Anda di halaman 1dari 9

METODE OPERASI RITEL

Berdasarkan Metode Operasinya, Riset dibagi atas 3 bentuk, yaitu Ritel dalam Bentuk Toko,

Ritel dalam Bentuk Bukan Toko dan Ritel Waralaba. Bertikut penjelasannya:

1. RITEL DALAM BENTUK TOKO

Ritel dalam bentuk toko menggambarkan ritel dalam gentuk toko yang nyata, seperti toko

toserba. Menurut fungsinya, ritel merupakan tahap akhir proses distribusi dengan

dilakukannya penjualan langsung pada konsumen akhir, untuk penggunaan pribadi. Dimana

bisnis retail berfungsi sebagai perantara antara distributor dengan konsumen akhir, Retailer

berperan sebagai penghimpun barang, toko retail sebagai sebagai tempat rujukan.

Karakteristik dan Tipologi

1. Karakteristik

 Small Enough Quantity (Partai kecil,dalam jumlah secukupnya untk dikonsumsi

sendiri dalam periode tertentu).

 Impulse buying (kondisi yang tercipta dari ketersediaan barang dalam jumlah dan

jenis yang sangat variatif sehingga menimbulkan banyak pilihan untuk konsumen.

 Store Condition ( KOndisi lingkungan dan interior dalam toko).

2. Kepemilikan (Owner):

 Single-Store Retailer (tipe yang paling banyak jumlahnya dengan ukuran toko

umumnya dibawah 100 m².


 Rantai Toko Retail (toko retail dengan banyak cabang dan dimiliki oleh institusi

perseroan)

 Toko Waralaba (toko yang dibangun berdasarkan kontrak kerja sama waralaba antara

terwaralaba dengan pewaralaba)

3. Merchandise Category:

 Specialty Store/ Toko Khas (Menjual satu jenis kategori barang yang relative sedikit/

sempit

 Grocery Store/ Toko Serba Ada (menjual barang groceries (sehari-hari))

 Departement Store (menjual sebagian besar bukan kebutuhan pokok, fashionable,

bermerek, dengan 80% pola konyinyasi)

 Hyperstore(menjual barang dalam rentang kategori barang yang sangat luas)

4. Luas Sales Area :

 Small Store/kiosk (kios kecil yang umumnya merupakan toko retail tradisional,

dioperasikan sebagai usaha kecil dengan sales kurang dari 100 m²)

 Minimarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara 100-1000 m²)

 Supermarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara 1000-5000 m²)

 Hypermarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara lebih dari 5000 m²)
2. RITEL DALAM BENTUK BUKAN TOKO

Ritel dalam bentuk bukan toko cenderung pada proses eceran dengan media internet yang

biasa dikenal dengan E-Commerce. Menurut Amir Hartman dalam bukunya “Net-Ready”

(Hartman, 2000) secara lebih terperinci lagi mendefinisikan E-Commerce sebagai “suatu

jenis dari mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis

berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa

baik antara dua buah institusi (B-to-B) maupun antar institusi dan konsumen langsung (B-to-

C)”, meski melalui media internet tentu saja harus mempelajari transformasi dari pola-pola

penjualan retail secara fisik.

 Multi-Level-Marketing (MLM) : Model penjualan barang secara langsung dengan system

komisi penjualan berperingkat berdasarkan status keanggotaan dalam distribution lines

 Mail & Phone Order Retailer (Toko pesan antar) : perusahaan yang melakukan penjualan

berdasarkan pesanan melalui surat atau telepon

 Internet/ Online Store (e-Commerce) : Toko Retail di dunia maya yang mengadopsikan

internet ke dalam bentuk online retailing

Permasalahan inti dalam perdagangan retail mempunyai 4 elemen, yaitu:

1.   Mendapatkan product yang tepat,

2.   Harga yang tepat,

3.   Waktu yang tepat

4.   Tempat yang tepat


Pada akhirnya bisnis retail konvensional dengan retail internet tetap harus berhubungan,

karena dalam kenyataannya bahwa seseorang yang membutuhkan sesuatu barang dengan

cepat pasti akan menuju mobilnya tanpa menuju komputernya.

3. RITEL WARALABA

Menurut John Naisbit dalam bukunya yang berjudul Megatrends, mengatakan bahwa

waralaba adalah konsep marketing yang paling sukses dalam sejarah umat manusia.

Menurutnya, di USA, setiap 8 menit, lahir satu oulet waralaba. Konsep waralaba ini

kemudian merambah sampai ke Indonesia, dimana 10 tahun terakhir ini banyak bermunculan

pebisnis yang menawarkan konsep waralaba kepada masyarakat (calon investor). Konsep

baru ini menjadi topik hangat dikalangan dunia usaha dan media bisnis. Akibatnya, semakin

banyak orang yang tertarik untuk menamkan uangnya dengan membeli waralaba atau

sekedar lisensi bisnis atau paling tidak mengetahui lebih detail bagaimana sistem waralaba

itu sebenarnya, hal ini dapat dilihat dari ‘laris manisnya‘ buku-buku yang mengupas masalah

waralaba atau franchise dan tingginya minat pengunjung di acara pameran franchise.

