Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Spinal cord injury( SCI) adalah trauma yang menyebabkan kerusakan padaspinal cord
sehingga menyebabkan menurunnya atau menghilangnya fungsimotorik maupun sensoris. Di
Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI)didiagnosis setiap tahunnya, dan lebih
dari 80 % adalah laki – laki berusia sekitar16 sampai 30 tahun. Trauma ini disebabkan oleh
kecelakaan lalulintas 36 %,karena kekerasan 28,9 %, dan jatuh dari ketinggian 21,2 %,
jumlah paraplegi lebihbanyak dari pada tetraplegi dan sekitar 450.000 penduduk di Amerika
hidupdengan SCI (The National Spinal Cord Injury, 2001).Kemungkinan untuk bertahan dan
sembuh pada kasus SCI, tergantung pada lokasi serta derajat kerusakan akibat trauma, dan
juga kecepatan mendapatperawatan medis setelah trauma. Trauma pada cervical dapat
mengakibatkanseseorang mengalami penurunan kemampuan bernafas dan kelemahan pada
lengan, tungkai dan trunk atau yang disebut tetraplegi. Trauma pada bagianbawah dari
vertebra dapat menyebabkan hilang atau berkurangnya fungsi motoric serta sensoris pada
tungkai dan bagian bawah dari tubuh disebut paraplegi. Padakasus trauma yang berat,
kesembuhan tergantung pada luasnya derajat kerusakan, prognosis akan semakin baik bila
pasien mampu melakukan gerakan yang disadari atau dapat merasakan sensasi dalam waktu
yang singkat.

Rehabilitasi sangat diperlukan segera setelah trauma tertangani, rehabilitasi oleh fisioterap
bekerja bersama pasien untuk mencapai fungsi mobilitas yang maksimal dan mandiri melalui
latihan-latihan; re-edukasi pada lingkungan yang berbeda. Peningkatan kemampuafungsional
terus berlanjut hingga 6 bulan, bila dalam jangka waktu tersebut tidak ada perubahan maka
kecacatan akan bersifat permanent. Kecacatan yang permanen membutuhkan program latihan
yang lama dan intensif, rehabilitasi dapat memaksimalkan kemampuan fungsional dan
membantu seseorang beradaptasi, mandiri danmempunyai kehidupan yang produktif dengan
kecacatannya. Perawatan lanjutan sangat diperlukan termasuk ahli nutrisi dan konseling
psikologi.

1
1.2. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa, tenaga kesehatan maupun penulis dapat mengetahui dan
mengerti mengenai konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien “ SPINAL
CORD”.
b. Tujuan Khusus

 Mengetahui secara teori Spinal cord

 Mengetahui pengkajian tentang apa itu Spinal cord

 Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien Spinal cord

 Mengetahui Intervensi keperawatan pada pasien Spinal cord

 Mengetahui Evaluasi keperawatan pada pasien Spinal cord

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 ANATOMI FISIOLOGI

Tulang Belakang secara medis dikenal sebagai Columna Vertebralis Menurut


Evelyn C. Pearce (2006) dalam Heru Septiawan (2013) rangkaian tulang belakang
adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra
atau ruas tulang belakang. Tulang vertebra merupakan struktur kompleks yang secara
garis besar terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus
intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinal anterior
dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis
vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong
dan pelindung kolumna vertebra. Bagian posterior vertebra antara satu dan lain

3
dihubungkan dengan sendi apofisial (faset). Stabilitas vertebra tergantung pada integritas
korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu
ligamentum (pasif) dan otot (aktif) (Rahajeng Tanjung, 2009 dalam Heru, 2013).

B. Anatomi Terapan

Vertebra Lumbalis terdiri dari 5 ruas tulang dengan 5 pasang faset joints yang
disebut juga dengan apophyseal atau zygoapohyseal joints. Susunan anatomis dan
fungsi pada regio lumbal, terbagi dalam segmentasi regional sebagai berikut :

