Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK MANAJEMEN STRATEGI

RESUME KASUS

TOYOTA MOTOR COMPANY

LOSING ITS QUALITY EDGE

DISUSUN OLEH

FARIZ KURNIA

NELLY NURHAENI

RENDY PRAYUDA

EKSEKUTIF A ANGKATAN 39

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

JAKARTA

2017
Toyota Motor Corporation merupakan perusahaan manufaktur mobil terkemuka
di dunia beroperasi dilebih dari 140 negara dan sales yang mencapai 9.75 juta kendaraan
pada tahun 2012 dibandingkan dengan rival utama mereka yaitu General Motor yang
mencapai 9.29 juta kendaraan. Dengan konsistensi dalam kualitas, ketangguhan, dan
daya tahannya, menjadi kunci dari keberhasilan Toyota pada tahun 2008. Dengan
Toyota Production System (TPS) yang menyebabkan timbulnya Lean Manufacturing
maka dan beberapa filosofi yang tentang selalu mementingkan pelanggan membuat
Toyota selalu unggul dari kompetitor secara kualitas, produktivitas, dan harga.

TPS menjadi benchmark dalam bidang industri yang sangat luas. Toyota telah
memenangkan pula banyak penghargaan termasuk Malcolm Baldridge Award, The
Japan Prize and Deming Prize yang merupakan penghargaan tingkat tinggi atas kualitas
mereka.

Dari perjalanan cerah Toyota terdapat masa di mana mereka pernah mengalami
kegagalan dan belajar dari kegagalan tersebut. Pada tahun 2009 terjadi krisis recall yang
mengejutkan konsumen dan menyebabkan penurunan kepercayaan yang mengancam
sejarah perusahaan Toyota. Toyota sebenarnya telah banyak menghadapi komplain dari
pelanggan semenjak tahun 2002 tentang masalah pada akselerasi mobilnya. Dalam hal
ini, pada awalnya Toyota menolak komplain tersebut dan gagal dalam menanganinya
yang berakibat pada krisis fatal di tahun 2009, disambut dengan kecelakaan fatal pada
mobil Lexus ES 350 dengan akselerasi yang macet di Amerika Utara. Pada saat itu,
Toyota melakukan Recall sekitar 4 juta kendaraan.

Berikutnya total Recall kendaraan mencapai 8 juta yang diakibatkan investigasi


oleh pemerintah amerika dan aksi legal dari para korban. Menyebabkan bencana yang
sangat besar bagi kinerja financial Toyota. Perusahaan melaporkan telah kehlangan
436 juta pada tahun 2009 yang mewakili penurunan 75% pada tahun 2008. Net
revenue menurun 22% dari 26.2 miliar di 2008 sampai 20.5 miliar di tahun 2009. Hal
ini juga menyebabkan penurunan market share Toyota di Amerika dari 18.3% pada
tahun 2009 menjadi 12.9% di tahun 2011.

Crisis recall Toyota menimbulkan banyak pertanyaan mengenai bagaimana


Toyota yang dikenal akan kualitasnya mengalami keterpurukan dan kehilangan aset
berharga mereka. Pada hal ini Toyota melakukan dokumentasi dan evaluasi mengenai
apa yang seharusnya mereka lakukan agar dapat kembali lagi pada jalur dan tetap
menjadi manufaktur raksasa dunia yang dikenal akan kualitasnya.

Staffing the organization

Mengisi staff pada organisasi dengan manager dan staff yang kompeten memiliki
kemampuan dan modal intelektual yang baik untuk mendukung lancarnya komponen
dari implementasi strategi. Pada risetnya, Toyota menyimpulkan bahwa strategi global
mereka yang terlalu cepat menjadi penyebab utama krisis. Pada pernyataannya Toyota
merasa strategi global yang mereka lakukan tidak diikuti oleh kemampuan sumber daya
manusianya yang cukup untuk menanggulangi hal tersebut. Hal ini menyebabkan
turunnya kualitas pada manufaktur yang mengakibatkan banyak masalah yang terjadi
pada perkembangan global Toyota.

