Anda di halaman 1dari 8

Kerangka Konseptual Akuntansi Keuangan

Apa kerangka kerja konseptual Akuntansi Keuangan

Kerangka kerja konseptual (kerangka kerja konseptual) didefinisikan oleh FASB sebagai: "sistem
yang koheren dari tujuan dan fundamental yang saling terkait yang diharapkan mengarah pada
standar yang konsisten dan yang menentukan sifat, fungsi, dan batasan akuntansi dan
pelaporan keuangan".

Peran Kerangka Kerja Konseptual

Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) adalah suatu sistem koheren yang
terdiri dari tujuan dan konsep fundamental yang saling berhubungan, yang menjadi landasan
bagi penetapan standar yang konsisten dan penentuan sifat, fungsi, serta batas- batas dari
akuntansi keuangan dan laporan keuangan. Yang dimaksud tujuan adalah tujuan pelaporan
keuangan. Sedangkan fundamentals (kaidah-kaidah pokok) adalah konsep-konsep yang
mendasarai akuntansi keuangan, yakni yang menuntun kepada pemilihan transaksi, kejadian,
dan keadaan-keadaan yang harus dipertanggungjawabkan, pengakuan dan pengukurannya,
cara meringkas serta mengkomunikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Konsep-konsep yang bersifat pokok atau fundamental, artinya bahwa konsep-konsep
lainnya mengalir dari konsep-konsep pokok tersebut yang diperlukan sebagai referensi
berulang-ulang dalam menetapkan, menafsirkan, dan menetapkan standar akuntansi keuangan
dan pelaporan.

Kerangka kerja konseptual


akuntansi bertujuan untuk
memberikan teori
akuntansi terstruktur.
Pada tingkat teoritis
tertinggi, ini menyatakan
ruang lingkup dan tujuan
pelaporan keuangan. Pada
tingkat konseptual
fundamental berikutnya,
ia mengidentifikasi dan
mendefinisikan
karakteristik kualitatif dari
informasi keuangan
(seperti relevansi,
keandalan, komparabilitas, ketepatan waktu dan pemahaman) dan elemen dasar akuntansi
(seperti aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan, pengeluaran dan laba ). Pada tingkat operasional
yang lebih rendah, kerangka kerja konseptual berkaitan dengan prinsip dan aturan pengakuan
dan pengukuran elemen dasar dan jenis informasi yang akan ditampilkan dalam laporan
keuangan.

Kerangka konseptual dapat digambarkan dalam  bentuk hierarki yang memiliki beberapa
tingkatan yaitu (Belkaoui, 1993) :
1) Pada tingkatan teori tinggi  : kerangka konseptual menyatakan ruang lingkup dan tujuan
pelaporan keuangan
2) Pada tingkatan selanjutnya : kerangka konseptual meng-identifikasi dan menddfinisikan 
karakteristik kualitatif dari informasi keuangan dan elemen laporan keuangan.
3) Pada tingkatan operasional yang lebih rendah  : kerangka konseptual berkaitan dengan
prinsip-prinsip dan aturan-aturan (rules) tentang pengukuran dan pengakuan elemen 
laporan keuangan dan tipe informasi yang perlu disajikan.

I. Mengapa Kerangka Konseptual Diperlukan


Tujuan Kerangka Konseptual
Pada tahun 1978, Pernyataan FASB tentang Konsep Akuntansi Keuangan (SFAC) No. 1 (paragraf
34) menyatakan tujuan dasar pelaporan keuangan eksternal berikut untuk entitas bisnis:
Pelaporan keuangan harus memberikan informasi yang berguna untuk menghadirkan dan calon
investor dan kreditor serta pengguna lain dalam membuat investasi rasional, kredit, dan
keputusan serupa.
Baik kerangka kerja IASB dan FASB menganggap tujuan utama pelaporan keuangan adalah
untuk mengkomunikasikan informasi keuangan kepada pengguna. Informasi harus dipilih
berdasarkan kegunaannya dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. Tujuan ini terlihat
dicapai dengan melaporkan informasi yaitu:
• Berguna dalam membuat keputusan ekonomi
• Berguna dalam menilai prospek arus kas
• Tentang sumber daya perusahaan, klaim terhadap sumber daya tersebut dan perubahan di
dalamnya.
Karakteristik kualitatif utama meliputi: dapat dipahami oleh pembuat keputusan, relevansi,
keandalan, dan komparabilitas (dan aspek kualitas tersebut seperti materialitas, representasi
yang setia, substansi bentuk, netralitas, kehati-hatian, dan kelengkapan).