 Thoracolumbal Junction Merupakan daerah perbatasan fungsi antara umbal


dengan thorac spine dimana Th12 arah superior facet geraknya terbatas,
sedangkan arah 9 inferior facet pada bidang sagital gerakan utamanya flexion-
extension luas. Pada gerak lumbal spine “memaksa” Th12 hingga Th10
mengikutinya.
 Lumbosacral Joint L5-S1 merupakan daerah yg menerima beban sangat berat
mengingat lumbal mempunyai gerak yang luas sementara sacrum rigid (kaku).
Akibatnya lumbosacral joint menerima beban gerakan dan berat badan paling
besar pada regio lumbal.
 Lumbal Joint Vertebra lumbalis lebih besar dan tebal membentuk kurva lordosis
dengan puncak L3 sebesar 2-4 cm, menerima beban sangat besar dalam bentuk
kompresi maupun gerakan. Stabilitas dan gerakakannya ditentukan oleh facet,
diskus, ligament dan otot disamping corpus itu sendiri. Berdasarkan arah
permukaan facet joint maka facet joint cenderung dalam posisi bidang sagital
sehingga pada regio lumbal menghasilkan dominan gerak yang luas yaitu fleksi-
ekstensi lumbal.
 Diskus Invertebralis Diantara dua corpus vertebra dihubungkan oleh diskus
intervertebralis, merupakan fibrocartilago komplek yang membentuk articulasio
antara corpus vertebra, dikenal sebagai symphisis joint. Diskus intervertebralis
pada orang dewasa memberikan kontribusi sekitar ¼ dari tinggi spine. Diskus
juga dapat memungkinkan gerak yang luas pada vertebra. Setiap diskus terdiri
atas 2 komponen yaitu :

4
 Nukleus pulposus Merupakan substansia gelatinosa yang berbentuk jelly
transparan, mengandung 90% air, dan sisanya adalah collagen dan
proteoglycans yang merupakan unsur-unsur khusus yang bersifat
mengikat atau menraik air. Nukleus pulposus tidak mempunyai pembuluh
darah dan saraf. Nukleus pulposus mempunyai kandungan cairan yang
sangat tinggi maka dia dapat menahan beban kompresi serta berfungsi
untuk mentransmisikan beberapa gaya ke annulus dan sebagai shock
absorber.
 Annulus fibrosus Tersusun oleh sekitar 90 serabut konsentrik jaringan collagen,
serabutnya saling menyilang secara vertikal sekitar 30o satu sama lainnya maka
struktur ini lebih sensitif pada strain rotasi daripada beban kompresi, tension,
dan shear. Secara mekanis, annulus fibrosus berperan sebagai coiled spring
(gulungan pegas) terhadap beban tension dengan mempertahankan corpus
vertebra secara bersamaan melawan tahanan dari nukleus pulposus yang
bekerja seperti bola.
 Facet Joint Sendi facet dibentuk oleh processus articularis superior dari
vertebra bawah dengan processus articularis inferior dari vertebra atas. Sendi
facet termasuk dalam non-axial diarthrodial joint. Setiap sendi facet
mempunyai cavitas articular dan terbungkus oleh sebuah kapsul. Gerakan yang
terjadi pada sendi facet adalah gliding yang cukup kecil. Sendi facet dan diskus
memberikan sekitar 80% kemampuan spine untuk menahan gaya 11 rotasi
torsion dan shear, dimana ½-nya diberikan oleh sendi facet. Sendi facet juga
menopang sekitar 30% beban kompresi pada spine, terutama pada saat spine
hiperekstensi. Gaya kontak yang paling besar terjadi pada sendi facet L5-S1.
Apabila discus intervertebralis dalam keadaan baik, maka facet joint akan
menyangga beban axial sekitar 20 % sampai dengan 25 %.

5
2.2 . DEFINISI

Spinal Cord Injury (SCI) adalah kerusakan atau trauma pada sumsum tulang
belakang   yang   mengakibatkan   kerugian atau   gangguan fungsi   menyebabkan
mobilitas dikurangi atau perasaan. Penyebab umum dari kerusakan adalah trauma
(kecelakaan mobil, tembak, jatuh, cedera olahraga, dll) atau penyakit (myelitis
melintang, Polio, spina bifida, Ataksia Friedreich, dll). Sumsum tulang belakang tidak
harus dipotong agar hilangnya fungsi terjadi. Pada kebanyakan orang dengan SCI,
sumsum tulang belakang masih utuh, tetapi kerusakan selular untuk itu mengakibatkan
hilangnya fungsi. SCI sangat berbeda dari cedera punggung seperti disk pecah, stenosis
tulang belakang atau saraf terjepit.
Spinal Cord Injury (SCI) atau cedera sumsum tulang belakang juga merupakan
kerusakan atau trauma pada sumsum tulang belakang yang dapat mengenai elemen
tulang, jaingan lunak, dan struktur saraf pada cervicalis, vertebralis dan lumbalis
menyebabkan ketidakstabilan kolumna vertebral (fraktur atau pergeseran satu atau lebih
tulang vertebra) sehingga mengakibatkan gangguan/defisit fungsi neurologis.
2.3 .ETIOLOGI