Menemukan banyaknya permintaan, mengakibatkan Toyota terlalu mengandalkan


komputer untuk melakukan pengecekan kualitas, sehingga berakibat totalitas pada
kualitas yang menjadi tumpuan Toyota berkurang. Walaupun pada akhirnya Toyota
merekrut banyak teknisi akan tetapi hal tersebut tidak sejalan dengan Toyota Way yang
mereka anut karena kurangnya pemahaman.

Alokasi sumber daya dan pengembangan kapabilitas

Strategi yang efektif akan berjalan apabila sumber daya dan kapabilitas yang
dibutuhkan untuk implementasi strategi dapat di revisi, di tingkatkan, dan diperbarui
untuk membuat perusahaan semakin menjalankan strateginya dengan baik. Dalam hal
ini Toyota menjalankan strategi globalnya dengan tidak diikuti cukupnya sumber daya
dan kapabilitas yang dilakukan. Sehingga Toyota gagal dalam melakukan misi
globalnya. Perkembangan yang terlalu cepat dan tidak diikuti oleh sumber daya dan
kapabilitas yang baik.

Outsorcing aktifitas rantai nilai

Melakukan outsourcing agar menekan lebih banyak cost yang keluar juga merupakan
salah satu langkah gagal Toyota dalam menjalankan strategi global cepatnya.
Outsourcing yang dilakukan tidak melalui saringan yang ketat. Krisis recall yang terjadi
merupakan salah satu kesalahan dikarenakan sedikit desain yang tidak sesuai dengan
kebutuhan Toyota.

Pentingnya analisa industry dan stakeholder

Toyota mengesampingkan lingkungan dan pengaruh stakeholder yang berdampak pada


usaha implementasi strategi. Mereka gagal membaca kunci sukses dari industri yang
berpotensi mencapai keberhasilan strategi. Di jepang pekerja tidak diperbolehkan
bekerja overtime yang berakibat pekerjaan yang mereka lakukan terlalu terburu-buru
dan menyebabkan penurunan kualitas.

Pentingnya kebijakan dan prosedur

Rendahnya koordinasi antara fungsional perusahaan dapat menyebabkan buruknya


strategi berlangsung. Toyota gagal dalam mengharmonisasikan fungsi bisnisnya dengan
strategi globalnya. Analisa kegagalan Toyota menuju pada strategi agresif global dan
kehilangan fokus pada kontrol kualitasnya. Akibatnya beberapa kesalahan terjadi pada
pengembangan kendaraan yang dilakukan.

Selama ini Toyota selalu sukses dikarenakan tunduk pada core business policies dan
practicenya. Core business policies dan practicenya ini didokumentasikan rapi sejak
tahun 2001. Yang dikemas dalam nama Toyota Way. Toyota Way menjadi acuan para
karyawan agar dapat berimprovisasi demi kepentingan perusahaan. Seluruh anggota
terlibat dalam improvisasi dan pemecahan masalah.
Lima prinsip utama yaitu:

i. Kaizen (perbaikan secara terus menerus); akar dari Toyota Way adalah menjadi
tidak puas dengan adanya status quo.
ii. Tantangan; aktivitas dan proses yang secara konstan ditantang dan didorong ke
tingkat kinerja yang lebih tinggi.
iii. Genchi Genbutsu (lihat sendiri); Hal ini memerlukan latihan yang selalu mencari
sumber masalah untuk mengambil tindakan perbaikan di awal.
iv. Menghargai; penghargaan terhadap orang yang meliputi karyawan, rekan
pemasok, dan pelanggan.
v. Kerjasama; partisipasi total mengacu ada pemberdayaan karyawan
pengembangan yang dapat memaksimalkan kinerja tim.

Lampiran 2 memberikan sebuah ilustrasi dari praktik bisnis Toyota, lampiran 3


Toyota Way dan lampiran 4 prinsip panduannya seperti dijelaskan pada website
perusahaan. Toyota Production System (TPS) telah dikutip oleh beberapa penulis
sebagai penggerak utama dibalik kemampuan Toyota dalam memproduksi mobil
berkualitas tinggi lebih efisien dibandingkan pesaingnya.

