faktor yang Berhubungan dengan Status


Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus (Studi di Puskesmas Pakis
Kecamatan Sawahan Kota Surabaya) [Skripsi]. Jakarta : Fakultas
Kesehatan Masyarakat.

Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : PT Rineka Cipta

Chaney, D. (1996). Lifestyles: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta:


Jalasutra.

Dahniar., Tasa H., & Junaidi. 2014. Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian
Diabetes Mellitus di RSUD Labuang Baji Makassar. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis, 4(6)

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2007. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Depok : Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI

Digiulio., Mary, J., Dona & Keogh, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 1.
Yogyakarta : Rapaha Publishing

E.Beck. 2011. Penunutn Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Emille, Christoper dan Kholil, Ahmad. 2013. Gaya Hidup Organik, Sehat Tanpa
Mahal. Bandung : PT Mizan Pustaka

Engel, J.F., Blackwel, R.D., & Miniard, P.W. (1990). Consumer behavior (6th
ed). USA: Dryden Press

Frank B., Joann E., Meir J., Graham., Simin., Caren., dan Walter. 2001. Diet,
Lifestyle, And The Risk Of Type 2 Diabetes Mellitus In Women. New
England Journal Medicine, 345 (11)

Hartono. 2000. Penyakit Bawaan Makanan. Jakarta : EGC

36
Kotler, Philip. 2002. Manajemen. Jakarta : Prenhanlindo.

McGuire, Amanda M dan Anderson, Debra J. 2011. Lifestyle Risk Factor


Modification in Midlife Women with Type 2 Diabetes :Theoretical
Modelling of Perceived Barriers. Australian Journal Of Advanced Nursing,
30 (1)

Minor dan Mowen. 2002. Perilaku Konsumen Jilid 1. Jakarta : Erlangga

Nia Simanjuntak. 2010. Studi Fenomenologis Pengalaman Penderita Diabetes


Mellitus Dalam Menjalani Diet (Pengaturan Pola Makan). Semarang :
Universitas Diponegoro

Nurmazah, Dimas Saifu. 2013. Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Dalam


Menjalani Terapi Olahraga dan Diet. Semarang : Universitas Negeri
Semarang

Piliang. (2006). Resitensi gaya hidup: Teori dan Realitas (A. Adlin, ed).
Yogyakarta: Jalasutra

Price, S dan Wilson, L. 2012. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Putri, Nurlaili Haida Kurnia dan Isfandiari, Muhammad Atoillah. 2013. Hubungan
Empat Pilar Pengendalian DM Tipe 2 dengan Rerata Kadar Gula Darah.
Jurnal Berkala Epidemologi, 1 (2) : 234-243

Rita Khairani. 2007. Prevalensi Diabetes Mellitus dan Hubungannya dengan


Kualitas Hidup Lanjut Usia di Masyarakat. Jurnal Universa Medicin ,26(1)

Schlenker, Eleanor dan Long, Sara. 2007. Essentials of Nutrition & Diet Therapy.
Kanada : Mosby Elsevier

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi. Jakarta Timur: Dian Rakyat

Setiadi, Nugroho J. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta : Prenada Media.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal


Bedah 2, Edisi 8. Jakarta : EGC

Suratno dan Rismiati. 2001. Pengertian Gaya Hidup. Jogjakarta : Kanisious

Soegondo S., Soewondo P., & Subekti I. 2007. Penatalaksanaan Diabetes


Terpadu. Jakarta: FKUI

Soegondo S. & Sukardji K. 2008. Hidup Secara Mandiri dengan Diabetes


Mellitus Kencing Manis Sakit Gula. Jakarta: FKUI

37
Suyono, Slamet . 2012. Diabetes Mellitus Di Indonesia. Jakarta: FKUI

Syahbudin, S (2007). Diabetes Mellitus dan Pengelolaannya. Cetakan 2, Pusat


Diabetes & Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta:
FKUI.
Tandra, Hans. (2008). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang
Diabetes. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum

Tina, Astuti. 2013. Cara Diet Pintar. Yogyakarta : Oriza

Taylor, S. E (1995). Health Psychologi. Singapore : Mc. Graw Hill Inc

Wijoyo P.M. 2011. Rahasia Penyembuhan Diabetes Secara Alami. Bogor : Bee
Media Agro.

38

Anda mungkin juga menyukai