Cedera tulang belakang yang paling sering traumatis, disebabkan oleh lateral yang
lentur, rotasi dislokasi, pemuatan aksial, dan hyperflexion atau hiperekstensi dari  kabel
atau cauda equina. Kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab paling umum
dari SCI, sedangkan penyebab lain meliputi jatuh, kecelakaan kerja, cedera olahraga
(menyelam, judo dll), dan penetrasi seperti luka tusuk atau tembak, kecelakaan di rumah
(jatuh dr ketinggian, bunuh diri dll), dan bencana alam, misal gempa. SCI juga dapat
menjadi asal non-traumatik,. Seperti dalam kasus kanker, infeksi, penyakit cakram
intervertebralis, cedera tulang belakang, penyakit sumsum tulang belakang vascular,
transverse myelitis, tumor dan multiple sclerosis.
2.4 .MANIFESTASI KLINIS

6
a) Nyeri pada area spinal atau paraspinal
b) Nyeri kepala bagian belakang, pundak, tangan dan kaki
c) Kelemahan/penurunan/kehilangan fungsi motorik (kelemahan, paralisis)
d) Penurunan/kehilangan sensasi (mati rasa/hilang sensasi nyeri, kaku,

parestesis, hilang sensasi pada suhu, posisi, dan sentuhan)

e) Paralisis dinding dada menyebabkan pernapasan diafragma


f) Shock dengan kecepatan jantung menurun
g) Priapismus
h) Kerusakan kardiovaskuler
i) Kerusakan pernapasan
j) Kesadaran menurun

2.5 PATOFISIOLOGI
Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus terbanyak
cedera spinal cord mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat
hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada tulang belakang.

Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi,
kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cedera spinal cord dapat berupa
memar, kontusio, kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran
darah, dan perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk
melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan
respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan
fungsi rektum serta kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri,
oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi.
Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi yang terkena: jika
terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 pasien akan mengalami tetraplegia dengan
kehilangan fungsi pernapasan atau sistem muskular total; jika cedera mengenai saraf C-4
dan C-5 akan terjadi tetraplegia dengan kerusakan, menurunnya kapasitas paru,
ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari; jika terjadi cedera pada C-6 dan C-7

7
pasien akan mengalami tetraplegia dengan beberapa gerakan lengan atau tangan yang
memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hari; jika terjadi kerusakan
pada spinal C-7 sampai T-1 seseorang akan mengalami tetraplegia dengan keterbatasan
menggunakan jari tangan, meningkat kemandiriannya; pada T-2 sampai L-1 akan terjadi
paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai fungsi dari otot interkostal dan abdomen
masih baik; jika terjadi cedera pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut
akan kehilangan fungsi motorik dan sensorik, kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.

8
2.6 PATHWAY

Traumatis Kecelakaan Penetrasi ( luka tusuk atau


tembak

Kerusakan pada spinal cord injury

Temuan fisik berdasarkan lokasi yang Memblok saraf parasimpatif


terkena

Melepaskan mediator kimia


dan kelumpuhan otot
pernafasan

NYERI

C1- C3 C4 – C5
C6- C7 C7- T1 T2- L1 L1-L2

Teraplegia Teraplegia Kehilangan


Tetaplegia Paraplegia fungsi motorik
Tetraplegia
dan sensorik
Kapasitas
Kehilangan paru Gerakan
fungsi menurun Keterbata Fungsi otot
lengan /
pernafasan san jari intercostal dan GANGGUAN
tangan
tangan abdomen baik INTERGITAS KULIT
digunakan
9
2.7 PENATALAKSANAAN
 Penatalaksaan Medis
Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi
lurus: pemakaian kollar leher, bantal pasir atau kantung IV untuk
mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila
memindahkan pasien; melakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang
meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada
tengkorak, tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur
servikal stabil ringan; pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang
Harrington) untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-X
ditemui spinal tidak aktif.
Intervensi bedah = Laminektomi, dilakukan bila: deformitas tidak dapat dikurangi
dengan fraksi, terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal, cedera
terjadi pada region lumbar atau torakal, status neurologis mengalami
penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres
medulla. (Diane C. Braughman, 2000 ; 88-89).
Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada medula spinalis dengan
menggunakan glukortiko steroid intravena
 Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan
didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena: syok spinal,
nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi seksual pada pria, pada
wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi defekasi;
kaji perasaan pasien terhadap kondisinya; lakukan pemeriksaan diagnostik;
pertahankan prinsip A-B-C (Airway, Breathing, Circulation) agar kondisi pasien
tidak semakin memburuk.
2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