Toyota Production System (TPS) berdasarkan prinsip lean termasuk fokus


pada perbaikan secara terus menerus pada pelanggan dan kualitas melalui pengurangan
limbah, dan proses hulu dan hilir yang terintegrasi secara ketat sebagai bagian dari
perampingan rantai nilai. TPS dibangun pada dua prinsip utama Just in Time dan
Jidoka. Produksi Just in Time fokus pada pengurangan lead time dan menjaga hasil
lini produksi yang fleksibel dalam perbaikan kualitas, responsif, produktivitas, dan
penggunaan peralatan dan tempat.

Prinsip utama lainnya adalah kepercayaan perusahaan bahwa kesuksesan itu


tergantung pada kepuasan pelanggan yang menjadi landasan prinsip Customer First.
Sedangkan budaya dan fokus pelanggan merupakan lem yang menampatkan sebuah
oragnisasi bersama, pada alat Toyota sederhana digunakan untuk membantu
menyelaraskan kerja dari karyawan pada pilar strategi dari organisasi. Sebuah contoh
yaitu hoshin kanri, yang digunakan untuk membongkar tujuan kendaraan ke tujuan
sistem yang spesifik dari kinerja, berat, biaya, dan keamanan demi memastikan
kualitasnya berada di bagian terdepan tiap pikiran karyawan sehingga pemborosan dapat
diminimalkan.
Budaya Organisasi

Thompson et. al mendefinisikan sebuah budaya perusahaan sebagai gabungan


nilai bersama, kepercayaan, praktik bisnis, dan tradisi ke dalam gaya operasi dan
atmosfir kerja. Thompson et. al mendalilkan bahwa budaya perusahaan yang unggul
dapa menjadi sumber keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Sebuah perusahaan
dapat mengembangkan budaya perusahaan yang kuat yang memfasilitasi pelaksanaan
strategi dengan mendorong visi bersama diantara karyawan untuk berkomitmen pada
identitas, minat, dan rasa memiliki yang sama sehingga memastikan tercapainya tujuan
organisasi, Meijen. Meijen, selanjutnya berpendapat bahwa budaya perusahaan yang
kuat dapat secara signifikan mempengaruhi kinerja ekonomi jangka panjang sebuah
organisasi. Berdasarkan Liker dan Morgan, DNA budaya Toyota adalah tentang
kepercayaan dan nilai yang sangat dipegang teguh oleh para manajer dan tingkat
pelaksana pekerja.

Keyakinan utama inilah yang memaksa setiap karyawan Toyota bekerja secara
harmonis menuju tujuan bersama. Sebuah ilustrasi dari salah satu keyakinan utama
Toyota yaitu memuaskan pelanggan ini menyediakan dasar dari seluruh kunci
keputusan yang karyawan buat sehari-hari. Bagaimanapun kita tahu bahwa beberapa
organisasi ini tidak dipraktikkan dan keputusan lebih tepatnya didasarkan pada motif
kecepatan karir individu. Liker dan Morgan menjelaskan bahwa pada Toyota berfokus
dari budayanya yang didasarkan pada keunggulan sebagai bagian yang mendasar dari
kepemimpinan timnya yang mana secara konsisten berperilaku segaris dengan
keyakinan utamanya. Takeuchi et al. menyarankan bahwa budaya perusahaan Toyota
dibangun pada dasar perbaikan secara terus menerus, yang memungkinkan perusahaan
untuk menjaga cara perbaikan pada manufaktur kendaraannya dan tidak pernah
menerima status quo.