Tujuan Kerangka ini dinyatakan sebagai berikut (para. 1):


1) Untuk membantu Dewan IASC dalam pengembangan IAS di masa depan dan dalam
tinjauannya terhadap IAS yang ada;
2) Untuk membantu Dewan IASC dalam mempromosikan harmonisasi peraturan, standar
akuntansi dan prosedur yang berkaitan dengan penyajian laporan keuangan dengan
memberikan dasar untuk mengurangi jumlah perlakuan akuntansi alternatif yang diizinkan oleh
IAS;
3) Untuk membantu badan penetapan standar nasional dalam mengembangkan standar
nasional;
4) Untuk membantu penyusun laporan keuangan dalam menerapkan IAS dan dalam menangani
topik-topik yang belum membentuk subjek IAS;
5) Untuk membantu auditor dalam membentuk pendapat apakah laporan keuangan sesuai
dengan IAS;
6) Untuk membantu pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang
terkandung dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan IAS;
7) Untuk memberikan mereka yang tertarik pada pekerjaan IASC dengan informasi tentang
pendekatannya terhadap perumusan standar akuntansi.

Kerangka kerja konseptual bertujuan untuk: mengurangi praktik yang tidak konsisten,
membatasi potensi campur tangan politik, dan memungkinkan pemahaman yang lebih baik
tentang persyaratan pelaporan.

Informasi untuk pengambilan keputusan dan pendekatan teori keputusan


Informasi akuntansi untuk pengambilan keputusan dimulai dengan fungsi penatalayanan. Pada
masa-masa sebelumnya, pelayan yang bertanggung jawab atas tanah itu harus bertanggung
jawab kepada tuannya. Di era Pacioli, akuntansi harus dibuat untuk mitra 'diam' setelah usaha
selesai. Saat ini, manajer bertanggung jawab kepada pemegang saham perusahaan. Mereka
yang memasok modal ke bisnis ingin tahu apa yang telah dilakukan oleh pelayan, atau manajer,
dengan sumber daya ekonomi yang dipercayakan kepada mereka. Informasi tentang
bagaimana manajer telah melepaskan tanggung jawab kepengurusan mereka digunakan oleh
pemegang saham untuk mengevaluasi kinerja manajer dan perusahaan.
Namun, informasi untuk pengambilan keputusan tidak terlihat menggantikan informasi yang
berkaitan dengan penatalayanan atau pertanggungjawaban. Informasi untuk pengambilan
keputusan menyiratkan lebih dari informasi tentang penatagunaan. Pertama, pengguna
informasi keuangan sangat diperluas untuk mencakup semua penyedia sumber daya (seperti
investor potensial dan kreditor), penerima barang dan jasa dan pihak-pihak yang melakukan
peninjauan atau fungsi pengawasan (Kerangka, paragraf 9). Kedua, informasi akuntansi
dipandang sebagai input data untuk model prediksi pengguna. Ketiga, bahwa penatalayanan
terutama berkaitan dengan masa lalu untuk menilai apa yang telah dicapai, prediksi melihat ke
masa depan. Informasi akuntansi untuk pengguna eksternal, tentu saja, didasarkan pada
peristiwa masa lalu, tetapi masa depan tidak dapat diabaikan ketika pengambilan keputusan
dengan tegas dinyatakan sebagai tujuan akuntansi.
Pendekatan teori keputusan untuk akuntansi sangat membantu untuk menguji apakah
akuntansi mencapai tujuannya. Teori harus berfungsi sebagai standar dimana praktik akuntansi
dinilai. Dengan kata lain, itu harus menjadi 'cetak biru' untuk pembangunan banyak sistem
individu dalam praktiknya. Jika masing-masing sistem memberikan informasi yang bermanfaat,
maka teori yang menjadi dasar sistem tersebut dapat dianggap efektif atau valid.