10
 Evaluasi Klinik
Ketika pasien yang mengeluh sakit leher, meskipun mereka tidak benar-benar terjaga,
atau ketika mereka telah jelas kelemahan. Kita harus mewaspadai adanya SCI, dari
tanda dan gejala diatas dengan pemeriksaan radiologi.

 Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan SCI juga dapat menerima baik komputerisasi Tomography (CT scan atau
CAT) dan magnetis resonansi imaging (MRI) dari tulang belakang. Karena alasan
diatas, perlu dilakukan pemeriksaan radiografi tulang belakang servikal pada semua
pasien cedera kepala sedang dan berat. Radiograf yang diambil di UGD kualitasnya
tidak selalu baik dan bila tetap diduga adanya cedera tulang belakang, radiograf
selanjutnya diambil lagi termasuk tampilan oblik bila perlu, serta (pada daerah servikal)
dengan leher pada fleksi serta ekstensi bila diindikasikan. Tampilan melalui mulut
terbuka perlu untuk memperlihatkan proses odontoid pada bidang antero-posterior.
 Intensive Care Unit
Standar perawatan ICU, termasuk menjaga tekanan darah yang stabil, pemantauan
fungsi cardiovascular, memastikan ventilasi yang memadai dan fungsi paru-paru, dan
mencegah infeksi dan segera merawat dan komplikasi lain, adalah penting agar SCI
pasien dapat mencapai hasil yang terbaik. 
 Steroid Therapy
Methylprednisolone, sebuah obat steroid, menjadi tersedia sebagai perawatan untuk SCI
akut pada tahun 1990 ketika seorang multicenter percobaan klinis menunjukkan lebih
neurological mengubah skor di pasien yang diberi obat di dalam delapan bulan pertama
dari cedera.

11
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1. PENGKAJIAN

A. Riwayat Penyakit Sebelumnya


 Apakah klien pernah menderita :
 Penyakit stroke
 Infeksi otak
 DM
 Diare dan muntah yang berlebihan
 Tumor otak
 Intoksiaksi insektisida
 Trauma kepala
 Epilepsi dll.
B . Pemeriksaan Fisik

1. Sistem pernafasan
Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot
pernafasan
2. Sistem kardiovaskuler
Bardikardia, hipotensi, disritmia, orthostatic hipotensi.
3. Status neurologi
Nilai GCS karena 20% cedera medulla spinalis disertai cedera kepala.
4. Fungsi motorik
Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis
kerusakan, adanya quadriplegia, paraplegia.
5. Refleks Tendon
Adanya spinal shock seperti hilangnya reflex dibawah garis kerusakan,
post spinal shock seperti adanya hiperefleksia ( pada gangguan upper
motor neuron/UMN) dan flaccid pada gangguan lower motor neuron/
LMN).
6. Fungsi sensorik
Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis kerusakan.
7. Fungsi otonom
Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoreguler.
8. Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 ke atas)

12
Adanya  nyeri kepala,  peningkatan tekanan   darah, bradikardia, hidung
tersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas dan gangguan
penglihatan.
9.Sistem gastrointestinal
Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus,
stress ulcer, feses keras atau inkontinensia.
10.Sistem urinaria
Retensi urine, inkontinensia
11.Sistem Muskuloskletal
Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM)
12.Kulit
Adanya kemerahan pada daerah yang terrtekan (tanda awal dekubitus
13.Fungsi seksual.
Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.
14.Psikososial
Reaksi   pasien dan   keluarga, masalah   keuangan, hubungan dengan
masyarakat.

2.2. DIAGNOSA

a) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,


kehilangan sensori dan mobilitas
b) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera,
pengobatan dan namanya imobilitas.