Namun yang perlu diketahui, bahwa ternyata tingkat kesuksesan waralaba di indonesia hanya

mencapai 60% saja, sedangkan di negei asalnya, Amerika mencapai 90%. Selain itu, menurut

Amir Karamoy, Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia yang juga pemilik Konsultan AK &

Partners, menyatakan bahwa terjadi perbedaan tingkat kegagalan yang sangat mencolok

antara waralaba lokal dibanding waralaba asing. Tingkat kegagalan waralaba lokal berkisar

antara 50-60%, sedangkan tingkat kegagalan waralaba asing di Indonesia hanya berkisar 2%

– 3 % saja.
Mengapa waralaba lokal banyak yang berguguran? Kegagalan dalam sebuah bisnis waralaba

bisa dari faktor franchisor-nya atau dari franchisee-nya (investor) atau faktor akumulasi dari

kedua belah pihak. Untuk sisi franchisor, kadang karena bisnis yang dia tawarkan belum

terbukti menguntungkan, tapi sudah berani menawarkan konsep waralaba kepada calon

investor. Coba lihat di media cetak, banyak sekali iklan-iklan yang menawarkan konsep kerja

sama dalam bentuk “waralaba”, padahal belum tentu bisnisnya sudah dapat dikatagorikan

sebagai “waralaba/ franchise”, bisa jadi hanya sekedar dalam bentuk “Pola Kemitraan/

Business Opportunity (BO)” atau hanya sekedar penggunaan nama merek alias lisensi.

Peraturan Pemerintah Tentang Waralaba

Beberapa faktor penyebab kegagalan waralaba yang paling utama adalah kegagalan meraih

target penjualan yang memadai, hal ini biasanya karena tempat usaha yang kurang strategis.

Faktor-faktor lainnya antara lain adalah kurangnya support dari penjual franchise kepada

franchisee misalnya dalam dukungan promosi, manajemen dan lain-lain sehingga terkesan

franchisee berjalan sendirian, dan ada juga yang mengatakan karena naiknya harga bahan

baku dan inflasi yang berimbas pada lemahnya daya beli masyarakat secara umum. Selain

itu, faktor yang tak kalah pentingnya adalah “mindset” franshisee/ pembeli waralaba yang

berfikir bahwa membeli waralaba itu artinya tinggal terima untung saja dan “terlalu

mengharapkan” franchisor yang bekerja, atau telalu berharap pada sistem yang bekerja.

Padahal seharusnya franchisee itu juga ikut kerja keras memajukan garainya, dan mengawasi

sistem apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak. Apalagi jika bisnis yang dimasuki

adalah bisis makanan yang itemnya banyak dan sangat perlu diatur manajemen logistiknya,
mengingat makanan hanya tahan beberapa hari sebelum rusak. Jadi jangan sampai terbuang

percuma.

Saat ini, yang paling ramai bisnis yang di-franchise-kan adalah dibidang bisnis makanan,

maklumlah, karena makanan adalah merupakan kebutuhan paling pokok manusia, dan semua

manusia perlu makan. Oleh karena itulah bermunculan franchise yang bergerak dibidang

makanan ini, seperti yang berasal dari luar negeri antara lain : McDonnald, KFC, Dunkin

Donuts, dan lain-lain. Sedangkan yang dari lokal antara lain : RedCrispy, Andrew Crepes,

Bakmi Raos dan lain-lainnya. Selain franchise yang produknya berupa makanan, juga ada

franchise yang produknya berupa non makanan dan jasa, misalnya dibidang pendidikan,

pengantaran barang, salon, busana dan lain-lain.

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum membeli waralaba:

1. Apakah Waralaba memang pas untuk anda? setiap tahunnya semakin banyak orang yang

bermimpi keluar dari rutinitas 8 pagi – 5 sore dan memiliki sebuah sistem bisnis sendiri

(baik self employed atau business owner). Meski begitu namanya membangun bisnis bisa

menjadi proses menakutkan. Membangun bisnis dapat dikatakan suatu hal yang

memerlukan konsentrasi, fokus dan persistensi yang tinggi.

2. Waralaba sering dilihat sebagai bisnis yang lebih kecil risikonya. Waralaba memberikan

peluang Anda membuka bisnis sendiri dengan dukungan dan back up dari perawalaba.

Namun waralaba tidak selalu cocok bagi semua orang.

3. Apakah waralaba merupakan pilihan menarik bagi anda? Waralaba adalah sebuah pilihan

yang menarik bagi pebisnis pemula, karena waralaba memungkinkan anda menanamkan

uang dalam sebuah sistem yang sudah mapan, telah dicoba dan teruji, dan terbukti
keberhasilannya. Namun bagi pebisnis yang sudah malang melintang di dunia wirausaha,

mungkin tawaran waralaba sudah tidak begitu menarik lagi.

4. Waralaba bukan garansi sukses. Seperti disinggung di bagian atas, apalagi di Indonesia,

tingkat kegagalan waralaba masih cukup tinggi, namun demikian sebagai investor

waralaba anda akan mendapatkan bantuan dari pewaralaba. Meski demikian Anda tetap

perlu memotivasi diri, memiliki gerak dan komitmen kerja keras untuk membangun

bisnis yang sukses. Waralaba bukanlah garansi kesuksesan. Meskipun satu tingkatan

keberhasilan sudah tercapai, diperlukan kerja keras agar bisa mempertahankan

profitabilitas.

5. Jika anda memutuskan langsung terjun ke bisnis, persiapkan mental dengan matang,

karena ada perbedaan suasana antara “ketidakpastian” di dunia bisnis dan ‘zona nyaman’

di dunia karyawan dengan gaji bulanan yang pasti dan rutin.

6. Macam-macam tingkat investasi di dunia waralaba bermacam-macam. Sesuaikan pilihan

dengan kemampuan keuangan anda, jangan melebihi kemampuan. Biasanya franchisor

akan memberikan informasi seputar kinerja franchisee lainnya sebagai gambaran.

Namun, tentu saja ini bukan garansi bagi kesuksesan. Anda perlu meneliti sendiri bisnis

yang potensial di sekitar Anda dan bila perlu mencari bantuan profesional dalam

membuat proyeksi keuangan. Kalau bisa bicaralah dengan franchisee lain yang membeli

waralaba tersebut, bagaimana sistemnya, supportnya, proyeksi keuangannya, potensinya,

dll.

Beberapa pertimbangan dalam memilih / membeli franchise atau waralaba antara lain:

1. Apakah merek-nya sudah terkenal dan memiliki image positif di pasar. Karena, membeli

franchise bukan hanya sekedar membeli sistem, tetapi merek. Seandainya mereknya
belum terkenal, sulit bagi kita untuk memperoleh omzet maksimal karena pasar belum

aware terhadap merek franchise tersebut. Selain merek, juga produk dan sistem. Apakah

produknya “mumpuni“, kalau produknya berupa makanan, apakah enak, apakah unik,

apakah mudah dibuat atau tidak, apakah ada resep rahasia sehingga sulit di tiru pesaing.

2. Siapa di belakang layar. Nah ini juga perlu kita cari tahu, siapa pengembang dibalik nama

franchise yang di jual tersbut. Hal ini ibarat kita membeli rumah/ apartemen, tentu kita

juga harus melihat kredibilitas pengembang perumahan yang dijual. demikian juga

dengan membeli waralaba, jika perlu juga cari informasi tentang pemilik/ pengembang

franchise tersebut. Apakah franchisor yang kita minati merupakan perusahaan yang

sukses dan kuat, Franchisor wajib memberikan laporan keuangan yang telah diaudit oleh

akuntan publik kepada calon pembeli hak waralabanya. Laporan tersebut dapat

membrikan informasi keadaan keuangan perusahaan tersebut untuk periode 3 tahun.

3. Tempat. Tempat usaha yang kita pilih mutlak harus staretegis, ramai dan mudah diakses

dari mana saja, tempat parkir harus luas. JIka anda melihat tempat usaha McDonnald,

kebanyakan berada di tempat yang paling strategis, di belahan dunia manapun,

diperempatan jalan, pokoknya tempatnya paling strategis. Maknya tak salah jika ada yang

mengatakan bahwa bisnis mereka bukan burger, tetapi properti.

4. Lakukan riset secara umum tentang waralaba yang di incar. Pastikan anda melihat

peluang di bidang bisnis yang akan dijalankan. Cari tahu sebanyak mungkin informasi

tentang waralaba yang diminati. Misalnya mencari tahu bagaimana tingkat penjualan,

sistem support, kelemahan dan kelebihan waralaba tersebut dari franchisee lain yang

sudah terlebih dahulu membeli dan menjalankan waralaba tersebut. pastikan waralaba

tersebut memiliki bimbingan berkelanjutan dalam pengelolaan merek, pengawasan mutu,


manajemen kepegawaian, bimbingan administrasi dan petunjuk teknis lainnya. Seringlah

hadir dalam seminar dan pameran franchise untuk mendapatkan sebanyak mungkin

informasi dan perbandingan terbaik.

5. Pilihlah waralaba yang sesuai dengan hasrat dan minat anda, dan anda yakin waralaba

tersebut akan menguntungkan dalam jangka panjang. Hindari memilih waralaba karena

faktor “trend” semata-mata.

6. Pilihlah waralaba yang sesuai dengan modal anda. Beberapa bisnis waralaba ada yang

mengalami kegagalan ditengah jalan karena kekurangan modal. Oleh karena itu, untuk

meningkatkan peluang keberhasilan, lebih baik untuk memiliki modal labih dari yang

disyaratkan franchisor. Disarankan untuk memiliki cadangan dana untuk modal kerja 6

bulan sampai 1 tahun ke depan.

7. Mungkin anda perlu meminta nasihat dari profesional (konsultan waralaba) untuk

mendampingi anda.

Anda mungkin juga menyukai