Perusahaan selanjutnya memberdayakan karyawannya dengan mendorong


mereka untuk terus-menerus menghasilkan gagasan baru dan inovatif. Takeuchi et al.
lebih jau lagi, Toyota mendorong terhadap komunikasi terbuka telah membuat budaya
yang sangat toleran terhadap kegagalan. Beberapa penulis sepakat bahwa kebijakan
Toyota, praktik bisnis, dan budaya perusahaan yang kuat telah menjadi dasar
kesuksesan perusahaan dalam mengeksekusi tujuan strategi yang mengantarkan pada
produk yang berkualitas unggul pada biaya yang lebih murah daripada pesaingnya. Jelas
pada poin di atas, seseorang dapat menyimpulkan bahwa Toyota memiliki kebijakan
yang kuat, prosedur, dan budaya organisasi yang jika ditanamkan pada seluruh
karyawan dan dipelihara dari atas ke bawah karyawan manajemen dari organisasi
merupakan ikatan yang tetap dalam menjadi pemimpin global.

Pendekatan Toyota dalam mengeksekusi strateginya yang berubah-ubah

Fokus pada keuntungan jangka pendek dengan mengorbankan pertumbuhan jangka


panjang

Penulis menyatakan bahwa CEO Toyota sebelumnya Watanabe mengejar


kepemimpinan global dan keuntungan jangka pendek dengan mengorbankan
pertumbuhan jangka panjang. Metode pemotongan biaya Toyota berkontribusi pada
menurunnya kualitas dan dapat berkontribusi pada kepemimpinan yang menghilangkan
fokusnya pada kualitas dan kuantitas.

Pendekatan gaya manajemen

Thompson et al., lemahnya kepemimpinan sebagai penyebab utama dibalik


kurangnya kualitas Toyota. Taylor, menyarankan bahwa gaya manajemen Toyota kuno
dan tidak berubah sejak 1950an yang mana membuat Toyota tidak fleksibel, sempit, dan
jauh dari perubahan ekonomi global sebagai pengambilan keputusan yang tersentralisasi
dan dikontrol ketat di Jepang yang memperburuk kendaraan yang diproduksi hingga
akhirnya ditarik kembali dari pasar. Menurut Thompson et al. kepemimpinan organisasi
adalah aspek kunci dari budaya perusahaan dan bahwa nilai, prinsip, dan etika
seharusnya dipraktikan tidak hanya oleh manajemen.

Pendekatan pemusatan pengambilan keputusan

Ini merupakan sisi lain yang perlu ditelaah. Sebagaimana dijelaskan oleh
Thompson et al., struktur organisasi seharusnya mendukung strategi global dan
pembesaran dari kebutuhan Toyota sesuai dengan struktur dari strategi ekspansi global.
Pendekatan pemusatan pengambilan keputusan membuat besar, organisasi kompleks,
seperti Toyota, lamban terhadap perubahan lingkungan bisnis karena birokrasi. Ini
memerlukan manajemen puncak untuk mengumpulkan informasi pengambilan
keputusan yang relevan yang memakan waktu sehingga tidak praktis, sebagai
perusahaan yang lebih besar merupakan operasional yang lebih tersebar.
Pendekatan pengadaan

Dorongan Toyota untuk menjadi pembuat mobil terbesar di dunia pada 1990an
melalui strategi ekspansi global mempengaruhi kualitas produknya keunggulan
kompetitif utama mereka. Thompson et al. menjelaskan lebih lanjut bahwa aktivitas
yang sangat penting bagi kempuan perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif
yang berkelanjutan seharusnya tidak dioutsourcing karena akan mengeluarkan dari
kompetensi utama perusahaan. Toyota mengoutsourcing rancangan dan pengembangan
dari komponen krusial kepada pemasoknya dan menghilangkan resiko terhadap kontrol
langsung atas kualitas. Karena outsourcing yang disebutkan pada paragraf, Toyota tidak
mempkerjakan insinyur yang selanjutnya akan membangun sumber daya
kepegawaiannya dan mengatur organisasinya dengan merekrut dan mempertahankan
insinyur dengan pengalaman yang dibutuhkan, keterampilan teknis, dan modal
intelktual yang menjadi aspek penting dalam membangun sebuah organisasi yang cakap
dalam mengeksekusi strategi yang baik.