2.2. INTERVENSI

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL (NOC) ( NIC)
1 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Pressure 1. Anjurkan pasien
kulit berhubungan keperawatan, Gangguan Management untuk menggunakan
dengan tirah baring integritas kulit tidak terjadi pakaian yang longgar
lama, kehilangan dengan kriteria hasil: 2. Hindari kerutan padaa
sensori dan  Integritas kulit yang tempat tidur
imobilitas baik bisa dipertahankan 3. Jaga kebersihan kulit
 Melaporkan adanya agar tetap bersih dan
Do: adanya gangguan sensasi atau kering
kemerahan, nyeri pada daerah kulit 4. Mobilisasi pasien
bernanah, kulit yang mengalami (ubah posisi pasien) setiap
lembab, luka gangguan dua jam sekali
dekubitus 5. Monitor kulit akan

13
Ds: pasien  Menunjukkan adanya kemerahan 
pemahaman dalam 6. Oleskan lotion atau
mengatakan nyeri
proses perbaikan kulit minyak/baby oil pada
pada punggung dan mencegah terjadinya derah yang tertekan 
sedera berulang 7. Monitor aktivitas dan
 Mampu melindungi mobilisasi pasien
kulit dan 8. Monitor status nutrisi
mempertahankan pasien
kelembaban kulit dan 9. Memandikan pasien
perawatan alami dengan sabun dan air
 Status nutrisi adekuat hangat
 Sensasi dan warna 10. Gunakan pengkajian
kulit normal risiko untuk memonitor
faktor risiko pasien
(Braden Scale, Skala
Norton)
11. Inspeksi kulit
terutama pada tulang-
tulang yang menonjol dan
titik-titik tekanan ketika
merubah posisi pasien. 
12. Jaga kebersihan alat
tenun
13. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk pemberian
tinggi protein, mineral dan
vitamin
14. Monitor serum
albumin dan transferin

2 Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Paint Paint Management


nyaman nyeri keperawatan, Pasien tidak management 1. Lakukan pengkajian
berhubungan dengan mengalami nyeri, dengan  Analgetic nyeri secara komperhensif
adanya cedera, kriteria hasil: termasuk lokasi,
administration
pengobatan dan  Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
namanya imobilitas nyeri (tahu prnyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitasi
Do: wajah pasien menggunakan tekhnik 2. Observasi reaksi
meringis, skala nyeri nonfarmakologi untuk nonverbal dari
4-6, luka atau lesi di mencari nyeri, mencari ketidaknyamanan
tempat yang bantuan) 3. Bantu pasien dan
mengalami cedera  Melaporkan bahwa keluarga untuk mencari
Ds: pasien mengeluh nyeri berkurang dengan dan menemukan
menggunakan dukungan 
nyeri pada daerah
manajemen nyeri 4. Kontrol lingkungan

14
yang cedera  Mampu mengenali yang dapat mempengaruhi
nyeri (skala, intensitas, nyeri seperti suhu
frekuensi dan tanda ruangan, pencahayaan dan
nyeri) kebisingan
 Menyatakan rasa 5. Kurangi faktor
nyaman setelah nyeri presipitasi nyeri
berkurang 6. Kaji tipe dan sumber
 Tanda vital dalam nyeri untuk menentukan
rentang normal intervensi
 Tidak mengalami 7. Ajarkan tentang
gangguan tidur teknik non farmakologi:
napas dalam, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/dingin
8. Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri
9. Monitoring vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Analgetic Administration
1. Tentukan
lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek intruksi
dokter tentang jenis obat,
dosis, frekuensi
3. Cek riwayat
alergi
4. Monitor tanda-
tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian obat

15
BAB IV
PENUTUP

A . KESIMPULAN
Spinal Cord Injury (SCI) atau cedera sumsum tulang belakang juga
merupakan kerusakan atau trauma pada sumsum tulang belakang yang dapat
mengenai elemen tulang, jaingan lunak, dan struktur saraf pada cervicalis,
vertebralis dan lumbalis menyebabkan ketidakstabilan kolumna vertebral (fraktur
atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra) sehingga mengakibatkan
gangguan/defisit fungsi neurologis.

B. SARAN

Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dijadikan bahan
untuk menambah ilmu pengetahuan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.


Weishaupt, N, Silasi, G, Colbourne, F, & Foud, K. 2010. Secondary Dmage in The Spinal Cord
After Motor Cortex Injury in Rats. Jakarta: EGC.

Hurst, Marlene. 2015. Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC.
Rencana asuhan keperawatan medikal-bedah : diagnosis NANDA-I 2015-2017 intervensi NIC
hasil NOC, 2016)
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8.
Jakarta : EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai