Anda di halaman 1dari 15

Kardiomiopati Peripartum pada Wanita Hamil

Aditya Wahyu Pramudita (102014251), Felix Jordan Wangsa (102016049), Mas Muharami
Binti Zulkifle (102016258), Golda Meir (102013296), Vilda Anastasia (102014167), Clarita
(102016045), Lutfhia Ayu Wicaksana (102016129), Ravelia Samosir (102016191), Nor Umi
Izati Binti Khalidi (102016261)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Abstrak
Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang
didefinisikan sebagai disfungsi sistolik ventrikel kiri yang terjadi pada bulan terakhir periode
kehamilan atau 5 bulan pertama masa nifas. Gejala klinisnya antara lain takipnea,
palpitasi/takikardi, tekanan nadi yang sempit dan merasa mudah lelah. Gangguan perfusi
jaringan otak akibat kurangnya cardiac output akan bermanifestasi sebagai rasa pusing dan
melayang, bahkan kadang berupa penurunan kesadaram (syncope), terutama pada aktvitas
fisik yang berlebihan. Pemeriksaan penunjang untuk mengdiagnosis yaitu pemeriksaan darah,
ekokardiografi dan foto rontgen. Penanganannya dapat menggunakan terapi non-
medikamentosa dan medikamentosa sesuai dengan pedoman tatalaksana pengobatan untuk
gagal jantungnya.
Kata Kunci: Gagal jantung akut, kardiomiopati, kardiomiopati peripartum.

Abstract
Peripartum cardiomyopathy is a form of dilated cardiomyopathy which is defined as left
ventricular systolic dysfunction that occurs in the last month of the pregnancy period or the
first 5 months of the puerperium. Clinical symptoms include tachypnea, palpitations /
tachycardia, narrow pulse pressure and feeling tired easily. Disorders of brain tissue
perfusion due to lack of cardiac output will manifest as dizziness and drift, sometimes even in
the form of a decrease in consciousness (syncope), especially in excessive physical activity.
Investigations to diagnose are blood tests, echocardiography and X-rays. Handling can use
non-medical and medical therapies in accordance with the guidelines for treatment of
treatment for heart failure.
Keywords: acute heart failure, cardiomyopathy, peripartum cardiomyopathy.
Pendahuluan

Sekitar 0,2-4% kehamilan dinegara maju disertai komplikasi penyakit kardiovaskular. Risiko
seorang wanita untuk mengalami gangguan jantung pada masa kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yakni usia ibu saat pertama kali mengandung, gangguan metabolik seperti
diabetes melitus, hipertensi dan obesitas. Penyakit kardiovaskular ini merupakan penyebab
tingginya angka kematian maternal selama masa kehamilan terutama dinegara maju. Salah
satu penyakit kardiovaskular yang dapat terjadi pada periode kehamilan adalah kardiomiopati
peripartum. Walaupun kejadiannya dimasyarakat jarang, gangguan ini memiliki komplikasi
kardiovaskular yang berat baik terhadap ibu maupun janin yang dikandung.1

Penyakit kardiomiopati merupakan kelompok gangguan organ jantung akibat abnormalis


struktur anatomis yang terbatas hanya pada miokardium dengan penyebab utama yang masih
belum diketahui pasti. Kelainan struktur otot jantung yang disebabkan oleh kondisi patologis
lain seperti seperti arteri koroner, gangguan katup, penyakit jantung kongenital, kelainan
perikardium dan hipertensi tidak termasuk dalam definisi inklusi kelompok penyakit
kardiomiopati.1

Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang


menyebabkan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri, terutama muncul pada periode
kehamilan akhir dan masa puerperium (nifas). Dilain pihak perubahan fisiologis dan
hemodinamik mencapai puncaknya saat masuk trimester ke-2 yaitu volume intravaskular
meningkat cukup bermakna, sehingga kadang muncul gejala dan tanda klinis mirip kondisi
gagal jantung ringan.1

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara yang dilakukan dokter atau petugas kesehatan terhadap pasien.
Hal ini juga berguna untuk menegakkan diagnosis yang ada. Pertanyaan dalam anamnesis
adalah meliputi identitas (nama, alamat, umur, pekerjaan, dan agama). Dilanjutkan dengan
menanyakan keluhan utama yaitu keluhan yang mmebuat pasien datang ke petugas
kesehatan. Kemudian riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga dan riwayat pribadi.2

Diketahui pada skenario bahwa pasien datang dengan keluhan sesak nafas oleh sebab inu
diperlukan pendekatan diagnostik untuk membedakan pasien tersebut sakit yang disebabkan
oleh gangguan pernapasan atau dari penyakit kardiovaskular. Sesak napas (dyspnea)
merupakan keluhan subyektif yang timbul bila ada perasaan tidak nyaman maupun gangguan
atau kesulitan dalam bernapas. Pada pasien sesak dapat ditanyakan sebagai berikut:2

 Sejak kapan anda mengalami sesak napas?


 Apakah sesak napas terjadi secara tiba-tiba?
 Apakah sesak napas terjadi pada saat berolahraga/beraktivitas lebih berat dari
aktivitas sehari-hari? Saat beraktivitas biasa? Saat beristirahat?
 Apakah sesak dipengaruhi oleh posisi duduk/berbaring/telentang/berbaring ke kiri
atau ke kanan?
 Hal apa yang membuat sesak napas memburuk?
 Hal apa yang meredakan sesak napasnya?
 Apakah sesak napas disertai batuk? Apakah batuk berdarah?
 Apakah ada keluhan lain seperti nyeri dada, demam, berdebar-debar?
 Apakah pernah tiba-tiba terbangun dimalam hari akibat sesak?
 Apakah terdapat riwayat sesak napas sebelumnya?
 Apakah terdapat riwayat asma atau riwayat penyakit paru sebelumnya?

Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan: pasien merasakan sesak memberat terutama saat
aktivitas dan sudah tidak dapat tidur terlentang. Sesak dirasakan seperti sensasi tenggelam.
Kedua kaki mulai membengkak sejak 3 minggu dan semakin memberat. Riwayat penyakit
jantung sebelumnya tidak ada, tidak pernah menjalani perawatan dirumah sakit sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik

Untuk bisa mengerucutkan pada suatu diagnosis penyebab sesak nafas, perlu dilakukan
pemeriksaan fisik lengkap. Sebelum masuk kepada inspeksi kita melakukan pemeriksaan
terhadap keadaan umumnya kemudian tanda-tanda vital pada pasien. Secara anatomis jantung
terbagi atas beberapa bagian yaitu batas paru-hati pada linea: midclavicularis kanan sela iga ke
4/5 dengan pranjakan hati 2 jari di bawah batas paru hati, batas kanan jantung: sela iga ke-4
linea sternalis kanan, batas atas jantung: sela iga ke 2 linea sternalis kiri, batas pinggang
jantung: sela iga ke-3 linea parasternalis kiri, batas kiri jantung sela iga ke 4/5 linea
midclavicularis kiri, batas bawah jantung: sela iga 6 linea midclavicularis.2

 Inspeksi
Pada inspeksi dilakukan dengan memperhatikan kulit, jari, kuku, dan kepala pasien.
Mengamati bentuk thoraks untuk melihat ada pectus excavatum, pectus carinatum,
scoliosis chest, barrel chest, warna kulit, lesi kulit, sela iga cembung/cekung dan
memperhatikan letak ictus cordis yang akan tampak sebagai pulsasi dengan ventricular
heaving yang kuat angkat dan cepat, pada sela iga 3,4, dan 5, disekitar linea
mediaklavikularis kiri.2
 Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkonfirmsi impuls apeks yang sebelumnya sudah dilihat
pada saat inspeksi, dan mengevaluasi ventrikel kanan, arteri pulmonal, serta pergerakan
ventrikel kiri. Pemeriksaan JVP (jugular venous pressure) merupakan hal penting pada
pemeriksaan fisik karena mencerminkan tekanan atrium kanan atau central venous
pressure, yang paling baik diperiksa melalui inspeksi pada pulsasi vena jugularis.
Peningkatan tekanan mencurigai gagal jantung kanan atau obstruksi vena kava superior.
Pada pemeriksaan palpasi dalam keadaan patologis dapat teraba adanya pulsasi yang
keras dan bergelombang yang disebut ventricular heaving. Kelainan ini sering dijumpai
pada kasus mitral isufisiensi.2
 Perkusi
Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung, yang pada keadaan patologis
seperti pembesaran jantung kanan maupun kiri, maka pinggang jantung akan melebar
ke arah kiri atau kanan, disertai menghilangnya pinggang jantung2
 Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi merupakan pemeriksaan fisik terpenting pada jantung. Dengan
auskultasi, pemeriksa dapat mendengarkan bunyi jantung, baik normal maupun tidak
normal. Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah:2
- Apeks, bagian paling lateral dari impuls jantung yang teraba atau disebut
juga area mitral, untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
mitral
- Sela iga ke-4 parasternal kiri disebut area tricuspid, untuk mendengarkan
bunyi jantung yang berasal dari katup tricuspid.
- Sela iga ke-2 kiri di samping sternum disebut juga area pulmonal untuk
mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
- Sela iga ke-2 kanan di samping sternum, disebut juga area aorta, untuk
mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup.
Adapun suara patologis yang mungkin dapat terdengar pada kelainan jantung adalah gallop
yaitu bunyi jantung seperti derap kaki kuda yang sedang berlari. Gallop memiliki nada yang
rendah dan tumpul atau halus yang dihasilkan akibat pengisian darah diventrikel kiri dari
atrium kiri yang berlangsung dengan cepat dan mendadak berhenti pada fase awal diastolic.
Penyebabnya antara lain penurunan kontraktilitas miokardium, gagal jantung kongesti, dan
overload volume ventrikel. Selain itu suara jantung tambahan dapat berupa murmur
merupakan bising jantung yang harus didengar baik-baik dan dibedakan berdasarkan waktu.2

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan hasil: keadaan umum tampak sakit berat, keadaan
kompos mentis. Tekanan darah 130/80mmHg, frekuensi nadi 128x/menit, frekuensi nafas
34x/menit, suhu afebris. Kepala dan leher konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ekterik, JVP
5+2cmH2O. Thoraks suara nafas versikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-), bunyi jantung 1-2
murni, reguler, murmur (-), gallop (+) S3. Edema pitting ekstremitas bawah bilateral.

Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium
Hasil pemeriksaan: Hb 13 g/dL, Ht 37%, leukosit 9.000/uL, trombosit 250.000/L

 Ekokardiografi

Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi sistolik dan diastolik pasien
kardiomiopati peripartum dengan kondisi gagal jantung kronik. Selain itu untuk
mencari kemungkinan penyebab utama gagal jantung lainnya, misalnya iskemia,
kardiomiopati, gangguan katup jantung. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan bukti
disfungsi sitolik ventrikel kiri dengan fraksi ejeksi <45%, fraksi pemendekan <30%
dan dilatasi seluruh ruangan jantung. Pada sekitar 43% kasus kardiomiopati
peripartum dapat ditemukan tanda adanya regurgitasi mitral dan trombus intramural
ventrikel kiri terutama pada pasien dengan fraksi ejeksi <35%.1,3

Berdasarkan pemeriksaan didapatkan hasil: Dilatasi 4 chamber jantung, mitral


regurgitasi, triskupid regurgitasi, global normokinetik, ejection fraction 33%.
 Foto Roentgen Thoraks
Pemeriksaan foto roentgen thoraks merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan
untuk menilai adanya kelainan pada jantung dan paru. Pemeriksaan ini biasanya juga
dilakukan sebagai screening penyakit pada orang sehat yang menjalani pemeriksaan
kesehatan.3
Dari pemeriksaan didapatkan hasil: kardiomegali dengan edema paru (Gambar 1)

Gambar 1. Kardiomegali dengan edema paru

Diagnosis Kerja

Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang


didefinisikan sebagai disfungsi sistolik ventrikel kiri yang terjadi pada bulan terakhir periode
kehamilan atau 5 bulan pertama masa nifas, kardimiopati dilatasi merupakan kelainan otot
jantung akibat iskemia dan non-iskemia yang menyababkan dilatasi ruang jantung terutama
ventrikel kiri tanpa hipertrofi yang signifikan, sehingga menyebabkan gangguan gangguuan
fungsi sistolik akibat penurunan fungsi kontraktil mikoardium.4

Kardiomiopati peripartum juga dapat terjadi pada wanita yang sudah pernah mengalami
kelainan struktural jantung atau gangguan fungsi kardiovaskular, dengan bukti fungsi
ventrikel kiri sebelumnya normal.5

Keadaan kardiomiopati peripartum melibatkan disfungsi sistolik dari ventrikel kiri pada
seorang wanita hamil yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Diagnosis ini hanya
dapat dibuat apabila penyebab lain dari kardiomiopati peripartum adaalah (semua harus
ditemukan):3

1. Kriteria klasik
- Gagal jantung yang terjadi pada bulan terakhir kehamilan atau dalam 5 bulan
setelah melahirkan.
- Tidak ditemukan penyebab lain dari gagal jantung.
- Tidak ditemukan adanya penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan
tersebut.
2. Kriteria tambahan
- Gambaran kardiografi yang menunjukan disfungsi sistolik ventrikel kiri dengan
fraction shortening yang menurun atau nilai fraksi ejeksi yang juga menurun.

Diagnosis Banding

- Cor Pulmonale
Kor pulmonal adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal
yang disebabkan penyakit parenkim paru dana tau pembuluh darah paru yang
tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Etiologi kor pulmonal dapat
digolongkan menjadi 4 kelompok: (1) penyakit pembuluh darah paru; (2) tekanan
darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum; (3) penyakit neuromuscular
dan dinding dada; (4) penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk
PPOK. Tingkat klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan
hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.3
- Congenital Heart Disease
Penyakit jantung kongenital merupakan kelainan struktur atau fungsi dari system
kardiovaskular yang ditemukan pada saat lahir, walaupun dapat ditemukan di
kemudian hari. Kejadian yang sebenarnya dari kelainan kardiovaskular sulit
ditentukan secara akurat, oleh karena ada beberapa hal yang tidak terdeteksi pada
saat kelahiran, misalnya stenosis aorta bikuspidalis dan prolapse katup mitral,
padahal keduanya merupakan kelainan paling sering ditemukan. Pada dasarnya
kelainan jantung kongenital dikelompokkan atas dua kelompok besar yaitu
kelompok tanpa sianosis dan disertai sianosis. Etiologi sulit ditentukan, terjadi
akibat interaksi genetic yang multi factorial dan system lingkungan, sehingga sulit
untuk ditentukan satu penyebab yang spesifik.3

Epidemiologi

Kejadian gagal jantung pada kehamilan telah dikenal sejak pertengahan abad ke-19, tetapi
istilah kardiomiopati disebut-sebut mulai sekitar tahun 1930-an. Pada tahun 1971, Demakis
dan kawan-kawan menemukan pada pasien yang pada masa nifas menunjukan gejala
kardiomegali, gambaran elektrokardiografi yang abnormal dan gagal jantung kongestif,
kemudian disebut sebagai kardiomiopati peripartum.3

Kesepakatan dari European Society of Cardiology menetapkan definisi dari kardiomoipati


peripartum tersebut sebagai salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi dengan tanda-tanda
gagal jantung pada bulan terakhir kehamilan atau 5 bulan pasca melahirkan. Pasien dengan
kardiomiopati peripartum biasanya bermanifestasi gagal jantung dengan retensi cairan,
aritmia, tromboemboli.3

Kardiomipati peripartum ini relatif jarang tetapi dapat mengancam jiwa. Di negara maju
seperti Amerika Serikat, insidens penyakit kardiomiopati peripartum antara 1:300 hingga
1:4000 kehamilan, variasi ini diyakini akibat faktor genetik dan budaya setempat. Walaupun
secara definisi kardiomiptai peripartum dapat terjadi sejak bulan terakhir hingga 5 bulan
pasca melahirkan, sekitar 60% kasus terjadi dalam 2 bulan pertama masa nifas, hanya sekitar
7% kasus terjadi pada trimester akhir periode masa kehamilan.1

Beberapa faktor predisposisi sudah teridentifikasi beberapa sebagai faktor resiko penyakit ini,
diantaranya adalah:1,3

- Usia maternal yang ekstrem (terlalu tua atau muda), walaupun penyakit ini dapat
mengenai semua usia, insidensi akan meningkat pada wanita berusia >30 tahun.
- Multiparis
- Kehamilan multipel
- Pre-eklampsia
- Hipertensi Gestasional
- Ras Afrika Amerika: disebabkan oleh tingginya pravelensi hipertensi pada
populasi ini serta faktor malnutrsi dan kebudayaan lokal pada masa nifas.
Etiologi

Kardiomiopati peripartum ini merupakan suatu bentuk dari penyakit miokardial primer
idiopatik yang berhubungan dengan kehamilan. Meskipun beberapa kemungkinan
mekanisme etiologi tentang penyakit ini tetapi penyebab pastinya belum diketahui. Beberapa
faktor etiologi yang potensial adalah:1,3

- Miokarditis: hipotesis menurunnya sistem imunitas selama hamil dapat


meningkatkan replikasi virus dan kemungkinan untuk terjadinya miokarditis akan
meningkat.
- Infeksi viral yang bersifat kardiotropik: coxsackievirus, parvovirus, B19,
adenovirus dan herpesvirus.
- Apoptosis dan inflamasi.
- Respon abnormal hemodinamik pada kehamilan: perubahan hemodinamik selama
kehamilan dengan perubahan meningkatnya volume darah dan curah jantung serta
menurunnya afterload, sehingga respon dari ventrikel kiri untuk penyesuaian
menyebabkan terjadinya hipertrofi sesaat.
- Faktor-faktor penyebab lain: efek tokolisis yang lama, kardiomiopati dilatasi
idiopatik, abnormalitas dari relaxine, defisiensi selenium.

Patofisiologi

Stres oksidatif selama periode peripartum memiliki peran cukup penting dalama
menyebabkan kerusakan ventrikel kiri. Senyawa proinflamatorik dan peristiwa stres oksidatif
akan makin meningkat selama proses kehamilan normal dan mencapai puncaknya pada
trimester terakhir kehamilan. Ketidakseimbangan proses stres oksidatif selama periode
kehamilan dan pasca melahirkan dapat menyebabkan terjadinya pemotongan enzimatik
hormon prolaktin oleh cathepsin-D menjadi fragmen prolaktin dengan berat molekul 16-Kda.
Fragmen prolaktin dengan berat molekul 16-KDa ini dapat menginduksi apoptosis sel
endotelial pembuluh darah, penghambatan proliferasi sel endotel yang diinduksi VEGF
(Vascular Endothelial Growth Factor) dan mengganggu mekanisme vasodilatasi vaskuler
yang diperantarai nitric oxide. Fragmen ini dapat merusak struktur mikrovaskuler jantung
yang pada akhirnya akan menyebabkan dilatasi ruang jantung dan disfungsi sistolik ventrikel
kiri.1

Secara molekuler, beberapa jalur transduksi sinyal telah terbukti memiliki peran penting
dalam melindungi organ jantung maternal dari kerusakan selama proses kehamilan termasuk
jalur STAT3 (Signal Transducer and Activator of Transcription Factor-3). Pada model
binatang percobaan, delesi gen yang mengkode jalur STAT3 akan menyebabkan terjadinya
pemotongan proteolitik secara enzimatik hormon prolaktin menjadi faktor antiangiogenik,
proapoptotik dan proinflamatorik poten sehingga berhubungan dengan terbentuknya serta
progresivitas kardiomiopati dilatasi. Pada pasien dengan predisposisi genetik terdapat
setidaknya 6 gen yang berperan dalam patogenesis kardiomiopati dilatasi, mutasi pada gen-
gen ini dapat menimbulkan gangguan produksi protein mutan sel otot jantung yang tidak
sensitif terhadap ion kalsium sehingga terjadi gangguan kontraksi miokardium.1

Gagal jantung akibat kardiomiopati peripartum disebabkan oleh gagalnya adaptasi tubuh
untuk mempertahankan tekanan perfusi ke jaringan perifer Hal ini disebabkan oleh aktivasi
sistem neurohormonal yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Aktivasi kronik berlebihan
sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan sistem saraf simpatik (adrenergik atau
katekolaminergik) menyebabkan remodeling ventrikel kiri yang progresif hingga tingkat
seluler menyebabkan bertambah buruknya geiala klinis. Selain itu kontribusi aktivasisitokin
proinflamasi pada gagal jantung kronik dapat menyebabkan fibrosis, hipertrofi dan gangguan
fungsi pompa ventrikel kiri.1

Gangguan fungsi pompa akan menyebabkan turunnya stroke volume dan cardiac output
sehingga menyebabkan hipoperfusi jaringan perifer. Hal ini akan mengaktifkan sistem
adaptasi atau kompensasi berupa peningkatan fungsi kontraktil melalui mekanisme Frank
Starling (akibat peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri yang meregangkan serabut
otot ventrikel kiri) dan aktivasi sistem neurohumoral (saraf simpatis dan sistem renin-
angiotensin-aldosteron). Pada awal terjadinya disfungsi, pasien jarang mengeluh karena
adanya mekanisme adaptasi, namun seiring perjalanan waktu ketika terjadi progresi
degenerasi sel otot jantung dan remodelling yang menyebabkan overload volume, pasien
akan mulai mengeluhkan gejala gagal jantung. Dimensi ruang ventrikel yang melebar akan
menyebabkan pelebaran annulus katup atrioventrikular menyebabkan regurgitasi katup
fungsional.1
Regurgitasi bersamaan dengan disfungsi sistolik memiliki beberapa konsekuensi, yakni
terjadi overload volume dan tekanan pada atrium serta ventrikel sehingga menyebabkan
pembesaran atrium serta fibrilasi atrium, dan penurunan stroke volume menuju sirkulasi
sistemik. Pada pemeriksaan patologi makroskopis dapat ditemui dilatasi semua ruang jantung
dengan sedikit hipertrofi dinding. Secara mikroskopis ditemukan tanda degenerasi miosit
dengan hipertrofi serta atrofi ireguler serabut otot jantung disertai fibrosis intersitial dan
perivaskular yang ekstensif. Pertumbuhan fetal yang baik sangat ditentukan oleh aliran darah
maternal yang baik menuju uterus plasenta, gangguan fungsi pompa jantung harus mulai
dicurigai serta dievaluasi jika ditemukan tanda gangguan pertumbuhan janin dalam
kandungan akibat terganggunya aliran darah dan oksigenasi.1

Manifestasi Klinis

Spektrum tanda dan gejala gagal jantung yang disebabkan oleh kardiomiopati peripartum
sangat bervariasi. Sekitar 50% pasien gagal jantung sistolik bahkan tidak bergejala sama
sekali.

Pada wanita yang kardiomiopati peripartum akan mengalami takipnea, palpitasi/takikardi,


tekanan nadi yang sempit dan merasa mudah lelah. Gangguan perfusi jaringan otak akibat
kurangnya cardiac output akan bermanifestasi sebagai rasa pusing dan melayang, bahkan
kadang berupa penurunan kesadaram (syncope), terutama pada aktvitas fisik yang berlebihan.
Pada gagal jantung tingkat lanjut dengan gejala kongesti berat dapat ditemukan nyeri perut,
anorexia, batuk, susah tidur dan gangguan mood.1,3

Selain itu, perlu diingat bahwa fatigue, gejala sesak nafas saat beraktivitas dan edema kaki
wajar ditemukan pada wanita hamil mulai trimester ke-2 hingga tahap akhir, sehingga kondisi
kardiomiopati dilatasi akan lebih sulit dideteksi hanya melalui gejala klinis.1,3

Gejala klinis lainnya yang merupakan tanda peringaan antara lain nyeri dada tidak spesifik,
rasa tidak nyaman pada abdomen, distensi perut, batuk, hemomptis, tanda edema paru,
orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea yang biasanya terjadi pada wanita yang mungkin
telah memiliki kelainan jantung sebelumnya.1,3

Penatalaksanaan
Penanganan pasien kardiomiopati peripartum dengan tanda dan gejala gagal jantung dapat
menggunakan dua pendekatan klini yaitu terapi non-medikamentosa dan terapi
medikamentosa.

Terapi non-medikamentosa yang dapat dilakukan antara lain edukasi pasien, melakukan
aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi klinis, intervensi diet dengan pembatasan konsumsi
garam, mencegah asupan cairan berlebihan, menghindari penggunaan obat golongan NSAID
tanpa indikasi mutlak, dan vaksinasi terhadap agen penyebab onfeksi saluran pernafasan yang
dapat memperburuk status klinis pasien, misalnya vaksinasi pneumococcus dan influenza.1

Sementara itu, terapi medikamentosa pada pasien kardiomiopati selama kehamilan:1,3

- Dapat menyebabkan defek pada janin, walaupun obat-obat tersebut merupakan terapi
standar pada gagal jantung umumnya. Efek teratogenik umumnya timbul pada trimester
kedua dan ketiga.
- Digoksin: digitalis dengan efek inotropik, aman untuk kehamilan dapat digunakan
untuk memaksimalkan kontraindikasi dan kontrol laju denyut jantung, tetapi kadar
dalam serum harus dipantau, karena jika berlebihan dapat menyebabkan prognosis lebih
buruk.
- Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I): Penggunaan obat golongan ini
dikontraindikasikan secara absolut pada pasien hamil. Obat golongan ini telah terbukti
memiliki efek teratogenik dan berbahaya bagi pertumbuhan serta perkembangan janin
dalam kandungan. Tetapi menggunakan obat ini dapat mulai dilakukan pasca
melahirkan dengan perhatian terhadap beberapa agen yang juga disekresikan melalui
air susu ibu (ASI) selama periode laktasi; benazepril, captopril, dan enalapri cukup
aman. Golongan ini juga memiliki efek menaikan kadar bradikinin sehingga
memperbaiki fungsi vaskular dan hemodinamik. Sementara itu, efek samping yang
sering terjadi antara lain batuk kering, hipotensi, insufusuensi ginjal dan hiperkalemia
sehingga monitoring tekanan darah, kadar elektrolit dan fungsi ginjal (BUN dan
kreatinin serum) harus sering dilakukan dalam terapi jangka panjang khususnya pada
pasien dengan penyakit penyerta. Dosis ACE-I dimulai dari dosis kecil kemudian
dinaikkan bertahan hingga mencapai target dosis optimal.
- Angiotensin Receptor Blocker (ARB): Obat golongan ini juga dikontraindikasikan
secara absolut pada wanita hamil karena bersifat teratogen dan fetotoksik. Obat ini
merupakan antagonis spesifik reseptor angiotensin II tipe 1. ARB digunakan apabila
pasien intoleran terhadap efek samping ACE-I, namun secara klinis obat golongan ini
lebih sering dipakai kaena dapat ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya sebagian
besar sama seperti yang ditimbulkan oleh ACE-I (hipotensi, insufisiensi ginjal dan
hiperkalemia) dengan insidensi lebih rendah. Kombinasi ACE-I dan ARB dapat
memberikan keuntungan pada pseien gangguan ginjal dengan proteinuria masif, namun
terapi kombinasi ini masih bersifat kontroversi karena dapat memperberat kemungkinan
efek samping.
- Kombinasi Hidralazine dan Isosorbid Dinitrat: Obat golongan ini dapat menurunkan
afterload dan cukup aman diberikan selama kehamilan. Kedua obat ini merupakan
golongan vasodilator, isosorbid dinitrat berkerja sebagai venodilator, sedangkan
hidralazine sebagai arteriodilator. Efek samping yang mungkin ditimbulkan antara lain
takikardi refleks dan sindrom mirip lupus, sedangkan penggunaan nitrat jangka panjang
dapat menimbulkan toleransi serta menyebabkan sakit kepala dan flushing wajah.
- Beta blocker: Awalnya obat golongan ini dikontraindikasikan pada pasien gagal
jantung karena dapat menurunkan fungsi mikoardium akibbat sifat inotropik dan
kronotropik negatif terutama pada fase akut. Namun, berdasarkan penelitian klinis
baru-baru ini, penggunaan beta-bloker pada gagal jantung pada fase kronik dapat
memberikan keuntungan pada angka mortalitas, sehingga obat ini sekarang menjadi lini
pertama terapi jangka panjang pasien gagal jantung (NYHA kelas fungsional II atau III)
yang memiliki gejala. Obat golongan ini disarankan untuk pasien yang hemodinamik
sudah stabil dan tidak ada kontraindikasi (misalnya asama, bronkial atau gangguan
konduksi jantung) dengan dosis awal kecil, dititrasi perlahan dalam 2-4 minggu selama
3-4 bulan hingga mencapai dosis target dan obat ini memberikan efek positif setelah
terapi 2-3 bulan. Beta-bloker tidak boleh dihentikan mendadak walaupun pasien sudah
tidak ada gejala karena dapat menimbulkan perburukan status klinis tiba-tiba. Efek
samping yang mungkin timbul yaitu nyeri kepala, dizziness, bradikardia, blok konduksi
jantung, hipotensi dan perburukan klinis gagal jantung pada pasien dengan
hemodinamik buruk. Beta-bloker yang disarankan untuk pasien gagal jantung pada
pasien adalah yang bersifat kardioselektif antara lain carvedilol, metoprolol suksinat,
dan bisoprolol.
- Diuretik: Obat golongan ini hanya digunakan jika terdapat gejala kongesti, karena jika
penggunaannya tidak tepat dapat menimbulkan kondisi hipovolemia (berkurangnya
perfusi organ perifer akibat gagal ginjal) yang berbahaya terhadap aliran darah menuju
plasenta dan janin. Penggunaan diuretik bertujuan mengurangi kelebihan cairan dan
garam agar dapat mempertahankan status euvolemia. Obat golongan ini terbukti cukup
aman karena tidak bersifat teratogenik dan paling sering digunakan pada kondisi
kehamilan.
- Antikoagulan: Obat golongan antikoagulan harus digunakan secara hati-hati sesaat
setelah melahirkan, namun dapat segara diberikan setelah perdarahan dapat ditangani.
Antikoagulan harus diberikan karena kejadian tromboembolisme akan meningkat pada
kasus-kasus kardiomiopati peripatum akibat; dilatasi dimensi ruang-ruang jantung,
gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan seringkali diserta fibrilasi atrial. Sehingga
pemberian antikoagulan sangat dianjurkan yang dilanjutkan sampai fungsi sistolik
ventrikel kiri kembali normal. Obat antikoagulan yang sering digunakan pada kondisi
ini antara lain LMWH (Low Molecular Weight Heparin) atau antagonis vitamin K oral
(warfarin). LMWH direkomendasikan digunakan pada trimester pertama dan periode
akhir kehamilan (usia kehamilan >36 minggu) yang diberikan secara injeksi subkutam
dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 12 jam dengan evaluasi kadar faktor anti Xa,
sedangkan warfarin digunakan mulai awal trimester ke-2 kehamilan hingga usia
kehamilan mencapai 36 minggu yang diberikan secara oral dengan target INR berkisar
antara 2,0-3,0.
- Obat-obat baru: Pentoksifilin dapat digunakan untuk memperbaiki hasil keluaran,
fungsi sistolik ventrikel kiri dan memperbaiki gejala klinis jika ditambahkan pada
pengobatan gagal jantung konvensional karena bersifat menghambat agen
proininflamatorik TNF-α (Tumor Necrosis factor-alpha). Disamping itu penggunaan
immunoglobulin intravena dapat memperbaiki fungsi ejeksi sistolik ventrikel kiri
karena menurunkan kadar sitokin proinflamatorik tioredoksin dalam sirkulasi secara
signifikan. Bromokriptin yang merupakan antagonis hormon prolaktin dapat
ditambahkan pada pengobatan gagal jantung konvensional lain. Terapi ini dapat
meningkatkan fungsi sitolik ventrikel kiri dan memperbaiki hasil luaran klinis pada
kardiomiopati akut dengan gangguan fungsi hemodinamik berat.
- Transplantasi Jantung: pasien dengan gagal jantung yang berat bahkan terminal dan
telah mendapatkan terapi medikamentosa yang maksimal, tetapi tidak menunjukan
perbaikan klinis yang bermakna seharusnya dilakukan transplantasi jantung untuk
kelangsungan hidupnya dan memeprbaiki kualitas hidup.

Prognosis
Prognosis pasien setelah mengamai kardiomiopati peripartum adalah bervariasi tergantung
dari derajat disfungsi sistolik ventrikel kiri saat diagnosis awal ditegakkan. Pada beberapa
studi terbukti bahwa walaupun seorang wanita yang mengalami kardiomiopati peripartum,
risiko untuk mengalami hal yang sama pada kehamilan berikutnya tetap ada walaupun terjadi
pemulihan sempurna fungsi ventrikel kiri.1

Kesimpulan

Kardiomiopati peripartum adalah keadaan yang berhubungan dengan kehamilan yang dapat
bermanifestasi sebagia gagal jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi
selama 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum. Kardiomiopati
peripartum ini dapat terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit
jantung dan terbukti bahwa walaupun seorang wanita yang mengalami kardiomiopati
peripartum, risiko untuk mengalami hal yang sama pada kehamilan berikutnya tetap ada
walaupun terjadi pemulihan sempurna fungsi ventrikel kiri.

Daftar Pustaka

1. Agus Simahendra. Gagal jantung pada masa kehamilan sebagai konsekuensi


kardiomiopati peripartum. CDK-202/vol. 40. No 3. 2013.

2. Kurnia Y, Santoso M, Sumadikarya IK. Buku panduan keterampilan klinik. 5 th ed.


Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2015
3. Salim S, Makmun LH. Pemeriksaan jantung. in: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, editors.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jilib 3. Jakarta: Interna Publishing; 2017.
4. Wynne J. Braunwald E. Cardiomyopathy and myocarditis. Harrison’s Cardiovascular
Medicine. China: McGraw Hill. 2010
5. Purcell IF. William DO. Peripartum cardiomyopathy complicating severe aortic
stenosis. Int J Cardiol 2005; 52;163-6.

Anda mungkin juga menyukai