Apakah Toyota kehilangan keunggulan kualitasnya?

Thompson et al. mencatat bahwa beberapa analis indsutri memiliki pandangan


bahwa meskipun recall, reputasi Toyota sebagai pembuat mobil berkualitas tidak
berpengaruh. Para penulis menegaskan bahwa selama 2009, sepuluh dari penghargaan J.
D. Power Initial Quality Study untuk kendaraan terbaik diberikan kepada kendaraan
Toyota atau Lexus meskipun terjadi krisis recall. Lebih jauh lagi perlu dicatat bahwa
Toyota menerima lebih banyak penghargaan dibandingkan dengan produsen mobil
lainnya pada saat itu. Pabrik perakitan Toyota juga menerima penghargaan platinum
kualitas pabrik sejak 2012 untuk produksi kendaraan dengan paling sedikit cacat dan
malfungsi dibandingkan produsen lainnya. Taylor berpendapat bahwa krisis recall
bagaimanapun berfungsi sebagai wake-up call bagi Toyota.

Pada Juni 2009 Akio Toyoda mengambil alih kendali perusahaan di tengah
resesi global dan krisi recall. Penulis mengemukakan bahwa kepemimpinan kuat dari
Akio merupakan faktor kunci dalam titik balik perusahaan. Penulis lebih jauh
menegaskan bahwa Akio mengadopsi pendekatan top down untuk mempercepat
pengambilan keputusan dan secara pribadi memilih untuk memberantas untuk
menyambung kembali dengan pelanggan Toyota melalui produknya dengan pengiriman
kualitas yang luar biasa.
Kesimpulan

Selama kenaikan cepat toyota ke kepemimpinan global, perusahaan


kehilangan penglihatan atas merek dagang mereka, kontrol kualitas dan fokus
pelanggan yang ketat. Sumber daya perusahaan sangat tegang untuk memenuhi
permintaan yang meningkat sambil tetap mematuhi prinsip lean manufacturing dan
menjaga biaya seminimal mungkin. Krisis yang terjadi akibat recall besar-besaran,
merusak reputasi perusahaan serta hasil keuangan yang krusial. Namun Toyota
mengalami krisis yang akan menyebabkan sebagian besar perusahaan menjadi tidak
jelas dan mempertahankan keunggulan kualitas mereka yang menunjukkan kekuatan
strategis reputasi dan citra publik toyota. Reputasi Toyota untuk secara konsisten
mengantarkan barang berkualitas dipalsukan selama beberapa dekade dan menghina
perusahaan tersebut dari krisis yang berpotensi menimbulkan bencana.
Kesuksesan Toyota yang berhasil dari krisis kualitas juga dibuktikan dengan
hasil keuangan 2013 yang luar biasa. Perusahaan tersebut membukukan keuntungan
sebesar Y314 miliar selama Maret 2013 yang merupakan yang terbaik dalam lima
tahun. Lebih lanjut dinyatakan bahwa penjualan di pasar ekspor terbesar toyota AS,
telah pulih dengan perusahaan yang memproduksi 9,75 juta kendaraan, setengah juta
lebih banyak dari pesaing GM, yang memungkinkan Toyota untuk mengambil
kepemimpinan global lagi. Penulis menganggap bahwa nama merek dan reputasi
Toyota yang kuat untuk kualitas yang konsisten dan superior yang dibangun selama
beberapa dekade memungkinkan perusahaan tersebut untuk bertahan dalam krisis.

Toyota Global Vision mengumumkan pada tahun 2011, menekankan kembali


pentingnya nilai-nilai inti kualitas dan penghargaan bagi orang-orang dan
menggabungkan Toyota Way dan prinsip panduan awal sebagai akar dari penglihatan.
Selain itu, perspektif strategis jangka panjang dengan profitabilitas yang berkelanjutan
disorot, sehingga membuat perusahaan triple bottom line berorientasi. Toyota telah
mengadopsi slogan "Always better cars" untuk mengartikulasikan tujuan pengembangan
mobil melebihi harapan pelanggan dan memperkaya kehidupan masyarakat merupakan
tujuan bisnis utama. Sebagai penutup, kepemimpinan yang kuat dari Toyota dan juga
visi strategis Toyota saat ini akan mempersiapkan perusahaan untuk masa depan dan
memastikan bahwa Toyota tetap merupakan kekuatan yang tangguh di industri otomotif
global.

Rekomendasi

1. Implementasi strategi manajemen crisis

Strategi manajemen crisis yang baik untuk mengelola Recall atau publisitas negatif
harus dilakukan melalui respon yang cepat dan akurat terhadap feedback yang diberikan
pelanggan dan juga kemampuan memperkuat system operasi.

Perusahaan dengan kinerja tinggi terus memantau pola penyebaran sumber daya mereka
dan hasilnya terhadap rencana strategis, dengan feedback secara terus menerus untuk
mengatur ulang atau mengalokasikan kembali sumber daya

2. Memperkuat control kualitas pemasok dan pengelolaan outsourcing

Toyota harus menggunakan hubungan kerja sama dengan pemasok, membantu pemasok
dengan upaya penjaminan mutu dan berbagi informasi mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan kualitas. Mereka harus meninjau penghentian kontrak pemasok yang dapat
membahayakan keberhasilan kompetitifnya, melakukan pengecekan komprehensif
pemasok dan sumber dari perusahaan yang bersedia memberikan jaminan atas produk
secara tertulis.

Menekankan bahwa untuk menjaga dan mengembangkan kedalaman keahlian dan


sumber daya, aktivitas rantai nilai strategis utama yang memperkuat keunggulan
kompetitif perusahaan harus dilakukan secara internal.
Key value chain seperti desain produk dan pembuatan komponen penting harus
dilakukan secara in-house untuk mengurangi recall kendaraan.

3. Meningkatkan keselarasan struktur perusahaan dan strateginya.


Struktur organisasi terpusat disarankan sebagai pendekatan yang menghilangkan konflik
sasaran dan memungkinkan pengambilan keputusan cepat. Struktur organisasi ini akan
memfasilitasi kepatuhan terhadap "Toyota the Way" dan mengurangi penyimpangan
terhadap kualitas dan nilai fokus pelanggan yang ketat.
4. Improving staffing of the organization
Merekrut manajer dan karyawan berbakat dengan keterampilan dan modal intelektual
yang tepat merupakan komponen kunci dari implementasi strategi yang berhasil.
Sehingga penunjukannya sangat terampil. Petugas kualitas utama di daerah-daerah
kunci akan memfasilitasi komunikasi, berbagi informasi dan memperbaiki pengambilan
keputusan kualitas dan keamanan secara global. Pelatihan dan pengembangan karyawan
yang lebih baik untuk menerapkan Toyota Production System dan Toyota Way secara
efektif sangat penting

5. Mengadopsi proses perbaikan secara terus menerus


Toyota harus mengelola, mengkoordinasikan dan melakukan benchmark terhadap
operasi internalnya terhadap standar kualitas dan pemain industri utama yang
diciptakannya dan melacak kinerjanya. Orate bahwa perusahaan jarang melacak kinerja
terhadap rencana jangka panjang yang berdampak negatif terhadap pelaksanaan strategi.
Meskipun pada tahun 2006 perusahaan terkena serangkaian masalah kualitas,
perusahaan ini terus melakukan ekspansi global yang menekan sumber daya pembuat
mobil meskipun ada recall yang pernah dihadapi. Takeuchi, Osono & Shimizu
berpendapat bahwa manajer umum menganjurkan arah tapi belajar dari umpan balik
orang-orang di telepon. Salah satu alat yang paling banyak digunakan dan efektif untuk
mengukur seberapa baik perusahaan yang menjalankan strateginya memerlukan
pembandingan kinerja perusahaan terhadap aktivitas dan proses bisnis tertentu terhadap
pelaku "terbaik di industri" dan "terbaik di dunia".

Anda mungkin juga menyukai