I. What is the contents of the Conceptual Framework


Tingkatan – Tingkatan (Level) Kerangka Konseptual Akuntansi

Tingkatan teori tertinggi (Level 1)

Dalam kerangka konseptual menyatakan ruang lingkup dan tujuan pelaporan keuangan.Pada
level pertama kerangka konseptual menjelaskan tujuan pelaporan keuangan dan menjelaskan
dimensi pelaporan keuangan (financial reporting) yang memiliki cakupan yang berbeda dengan
laporan keuangan (financial statement). Tujuan pelaporan keuangan (financial reporting) tidak
terbatas pada isi dari laporan keuangan (financial statement) tetapi juga media pelaporan
lainnya.

Tingkatan selanjutnya (Level 2)

Mendefinisikan dan mengidentifikasikan karakterisitik kualitatif dari informasi keuangan dalam


elemen laporan keuangan.SFAC (Statement of  Financial Accounting Concept) No. 2
menyebutkan bahwa karakteristik kualitatif dimaksudkan untuk memberi kriteria dasar dalam
memilih : alternatif metoda akuntansi dan pelaporan keuangan dan persyaratan pengungkapan
(disclosure).

(1) Relevan. Informasi dikatakan relevan apabila informasi tersebut memiliki manfaat. Relevan
merupakan kemampuan dari suatu informasi untuk mempengaruhi keputusan manajer atau
pemakai laporan keuangan lainnya sehingga keberadaan informasi tersebut mampu mengubah
atau mendukung harapan mereka tentang hasil – hasil atau konsekuensi dari tindakan yang
diambil.
(2) Keandalan. Keandalan merupakan kualitas informasi yang menyebabkan pemakaian
informasi akuntansi, sangat tergantung pada kebenaran informasi yang dihasilkan.
(3)  Daya banding dan konsistensi. Suatu informasi dikatakan bermanfaat kalau informansi
tersebut dapat saling diperbandingkan baik antar perioda maupun antar perusahaan.
(4)  Pertimbangan cost-benefit. Pertimbangan cost-benefit dipandang sebagai kendala yang
dihadapi dalam penyajian informasi keuangan. Informasi akuntansi keuangan akan diupayakan
untuk disajikan dalam laporan keuangan, selama manfaat yang diperoleh dari penyajian
informasi tersebut melebihi biaya yang diperlukan untuk menghasilkannya.
(5)  Materialitas. Materialitas merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam
mengakui suatu informasi akuntansi. Pertimbngan utama dalam konsep ini adalah apakah
penyajian informasi tertentu akan mempengaruhi secara signifikan terhadap keputusan yang
diambil. Masalah yang timbul dalam menentukan tingkat materialitas suatu informasi adalah
tidak adanya aturan terhadap konsep tersebut. Sampai saat ini tidak ada konsep umum
terhadap materialitas. Penentuan tingkat materialitas suatu informasi akhirnya diserahkan pada
pertimbangan profesional.
Tingkat operasional yang lebih rendah (Level 3)

1. Postulat akuntansi (asumsi/konsep dasar)

Postulat akutansi adalah pernyataan atau aksioma yang kebenarannya terbukti dengan
sendirinya, serta menggambarkan lingkungan ekonomi, politik, sosioligi dan hokum tempat
akuntansi dipraktikan.

a. Kesatuan usaha (The Economic Entity). Akuntansi memandang badan usah sebagai unit
usaha yang berdiri sendiri, bertindak atas namanya sendiri dan terpisah dari pemilik
yang menanamkan modal kedalam badan usaha tersebut. Atas dasar asumsi ini,
akuntansi hanya dapat dipraktikkan apabila ada pemisahan yang jelas antara pemilik
entitas dengan perusahaan (diwakili manajer).
b. Kontinuitas usaha (Going Concern). Apabila tidak ada tanda-tanda atau rencana yang
pasti bahwa perusahaan akan dibubarkan, maka kegiatan perusahaan dianggap akan
berlangsung terus sampai waktu yang tidak terbatas.
c. Penggunaan unit moneter (Monetary Unit). Semua transaksi yang terjadi akan
dinyatakan dalam bentuk unit moneter pada saat terjadinya transaksi. Daya beli unit
moneter dianggap stabil dan perubahan daya beli uang yang terjadi tidak
mempengaruhi laporan keuangan. Implementasi dari asumsi ini adalah laporan
keuangan utama hanya menyajikan informasi yang dapat dinyatakan dalam unit
moneter. Sementara informasi yang tidak dapat dikuantifikasi disajikan dalam catatan
atas laporan keuangan atau media pelaporan lainnya.
d. Perioda Pelaporan (The Accounting Period Postulate). Kegiatan perusahaan dianggap
berjalan terus dari perioda ke perioda, sehingga hasil sebenarnya dari kegiatan
perusahaan hanya dapat diketahui bila perusahaan dihentikan (dilikuidasi). Namun
demikian, pihak tertentu seperti manajemen atau pemakai lainnya memerlukan
informasi yang tepat waktu untuk mengendalikan jalannya perusahaan dan
pengambilan keputusan.

2. Prinsip Akuntansi (Accounting Principles)

Prinsip akuntansi diartikan sebagai seperangkat aturan-aturan umum dan universal yang
dijadikan sebagai obyek pengetahuan akuntansi dalam konteks teoritis dan menjadi landasan
pengembangan teknik akuntansi.

a. Harga Pertukaran (The Historical Cost Principle). Menurut prinsip kos, dasar penilaian
yang paling tepat adalah acquisition cost (historical cost). Artinya, semua transaksi yang
berkaitan dengan aset, utang, modal, pendapatan, dan biaya dicatat menurut harga
pertukaran  (exchange price) pada tanggal terjadinya transaksi. Harga pertukaran 
merupakan harga yang disepakati antara penjual dan pembeli dalam suatu transaksi
yang bebas.
b. Prinsip Pendapatan (The Revenue Principles). Prinsip pendapatan mengatur tentang,
jenis komponen pendapatan, pengukuran pendapatan, dan pengakuan pendapatan.
Elemen yang akan dimasukkan sebagai komponen pendapatan sangat tergantung pada
sudut pandang yang digunakan dalam menginterprestasikan pendapatan.
c. Prinsip Penanding (The Matching Principle). Agar dapat ditentukan besar laba/rugi,
biaya (expenses) harus ditandingkan dengan pendapatan pada perioda yang sama. Ada
tiga dasar penandingan yang dapat digunakan yaitu : hubungan sebab akibat, alokasi
sistematis dan rasional, pembebanan segera.
d. Prinsip Pengungkapan Penuh (The Full Diclosure Principles). Laporan keuangan harus
mampu menggambarkan secara akurat kejadian-kejadian ekonomi yang mempengaruhi
perusahaan selama perioda tertentu dan melaporkan informasi yang cukup sehingga
laporan tersebut bermanfaat bagi investor dan tidak menyesatkan.

3. Kendala (Constraint)

Dalam menyajikan informasi yang berkualitas, akuntansi dihadapkan pada dua kendala utama
yaitu hubungan biaya-manfaat dan materialitas. Dua kendala lainnya yang berkaitan dengan
lingkungan adalah praktik industri dan konservatisme.
a. Cost-Benefit Relationship. Penyajian informasi pasti memerlukan biaya tertentu. Biaya
tersebut meliputi biaya pengumpulan dan pengolahan data, biaya auditing, biaya
pengungkapan, serta biaya untuk analisis/interprestasi.
b. The Materiality Principle. Akuntansi hanya melaporkan/berkepentingan dengan
informasi keuangan yang dianggap material dalam hubungannya dengan pengambilan
keputusan. Materialitas suatu transaksi sangat sulit ditentukan ukurannya. Oleh karena
itu, materialitas suatu transaksi tergantung pada judgement penyusunan laporan
keuangan.
c. Industri Practice. Masalah lain yang perlu dipertimbangkan dalam penyajian laporan
keuangan adalah adanya praktik industri tertentu yang sering kali menyimpang dari
teori dasar akuntansi. Misalnya, bank serng kali melaporkan investasi sekuritas
berdasarkan nilai pasarnya karena sekuritas tersebut memiliki frekuensi perdagangan
yang tinggi.
d. The Conservatism Principle. Apabila perusahaan memilih satu diantara dua teknik
akuntansi yang ada, makaharus dipilih alternatif yang kurang menguntungkan bagi
ekuitas pemegang saham. Teknik yang dipilih adalah yang menghasilkan nilai aset dan
pendapatan rendah, atau yang menghasilkan nilai utang dan biaya yang paling tinggi.

II. Can Conceptual Framework solve all accounting problems? Explain

Secara umum dapat dikatakan bahwa proyek kerangka konseptual FASB merupakan proyek
yang dianggap paling maju menciptakan “konstitusi akuntansi”. Agar efektif, kerangka tersebut
harus bisa diterima secara umum, menggambarkan perilaku kolektif, dan melindungi
kepentingan publik di bidang kegiatan yang dipengaruhi oleh pelaporan keuangan. Kerangka
konseptual mungkin tidak mampu menyelesaikan semua masalah yang berkaitan dengan
penentuan standar akuntansi.

Kerangka konseptual harus dapat dipraktikan dan dapat diterima oleh semua pihak yang
berkepentingan. Kemampuan kerangka konseptual untuk dapat dipraktikan mungkin
dihadapkan pada masalah yang berkaitan dengan tingkat “keabstrakan” dari karakeristik
kualitatif dan rekomendasi lainnya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan
keberterimaan kerangka konseptual adalah dengan memastikan kelayakan (soundness) atas
penalaran yang melandasi elemen kerangka konseptual (Belkaoui, 1993: p.213).

Jadi kerangka konseptual harus betul-betul dapat digunakan untuk memecahkan isu-isu
akuntansi yang kontroversial. Yang terakhir, dalam kaitannya dengan masalah penilaian aktiva,
Dopuch dan Sunder menyimpulkan bahwa tidak ada kerangka konseptual yang mampu
mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam praktik terutama yang berkaitan dengan
masalah reliabilitas (keandalan). Isu lain yang berkaitan dengan kerangka konseptual dapat
dilihat pada bagian berikut ini.

Pertama, kerangka konseptual telah dianggap sebagai bentuk konstitusi. Meskipun demikian
ada perbedaan yang mendasar antara kerangka konseptual dengan konstitusi. Solomon (1986)
mengajukan perbedaan tersebut sebagai berikut :

1. Konstitusi memiliki kekuatan hukum. Sedangkan kerangka konseptual tidak memiliki otoritas
pelaksanaan.

2. Konstitusi terdiri dari elemen yang bersifat arbitrer, seperti jangka waktu pemilihan, jumlah
anggota parlemen dan lain-lain. Sedangkan dalam kerangka konseptual tidak ada ruang untuk
sesuatu yang bersifat arbitrer.

3. Ada perbedaan yang signifikan diantara berbagai negara di dunia dalam merancang
konstitusi. Sedangkan untuk kerangka konseptual mungkin perbedaan tidak begitu material (hal
115).

Kedua, Miller (1985) mengatakan bahwa ada 8 mitos yang berkaitan dengan kerangka
konseptual, yaitu :

 Accounting Principles Board mengalami kegagalan karena badan tersebut tidak memiliki
kerangka konseptual.
 FASB tidak akan berhasil kalau tidak memiliki kerangka konseptual.
 Kerangka konseptual akan menghasilkan standar yang konsisten.
 Kerangka konseptual dapat mengatasi standar yang berlebihan (overload).
 Kerangka konseptual FASB hanya mencakup status quo dari praktik akuntansi.
 Proyek kerangka konseptual membutuhkan dana yang lebih besar dari yang seharusnya.
 FASB akan merevisi standar yang ada, agar konsisten dengan kerangka konseptual.
 FASB telah membatalkan kerangka konseptual.

Anda mungkin juga menyukai